Apakah Sedekah Bisa Menyelamatkan Ekonomi Kita

OPINI & ARTIKEL29 Dilihat

Oleh: Emeraldy Chatra
(Penulis Adalah Ketua Jurusan Komunikasi Unand)

Belum lama berselang seorang teman yang punya beberapa petak toko di Tanah Abang dan Cempaka Putih berkeluh kesah kepada saya melalui telepon. Ia menceritakan melorotnya perekonomian. Teman-temannya sesama pengusaha dan pedagang banyak yang sudah tersungkur, bangkrut. Mereka punya aset berupa tanah dan rumah, tapi tak ada yang mau membeli. Akibatnya, untuk makan sehari-hari saja sudah susah.

Ini memang zaman disrupsi. Zaman kacau. Zaman peralihan dari periode yang mendadak jadi kuno kepada periode digital. Perdagangan daring (online) mewabah, menyebabkan orang tidak perlu lagi ke pasar. Orang cukup menunggu pesanan di rumah. Pasar jadi sepi. Pedagang di pusat-pusat perbelanjaan melongo karena kehilangan pembeli.

Makin banyak pengusaha dan pedagang yang bangkrut, makin buruk situasi ekonomi. Akan makin banyak orang kehilangan pekerjaan dan kehilangan sumber pendapatan. Kemiskinan berkembang dengan cepat. Mereka yang jatuh miskin dengan sendirinya tidak dapat lagi berbelanja. Mereka membuat situasi buruk jadi lebih buruk.

Hanya segelintir kecil yang dapat banting stir masuk ke dunia digital dan hidup dari perdagangan daring. Pengusaha daring kaya dengan cepat atau setidaknya selamat dari kebangkrutan. Sayangnya perusahaan daring yang besar punya asing, sehingga keuntungannya mengucur ke luar negeri.

Dampak buruk disrupsi makin menggigit karena banyak orang menjadi cemas mengalami kebangkrutan. Mereka tidak yakin Allah akan menolong. Mereka lalu menahan tabungan di bank, tidak belanja atau mengurangi belanja sedemikian rupa agar tabungan tetap utuh. Mereka pikir dengan demikian mereka akan selamat. Apa iya?

Ketika masyarakat mengurangi belanja, mengurangi konsumsi, dan menahan uang di bank, pedagang semakin menderita. Pedagang lebih cepat jatuh bangkrut karena tidak bertransaksi. Pegawainya lebih cepat kehilangan pekerjaan dan terancam kelaparan. Kriminalitas pun segera mengancam masyarakat.

Apakah bank senang dengan menumpuknya uang tabungan di brankas mereka? Sementara di sisi lain permintaan kredit semakin berkurang. Nasabah mereka sudah jatuh tapai, tidak sanggup membayar hutang dan tidak berani mengambil kredit baru. Kredit macet menjadi monster yang mengerikan.

Bank pun akan panik karena perputaran uang tersendat bahkan menjurus kepada terhenti. Bagaimana bank bisa membayar pegawai dan bunga tabungan nasabah kalau sudah begitu? Sebagian menutupi kerugian dengan menyita aset nasabah dan melelangnya.

Apa yang harus dilakukan masyarakat dalam kondisi seperti ini? Apakah akan tetap berjuang hidup sendiri seperti pada masa lalu? Apakah masih belum butuh orang lain untuk saling menolong?

Disrupsi itu kondisi yang sistemik. Artinya, kondisi yang timbul di luar kemampuan individu. Ia mencelakakan banyak orang, tapi di sisi lain memperkaya segelintir orang. Orang yang beruntung tidak akan mengucurkan uangnya untuk membuat kondisi ekonomi kembali baik. Kondisi ekonomi bisa memburuk terus-menerus.

Apakah sedekah dapat membantu kita keluar dari masalah?

Sedekah sebenarnya punya pengertian yang luas. Memang yang utama sedekah harta. Tapi pikiran baik yang diberikan kepada orang lain, bantuan tenaga bagi orang yang membutuhkan, atau sekedar senyum yang menyenangkan juga dapat bermakna sedekah. Bila beragam bentuk sedekah itu diakumulasi dan dikelola dengan baik insyaAllah kita akan keluar dari persoalan ekonomi yang rumit, walaupun tidak instan.

Mari kita buat pengandaian. Sebuah komunitas punya anggota 10.000 orang dan semuanya konsisten bersedekah Rp 50.000/bulan, maka dana yang dapat dikelola komunitas adalah Rp 500.000.000/bulan. Bila 80% digunakan untuk usaha produktif, berarti tiap bulan komunitas bisa membuat satu unit usaha dengan modal Rp 400 juta.

Mengelola uang sedekah dengan membuka unit usaha tentu akan memberi peluang bagi anggota komunitas mendapatkan pekerjaan. Mereka akan dapat gaji. Komunitas pun akan punya cadangan dana lebih besar karena keuntungan usaha tidak menjadi milik perorangan.

Siapa konsumennya? Komunitas punya anggota 10.000. Merekalah konsumen utamanya. Kalau komunitas punya rumah makan, anggota yang 10.000 itulah yang akan makan di sana. Tentu masyarakat umum yang bukan anggota pun akan menjadi konsumen.

Aliran dana sedekah yang konstan Rp 500 juta per bulan membuat unit usaha yang sudah ada akan dapat suntikan modal terus-menerus untuk berkembang dan berkembang. Usaha dapat meluas ke industri berbasis internet dan ikut dalam pertarungan merebut pasar perdagangan daring. Kasarnya, dengan modal yang tidak putus kita pun bisa membuat usaha seperi Lazada, Bukalapak, dll. yang sekarang berjaya.

Apa istimewanya? Istimewanya, usaha kita tidak bergantung kepada bank dan kita tidak butuh kredit bank yang berlumur riba. Dari keuntungan yang diperoleh kita menambah cadangan dana untuk fakir miskin, mesjid, beasiswa, dll.

Maha Besar Allah dengan firmannya, َ
Allah menghancurkan riba dan menyuburkan sedekah. Al Baqarah 276

Wallahu ‘alam bissawwab.