Paradoks Wartawan Nyaleg

OPINI & ARTIKEL17 Dilihat

By : Budi Gunawan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti Paradoks adalah pernyataan yang seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran; dikatakan bersifat paradox.

Wartawan / jurnalis atau pewarta adalah seseorang yang melakukan kegiatan jurnalistik atau orang yang secara teratur menuliskan berita (berupa laporan) dan tulisannya dikirimkan/dimuat di media massa secara teratur. Laporan ini lalu dapat dipublikasi dalam media massa, seperti koran, televisi, radio, majalah, film dokumentasi, dan internet. Wartawan mencari sumber mereka untuk ditulis dalam laporannya; dan mereka diharapkan untuk menulis laporan yang paling objektif dan tidak memiliki pandangan dari sudut tertentu untuk melayani masyarakat.

Artinya, Wartawan adalah profesi yang independent.

Dalam dunianya, insan jurnalis “lebih dulu” memenuhi ruang pikiranya dengan berbagai seluk beluk informasi yang diliput. Tentunya mereka piawai dalam mencari berita, baik secara berpisah maupun yang berulas. Bahkan, bukan tak mungkin menerapkan sejumlah strategi demi tuntasnya sebuah informasi yang dikejar, pastinya semua itu untuk kepentingan masyarakat.

Pada intinya, wartawan sangat sering berinteraksi dengan narasumber dari berbagai kalangan, mulai dari pejabat pemerintahan, anggota legislatif dan masyarakat serta kalangan lainya.

Mereka (wartawan), dielu-elukan masyarakat sebagai praktisi kontrol social,yang selalu bergerak memantau perkembangan bangsa bertujuan untuk kepentingan seluruh rakyat (publik) secara demokratis.

Siapa corong demokrasi?  Saya rasa, salah satu jawabanya adalah wartawan. Tak cukup segudang kata untuk menjelaskan lika liku wartawan kepada publik. Sebab, ialah sebuah profesi yang mengawinkan jutaan kalimat untuk dunia ini. Tanpa mereka, maka “buta”lah dunia ini.

Jika wartawan ikut menjadi calon legislatif, lalu dimana sisi paradoksnya?

Kiritikan Mengalir Untuk Mendapat Pujian

Ketika wartawan menjadi anggota legislatif/Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), harus bersedia dikritik “kaum”nya walau diapun seorang pengkritik. Sebagai praktisi demokrasi, mereka sangat menghormati kebebasan berpendapat. Legowo tentunya.

Di saat menjabat, jika teledor, ia bakal mendapat kritikan dalam pekerjaan sampai pada akhirnya menuai pujian dari masyarakat.  Bagaimana tidak? Mamantau kinerja DPR merupakan keseharian mereka, pastinya wartawan jau lebih tahu sisi benar dalam meluruskan sebuah permasalahan untuk rakyat.

Penyuara Aspirasi Yang Mendengarkan Aspirasi

Bakal tentu lebih cekatan. Sedari dulu wartawan senantiasa menyuarakan aspirasi masyarakat akan lebih mendengarkan aspirasi rakyat dikala menjadi seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat menyerap aspirasi tersebut.

Para wartawan lebih mengenal sisi masyarakat secara mendalam berdasarkan interaksi mereka selama ini. Saya menyebut wartawan adalah pahlawan rakkyat.

Ketajaman Yang Takkan Tumpul Untuk Perubahan

Wartawan itu sedari pagi hingga petang, bahkan malampun tak ketinggalan dalam mengawasi jalanya pembangunan setiap daerah. Ketajaman  wartawan mebuatnya mampu menumpulkan semua hal yang menyusahkan rakyat saat dirinya menjadi anggota dewan. Sebab, para wartawan selama bekerja sangat paham betul baik buruknya untuk masyarakat. Di situlah tertuai kejelian mereka selama ini berbuat untuk perubahan rakyat.

Objektifitas yang Subjektif

Dalam etikanya, setiap wartawan bekerja sangatlah independent dan objektif atau biasa disebut netral. Objektifitasnya wartawan menjadikan dia lebih subjektif untuk masyarakat tatkala dirinya sebagai anggota dewan. Tanpa pandang bulu, bekerja untuk rakyat.

Dulu Netral Untuk Kini Yang Berpihak

Ketika bekerja, para wartawan harus netral dalam memberitakan, tapi keberpihakanya kepada masyarakat akan terlihat jelas saat menjadi anggota dewan, karena merekalah rakyat sejati itu.

“Tidak ada yang lebih mengerikan dari sebuah aktivitas yang dilakukan tanpa wawasan” Thomas Carlyle.

Wasalam, semoga banyak wartawan yang menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. (BG)