Oleh: Saidul Tombang
Saya baru saja pulang dari negara komunis Vietnam. Selama sepekan di sana, saya bersama penulis dan sastrawan Riau, Jakarta, Singapura, dan Vietnam menyerap banyak sekali informasi dan merasakan bagaimana sebuah negara bila diperintah oleh komunis. Mungkin ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita di Indonesia supaya berhati-hati dan tidak sampai dikuasai oleh komunis.
Pertama, saya ingin mengenalkan sedikit sejarah Vietnam kepada Anda. Mungkin, sebagian literatur yang Anda baca sama dengan saya. Namun percayalah bahwa sebagian sejarah Vietnam yang ditulis saat ini adalah propaganda komunis. Yang harus diingat bahwa sejarah selalu ditulis oleh yang sedang berkuasa sesuai dengan kepentingannya. Dan, saat ini yang berkuasa di sana memang partai komunis.
Vietnam adalah negara tua dengan sejarah teramat panjang. Wilayahnya yang membentuk alis tipis, terkerat dua menjadi utara dan selatan. Kedua kutub ini memiliki dua sejarah dan kepentingan yang amat bertolak belakang. Bagian utara dipengaruhi China dengan latar belakang ideologi komunis, budaya mongolit dan agama penyembah api. Sedangkan di selatan dikuasai selama 11 abad oleh budaya Melayu dengan mayoritas beragama Islam. Budaya utara terpapar dari China, Mongol, Laos dan negeri serumpunnya hingga Siberia.
Sedangkan budaya selatan terpapar hingga Kamboja, Thailand Selatan, hingga ke kepulauan nusantara dan Indonesia. Utara dikenal dengan kemaharajaan Dai Viet sedangkan di selatan adalah EmpireofChampa.
Dua kepentingan ini menyebabkan bentrokan terjadi setiap musim. Saling serang. Saling mengalahkan. Namun tak pernah benar-benar mampu menguasai. Perang ini berlangsung ribuan tahun. Walau pada akhirnya Vietnam Selatan dipukul mundur pada akhir abad 19, tapi kerajaan selatan di bawah bendera EmpireofChampa tetap saja ada. Dia kemudian dikenal dengan nama Vietnam Selatan dengan Saigon sebagai ibu kotanya.
Kedua, peperangan besar 1956-1975 meletus. Saat itu utara dibantu penuh oleh komunis China dan Uni Soviet. Sedangkan selatan dibantu Amerika Serikat. Inilah peperangan paling epik di kawasan Asia Tenggara. Dalam sejarah resmi Vietnam yang ditulis komunis, ini adalah penjajahan Amerika terhadap bangsa Vietnam. Tapi bagi warga Vietnam Selatan, ini adalah peperangan mereka melawan agresor Vietnam Utara. Tersebab Vietnam Utara dibantu komunis, maka Amerika yang memang sejak awal menghambat lajunya pergerakan komunis dunia dengan senang hati membantu Vietnam Selatan.
Saat itu, ekspansi komunis di dunia memang agresif. Dengan motor utama Uni Soviet dan China, mereka menguasai banyak negara, termasuk di Indonesia yang secara politik memang sedang mesra dengan penguasa. Dan Amerika merasa berkepentingan menahan laju itu. Sebagian besar Amerika kalah melawan teror komunis. Maka kalau Indonesia berhasil menumpas komunis tanpa modal besar dari Amerika, tentu ini bonus besar bagi negara Paman Sam itu.
Kembali ke soal perang Vietnam, ini sekali lagi bukan agresi Amerika. Ini adalah perang dua kepentingan Vietnam yang berbeda. Perang yang sudah tercipta sejak ribuan tahun lalu. Perang yang kemudian menghancurkan Vietnam Selatan. Bagi rakyat Vietnam Selatan, saat ini mereka sedang dijajah!
Ketiga, penjajahan yang dilakukan Vietnam Utara, mari kita sebut penjajahan oleh komunis, ternyata mendatangkan cerita pilu yang luar biasa. Karena ternyata, sepanjang perang Vietnam lebih seribu tahun, mereka hanya berebut wilayah.
Namun perang 1956-1975 yang dimotori agresi besar-besaran komunis ini, mereka tidak hanya menjajah wilayah. Komunis Vietnam Utara juga menjajah budaya, agama dan bahasa. Begitu mereka berkuasa mulai 1975, komunis Vietnam memang menghabisi segala yang berbau non komunis. Semua yang beragama Islam dan Melayu dibunuh.
Setiap hari Vietkong, sebutan prajurit merah, yang keluar barak harus membawa minimal tiga kepala muslim bila kembali ke barak. Maka jangan heran kalau Sungai Mekong yang melintasi enam negara dan bermuara di Laut Champa merah darah karena pembunuhan massal oleh komunis. Sebagai perbandingan, Polpot di Kamboja telah membunuh 3 juta muslim dalam penjajahannya itu.
Kondisi saat itu persis seperti yang terjadi di Rakhine State yang didiami bangsa Rohingya saat ini. Kondisi yang sama juga diidap bangsa Moro di Filipina Selatan sampai saat ini. Selain menguasai wilayah dan membunuh orangnya, komunis Vietnam juga mengubur budaya Vietnam Selatan dalam-dalam.
Nama ibukota negara Saigon mereka ganti menjadi Ho Chi Minh yang merupakan nama tokoh utana komunis. Nama-nama wilayah yang berbau Melayu dan Sansekerta diganti menjadi nama-nama utara yang sangat China. Nama Indrapura, Paduranga, Air Terang, Bintan, dan segala nama Melayu dan sansekerta lainnya kini sudah musnah. Bahasa Melayu pun kini sudah tak ada. Karena generasi baru di Vietnam memang tak diizinkan belajar bahasa ibu mereka.
Penjajahan agama pun luar biasa. Semua masjid dihancurkan. Sepanjang perjalanan kami dari Ho Chi Minh City ke Paduranga yang berjarak 370 kilometer, hanya ada satu masjid yang berdiri. Itupun bantuan dari pemerintahan Abu Dhabi. Di Paduranga sendiri, yang merupakan pusat Kerajaan Champa, kini hanya memiliki empat buah masjid. Mungkin yang agak tersisa banyak hanyalah di aliran Sungai Mekong, di sekitar ChauDoc yang sudah berada di perbatasan Vietnam-Kamboja. Mayoritas muslim yang berhasil melarikan diri di sini memang agak leluasa.
Kontrol terhadap agama Islam (tidak untuk agama lain) memang luar biasa. Di Vietnam hanya ada satu pondok pesantren tahfiz Alquran Jamiul Azhar yang ikut kami kunjungi. Itupun untuk mendirikannya meminta izinnya luar biasa sulit. Hanya boleh tahfiz Alquran, tak boleh ada pendidikan mata pelajaran lain. Di Vietnam seluruh masjid dikontrol.
Banyak mata-mata komunis di dalam masjid. Bahkan belum tentu semua yabg mengaku ustadz adalah orang Islam. Bisa saja dia mata-mata komunis. Bahkan ketika kami di Paduranga, seorang ustadz asli mengingatkan kami akan seorang yang mengaku ustadz kepada kami padahal dia diduga kuat adalah komunis. Kami pun bila bercerita soal komunis harus mengamuflase kata jadi ayam
Saat ini, penduduk muslim di Vietnam hanyak sekitar 700 ribu orang. Tak sampai 1 persen dari total penduduk Vietnam. Populasi yang sedikit ini benar-benar disebabkan genosida serta eksodus mereka ke negara lain. Indonesia bahkan menyediakan Pulau Galang di Kepulauan Riau untuk menampung pengungsi Vietnam ini.
Keempat, sebagai kesimpulannya bahwa komunis dimana saja sama sifat dan tabiatnya.Bila mereka berkuasa, seperti Vietnam inilah jadinya. Wilayahnya diambil, penduduknya dibunuh, agamanya dikebiri, budayanya dimusnahkan. Lalu mereka akan mencetak sejarah sendiri.
Benar, korban penumpasan PKI banyak di Indonesia. Banyak pengurus, anggota dan simpatisan partai yang dibunuh baik secara diam-diam maupun terang-terangan. Tapi percayalah, jika PKI berkuasa, korbannya akan naik beribu kali lipat. Dan musuh utama komunis di berbagai negara adalah umat Islam. Jadi, masih tidak takut dengan kebangkitan PKI di Indoneaia.
(Penulis adalah aktivis Nasional serta pemerhati sosial)