Media Online Sebar Hoax, Menkominfo Reformasi UUD Pers

Jakarta, Kabardaerah.com– Media online berpotensi besar jadi sarana penyebaran berita hoax, sebab pemerintah dinilai masih belum maksimal mengintervensi isi pemberitaan media online.

Menurut Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara, media online di Indonesia yang jumlahnya mencapai sekitar 43 ribu media, jadi salah satu penyebab pemerintah kesulitan mengontrol keseluruhannya. Untuk itu, kini pemerintah tengah melakukan reformasi Undang-undang Pers.

“Satu lagi yang membuat berita negatif adalah dari media, terutama media online. Bagaimana kita mengontrol media online yang 43 ribu? Kita sedang mereformasi undang-undang Pers. Kalau pemerintah tidak mengontrol pers di media, kemungkinan (karena) pers (UU Pers) itu satu-satunya Undang-undang yang tidak ada aturan pemerintah, tidak ada peraturan menteri,” beber Rudi saat menjadi pembicara seminar soal bahaya hoax, di i PTIK, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (17/10).

Rudiantara menambahkan, hal lain yang menjadi salah satu penyebab pemerintah tak maksimal mengontrol hoax di media online adalah karena pemerintah mempertimbangkan apresiasi negara lain atas kebebasan pers di tanah air.

“Kenapa? itu menunjukkan bahwa kebebasan pers di Indonesia itu juga diatur oleh undang-undang dan pemerintah tidak bisa mengintervensi. Akhirnya kami berbicara dengan dewan pers. Dewan pers juga pusing karena lebih banyak konten yang misalnya bau-bau adu domba dan sebagainya,” ujar Rudi.

Untuk seluruh media online, Rudiantara mengimbau agar tak melewatkan proses verifikasi sebelum mengunggah berita. Sebab menurutnya, tak sedikit oknum pewarta yang memanfaatkan media online untuk menyebar hoax.

“Kalau tidak diverifikasi, dia (media online penyebar hoax) bisa menggunakan dewan pers untuk bantuan hukum dalam tanda kutip,” ucap Rudiantara.

“Kalau media online itu tidak jelas alamatnya, tidak jelas penanggungjawabnya, tidak ada redaksinya, kamu blok saja, dan itu sesuai dengan Undang-undang, karena memang di Undang-undang Pers itu disebut ditulis asas-asas proses verifikasi,” imbuhnya.

Rudiantara menyayangkan banyaknya media online yang saat ini cenderung lebih fokus memberitakan hal-hal negatif, ketimbang menyajikan pemberitaan yang positif.

“Kalau hanya berita negatif saja yang diberitakan, tindak laku, pikiran, dan perasaan nanti akan negatif. Secara psikologis pasti akan demikian. Jadi kita harus merespon,” jelas Rudiantara.

“Nanti di kepolisian ke depannya harus membuat bagaimana melakukan janji yang memuat berita-berita yang positif, sesuai dengan perkembangan teknologi,” lanjutnya

(Kmpr)

Tinggalkan Balasan