Ingat pembantaian Muslim Ambon, Jadikan Hal ini pelajaran

DAERAH1665 Dilihat

KabarDaerah.com-Pada idul fitri tahun 19 Januari 1999 umat Islam dibantai oleh pihak nashara di kotamadya Ambon, dan meluas ke seluruh Maluku. Pembantaian tersebut tidak berhenti sampai disitu saja, tapi masih terjadi di jalan2 & di perkampungan2 yg mayoritas dihuni umat muslim.

Berdasarkan kondisi ini pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya menghitung jumlah mayat kaum muslimin dan menguburkannya. Padahal teriakan-teriakan minta tolong kaum muslimin di Maluku, terdengar sampai kepada seluruh di Indonesia, dan pemerintah bersikap diam.

Maka dalam rangka melakukan tabayyun, dikirimlah team investigasi yang terdiri dari beberapa Ustadz dan hasil laporannya sangat menyedihkan, ribuan umat Islam dibantai saat itu tapi media bungkam. Laporan tersebut disampaikan juga kepada Syaikh Rabi’, dan masyaikh lainnya, dan mereka perintahkan untuk menyampaikan masalah ini kepada penguasa.

Dan pada tahun 1999 para astatidzah mengirim surat yg berisi nasehat kepada Presiden BJ Habibi tentang kenyataan yang terjadi di Maluku. Surat tersebut dibalas Presiden dengan jawaban, “terima kasih atas nasehatnya, dan Insya Allah saya akan melaksanakan kewajiban saya”.

Satu sisi lain kerusuhan dan pembantaian masih saja berlangsung, hingga berakhirnya pemerintahan Presiden BJ Habibi. Presiden BJ Habibi memerintah selama 500 hari, kemudian digantikan Presiden yang baru yaitu Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid, pembantaian kepada umat Islam di Maluku masih saja berlangsung bahkan semakin luas. Kemudian para asatidzah mengirim surat yang kedua kepada Presiden Abdurrahman Wahid yang berisi tentang realitas yg terjadi di Maluku.

Salah satu butir surat tersebut, menanyakan tentang tanggung jawab beliau selaku penguasa dalam melindungi imat Islam yang dibantai di Maluku.

Ternyata isi surat tersebut ditanggapi oleh Presiden Abdurrahman Wahid dengan pernyataan yang bernada “marah”. Dia bilang “Yang korban cuman lima saja kok diributkan” (hal ini sangat bertentangan dengan realitas yg terjadi dilapangan)

Jihadis menyatakan, “Apabila Pemerintah tidak bisa melindungi umat Islam, maka kita akan lakukan JIHAD di Bumi Maluku”. “JIHAD demi membela Umat Islam yang dibantai di Maluku.”

Gus Dur menjawab, “Saya nggak peduli mau JIHAD apa JAHID, macem2 tak sikat.” Astaghfirullahal’adzim.. Bagaimana sikapi keadaan seperti itu, satu sisi lain pembantaian kepada ribuan umat Islam masih terus berlanjut. Ribuan umat Islam dibantai dimana-mana, hingga terjadi pengungsian besar2an dari kalangan umat Islam untuk mencari tempat yg aman.

Dipihak nashara ada seorang bernama Benny Doro atau dikenal sebagai Bernat Bicara tokoh pemuda Kristen di Galela Halmahera Utara. Dia dikenal sebagai jagal kaum muslimin, membantai muslimin, tetapi dia bebas pergi keluar negeri, tanpa tersentuh oleh hukum. Dan tokoh2 gereja di Ambon dan Maluku juga demikian, satu sisi lain teriakan minta tolong umat muslim semakin keras.

Umat Islam teriak minta tolong, tetapi mereka tidak tahu kepada siapa mereka harus meminta tolong ? Karena pemerintah tidak melindungi mereka. Pembantaian tersebut berlangsung selama 1,5 tahun, tetapi pemerintah pada waktu itu tidak mendengar teriakan mereka.

Setelah 1,5 tahun pemerintah tidak bisa mengambil tindakan tegas dalam melindungi kaum muslimin di bumi Maluku dan sudah meluas ke Poso, Akhirnya pada tanggal 6 April 2000, Jihadis sepakat membetuk LASKAR JIHAD AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH.

Terbentuknya LASKAR JIHAD AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH tersebut direstui oleh para masyaikh, dikarenakan pemerintah kita pada saat itu lemah. tanggal 4 Mei 2000 terjadi pertempuran pertama di daerah Pos Kota, & dengan Pertolongan Allah, pihak kuffar tunggang langgang.

Ustadz Ja’far Umar Thalib memimpin langsung pertempuran tersebut, dan hal tersebut bikin heran/tercengang umat Islam penduduk asli di Ambon. Begitulah kenyataan yang terjadi pada pertempuran pertama yang terjadi di Pos Kota.. (Kalau ingat peristiwa itu masih merinding).

Dengan gagahnya pasukan muslimin dengan takbir, ‘ALLAHU AKBAR” maju hadapi pihak kuffar didepan mata, mereka bak singa yg habisi mangsa. Melihat semangat takbir dan keberanian singa-singa muslimin dalam pertempuran tersebut, akhirnya pihak kuffar memilih melarikan diri. Dan bubarlah mereka. Tunggang langgang, dan tercerai berailah mereka.

Allah telah beri kemenangan pada ronde pertama. Setiap waktu senggang Laskar Jihad Ahlussunah Wal Jama’ah selalu membekali ‘ilmu agama kepada masyarakat setempat. Dan membuat madrasah yang mampu menampung 5.000 anak, Masjid2 dihidupkan kembali dengan shalat jama’ah 5 waktu.

Dan Masjid2 selalu diramaikan dengan pengajian2, sehingga terbentuklah keimanan kaum muslimin yang ada di Maluku. Sehingga terbentuklah keberanian kaum muslimin di Maluku yang semula penakut, akhirnya mereka jadi pemberani bak singa-siap tempur. Masjid-mesjid yang semula sepi, menjadi ramai kembali, umat yang semula tidak shalat kemudian jalankan shalat, hingga berubahlah kondisi Maluku.

Dengan terbentuknya iman dan taqwa, terbentuk pula keberanian masyarakat setempat, maka berubahlah kondisi masyarakat di Maluku. Maka serangan demi serangan pihak kuffar kepada muslimin selalu dilawan dengan gagah berani, semangat jihad, dan teriakan takbir. Sehingga setiap serangan2 yang dilakukan pihak kuffar kepada kaum muslimin selalu berhasil dipukul mundur oleh singa-singa muslimin.

Dan kondisinya menjadi berbalik, korban banyak berjatuhan dari pihak kuffar, sehingga mulai ributlah parlemen Eropa.

Mulai ributlah Amerika dan ributlah sekjen PBB, memaksa agar Lasykar Jihad Ahlussunnah Wal Jama’ah dibubarkan. Begitu juga dengan Dewan Gereja Dunia yang mengatakan bahwa Lasykar Jihad lakukan gerakan pembantaian/pembersihan komunitas Kristen.

Akhirnya dengan ributnya dunia international tersebut pemerintah Indonesia baru berani ambil tindakan mengatasi kerusuhan yang terjadi.

Mereka baru berani menangkap tokoh2 RMS seperti Pendeta Renaldi Damanik, Alex Manuputi, dan 300 tokoh2 RMS lainnya. Dan setelah dari hari ke hari Pemerintah yg dapatkan legitimasi dunia internasional berani ambil tindakan, maka Laskar Jihad ditarik mundur.

Maka pada tanggal 7 Mei 2002 Lasykar jihad dibubarkan, karena urusan keamanan bangsa adalah urusan pemerintah, bukan urusan Laskar Jihad.

Nah itulah kronologis yang sebenarnya mengenai Jihad di Ambon.. Tidak bermaksud membuka luka lama. Tapi saya mencoba meluruskan realitas yang terjadi di lapangan, walaupun peristiwa itu sudah terjadi 14 atau 16 tahun yang lalu.

Karena dari dulu hingga sekarang banyak masyarakat yang tidak tahu realitas yang terjadi, dan melecehkan masalah jihad di Ambon padahal tanpa Laskar Jihad (Mujahidin) Ambon, Poso gak akan merdeka dan damai.

Pasukan salib yang awalnya membantai umat Islam akhirnya berselempak kocar-kacir. merengek-rengek mengadu ke PBB, Amerika dengan pelaporan memutar balikan fakta, bahwa umat Kristen dibantai.

Disitulah Amerika memberi label mujahid sebagai teroris padahal kenyataanya mereka yang memulai duluan.

 

Kebrutalan pembantaian Muslim Ambon

Kejatuhan Desa Iha

Inilah peristiwa nyata di medan jihad. Seorang Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah yang diperbantukan pada masyarakat Iha menyaksikan langsung kebrutalan Kristen Pemberontak. Catatan ini merupakan bukti nyata keganasan masyarakat desa Kristen yang berada disekeliling desa muslim, Iha.

Kala itu jam menunjukkan pukul 11.00 WIT. Melalui pelabuhan ikan. Tulehu, saya berangkat menuju Desa Iha, pulau Saparua. Desa Iha, salah satu dari tiga desa muslim yang berada di Pulau Saparua, luasnya memang tak seberapa. Dua kali luas lapangan sepakbola, begitulah kurang lebih luasnya.

Desa sekecil itu dihuni oleh 700 jiwa. Saya berangkat bersama rombongan yang terdiri satu regu dari Laskar Jihad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, tujuh orang penduduk asli Iha yang berdomisili di Ambon dan beberapa orang penduduk Kailolo yang berasal dari P. Haruku.

Saat keberangkatan, saya dan rombongan sesaat sempat terhambat. Itu lantaran di pelabuhan ikan Tulehu dijaga ketat aparat keamanan. Begitu ketatnya penjagaan, menjadikan saya dan beberapa rombongan sempat menjadi tegang. Ketatnya penjagaan tak lepas dari beberapa peristiwa hari sebelumnya di wilayah Siri Sori (Islam), Pulau Seram, telah terjadi ketegangan antara masyarakat Islam dan Kristen. Sedang pelabuhan ikan Tulehu merupakan pelabuhan di Pulau Ambon yang biasa digunakan bila hendak ke pulau-pulau di sebelah utara Pulau Ambon.

Ketegangan pun semakin bertambah, saat speedboat yang kami tumpangi hendak berpapasan dengan sebuah speedboat dari arah depan. Kami perkirakan speedboat tersebut milik obet (sebutan bagi orang Kristen di Maluku). Setelah mendekat, diketahuilah bahwa speedboat itu kepunyaan muslim. Ketegangan pun mereda, Speedboat yang ditengarai sebagai milik obet itu ternyata tengah mengangkut korban perang.

Beberapa ratus meter sebelum menyentuh bibir pantai Desa Iha, Palau Saparua, nampak kepulan asap membumbung. Isyarat, betapa permusuhan Kristen pemberontak telah mencapai puncak. Mereka telah melakukan aksi untuk menggempur masyarakat muslim. Bakutikai pun pasti tengah berlangsung.

Kami pun diinstruksikan sang komandan agar rnempersiapkan segala kemungkinan yang bisa terjadi. “Bila telah terlihat bibir pantai, siap siagalah kalian,” perintahnya. Saat ketegangan memuncak itulah tiba tiba sopir speedboat berucap kepada saya, “Abang Laskar, berilah beta jimat.” “Kami tak pernah memakai jimat. Kami hanya bertawakal kepada Allah,” jawab saya seraya meyakinkan kepadanya.

Tak berselang lama, percakapan terhenti. Speedboat yang Kami tumpangi dihujani tembakan dari arah daratan Kristen. Rupanya kedatangan kami telah diketahui pihak Kristen-RMS. Peluru pun berhamburan ke arah kami. Suasana semakin menegang. Speedboat yang kami tumpangi akhirnya tertembak. Peluru menembus dinding speedboat, langsung mengenai jerigen berisi bensin. Barang cair mudah terbakar itupun tercecer, mengalir.

Walau disambut dengan desingan bunyi senapan, alhamdulillah kami akhirnya bisa mendekati bibir pantai. Air laut kala itu tengah surut. Sehingga, kami tak bisa langsung masuk Desa lha. Kami harus melabuhkan speedboat lebih menjorok ke arah lautan dan lebih mendekat ke arah Desa Kristen lhamahu. Segera, rombongan bergegas turun dari speedboat.

Serangan ternyata semakin gencar, bahkan, dari dua arah. Dari selatan Desa Iha, Desa Kristen Noloth, kami diberondong senapan organik. Dan arah utara, Desa Kristen Ihamahu, ternyata lebih dahsyat lagi serbuan mereka. Desa obet satu ini langsung berbatasan dengan Desa Muslim Iha.

Sebelum para penumpang seluruhnya turun, sopir speedboat tertembak paha kanannya. Sementara salah seorang awaknya tertembak di bagian bahu. Dua orang dari Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah pun turut menjadi korban kebrutalan Kristen RMS. Kedua laskar tartembak di bagian telapak tangan. Serangan sporadis itu, menjadikan sebagian kami berhamburan ke laut.

Kami terpaksa mendekati daratan dengan berenang. Saat mencapai daratan, kami berusaha memasuki Desa Iha dengan merayap. Sebagian lagi dengan berlari sekuat mungkin. Seluruh perlengkapan logistik yang kami bawa dari Ambon tidak semuanya bisa dibawa ke darat. Sebagian masih ditinggal di speedboat. Saat itu suasana begitu mencekam.

Pendaratan di Desa Iha harus dilalui dengan jatuhnya beberapa korban luka-luka. Tiadalah heran bila kemudian masyarakat Desa Iha menyambut kedatangan kami dengan histeris. Perasaan tegang, cemas, namun senang (lantaran kedatangan Laskar Jihad) berbaur menyelimuti dada masyarakat Iha.

Nikmatnya berukhuwah sangat terasa saat itu. Di saat kondisi yang demikian kritis, satu dengan yang lain saling membahu untuk berjuang membela kehormatan agama dari kebiadaban perusuh dari Kristen-RMS.

Tak berapa lama, kami bisa beristirahat sejenak. Kelelahan pun mulai sedikit sirna. Meski belum segenapnya pulih, kami harus segera menunaikan tugas berikutnya. Malam itu juga kami beserta masyarakat Iha melakukan penjagaan di berbagai sudut perbatasan desa.

Angin pantai berhembus, mengusik malam yang semakin larut. Debur ombak silih berganti menyusul. Malam itu keheningan merayapi setiap sudut desa. Namun begitu, kadang sesekali terdengar bunyi salakan senapan dari arah perbatasan. Malam itu kami lalui dengan penuh harap dan penantian, mengantisipasi segala kemungkinan yang bakal terjadi.

Sabtu, 23 September 2000

Pihak Kristen melakukan serangan fajar. Dari arah tenggara desa, arah yang paling dekat dengan perbatasan Desa Iha, mereka melakukan serangan gencar. Begitu pula dari arah utara desa. Mereka terus menembaki ke arah masyarakat muslim. Meskipun demikian, mereka tak berani mendekat. Sesaat tembakan mereka terhenti setelah beberapa kali tembakan dari arah kapal TNI AL yang persis berada di depan Mesa Iha.

Dalam suasana kritis itulah kami berembug dengan masyarakat Desa Iha untuk menentukan apakah akan mundur atau tetap mempertahankan desa ini. lni dilakukan mengingat perimbangan kekuatan yang tidak sepadan. Namun demikian, hasil rembugan menetapkan bahwa Desa Iha harus dipertahankan.

Hingga pukul 14.00 WIT suasana masih relatif tenang. Tak ada serangan. Selepas jam 14.00 WIT kalangan kristen-RMS bergerak melancarkan penyerangan. Kali ini serangan yang dilakukan sangat intensif dan dahsyat. Kepulan asap dari Desa lha mulai menyelimuti suasana desa. Kobaran api semakin menjalar hingga menjelang maghrib. Sementara amunisi untuk bertempur semakin waktu semakin menipis.

Akhirnya, pertahanan desa pun berhasil dijebol lawan. Terdengarlah bunyi-bunyian terompet dari arah utara, itu terjadi selepas Isya. Hingga tengah malam, pertempuran terus berlangsung. Masjid pun berhasil mereka ledakkan dengan bom. Saat itu, masyarakat memutuskan untuk keluar dari Desa Iha. Baberapa anggota Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah terus bertempur.

Tatkala masyarakat berduyun-duyun meninggalkan Desa lha, sementara pihak keamanan tidak melakukan pengawalan untuk melakukan evakuasi penduduk, akhirnya beberapa anggota Laskar Jihad yang melakukan pengawalan itu. Kekuatan bertahan semakin menipis. Setelah seluruh penduduk berhasil dikeluarkan dari Desa Iha, kami pun secara bertahap mundur.

Walau demikian, kalangan perusuh Kristen-RMS, masih tidak berani melintasi jalan raya yang membelah desa. Di pantai, sebagian penduduk berhasil dinaikkan ke kapal TNI AL. Sebagian lain masih mencari sanak keluarga yang terpencar dan terbawa arus laut. Jerit tangis anak-anak memilukan hati. Debur ombak menerpa panduduk muslim yang dengan terpaksa harus meninggalkan desanya.

Dalam kondisi semacam itu, nampak kejanggalan yang begitu terang-terangan dilakukan aparat TNI. Kejanggalan itu diantaranya tiadanya bantuan keamanan untuk mengusir dan menghentikan serangan fajar para pemberontak Kristen-RMS.

Dengan potongan-potongan kayu, kami melaut. Menggapai kapal TNI AL yang siaga di tengah laut menampung para penduduk Desa Iha. Para Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah, seraya mundur menuju kapal TNI AL, terus mengawasi gerak laju musuh. Hingga hanya kepala-kepala kami saja yang teriihat di tengah lautan. Sementara pandangan menatap desa muslimin yang kini terpaksa ditinggalkan. Saat itu, tiada harapan lain kecuali pertolongan Allah Ta’ala. Kami hanya bertawakal kepada-Nya semata.

Setelah dua jam kami berendam dalam lautan, kapat karet TNI AL datang menjemput. Kami semua selamat. Kecuali satu orang dari anggota regu Laskar Jihad yang terpaksa kembali lagi ke daratan karena ada seorang nenek yang masih tertinggal di desa. Suasana mencekam semakin mengancam. Gerakan perusuh Kristen-RMS semakin agresif mendekati desa.

Sayang, sikap TNI AL dan batalyon gabungan (Yon Gab) yang ditugaskan di wilayah tersebut tak banyak berbuat. Mereka cuman diam membatu. Tak ada tembakan yang dilepas ke arah perusuh. Hingga masyarakat muslimin terusir dari kampung halamannya setelah berupaya mempertahankan kehormatannya secara ksatria. Jatuhlah Desa Iha.

Korban di pihak kaum muslimin 10 orang salah seorang diantaranya adalah anggota Brimob. Termasuk dua orang korban yang dibakar hidup-hidup di dalam masjid oleh perusuh Kristen-RMS, yang sebelumnya kedua orang tersebut terperangkap. Sedang korban di pihak Kristen, rnelalui handy talky yang bisa kami pantau, disebutkan 1300 orang. Kalangan Kristen manetapkan peristiwa pertempuran di Desa lha ini sebagai hari berkabung selama satu bulan.

Kami pun berlayar di atas kapal TNI AL beserta para penduduk Desa Iha. Sikap sinis dan tingkah para aparat TNI AL menjadikan rasa tidak simpatik terkubur dalam hati. Penyekapan di kamar kecil kapal TNI AL adalah salah satu bentuk perlakuan tidak beradab aparat. Kebencian aparat terhadap kaum muslimin nampak menyembul kuat. Itu ditunjukkan kala Iha jatuh.(thm/blj).(Red)

Mari kita jadikanlah semua itu sebagai pelajaran..!!!

Melihat pengalaman tersebut, Jangan sampai terulang lagi, jika LASKAR JIHAD AHLUSSUNAH WAL JAMA’AH dihidupkan, maka negeri ini akan menjadi medan perjuangan bagi orang-orang yang Islmam yang beriman.

Yakinlah, bukan suatu hal yang mustahil hal ini terjadi. kami mohon kepada pemerintah RI, Jangan jadikan Islam lawan, hentikan propaganda dan membuli Islam, hentikan menjadikan Islam teroris, kami memohon dengan sangat, sekali lagi hentikan adu domba yang terjadi dinegeri ini.

(sumber :  berbagai sumber media Online,Blogspot.com, Laskarjihad.or.id )

 

Minggu 11 September 2011 menjadi hari kelam di Ambon. Kerusuhan pecah di sejumlah titik kota dan menjadikan kota berjuluk Ambon Manise ini mencekam. Sejumlah kendaraan dibakar massa. Polisi pun terpaksa mengeluarkan tembakan peringatan untuk membubarkan aksi massa yang anarkis.

Kerusuhan diduga akibat ketidakpuasan warga terhadap polisi dalam menangani kasus terbunuhnya warga bernama Darfin. Lelaki yang berprofesi sebagai tukang ojek tersebut ditikam hingga tewas saat mengantar penumpang di kawasan Gunung Nona.

Amuk massa terjadi sesaat setelah mereka memakamkan Darfin. Massa yang emosi menghentikan dan melempari kendaraan yang melintas di kawasan Waehaong.

Kapolres Pulau Ambon Ajun Komisaris Besar Polisi Joko Susilo tak mampu menenangkan massa.

Polisi akhirnya mengeluarkan tembakan peringatan. Namun, massa tetap tidak mau bubar. Mereka justru bergerombol di sejumlah titik antara lain Mardika dan Batu Merah.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Polisi Anton Bachrul Alam menyatakan, 7 orang tewas dan 65 orang terluka akibat lemparan batu dan tembakan dalam kerusuhan tersebut.

“Bareskrim Polri telah mengirimkan tim penyidik ke Kota Ambon untuk membantu Polda Maluku mengusut tuntas kasus tersebut,” ujar Anton di Jakarta pada 13 September 2011.

Tim itu juga akan melakukan pengejaran terhadap pengirim SMS, yang isinya memprovokasi warga Kota Ambon hingga memicu kerusuhan itu.

Anton pun membeber kerusuhan bermula dari kecelakaan tunggal yang dialami tukang ojek bernama Darkin Saimen. Darkin mengendarai sepeda motor dari arah stasiun TVRI Gunung Nona menuju pos Benteng.

“Yang bersangkutan hilang kendali dan menabrak pohon gadihu. Ia kemudian menabrak rumah seorang warga di sana bersama Okto,” papar Anton.

Nyawa Darkin tak tertolong. Dia meninggal di tempat. Hal inilah yang menimbulkan dugaan ia sebenarnya dibunuh, bukan karena kecelakaan.

“Diisukan dibunuh. Padahal, dia mengalami kecelakaan. Hasil autopsi dari dokter di sana bilang, dia kecelakaan murni. Berdasarkan keterangan saksi dan hasil otopsi, semua tidak ada tanda-tanda kekerasan. Itu kecelakaan murni,” tutur Anton.

Kerusuhan akibat kematian pria tersebut, kata Anton, terjadi antara dua kelompok. Mereka saling melempar batu dan merusak sejumlah fasilitas.

Tak butuh waktu lama, dua hari usai kerusuhan situasi di lokasi kerusuhan berangsur normal. Perkantoran di Kota Ambon telah memulai aktivitasnya, meski belum semua pegawainya masuk kantor. Namun, pertokoan masih banyak yang tutup.

Sebaliknya, aktivitas di pasar-pasar tradisional, seperti di Pasar Batu Gaja dan Batu Merah, sudah berjalan normal.

Derita Siswa

Selain korban tewas dan luka, kerusuhan di Ambon membawa dampak buruk pada siswa sekolah. Seperti yang dialami Dede. Siswa kelas dua SMP Negeri 2 Ambon kala itu hanya bisa termangun melihat rumahnya yang telah berubah menjadi puing akibat terbakar dalam kerusuhan.

Dede berharap bisa menemukan seragam sekolah dan buku pelajarannya agar ia dapat terus bersekolah. Namun buku-bukunya telah hangus. Seragam yang ia cari pun hanya tinggal gantungan. (sumber Liputan6.com)

Diduga dalang kerusuhan Ambon, Maluku, pasca perjanjian Malino adalah Oknum 

Dalang kerusuhan di Ambon, Maluku, pasca perjanjian Malino diduga adalah seorang oknum TNI (anggota Komando Pasukan Khusus). Itulah pengakuan Ketua Geng Coker (Cowok Keren), Berty Loupaty, seperti diungkap Christian Rahajaan, fasilitator pengacara Berty, kepada pers, di Mabes Polri, Selasa (7/1).

Bukan hanya pribadi anggota Kopassus, tetapi institusi Kopassus yang mendukung kerusuhan di Ambon. Sebab, menurut pengakuan Berty kepada penyidik, sebelum kelompoknya melakukan kerusuhan selalu mendapatkan pengarahan terlebih dulu dari Kopassus, papar Rahajaan. Lalu, ia mencontohkan peristiwa penyerbuan di desa Porto dan Haria.

Masih mengutip Berty, pada penyerangan di dua desa itu digunakan dua kapal cepat (speed boat) yang dibiayai oleh Kopassus. Keduanya melakukan penyerangan di masing-masing desa itu. Setelah terjadi kerusuhan, mereka kabur meninggalkan lokasi. Jadi, mereka memprovokasi. Dan, di kedua speed boat itu ada anggota Kopassus yang ikut serta, papar Rahajaan.

Ketika ditanya apa motif Kopassus melakukan hal itu, Rahajaan mengatakan untuk menciptakan kondisi bahwa daerah Ambon masih rusuh.Jadi, sengaja membuat kacau, katanya.

Dalam urusan ini, Kopassus dengan operasional di lapangan Geng Coker sengaja menyerang desa Kristen dan Islam untuk mengadu domba. Berty sendiri awalnya direkrut Kopassus untuk memata-matai kegiatan Front Kedaulatan Maluku (FKM) mengenai kerusuhan dan keterlibatannya dengan Republik Maluku Selatan.

Ternyata, akhirnya, ia malah dimanfaatkan oleh Kopassus dalam kerusuhan di Ambon. Untuk melakukan kegiatan teror di Ambon itu, menurut pengakuan Berty, Geng Coker hanya menerima uang Rp 500 ribu dalam penyerangan di Porto dan Haria.

Selain itu, mereka masing-masing hanya menerima upah berupa beras yang beratnya berkisar 2 sampai 3 kg. Bahkan, untuk penyerangan KM California yang tenggelam itu, masing-masing hanya dapat Rp 25 ribu, jelas Rahajaan. Kasus Berty sendiri sebetulnya sudah selesai di pihak kepolisian. Namun, berhubung hal ini terkait dengan anggota TNI, maka pengajuan ke kejaksaan masih menunggu tim koneksitas yang akan dibentuk. Mengenai kasus Berty dan keterlibatan Kopassus ini, Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Pol Zaenuri Lubis, menyatakan belum mengetahui hal itu.

Dijelaskan, saat ini tersangka Ambon yang ditangani Mabes Polri semuanya masih dari kalangan sipil. Sementara itu, sampai berita ini diturunkan, Pusat Polisi Militer (Puspom) maupun Penerangan Kopassus belum bisa dimintai keterangannya. Berty sendiri kini masih menjadi tahanan Mabes Polri setelah dirinya menyerahkan diri pada November 2002 lalu. Ia bersama 17 kawannya ditahan atas tuduhan melakukan kerusuhan di Ambon.(sumber Wahyu Mulyono-Tempo.co)

Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam mengungkap kronologi kerusuhan di Kota Ambon yang terjadi hari ini, Minggu (11/9/2011).

Menurut dia, hal tersebut bermula dari kecelakaan yang terjadi pada seorang tukang ojek bernama Darkin Saimen. Ia mengalami kecelakaan tunggal. “Kejadian dari kecelakaan murni yang dialami Darkin Saimen yang mengendarai sepeda motor. Ia dari arah stasiun TVRI, Gunung Nona, menuju pos Benteng,” kata Anton. “Di daerah sekitar tempat pembuangan sampah, yang bersangkutan hilang kendali dan menabrak pohon gadihu. Ia kemudian menabrak rumah seorang warga di sana bersama Okto,” papar Anton di Mabes Polri, Jakarta, Minggu.

Ia mengatakan, nyawa tukang ojek itu tak terselamatkan sebelum sampai ke rumah sakit. Hal inilah yang menimbulkan dugaan ia sebenarnya dibunuh, bukan karena kecelakaan.

“Dia dibawa ke rumah sakit dan meninggal. Lalu, ia diisukan dibunuh. Padahal, ia mengalami kecelakaan. Hasil otopsi dari dokter di sana bilang, dia kecelakaan murni.

Berdasarkan keterangan saksi dan hasil otopsi, semua tidak ada tanda-tanda kekerasan. Itu kecelakaan murni,” tutur Anton. Pertikaian akibat kematian pria tersebut, kata Anton, terjadi antara dua kelompok.

Mereka saling melempar batu dan merusak sejumlah fasilitas. “Dua kelompok memang melakukan lempar-melempar dan sekarang sudah diredam. Itu ada dua kelompok lama. Ya, kami tidak usah sebutkan. Tapi, yang jelas sudah bisa dikendalikan. Kami sudah memonitor perkembangan selanjutnya,” ia menegaskan.

Sumber Kompas.com dengan judul “Kronologi Kerusuhan Ambon”, Klik untuk baca: https://regional.kompas.com/read/2011/09/11/19145665/Kronologi.Kerusuhan.Ambon.