Beda Laporan dan Pengaduan Menurut Aturan Hukum

TERBARU183 Dilihat

DKI.KABARDAERAH.COM-Sering kita dengar atau membaca di media massa tentang istilah laporan dan pengaduan dalam hukum acara pidana? Adakah perbedaan kedua istilah tersebut? Berikut ketentuannya

LAPORAN adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.

PENGADUAN adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya. Adapun perbedaan antara pengaduan dan laporan dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Laporan dapat diajukan terhadap segala perbuatan pidana, sedangkan pengaduan hanya mengenai tindak pidana tertentu yang mensyaratkan harus adanya pengaduan atas tindak pidana tersebut.
  2. Laporan dapat diajukan oleh setiap orang yang mengalami atau melihat tindak pidana oleh karena hak atau kewajibannya. Sementara pengaduan hanya dapat dilakuan oleh orang tertentu yang mengalami tindak pidana tersebut atau orang-orang tertentu yang disebut dalam undang-undang tertentu.
  3. Laporan dapat diajukan kapan saja selama tidak melewati masa kadaluwarsa tindak pidana, sementara pengaduan hanya dapat diajukan dalam waktu tertentu saja. Jangka waktu pengaduan hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu enam bulan sesudah yang mengadu mengetahui perbuatan yang dilakukan.
  4. Laporan yang sudah masuk di kepolisian tidak dapat dicabut atau ditarik kembali, sementara pengaduan dapat dicabut atau ditarik kembali. Hal ini disebabkan oleh pengaduan berisi permintaan dari orang yang mengalami tindak pidana agar pelaku tindak pidana dituntut. Orang yang melakukan pengaduan menjadi syarat dalam melakukan penuntutan tindak pidana tersebut.

Pengertian Pengaduan dan Delik Aduan

Pengaduan adalah pemberitahuan yang disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut Hukum, terhadap seseorang yang telah melakukan Tindak Pidana Aduan yang merugikan.

Penjelasan : yang  berkepentingan  adalah  korban itu sendiri (tidak boleh diwakilkan) atau pihak yang dirugikan menurut Hukum.

Sedangkan Delik Aduan adalah tindak pidana tertentu yang penyelesaiannya menurut Hukum dapat dilakukan oleh Pejabat yang berwenang apabila ada permintaan untuk dituntut perkaranya atau pelakunya (Pasal 72 KUHP).

Apabila seorang anggota Polri mengetahui terjadinya Tindak Pidana Aduan, tanpa menunggu adanya Aduan dari orang yang dirugikan tersebut, maka penyelidikan dapat dilakukan. Tetapi apabila dilakukan penyidikan sampai tuntas hingga perkaranya diserahkan ke Kejaksaan harus ada pengaduan terlebih dahulu dari orang yang dirugikannya.

Delik ADUAN ada dua macam yaitu :

  1. Delik Aduan Absolut. Delik aduan absolut yaitu yang dituntut perkaranya, penuntutannya tidak dapat dibelah (semua pelakunya harus  dituntut). Contoh   :   Pasal  284  KUHP  (Perjinahan),  jadi  kedua   pelakunya  harus dituntut. Bunyi permintaan untuk menuntut : “Saya minta perkaranya dituntut sesuai Hukum yang berlaku“ (kalimat tersebut) pada akhir uraian singkat kejadian dituliskan pada Blanko Laporan Polisi oleh Petugas yang menerima.
  2. Delik Aduan Relatif : Delik aduan relatif yaitu yang dituntut pelakunya,  jadi dapat dibelah penuntutannya. Contoh  : Pasal 367 KUHP (Pencurian dalam Keluarga). Apabila  pelakunya  lebih  dari 1 (satu)  orang,  maka  atas   permintaannya  hanya  1  (satu)  atau  2  (dua)  orang  saja yang dituntut. Bunyi permintaan untuk menuntut : “Saya minta pelakunya nama ……… dituntut sesuai Hukum yang berlaku“ (kalimat tersebut) pada akhir uraian singkat kejadian dituliskan pada Blanko Laporan Polisi oleh Petugas yang menerima.

Laporan dan pengaduan dapat tertulis ataupun lisan. Apabila laporan atau pengaduan dilakukan secara tertulis maka hal tersebut ditandatangani oleh pelapor atau pengadu. Lalu apabila laporan dan pengaduan dilakukan secara lisan maka petugas akan mencatat laporan atau pengaduan tersebut untuk kemudian ditandatangani oleh petugas dan pelapor atau pengadu.

Proses Pengajuan Laporan atau Pengajuan:

  • Tertulis atau lisan, diatur dalam pasal 108 ayat (1)KUHAP bunyinya sebagai berikut:

“Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis”

  1. Bukti Penerimaan laporan atau pengaduan, untuk kontrol perkembangan khusus, diatur dalam pasal 108 ayat (6) KUHAP bunyinya sebagai berikut: “Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat taanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan”
  1. Petugas segera ambil tindakan yang diperlukan, diatur dalam pasal 102 KUHAP dan 106 KUHAP

Bunyi Pasal 102 ayat (1) KUHAP sebagai berikut:

“Penyelidikan yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan”

Bunyi Pasal 106 KUHAP sebagai berikut:

“Penyidikan yang megetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan”

Kita lihat tabel Perbedaan antara laporan dan pengaduan terlihat jelas, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Pembeda Laporan Pengaduan
Isi Pemberitahuan atau telah atau sedang atau akan terjadi tindak pidana Pemberitahuan disertai permintaan untuk menindak pelakunya
Jenis Tindak Pidana Tindak Pidana Umum Tindak Pidana Aduan
Pihak yang Melaporkan Setiap orang Orang-orang tertentu yang terlibat dalam tindak pidana
Proses Tindakan Tidak dapat dicabut Dapat dicabut yaitu paling lambat 3 bulan sejak diadukannya pengaduan
Waktu Penyampaian Wajib seketika dan wajib segera dan batas waktu berakhir tergantung dari daluwarsa perkara Apabila pengadu berada di Indonesia paling lama 6 bulan.

Apabila pengadu berada di luar negeri paling lama 9 bulan.

Banyaknya pengaduan dan laporan dari masyarakat yang masuk dan diterima oleh  pihak kepolisian baik di tingkat Polsek dan Polres namun penanganannya sangat lama, telah memunculkan tanda tanya dari  kalangan masyarakat. Apa sebab, laporan mereka bisa sampai berlarut-larut dan belum di proses, kenapa pihak kepolisian seolah dianggap memperlambat? atau terkesan membiarkan perkara, hal inilah yang sering muncul di pikiran masyarakat.

Andri Agam, SH salah satu pengacara muda mantan Tim Kuasa Hukum Budi Gunawan, Gatot Pujo Nugroho dan Alm Sutan Bhatoegana yang sudah menangani banyak perkara baik di tingkat daerah maupun di tingkat Nasional mengatakan, masa proses laporan di kantor Polisi lama disebabkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak ada mengatur masa lama atau jangka waktu penyelidikan dan penyidikan. Sehingga wajar saja jika ada satu laporan yang sampai berbulan-bulan, bahkan sampai satu tahun belum dapat di proses atau bisa saja kasusnya mangkrak di kepolisian sehingga tidak terselesaikan proses penyelidikan atau penyidikannya.

” Seharusnya, ketika laporan masuk, penyidik diberikan jangka waktu untuk melakukan proses Penyelidikan dan Penyidikan terhadap suatu perkara atau LP.  Nah, sehingga pelapor atau korban mengetahui kapan kasus mereka di proses (selesai). Inilah penyebabnya, karena Tidak ada aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenai batas waktu Kepolisian untuk menindaklanjuti laporan. Namun dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana disebutkan bahwa waktu penyelesaian penyidikan berdasarkan bobot perkara. Tingkat kesulitan penyidikan perkara ditentukan berdasarkan kriteria:

  1. Perkara mudah
  2. Perkara sedang
  3. Perkara sulit
  4. Perkara sangat sulit

Dalam rancah hukum pidana, daluwarsa diatur untuk mengajukan pengaduan, penuntutan, menjalankan pidana dan upaya hukum lainnya, tetapi tidak diatur daluwarsa untuk menindaklanjuti laporan.

Dalam hal Kepolisian tidak menindaklanjuti laporan, atau jika ada ketidakpuasan atas hasil penyidikan, Anda dapat menyampaikan pengaduan masyarakat (“Dumas”). Dumas dapat disampaikan secara langsung atau tidak langsung berdasarkan Peraturan Kepolisian Negara Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Lanjut Andri lagi, misalkan, proses BAP pelapor, diberi jangka waktu, 1 minggu, selanjutnya pemeriksaan saksi dan alat bukti 1 minggu, 1 minggu panggilan terhadap pemeriksaan saksi terlapor dan pengumpulan bukti terlapor selama lebih kurang 30 hari dan pemanggilan terlapor diberikan waktu selama 2 bulan termasuk pemanggilan sebanyak 3 kali terhadap terlapor dilanjutkan pemeriksaan saksi dan alat bukti terlapor” Harusnya ada aturan didalam KUHAP terhadap daluarsa proses penyelidikan penyidikan misalnya paling lama 6 bulan, harus sudah dapat ditetapkan apakah perkara itu dapat dilanjutkan atau tidak” ujarnya.

Sambung Agam lagi, sebagaimana sekarang terhadap berperkara di Pengadilan yang sudah ada Surat Edaran Mahkamah Agung No 2 Tahun 2014, yang diatur batasan penanganan perkara dipengadilan baik pidana atau perdata itu paling lambat 6 bulan harus sudah putus sejak perkara itu dilimpahkan. Harusnya Kapolri menerbitkan peraturan kapolri terhadap daluarsa proses penyelidikan dan penyidikan di kepolisian sehingga masyarakat sebagai pelapor mengetahui batasan waktu itu. Karena hingga saat ini masyarakat masih banyak yg enggan untuk melaporkan perkaranya di kepolisian karena tidak ada kepastian dan ada istilah yg mengatakan ” yang hilang kambing bisa yang terjual lembu” artinya biaya berperkara bisa melebihi biaya kerugiannya. Perspektif ini yang masih berkembang di masyarakat.

Maka di Pengadilan Dengan adanya surat edaran dari Mahkamah Agung tersebut, Hakim harus kejar target sehingga penggugat bisa mengetahui kapan perkaranya bisa selesai. “Berbeda dengab laporan di kepolisian. Pelapor hanya bisa meminta SP2HP terhadap perkembangan perkaranya, itu juga kadang-kadang harus diminta dulu oleh pengacara. Meskipun pelapor bisa mengadukan ke Dumas atau ke Propam terkait adanya permasalahan didalam laporannya tetapi banyak juga yang tidak ditindaklanjuti atau permasalahannya tidak selesai” ucapnya lagi.

Untuk itu, Agam berharap harus ada aturan di KUHAP atau Peraturan Kapolri yang menjelaskan masa penanganan laporan itu berapa lama (daluarsa) di kepolisian

Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan POLRI (“Perkap No. 12 Tahun 2009”), yang mengatur mengenai batas waktu pemeriksaan dan penyelesaian perkara, sebagai berikut:

1. Pertama kali terkait batas waktu menyerahkan Laporan yang dibuat di Sentra Pelayanan Kepolisian, yakni.

Pasal 11

  1. Laporan Polisi yang dibuat di SPK WAJIB segera diserahkan dan harus sudah diterima oleh Pejabat Reserse yang berwenang untuk mendistribusikan laporan paling lambat 1 (satu) hari setelah Laporan Polisi dibuat.
  2. Laporan Polisi yang telah diterima oleh pejabat reserse yang berwenang
  3. Laporan Polisi sebagaimana dimaksud, selanjutnya HARUS sudah disalurkan keapda penyidik yang ditunjuk untuk melaksanakan penyidikan perkara paling lambat 3 (tiga) haris sejak Laporan Polisi dibuat.

Pasal 18: Terhadap perkara yang merupakan sengketa antara pihak yang saling melapor kepada kantor polisi yang berbeda, penanganan perkaranya dilaksanakan oleh kesatuan yang lebih tinggi atau kesatuan yang dinilai paling tepat dengan mempertimbangkan aspek efektivitas dan efisiensi.

2. Proses berikutnya setelah laporan adalah kegiatan penyelidikan dan batas waktu melaporkan hasil penyelidikan, yang diatur dalam Pasal 26 Perkap No. 12 Tahun 2009, sebagai berikut:

  1. Penyelidik yang melakukan kegiatan penyelidikan wajib melaporkan hasil penyelidikan secara lisan atau tertulis kepada atasan yang memberi perintah pada kesempatan pertama.
  2. Hasil penyelidikan secara tertulis dilaporkan dalam bentuk LHP paling lambat 2(dua) hari setelah berakhirnya masa penyelidikan kepada pejabat yang memberikan perintah.

3. Proses setelah laporan hasil penyelidikan adalah melakukan tindakan penyidikan. Pasal 33 dan Pasal 34 Perkap No. 12 Tahun 2009 menyatakan bahwa “Setiap tindakan penyidikan wajib dilengkapi surat perintah Penyidikan. Penyidik yang telah mulai melakukan tindakan penyidikan wajib membuat SPDP.”

4. Perkap No. 12 Tahun 2009 selanjutnya mengatur mengenai batas waktu penyelenggaraan penyidikan sebagai berikut:

Pasal 31 Pasal (2) Batas waktu penyelesaian perkara dihitung sejak diterimanya Surat Perintah Penyidikan meliputi:

  1. 120 hari untuk penyidikan perkara sangat sulit
  2. 90 hari untuk penyidikan perkara sulit
  3. 60 hari untuk penyidikan perkara sedang
  4. 30 hari untuk penyidikan perkara mudah

Pasal (3) Dalam menentukan tingkat kesulitan penyidikan, ditentukan oleh pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Perintah Penyidikan.

(4) Penentuan tingkat kesulitan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selambatnya 3 (tiga) hari setelah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan.

Pasal 32: Pasal (1) Dalam hal batas waktu penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 penyidikan belum dapat diselesaikan oleh penyidik, maka dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyidikan kepada pejabat yang memberi perintah melalui pengawas penyidik.

5. Dalam hal kepolisian tidak menindaklanjuti laporan, atau jika ada ketidakpuasan atas hasil penyidikan, maka Pelapor atau saksi dapat mengajukan surat pengaduan atas hal tersebut kepada atasan Penyelidik atau Penyidik atau badan pengawas penyidikan, agar dilakukan koreksi atau pengarahan oleh atasan penyelidik/penyidik yang bersangkutan.

Dalam kancah hukum pidana, daluwarsa diatur untuk pengaduan, penuntutan, menjalankan pidana dan upaya hukum lainnya, tetapi tidak diatur daluwarsa untuk menindaklanjuti laporan. Menurut Pasal 74 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), masa daluwarsa mengajukan pengaduan ke kepolisian adalah:

  1. Enam (6) bulan setelah yang berhak mengadu mengetahui perbuatan yang dilakukan itu, bila ia berada di Indonesia;
  2. Sembilan (9) bulan setelah yang berhak mengadu mengetahui perbuatan itu dilakukan, bila ia berada di luar negeri

Dasar hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73)
  2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
  3. Peraturan Kepala Kepolisian RI No.: 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan perkara Pidana di Lingkungan Kepolisisan Negara Republik Indonesia .

Demikian keterangan tentang Laporan dan Pengaduan yang bisa kami sajikan, sebagai masyarakat kita harus paham tentang apa itu laporan dan pengaduan. (Red)