Intoleransi di Sekolah

TERBARU50 Dilihat

Oleh: Irwan Prayitno
(Gubernur Sumbar)

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah mengatur tentang seragam sekolah bagi siswa SD, SMP, SMA.

Dalam Permendikbud disebutkan adanya pakaian seragam nasional, pakaian seragam khas sekolah, dan pakaian seragam khas muslimah.

Dalam pasal 1 ayat 4 disebutkan: Pakaian seragam khas muslimah adalah pakaian seragam yang dikenakan peserta didik muslimah karena keyakinan pribadinya sesuai dengan jenis, model dan warna yang telah ditentukan dalam kegiatan proses belajar mengajar untuk semua jenis pakaian seragam sekolah.

Dengan adanya Permendikbud, sebenarnya tidak perlu lagi ada perda, pergub, perwako atau perbup tentang pakaian muslim dan muslimah di sekolah.

Karena sudah ada dalam Permendikbud. Peraturan sekolah tentang pakaian muslimah pun juga seharusnya tidak perlu lagi.

Namun memang ada kota atau kabupaten di Sumbar yang membuat peraturan berpakaian muslimah. Seperti Perda Kota Padang No. 5 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Perda Kabupaten Pasaman No. 22 Tahun 2003 tentang Berpakaian Muslim dan Muslimah bagi Siswa, Mahasiswa dan Karyawan.

Dalam Perda Kota Padang No. 5 Tahun 2011, pada pasal 14 (c) disebutkan: Setiap peserta didik berkewajiban melaksanakan kewajiban atau perintah agama yang dianutnya dan menghormati pelaksanaan ibadah peserta didik lainnya. Dan pada pasal 17 (j) disebutkan: Setiap peserta didik berkewajiban mengikuti kegiatan Pesantren Ramadan, wirid remaja, dan didikan subuh dan memakai seragam muslim/muslimah, pandai baca tulis Alquran, menghafal Juz Amma dan Asmaul Husna bagi yang beragama Islam dan mengikuti kegiatan sejenisnya bagi peserta didik yang beragama selain Islam.

Dalam Perda Kabupaten Pasaman Nomor 22 Tahun 2003 dalam pasal 14 berbunyi: (1) Peraturan Daerah ini hanya berlaku bagi masyarakat yang beragama Islam, yang berdomisili di daerah. (2) Bagi Siswa, Mahasiswa, dan Karyawan serta masyarakat yang tidak beragama Islam agar menyesuaikan pakaiannya dengan ketentuan yang berlaku bagi agamanya masing-masing.

Dari peraturan tersebut bisa dilihat bahwa kewajiban memakai pakaian muslim dan muslimah adalah untuk orang yang beragama Islam.

Tidak ada kewajiban bagi orang yang beragama lain. Permendikbud, Perda Kota Padang, Perda Kabupaten Pasaman tidak ada yang mewajibkan pakaian muslim dan muslimah kepada orang yang beragama lain.

Tidak ada aturan yang meminta orang yang bukan beragama Islam untuk memakai pakaian muslim dan muslimah.

Ajaran Islam tidak membolehkan orang Islam memaksakan ajaran agamanya kepada orang yang beragama lain. Dan orang yang beragama lain juga diminta tidak memaksakan ajaran agamanya kepada orang Islam.

Dalam Alquran surat Al-Kafirun ayat 6 Allah Swt berfirman yang artinya, “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. Dan dalam surat Al-Baqarah ayat 256 Allah Swt berfirman yang artinya, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)”.

Pakaian muslimah dikenakan oleh siswi di Sumbar karena ada kaitan erat dengan falsafah hidup masyarakat dan adat budaya.

Pakaian adat Minangkabau untuk kaum perempuan adalah baju kurung yang menutup seluruh badan.

Sedangkan falsafah hidup masyarakat di Sumbar adalah ‘Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah’.

Memakai baju kurung oleh masyarakat di Sumbar sudah merupakan bagian dari kearifan lokal. Dan juga menjadi budaya yang berlangsung turun temurun.

Maka memakai baju muslimah pun juga menjadi budaya dan kearifan lokal. Sebagai contoh, sebagian besar ASN perempuan di Sumbar memakai pakaian muslimah meskipun tidak ada aturan tentang hal tersebut di instansinya.

Apa yang terjadi di SMKN 2 Padang saat ini sedang kami dalami, apa yang sebenarnya terjadi. Karena aturan di Permendikbud, Perda Kota Padang, tidak menyebut kewajiban memakai pakaian muslimah kepada siswa yang berlainan agama.

Memaksakan untuk memakai pakaian muslimah bagi selain muslim atau melarang siswi muslimah berpakaian muslimah juga sama-sama melanggar hak asasi manusia.

Selama kami menjalankan amanah di Sumbar dalam 10 tahun terakhir, belum pernah terjadi atau terdengar adanya pemaksaan untuk berpakaian muslimah bagi siswi agama lain. Dan baru sekarang muncul kejadian tersebut.

Selama ini kehidupan beragama di Sumbar bisa berjalan dengan baik. Namun kadang ada isu negatif yang menjadi viral.

Tahun lalu ada isu larangan merayakan Natal di kabupaten Dharmasraya yang menjadi viral. Setelah kami hubungi Bupati Dharmasraya dan juga pihak kepolisian, ternyata isu tersebut tidak benar.

Bahkan polisi menjadikan pembuat isu sebagai tersangka. Sumbar juga sempat dipersepsikan sebagai daerah yang anti Pancasila.

Padahal di sini ada instansi pemerintah seperti Pemda, TNI, Polri, Kejaksaan, BPK RI, Bank Indonesia, Kanwil, Universitas, dan lainnya, serta para ASN yang semuanya menjalankan kegiatan seperti halnya di daerah lain. Tidak ada dari Forkopimda yang mengkritik Pemda tidak Pancasilais.

Masyarakat sumbar adalah masyarakat yang demokratis, bermusyawarah, dan toleran. Ini bisa dibuktikan dengan adanya para perantau yang menyebar ke berbagai daerah.

Selama ini mereka mampu menunjukkan toleransinya. Tidak pernah terdengar adanya perang etnis atau kerusuhan etnis yang pelakunya orang Minangkabau. Juga tidak pernah terdengar adanya perantau yang memaksakan keyakinannya kepada orang yang berlainan agama.

Bahkan para perantau di manapun bisa hidup saling berdampingan dengan orang yang berlainan suku dan agama. Yang artinya orang Minangkabau menghargai kemajemukan.

Besarnya jumlah perantau yang tersebar di luar Sumbar menunjukkan bahwa orang Minang adalah orang yang toleran, demokratis, bermusyawarah, bisa hidup berdampingan.

Dan tidak ada di manapun muncul kampung Minangkabau seperti halnya kampung dari etnis lain. Ini menunjukkan orang Minangkabau lebih senang berbaur dengan masyarakat di manapun berada.

Dengan melihat hal demikian, apa yang terjadi di SMKN 2 Padang bisa diduga perbuatan oknum (kalau itupun terjadi).

Bukan seperti karakter kebanyakan orang Minangkabau pada umumnya. Dan saat ini Dinas Pendidikan Provinsi Sumbar sedang melakukan investigasi dan pemeriksaan apa yang sebenarnya terjadi.

Jika mengacu kepada Permendikbud dan Perda Kota Padang, seharusnya peraturan yang lebih rendah seperti peraturan di SMKN 2 Padang tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya yang tidak menyebut adanya kewajiban berpakaian muslimah untuk siswi berlainan agama.

Kami berharap persoalan ini bisa segera tuntas. Dan tidak dijadikan oleh pihak-pihak tertentu sebagai alat untuk melakukan framing atau mengadu-domba antar umat beragama dan warga masyarakat. Baik oleh pihak di luar Sumbar atau yang berada di Sumbar sendiri. ***

(Tulisan ini telah terbit di Harian Singgalang 28-1-2021)