Jual beli cacat hukum, Bank Nagari harus segera angkat kaki

Sumbar, KabarDaerah.com-Direksi Bank Nagari ibarat makan buah simalakama menghadapi masalah kios yang dijadikan kantor cabang pembantu.

Bank Nagari diberi wakru 7 hari ditambah harus membayar sewa selama kios tersebut dipakai sebagai kantor kas.

Pilihan sulit harus segera diambil.

Tak tanggung tanggung, Nagari melalui kuasanya minta dibayar Rp.1.700.000 permeter persegi pertahun selama terpakai. Atau Rp.15 juta perkios dengan luas 9 m2.

Berdasarkan kartu yang dikeluarkan Dinas Pasar, tertulis lahan yang dikuasai oleh Bank Nagari adalah 355 M2.

Dahulu Mardyah pernah mengatakan, “Bank Nagari sudah membayar”.

Belakangan diketahui Bank Nagari membayar ke rekening PT.Langgeng Giri Bumi.

Jangankan dibayar ke PT.Langgeng Giri Bumi atau ke PT.Syafindo Mutiara Andalas, bahkan dibayar ke Pemko Padang  pun tidak tepat.

Makanya sampai saat ini pemko Padang tak berani meminta uang kontribusi ke pedagang.

Kata Indrawan lagi, “Jika masih tetap bandel, sepertinya Bank Nagari harus diusir dari petak kios tersebut.

Hal itu dituangkan melalui surat somasi dari LSM Komunitas Anak Daerah (KOAD) sebagai Kuasa pemilik ulayat dan Nagari Lubuk Kilangan.

Yang telah kirim berkali kali, mulai tanggal 22/7/19, surat tanggal 8 Agustus 2019, 27 Agustus 2019. Dan terakhir Juli 2021.

Aliansi LSM KOAD dan ANAK NAGARI sedang mempersiapkan diri.

”kami minta Bank Nagari segera mengosongkan Kios tersebut”, pungkas zen salah seorang anggota Aliansi LSM KOAD dan ANAK NAGARI.

Berikut kami diberi bocoran perihal surat yang telah dilayangkan kepada Direksi Bank Nagari.

Dikutip dari daftar surat LSM KOAD kepada Bank Nagari
  1. Surat tanggal 6 September 2013 prihal Pemberitahuan
  2. Surat tanggal 19 September 2013 perihal Permohonan penangguhan Kredit petak meja batu
  3. Surat tanggal 8 Agustus 2019 perihal permintaan segera kosongkan kios yang menjadi capem Bank Nagari Banda Buek
  4. Surat tanggal 22 Agustus 2019 perihal permintaan segera kosongkan kios yang menjadi capem Bank Nagari Banda Buek
  5. Surat tanggal 22 Juli 2019 perihal permintaan kosongkan kios yang menjadi capem Bank Nagari Banda Buek
  6. Surat tanggal 30 Juli 2019 perihal permintaan segera kosongkan kios yang menjadi capem Bank Nagari Banda Buek
  7. Surat tanggal 19 Agustus 2019 perihal permintaan segera kosongkan kios yang menjadi capem Bank Nagari Banda Buek dan kembalikan ke bentuk semula
  8. Surat tanggal 27 Agustus 2019 perihal permintaan kosongkan petak kios yang menjadi capem Bank Nagari Banda Buek
  9. Surat DPW PEKAT-IB kepada Direktur Bank Nagari, tanggal, 23 Maret 2020 perihal mohon tanggapan atas berbagai kasus yang terjadi pada Bank Nagari.

Bank Nagari segera bayar uang sewa ke Nagari.

Menurut ketua LSM KOAD, Bank Nagari salah dalam melakukan pembayaran.

Pembayaran kios seharusnya diterima oleh Nagari Lubuk Kilangan, bukan kepada yang lain.

Kami tetap akan berusaha menagih, sebagai tindak lanjut masalah penguasaan hak kami secara melawan hukum oleh Bank Nagari.

Walau mediasi yang yang kami lakukan ditolak, tindakan yang akan kami lakukan adalah menyegel kios yang dipakai Bank nagari.

Kami akan lakukan bersama dengan kaum pemilik tanah dan KAN Lubuk Kilangan.

Bank Nagari menempati lokasi yang sedang bersengketa. Dalam surat kesepakatan yang bernomor 17/KB-BMK/V/2006.

Jelas tertulis tentang hak Nagari dalam pembanfunan dan pengelolaan pasar Banda Buek,” jelasnya kepada media ini.

Ketua LSM KOAD heran melihat sikap direksi Bank Nagari.

Sepertinya mereka sengaja tadak mendengar teriakan orang yang teraniaya di proyek Banda Buek.

Akibat Bank Nagari melakukan rekayasa pemngambil alihan hak, sehingga proyek berhenti.

Hal tersebut memang terjadi akibat ulah direksi sebelumnya.

Dengan tidak menyelesaikan pembayaran ke pihak Nagari Lubuk Kilangan sebagai pemilik hak.

Akhirnya Proyek revitalisasi pasar Banda Buek terhenti dan lebih 400 orang pedagang berpotensi salah bayar.

Akibat lain, subkontraktor dan 16 orang yang menanamkan uangnya di pasar teraniaya.

Bahkan sampai hari ini, Proyek macet, pembebasan lahan yang berada di belakang pasar terhenti.

Sehingga Nagari melalui BPAPN batal menyerahkan alas hak tanah pasar ke pemko padang.

Akibatnya seluruh surat kartu kuning dan surat penunjukkan, berpotensi tidak berlaku”, jelas ketua LSM KOAD.

“Selaku kuasa dari kaum dan Nagari, mamak pemangku adat , LSM KOAD minta agar M.Irsyad, Syafrizal, Sania Putradan direksi yang lain segera menyelesaikan permasalahan ini.

Untuk diketahui, jika Bank Nagari telah melakukan PPJB dengan Cindar Hari Prabowo, jelas hal itu sebuah berbuatan melawan hukum karena Cindar Hari Prabowo hanyalah kuasa Direktur, seharusnya uang pembayaran ditransfer ke rekening yang berhak, bukan ke rekening  PT.Langgeng Giri Bumi.

Belakangan diketahui perusahaan itu milik H.Cindar Hari Prabowo yang punya hutang ke Bank Nagari.

Jika alasannya Bank Nagari telah memiliki Kartu Kuning Dinas Pasar, juga bukan merupakan alasan yang tepat.

Karena Pemko Padang baru bersepakat dengan KAN dan Nagari melalui sebuah surat kesepakatan.

Sedangkan kesepakatan bukan ranah perdata baru MoU.

Artinya Pemko Padang belum memiliki hak untuk memindahkan hak kepihak lain.

Hal ini jelas melanggar aturan UU sehingga PPJB pun melanggar aturan.

karena Syarat sahnya sebuah perjanjian harus dilakukan oleh orang yang berhak.

Sehingga, Cindar Hari Prabowo sebagai kuasa direktur PT.Syafindo Mutiara Andalas juga belum memiliki hak untuk menjual.

Sedangkan keterikatan PT.Syafindo Mutiara Andalas dengan KAN dan Nagari jelas jelas tidak ada.

Jual beli yang dilakukan oleh Cindar Hari Prabowo dengan Bank Nagari, diduga cacat hukum.

sehingga transaksi yang terjadi batal demi hukum.

“Proses transaksi jual beli toko F2/8 di Pasar Banda Buek dengan Indrawan terjadi pada tahun 2008 lalu,” katanya.

Belakangan diketahui bahwa, transaksi yang terjadi antara Cindar dengan Bank Nagari diduga sarat rekayasa, Cindar belum lakukan penyerahan secara yuridis.

Sesuai dengan aturan hukum, sahnya suatu perjanjian ditentukan oleh empat persyaratan, 2 Syarat Subjektif dan 2 Syarat Objektif.

Apabila perjanjian tersebut tidak memenuhi unsur subjektif maka dapat dibatalkan, selanjutnya apabila tidak memenuhi unsur Objektif perjanjian tersebut batal demi hukum, yang dimaksud objek adalah benda yang di transaksikan.

Dalam hal ini, Bank Nagari sudah terlanjur menguasai hak orang lain, seharusnya mereka menyelesaikan dengan baik-baik.

Jika tidak, Bank Nagari harus keluar dan kosongkan tempat tersebut, dan jangan lupa, membayar sewa selama terpakai, katanya singkat.

Selaku ketua LSM KOAD kembali dijelaskannya, “dalam kasus ini banyak pelanggaran hukum yang telah terjadi dan melibatkan banyak pihak”, katanya.

Ditambahkannya, menurut ketentuan Pasal 616 KUH Perdata berbunyi, Penyerahan atau penunjukan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 620.

Kemudian ketentuan Pasal 620 KUH Perdata yang berbunyi: Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan termuat dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termaksud dilakukan dengan memindahkan sebuah salinan otentik yang lengkap dari akta otentik atau keputusan yang bersangkutan ke kantor penyimpan hipotik, yang mana dalam lingkungannya barang-barang tak bergerak yang harus diserahkan itu berada, dan dengan membukukannya dalam dalam register.” dihadapan notaris, terangnya.

Penyerahan benda tidak bergerak

Sekarang setelah berlakunya UUPA No. 5 tahun 1960 perpindahan hak milik atas sebidang tanah harus dilakukan dan dihadapkan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dan didaftarkan ke seksi Pendaftaran Tanah, diatur dalam PP No. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang disempurnakan dengan PP No. 24/1977 tentang Pendaftaran tanah.

Syarat-syarat Penyerahan

Harus ada perjanjian yang menyebabkan pindahnya hak-hak kebendaan, harus ada title atau alas hak atau alas perdata. Tentang title ini ada dua teori, salah satunya adalah:

Menurut teori casual sahnya penyerahan tergantung pada ALAS HAK jika alas haknya sah maka penyerahannya sah dan sebaliknya. Jadi harus ada titel yang nyata.

Menurut Pasal 584 KUHPerdata penyerahan itu harus memenuhi adanya titel.

Oleh karena itu ajaran causal lebih tepat untuk menentukan sahnya suatu penyerahan memerlukan adanya titel, hanya bedanya menurut ajaran causal titelnya harus nyata.

  1. Harus dilakukan oleh orang yang memiliki kewenangan atau menguasai benda tadi. Syarat ini merupakan pelaksanaan dari asas hukum yaitu asas nemoplus yang mengatakan bahwa seseorang itu tidak dapat memperalihkan hak melebihi apa yang menjadi haknya. Lazimnya yang berwenang untuk menguasai benda itu adalah pemiliknya atau kuasanya.
  2. Harus ada penyerahan atau formalitas tertentu yaitu adanya penyerahan nyata dan penyerahan yuridis, feitelijke dan jurische levering.

Lebih lanjut menurut keterangan Indrawan, “Setelah dilaporkan ke Direskrim Polda Sumbar hanya ditemukan fakta berikut

  1. Bank Nagari tidak memiliki AJB (Akta Jual Beli)
  2. Bank Nagari pernah membuat Perjanjian Pengikatan Jual-Beli dengan H. Cindar Hari Prabowo melalui Notaris Hendri Final.
  3. Lokasi tersebut sampai sekarang masih dikuasai oleh Bank Nagari.
  4. Uang hasil penjualan dibayarkan untuk menutup hutang PT.Langgeng Giri Bumi
  5. Bank Nagari meiliki sebuah surat yang disebut Kartu Kuning. Isi kartu kuning tersebut merupakan “perjanjian sewa menyewa tempat berjualan” dengan nomor F2/1 yang luasnya 355 m2, satu unit toko tersebut luasnya adalah 9 m2, sehingga ke 16 toko yang dikuasai oleh Bank Nagari luasnya hanya 144 m2. dijadikan satu unit F2/1 (versi Bank Nagari).

hal ini dilakukan oleh Kepala Dinas Pasar dikala itu yaitu Ir.ASNEL, terbukti kartu kuning tersebut ditanda tangani oleh yang bersangkutan. Setelah dilakukan konfirmasi kepada Asnel ternyata yang dilakukan Asnel adalah atas perintah atasan dikala itu yaitu walikota Fauzi Bahar.

Sedangkan Akta Jual-Beli sebagai Bukti telah dilakukan Penyerahan Yuridis tidak dimiliki oleh Bank Nagari.

  1. Jual-beli dilindungi oleh UU sedangkan Kartu kuning dibuat berdasarkan Perda, sangat aneh apabila kekuatan Undang-Undang bisa dikalahkan oleh peraturan setingkat Perda. Kartu kuning yang diterbitkan oleh kepala Dinas Pasar Pemko Padang dikala itu, Asnel, diduga terdapat unsur keterangan palsu (Pasal 263 KUHPidana), sehingga terbitlah kartu kuning dengan data-data palsu. Kartu kuning tersebut dipakai oleh Bank Nagari sebagai bukti kepemilikan atas lokasi yang dimiliki oleh Indrawan, untuk lebih jelasnya kita merujuk ke KUHP Pasal 263 dan Pasal 264 tutur Indrawan. Berikut kutipan Pasal 263 yang kami kutip dari R Soesilo :

“Aneh bin ajaib, Polda Sumbar sebagai aparat penegak hukum sepertinya sangat kesulitan, terkesan mengulur waktu, walau yang dilaporkan Penipuan dan penggelapan tetapi pasal pelanggaran lain juga sangat jelas dapat ditemukan, tindak Pidana pemalsuan surat dan kartu kuning yang dimiliki Bank Nagari sebenarnya lebih tepat untuk menjerat mereka yang bersalah”, jelas Indrawan

Temuan atas Rekayasa surat-surat yang dilaporkan ke Polda Sumbar :

Menurut keterangan Asnel dalam Notulen Rapat Pemko Padang tahun 2011 adalah menurut Asnel Kartu kios dan Penunjukan meja batu sudah diterbitkan terlebih dahulu guna membantu Developper karena tidak memiliki modal.

Diterangkan oleh Kompol Erlin Darmita,”Saya sudah meminta keterangan dari Notaris Ja’afar SH, menurut keterangan Ja’afar semua akta adalah hasil rekasyasa Berri Bur.Demikian dijelaskan disaat gelar bulan Oktober 2020 lalu

LSM KOAD menjelaskan bahwa kasus ini adalah kasus besar, melibatkan petinggi Pemko Padang, Bank Nagari, Notaris Ja’afar, SH dan orang Politik.

“Walaupun demikian seharusnya pihak penegak hukum harus melakukan proses dengan benar, jagan permainkan nasib masyarakat kecil”, kata ketua LSM KOAD kepada media ini

Dijelaskan Hengki Cobra dari Kantor hukum Pardosi dan Partners :

Dijelaskan oleh Hengki Cobra (Kantor Hukum Pardosi dan Partners bahwa dalam Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:

  1. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
  2. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Selanjutnya, di dalam Pasal 264 KUHP ditegaskan bahwa:

Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:

Akta-akta otentik, Surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum, Surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai, Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu.Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.

Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak palsu.

R.Soesilo, dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal (hal. 195) mengatakan bahwa yang diartikan dengan surat dalam bab ini adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun yang ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya.
  • Surat yang dipalsukan itu harus surat yang:
    Dapat menimbulkan sesuatu hak (misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dan lain-lain).
  • Dapat menerbitkan suatu perjanjian (misalnya surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dan sebagainya);
  • Dapat menerbitkan suatu pembebasan hutang (kuitansi atau surat semacam itu); atau
  • Surat yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa (misalnya surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan lain-lain).

Adapun bentuk-bentuk pemalsuan surat itu menurut Soesilo dilakukan dengan cara:

  • Membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya (tidak benar).
  • Memalsukan surat berarti mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu.
  • Memalsukan tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat.
  • Penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak (misalnya foto dalam ijazah sekolah).
  • Unsur-unsur pidana dari tindak pidana pemalsuan surat selain yang disebut di atas adalah: (Ibid, hal. 196)
  • Pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan;

Penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup.

Yang dihukum menurut pasal ini tidak saja yang memalsukan, tetapi juga sengaja menggunakan surat palsu.

Sudah dianggap “mempergunakan” misalnya menyerahkan surat itu kepada orang lain atau menyerahkan surat itu di tempat dimana surat tersebut harus dibutuhkan.

Dalam hal menggunakan surat palsu harus pula dibuktikan bahwa orang itu bertindak seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, demikian pula perbuatan itu harus dapat mendatangkan kerugian.

Lebih lanjut, menurut Pasal 264 ayat (1) angka 1 KUHP, bahwa tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana Pasal 263 KUHP lebih berat ancaman apabila surat yang dipalsukan tersebut adalah surat-surat otentik. Surat otentik, menurut Soesilo adalah surat yang dibuat menurut bentuk dan syarat-syarat yang ditetapkan undang-undang (hal. 197).

“Ternyata setelah proses penyidikan dilakukan oleh pihak Polda Sumbar didapatkan data bahwa yang menerima pembayaran toko tersebut adalah PT. Langggeng Giri Bumi.

Dari kejadian demi kejadian, sangat terang terlihat apa yang telah terjadi, hanya saja dibutuhkan keberanian serta sifat amanah dari penegak hukum agar kasus ini tuntas. Dari kejadian diatas sangat jelas terdapat kejanggalan bahwa pemilik toko bukan orang yang menerima pembayaran.

Masalah penguasaan toko-toko pada blok F lantai dua pasar Banda buek oleh Bank Nagari, semakin terlihat kelemahan demi kelemahan, hanya saja diduga karena Bank Nagari memiliki keuangan yang cukup sehingga kelemahan yang terjadi sengaja ditutupi.

Usaha yang sungguh-sungguh akhirnya membuahkan hasil, kartu kuning yang telah diterbitkan pihak Pemko Padang, atas nama Bank Nagari dilakukan sebelum pemilik tanah menyerahkan surat-surat/warkah/Title.

Jadi jelas itu sebuah rekayasa surat-surat. Bank Nagari hasus segera mundur, akui saja bahwa telah terjadi pengambil alihan aset kios yang dinamai oleh Pemko F.2/1.

Hengki Cobra berharap agar Bank Nagari segera menyadari dan mau menyelesaikan,”saya sebagai kuasa hukum akan menyurati Bank Nagari dalam waktu dekat”, katanya.

Menegakkan benang basah hanya akan mengurangi kepercayaan publik kepada pemerintah termasuk kepada Bank Nagari. sebaiknya Pemko Padang segera menyelesaikan dengan bijaksana.

Jangan ditunda lagi, kami sebagai anak nagari sudah habis kesabaran, walaupun bapak-bapak mampu membuat diam pihak penegak hukum, suatu saat Bank Nagari akan membayar mahal perbuatan ini”, kata Indrawan katua LSM KOAD.

Dikatakanya, berkacalah kepada yang telah terjadi, jangan korbankan orang lain, bahwa menganiaya orang lain sama dengan aniaya diri kita sendiri. (Tim)