Pribumi siap siap di gantikan China

Sumbar, KabarDaerah.com – Sudah dari dahulu, China menargetkan Indonesia menjadi tanah baru mereka.
Tak heran, China di Indonesia dan para China perantauan sudah mulai masuk dalam pertarungan politik praktis dengan mendirikan  partai politik dan bahkan menguasai partai politik lainnya dengan tujuan politik jangka panjang, menjadikan orangnya sebagai Presiden Indonesia.
Demikian analisa Direktur Institute Soekarno-Hatta, Hatta Taliwang.
Menurut Hatta, warga keturunan China ingin menguasai Indonesia melalui kegiatan politik, yang diantaranya melalui Basuki Tjahja Purnama, Harry Tanoesoedibiyo dan Setya Novanto.

Kekhawatiran ini sangat beralasan, sebab RRC menganut paham dwikewarganegaraan atau ius sanguinis.“Sekalipun Ahok misalnya Warga Negara Indonesia, namun bagi RRC dia juga warga negaranya. Sehingga loyalitas ganda ini lebih banyak merugikan Indonesia yang menganut azas kewarganegaraan ius solli atau loyalitas pada satu negara dimana dia dilahirkan,” kata Hatta dalam keterangan beberapa saat lalu (Senin, 18/7).Hal ini, ungkap Hatta, berbeda dengan keturunan Arab, India, Pakistan, dan Persia. Mereka tak perlu dikhawatirkan sebab memang tidak ada masalah karena negaranya menerima azas ius solli. Lebih-lebih lagi, keturunan dari bangsa-bangsa ini pada umum juga sudah berbaur dalam budaya dan agama dengan pribumi Indonesia.

“Etnis China di Indonesia, berperan dari bermain di belakang layar hingga tampil langsung untuk mendominasi politik kekuasaan Indonesia. Dengan perkataan lain Etnis Cina di Indonesia sedang berusaha keras untuk menggeser posisi politik pribumi nusantara sebagai penguasa nasional,” papar Hatta.

Secara sosiolgois, jelas Hatta, China di Indonesia secara kasar bisa dikategorikan dalam beberapa kategori. Yaitu China Totok atau China Singke, China kelahiran Indonesia, China keturunan, serta Cina yang telah berasimilasi dengan pribumi nusantara. China yang mau berasimilasi secara pisik, misalnya melalui kawin mawin dengan pribumi, dan menyesuaikan diri dengan adat istiadat dan budaya setempat, tidak hidup secara ekslusif. Mereka ini sudah masuk dalam kategori bumiputera atau pribumi sebagaimana temuan penelitian seorang ahli politik etnisitas yang juga dosen Universitas Pertahanan Indonesia (Unhan), Dr. M. Dahrin La Ode, M.Si.

“Di satu sisi masih banyak pula China yang menolak untuk berasimilasi secara pisik dan budaya, tetap mempertahankan cara hidup eksklusif, merasa dirinya lebih terhormat dari pada pribumi dengan perkataan lain orang China menganggap dirinya superior sedangkan pribumi adalah inferior,” jelas Hatta.

Menurut Hatta, sikap psikologis sosial orang China seperti itu merupakan bagian dari stratifikasi kolonial Belanda dahulu. Belanda membuat stratifikasi kelas, yaitu kelas pertama adalah warga kolonial Belanda; stratifikasi kedua adalah orang China; dan dan stratifikasi ketiga adalah pribumi yang dijajah oleh Belanda.

“Di samping itu, juga karena kebijakan ekonomi Orba membuat orang China tumbuh pesat pada aspek ekonomi sehingga banyak orang China yang jadi kaya raya. Dari hasil itu, membuat sikap psikologis sosial semakin ekslusif,” kata Hatta.

Dengan kekuatan ekonomi yang dominan itu, sambung Hatta, maka ada kekhawatiran China akan mengakuisi atau menguasai Indonesia secara mutlak. Apalagi sekarang China singke atau China Totok yang tidak mau berasimilasi umumnya yang tergolong dalam 9 naga itu sudah mempunyai ambisi untuk menguasai politik Indonesia. Secara informal, bahkan mereka sudah mengatur kekuasaan dari belakang layar terutama sejak Orba dan semakin menjadi lebih kuat sejak era Reformasi.

“Di beberapa daerah mereka sudah berkuasa. Baik yang China totok maupun yang China campuran. Dengan kekuatan ekonomi ditangan mereka secara telak dan ambisi politik RRC serta ambisi politik China rantau, siapa yang jamin dalam beberapa tahun ke depan terjadi politik apartheid atau penjahahan oleh China terhadap Indonesia?” tanya Hatta. (dikutip dari RMol)