Munculnya Nama Anies, Ganjar dan Andika Serta Absennya Nama Prabowo Subianto dalam Rakesnas Nasdem

Ditulis Oleh  :  Saiful Huda Ems

Lawyer dan Pemerhati Politik

 

 

Ketua Umum Partai NASDEM., Surya Paloh telah mengumumkan tiga nama sebagai bakal calon Presiden RI 2024 yang akan diajukannya sebagai hasil rekomendasi dari Rakernas NASDEM di JCC Senayan, Jakarta, Jum’at (17/06/22).

Ketiga nama itu merupakan hasil seluruh utusan DPW Partai NASDEM yang dilanjutkannya dalam musyawarah Steering Committee (SC). Ketiga nama itu adalah Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Andika Perkasa.

Menariknya, nama Prabowo Subianto tidak ada dalam rekomendasi tersebut. Padahal dalam berbagai survei, nama Prabowo Subianto berada diperingkat tiga besar selain Ganjar dan Anies dalam perolehan angka popularitas dan elektabilitasnya.

Salah seorang teman wartawan dari salah satu mediapun bertanya ke saya, kenapa hal itu bisa terjadi?? Untuk menjawab pertanyaan itu, saya akan mencoba untuk menguraikan persoalannya dengan mencermati peta politik mutakhir yang terus mengalami perkembangan secara pesat.

Pertama, para politisi dan masyarakat pada umumnya sepertinya mulai jengah dengan munculnya nama Capres yang hanya itu-itu saja, dari mulai adanya PILPRES 2009 hingga PILPRES 2019, nama Prabowo Subiyanto selalu muncul dalam bursa Capres/Cawapres. Apalagi jika ditarik dari tahun 2004, meskipun nama Prabowo Subianto tidak masuk dalam Capres definitif RI 2004, namun nama Prabowo Subianto saat itu masuk dalam urutan Capres dalam Konvensi Capres 2004 Partai Golkar yang pada akhirnya pertarungan Konvensi Capres Partai Golkar 2004 itu dimenangkan oleh Wiranto.

Selanjutnya, ketika hasil Konvensi Capres Partai Golkar ini ditarungkan dengan Capres yang diusung dari partai lainnya dalam Pilpres 2004, Wiranto kalah dengan SBY. Melihat dari kenyataan itu, maka nampaknya seluruh peserta Rakernas NASDEM (17/06/22) lalu tidak bergairah lagi untuk mengusung nama Prabowo Subianto

Kedua, dengan mengusungnya nama Anies dan Andika serta dengan tidak mengusungnya nama Prabowo oleh Surya Paloh bersama kader partainya, maka ini bisa pula dibaca sebagai bentuk siasat Surya Paloh yang ingin membubarkan kesepakatan diam-diam antara Megawati Soekarno Putri dengan Prabowo yang sudah tercetus lama.

Semenjak adanya Perjanjian Batu Tulis hingga Perjanjian Berlin, yang konon telah disepakati akan mengusung Pasangan Capres dan Cawapres dari Koalisi PDIP dan Gerindra. Jika dalam PILPRES 2009 mereka mengusung Pasangan Capres Megawati dan Cawapres Prabowo, maka dalam Pilpres selanjutnya rencananya akan mengusung pasangan Capres Prabowo bersama Puan Maharani. Dan di Pilpres 2024, rencananya akan mengusung pasangan Capres Prabowo Subianto – Puan Maharani atau Ganjar – Anies.

Di tahun 2014 dan 2019 kesepakatan perjanjian ini terhenti akibat desakan massa PDIP Pro Jokowi yang saat itu mendorong keras PDIP untuk mencapreskan Jokowi, yang kemudian terbukti sukses besar.

Surya Paloh dan NASDEM nya tentu merasa tidak akan terlalu diuntungkan jika sekenario politik Mega-Prabowo itu berjalan mulus, karenanya Surya Paloh bersama NASDEM nya memaksakan diri untuk mengajukan capresnya sendiri, yang siapa tau manuver politiknya itu akan diikuti oleh partai politik lainnya, dengan demikian Surya Paloh akan lebih bebas dan leluasa mengendalikan arah politik sesuai yang diinginkannya. Surya Paloh selama ini memang diakui sebagai salah seorang “Dalang Politik” yang kuat selain Megawati dan Jusuf Kalla, namun para politisi pun tau, Surya Paloh selama ini selalu kalah strateginya dibanding Megawati, hingga akhirnya Surya Paloh frustasi dan segera menggandeng Anies Baswedan untuk dijagokan dan ditandingkan dengan Capres jagoannya Megawati, yakni Ganjar Pranowo, atau setidaknya akan diduetkan dengannya sebagai Pasangan Capres-Cawapres 2024, menggusur Prabowo dan Puan Maharani.

Ketiga, selain Surya Paloh ada Jusuf Kalla dibelakang Anies Baswedan, kedua saudagar kaya raya yang sudah lama keranjingan politik ini sudah lama peras otak untuk dapat mengusung Anies Baswedan sebagai Capres atau minimal Cawapres 2024. SBY menangkap sinyal politik ini sejak lama, karenanya SBY selalu berusaha mengajukan nama anak kesayangannya, yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk dipasangkan dengan Anies Baswedan. Namun para politisi dan publikpun tau, bahwa AHY masihlah bocah kecil yang baru belajar berpolitik serta tidak layak jual, karena itu sebabnya AHY terpaksa disuruh mereka berdua latihan pidato tanpa teks terlebih dahulu, dan SBY dipersilahkan terus berlatih melukis dan menciptakan album-album lagu terbarunya, semumpung Dody Dores sudah tiada.

Yah, ini pertarungan politik yang akan sangat menarik sekaligus akan sangat menegangkan. Rakyat akan disuguhi kembali tontonan perang horizontal urat saraf antara pendukung Pancasila dan Pendukung Khilafah, jika Anies Baswedan masih dipaksa untuk memasuki gelanggang, arena Pertarungan Capres 2024. Mudah-mudahan para pimpinan partai politik dapat mempertimbangkan kembali untuk sedapat mungkin bisa mencegah masuknya Anies dalam kontestansi Capres-Cawapres 2024.

Sungguh terlalu beresiko sekali bagi persatuan dan kesatuan bangsa ini kedepan, jika masih saja ada Parpol yang mau mengusung Anies Baswedan menjadi Capres masa depan. Mbak Mega dan para Ketum Parpol lainnya, mohon lakukan sebuah trobosan politik yang brilian, asal jangan ada Imin yang merangkul PKS seperti politisi yang tak berpendirian.