Penghetian penyelidikan suatu perkara harus sesuai aturan.

Sumbar KabarDaerah.com– Afrizal SH, sebagai pengacara pelapor menjelaskan, bahwa pengaduan kliennya terkait scafolding memang sudah dihentikan karena alasan belum ada alat bukti. Pada hal disaat awal melapor atau mengadu.

Tidak mungkin laporan pengaduan diterima penyidik, jika bukti tidak ada.

Sehingga alasan kasat belum ada alat bukti, bukan alasan yang sebenarnya. Karena olah TKP belum dilakukan.lagi pula saat klien saya kembali menyerahkan bukti, Perkara tetap tidak dilanjutkan, kata zal.

Menaggapi SP2HP Polresta Padang, Klien saya langsung menanggapi dengan dua surat, pertama diserahkan langsung pada kasat, sedang yang kedua ke Kapolresta.

Namun Kasat tetap tidak melakukan peoses hukum. pelapor di minta menghadap ke penyidik, kemudian penyidik minta ke Kasat lagi, sehingga, semakin jelas apa alasan sebenarnya sampai pengaduan dihentikan, kata zal lagi

 

APA ITU TINDAK PIDANA,

Pada pembahasan berikut, akan dijelaskan apa itu TINDAK PIDANA. Afrizal SH menjelaskan sbb:

Tindak pidana adalah perbuatan terlarangmelanggar undang-undang dan dapat terancam hukuman apa bila dilakukan. Perbuatan tersebut juga dapat menyebabkan kerugian bagi orang lain, bahkan membahayakan.

 

Unsur-unsur Tindak Pidana
Menurut S. R. Sianturi, secara ringkas unsur-unsur tindak pidanayaitu (hal. 208):
  1. Adanya subjek;
  2. Adanya unsur kesalahan;
  3. Perbuatan bersifat melawan hukum;
  4. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/perundangan dan terhadap yang melanggarnya diancam pidana;
  5. Dalam suatu waktu, tempat dan keadaan tertentu.
Merujuk pada unsur-unsur tindak pidana di atas, S. R. Sianturi merumuskan pengertian dari tindak pidana sebagai suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang dilarang (atau melanggar keharusan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang serta bersifat melawan hukum dan mengandung unsur kesalahan yang dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab (hal. 208).
Lima unsur di atas, dapat disederhanakan menjadi unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif meliputi subjek dan adanya unsur kesalahan.
Sedangkan yang termasuk unsur objektif adalah perbuatannya bersifat melawan hukum, tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam pidana, dan dilakukan dalam waktu, tempat dan keadaan tertentu.
P. A. F. Lamintang dalam buku Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia juga berpendapat bahwa setiap tindak pidana yang terdapat dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur objektif (hal. 193).
Yang dimaksud dengan unsur subjektif itu adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk ke dalamnya, yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya (hal. 193).
Sedangkan yang dimaksud unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan (hal. 193).
Unsur subjektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah (hal. 193 – 194):
  1. kesengajaan (dolus) atau ketidaksengajaan (culpa);
  2. maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud di dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;
  3. macam-macam maksud atau oogmerk, seperti yang terdapat di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain;
  4. merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad, seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan berencana dalam Pasal 340 KUHP;
  5. perasaan takut atau vrees, seperti terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.
Unsur-unsur objektif dari sesuatu tindak pidana adalah (hal. 194):
  1. sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkbeid;
  2. kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seorang pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan atau “keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas” di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;
  3. kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.
Unsur wederrechttelijk selalu harus dianggap sebagai disyaratkan di dalam setiap rumusan delik, walaupun unsur tersebut oleh pembentuk undang-undang tidak dinyatakan secara tegas sebagai salah satu unsur dari delik yang bersangkutan (hal. 194).
P. A. F. Lamintang kemudian menerangkan apabila unsur wederrecttelijk dinyatakan secara tegas sebagai unsur dari delik, maka tidak terbuktinya unsur tersebut di dalam peradilan akan menyebabkan hakim harus memutus sesuatu vrijkpraak atau pembebasan (hal. 195).
Apabila unsur wederrecttelijk  tidak dinyatakan secara tegas sebagai unsur dari delik, maka tidak terbuktinya unsur tersebut di dalam peradilan akan menyebabkan hakim harus memutuskan suatu ontslag van alle rechtsvervolging atau suatu “pembebasan dari segala tuntutan hukum” (hal. 195).
Maka, untuk mengetahui apakah suatu perbuatan adalah tindak pidana atau bukan, perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur delik atau tindak pidana yang dimaksud.
Penerapan Unsur-Unsur Tindak Pidana
Untuk mengetahui apakah perbuatan dalam sebuah peristiwa hukum adalah tindak pidana. Untuk itu dapat dilakukan analisa hukum. Apakah perbuatan tersebut telah memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam sebuah ketentuan pasal hukum pidana tertentu.
Untuk itu, harus diadakan penyesuaian atau pencocokan (bagian-bagian/kejadian-kejadian) dari peristiwa tersebut kepada unsur-unsur dari delik yang didakwakan.
Jika ternyata sudah cocok, maka dapat ditentukan bahwa peristiwa itu merupakan suatu tindak pidana yang telah terjadi yang (dapat) dimintakan pertanggungjawaban pidana kepada subjek pelakunya. Namun, jika salah satu unsur tersebut tidak ada atau tidak terpenuhi, maka harus disimpulkan bahwa tindak pidana belum atau tidak terjadi.
Hal ini karena, mungkin tindakan sudah terjadi, tetapi bukan suatu tindakan yang terlarang oleh undang-undang terhadap mana diancamkan suatu tindak pidana.
Mungkin pula suatu tindakan telah terjadi sesuai dengan perumusan tindakan dalam pasal yang bersangkutan, tetapi tidak terdapat kesalahan pada pelaku dan/atau tindakan itu tidak bersifat melawan hukum.
P. A. F. Lamintang lebih jauh menjelaskan bahwa apabila hakim berpendapat bahwa tertuduh tidak dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya, maka hakim harus membebaskan tertuduh dari segala tuntutan hukum atau dengan kata lain, hakim harus memutuskan suatu ontslag van alle rechtsvervolging, termasuk bilamana terdapat keragu-raguan mengenai salah sebuah elemen, maka hakim harus membebaskan tertuduh dari segala tuntutan hukum (hal. 197).
Unsur-unsur delik tercantum dalam rumusan delik, yang oleh penuntut umum harus dicantumkan di dalam surat tuduhan (dakwaan) dan harus dibuktikan dalam peradilan (hal. 195 & 197).
Bilamana satu atau lebih bagian ternyata tidak dapat dibuktikan, maka hakim harus membebaskan tertuduh atau dengan perkataan lain harus memutuskan suatu vrijspraak.

 

SIKAP TIDAK MEMIHAK PENYIDIK PENTING,

Memihak kepada terlapor akan membuat Penyidik, adalah perbuatan tidak adil sehingga penyidik tidak akan dipercaya. sehingga penyidik harus berhati hati, ketika berhadapan dengan pelapor yang paham dengan UU. bisa bisa berisiko bagi penyidik. ketika penyidik jangan memihak kepada terlapor bahkan akan terlihat jelas ketika melakukan diskusi. dimana akan terlihat penyidik selalu akan berdalih membela.

 

hanya saja saat kepepet, harusnya kembali kepada aturan hukum yang berlaku. penyidik adalah polisi yang terikat aturan etika dan profesi, terikat dangan KUHAP dan UU lain.

 

Katakanlah penyidik ragu, melaksanakan UU, maka penyidik harus paham dengan unsur unsur pidana.

Seperti TERLARANG oleh UU- dalam hal ini dilarang oleh pasal 1340 dan pasal 1337 KUHPerdata. Jangankan pihak lain, anak Rusdi adalah termasuk pihak ketiga.

 

Karena: UU-Pasal 1340 KUHPerdata:

Karena tidak dapat mengambil manfaat karenanya, karena UU tidak mewajibkan atau mengharuskan. pasal 1045 KUHPerdata, sehingga, setidaknya, ketika anak, adik dan istri Rusdi (alm) melakukan perbuatan hukum seperti merusak gembok, menguasai usaha, menjual. mencuri aset TOKO BYPASS TEKNIK. jelas tindak pidana.

 

Hanya para pihak, pihak satu dan pihak dua yang diperbolehkan oleh UU untuk melakukan perbuatan hukum, pihak lain termasuk anak, adik, dan istri Rusdi (alm) terlarang dilakukan oleh UU-KUHPerdata pasal 1337 dan 1340. Sehinga Perbuatan hukum pihak ketiga dan pihak lain adalah TINDAK PIDANA.

Unsur subjektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah (hal. 193 – 194):
  1. kesengajaan (dolus) atau ketidaksengajaan (culpa);
  2. maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud di dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;
  3. macam-macam maksud atau oogmerk, seperti yang terdapat di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain;
  4. merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad, seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan berencana dalam Pasal 340 KUHP;
  5. perasaan takut atau vrees, seperti terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.
Unsur-unsur objektif dari sesuatu tindak pidana adalah (hal. 194):
  1. sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkbeid;
  2. kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seorang pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan atau “keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas” di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;
  3. kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

 

Ketika telah dilakukan perbuatan hukum, terjadi kerugian. Penyidik wajib menerapkan aturan yang berlaku karenanya penyidik harus melakukan tangkap tangan, para pekerja dapat diduga bersama-sama melakukan kejahatan, kata Afrizal mengingatkan.

 

Kasat Reskrim Polresta Padang sepertinya lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan dibanding Kapolsek Kuranji. Walau Penyelidikan perkara pengaduan klien saya di Polresta Padang juga dihentikan.

 

Kasat Reskrim lebih aman dari Polsek Kuranji karena alasannya belum ada alat bukti. sehingga ketika alat bukti sudah terkumpul, maka perkara kembali harus diperoses hukum.

 

Walaupun, saat membuat pengaduan, Klient saya sudah menyerahkan bukti-bukti, seperti surat tanda terima barang, bukti penjualan serta bukti petunjuk lain seperti foto sisa barang yang ada di TKP.

 

Seharusnya. Sebelum dilakukan gelar perkara, harus berdasarkan hasil penyelidikan yang sesuai aturan. Penyidik harus memastikan bahwa alat bukti sudah cukup/terkumpul, setidaknya dua alat bukti.

 

Dalam hal ini juag perlu diketahui, dipengadilan salah satu alat bukti yang cukup adalah Laporan Polisi. ketika LP tidak ada maka pengadilan akan mempermasalahkan. nah tentunya Polisi jangan pelit mengeluarkan surat tanda terima laporan (STTL).

 

Sebagai pengacara profesional Afrizal SH meminta pihak penyidik agar perkara ini ditangani secara profesional, sesuai dengan aturan hukum.

 

Sebagai Pengacara Afrizal mengingatkan, agar Polresta Padang jangan semberono dalam menerbitkan surat-surat resmi, semuanya keputusan harus jelas dasar hukumnya, apalagi kebijakan yang diambil, terkait dengan nama baik Institusi Polri.

 

Afrizal menambahkan, ” Saya meyakini, Kasat Polresta Padang tergesa gesa, sehingga keputusan yang diambil membuat pengadu tidak puas. apalagi klien saya paham dengan dengan berbagai UU. termasuk pelanggaran kode etik dan Profesi yang dilakukan terhadap perkara yang dilaporkan.

 

Sebagai salah satu praktisi hukum, mari kita luruskan kembali, jika kemaren sudah terlanjur, Kasat Reskrim harus melaksanakan aturan hukum dan perundang undangan jelas Afrizal SH.

 

Terkait, tugas penyidik membuat terang perkara, Afrizal SH mejelaskan,

 

Penyidik, sebaiknya memulai dari Mulyadi, apa alasan Mulyadi menjual barang yang berada di Bypass Teknik berupa Scafolding tersebut.

 

Menurut keterangan klien saya, bahwa Mulyadi adalah karyawan TOKO BYPASS TEKNIK. Sehingga ketika pemilik usaha sakit, Mulyadi seharusnya mendengarkan saran pemodal lain, agar toko ditutup dulu untuk sementara.

 

Indrawan mengatakan bahwa, Dia sudah menulis surat somasi sebanyak tiga kali.  Isi surat tersebut menjelaskan tetang kepemilikan modal usaha Bypass Teknik.

 

Ketika Mulyadi tidak memiliki surat tugas yang ditanda tangani oleh Rusdi bersama indrawan maka, jelas Mulyadi tidak di izinkan melakukan perbuatan hukun dalam usaha tersebut.

 

Apalagi, jika uang hasil penjualan yang menjadi hak Indrawan tidak diserahkan kepada klient saya, kata Afrizal.

 

Sebenarnya masalah pengaduan Indrawan ke Polresta Padang bukalah masalah sulit.

 

Ketika, Bukti cukup petunjuk jelas ada, hanya saja polresta Padang harus menyita dulu barang sisa scafolding di TKP. Barang bukti sisa di TKP berjumlah lebih kurang 35 unit. Masih berada di TKP.

 

Apa yang menjadi alasan sebenarnya Kasat Reskrim, sehingga berani menyatakan belum ada alat bukti.

 

Selanjutnya, Penyidik masuk ke pasal yang disangkakan. Pilihanya ada dua, pertama penggelapan dan yang ke dua adalah pasal pencurian.

 

Sepertinya, unsur Pencurian akan terpenuhi ketika analisa unsur dilakukan. Ketika Mulyadi melakukan penjualan scafolding dilakukan tanpa hak, berarti Mulyadi telah melakukan perbuatan hukum yang dilarang oleh undang undang khusunya pasal

 

Dalam hal ini Kasat Polresta Padang, diduga tidak melakukan Olah TKP, dengan lambatnya proses hukum, terjadinya Pembiaran, yang berakibat terjadinya Tindak Pidana Pencurian, bahkan setiap hari.

 

Seakan akan dengan mengulur waktu Polisi telah sengaja melakukan pembekingan terlapor melakukan kejahatan di TKP yang telah dilaporkan ”, kata Afrizal SH.

 

Kata Afrizal, ” perjajian kerjasama yang dimiliki klient saya, Justru, seharusnya memudahkan Polisi dalam melakukan proses Penyelidikan dan penyidikan.

 

Dengan alat bukti yang ada, sementara, Penyidik dapat menyimpulkan bahwa terlapor diduga kuat melakukan perbuatan tanpa hak.  Seharusnya perjanjian bukan menjadi halangan.

 

Kasat jangan buat kami sebagai pengacara berfikir bahwa pihak polisi sedang keadaan dilema ”, imbuh Afrizal SH.

 

Dijelaskan Afrizal SH, bahwa Jika yang dipermasalahkan perjanjian kerjasama maka.

Suatu perjajian hanya mengikat para pihak, ketika salah satu pihak meninggal dunia, maka, hak dalam usaha tentunya berpindah kepada PEMODAL (salah satu para pihak yang terikat perjanjian).

Terkait Perjajian dalam usaha, pemilik hak dalam usaha hanya para pihak yang mengikatkan diri sesuai dengan pasal 1315, pasal 1337, Pasal 1338, pasal 1340.

 

Berdasarkan pasal 1338, “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang undang bagi para pembuatnya” artinya diluar para pihak tidak berlaku.

 

Sedangkan Pasal 1340, “ suatu perjajian hanya berlaku antara para pihak pihak yang membuatnya, perjajian tidak bisa membuat rugi pihak ketiga, pihak ketiga tidak dapat mengambil manfaat karenanya “.

 

Dari pasal diatas sangat jelas, bahwa aturan yang terdapat dalam hukum perdata sudah mengatur sedemikian jelas, sehingga tidak perlu ada keraguan akan hal tersebut.

 

Berikut Pasal 1315 KUHPerdata, “ menegaskan bahwa pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan selain untuk dirinya sendiri ”.

 

inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjajian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.

 

Berikut agar lebih paham mari kita perhatikan keterangan berikut :

Pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal  362 KUHP

“Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun, atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Bagian inti delik (delict bestanddelen) :

1. Barangsiapa

2.Mengambil

  1. Kata mengambil (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari-jari, memegang barangnya, dan mengalihkannya ke lain tempat.
  2. Perbuatan mengambil juga diartikan perbuatan yang mengakibatkan barang dibawah kekuasaan yang melakukan atau,
  3. Mengakibatkan barang berada di luar kekuasaan pemiliknya. Menurut HR tanggal 12 Nopember 1894
  4. Megambil telah selesai jika barang berada pada pelaku, sekalipun ia kemudian melepaskan karena diketahui.

 

3. Sesuatu barang

Dalam pengertian sesuatu barang, tidak hanya yang mempunyai nilai ekonomis akan tetapi termasuk juga yang mempunyai nilai non ekononomis seperti karcis kereta api yang telah terpakai (HR 28 April 1930) dan sebuah kunci sehingga pelaku dapat memasuki rumah orang lain (HR 25 Juli 1933).

 

4. Barang itu seluruh atau sebagaian kepunyaan orang lain

Barang yang diambil oleh pelaku tidak perlu kepunyaan orang lain seluruhnya. barang itu bisa saja merupakan milik atau kepunyaan bersama antara korban dan pelaku.

 

5. Dengan maskud untuk memiliki secara melawan hukum.

Perbuatan mengambil barang orang lain itu dilakukan oleh pelaku untuk memilikinya, tanpa hak atau barang tersebut tidak dalam kekuasaan pelaku.

 

Dalam hal ini pelaku harus menyadari bahwa barang yang diambilnya ialah milik orang lain seluruh atau sebahagian (pelaku sudah disomasi, sudah diterangkan dalam surat)

 

Karena sudah diberitahukan melalui surat somasi, sebenarnya Mulyadi sudah menyadari bahwa barang yang dujual bukan miliknya, sehingga dia tidak dibenarkan oleh aturan UU untuk menjual.

 

Jika unsur pasal yang disangkakan terpenuhi, artinya perkara yang dilaporkan adalah pidana. sehingga karena syarat terpenuhi maka pengaduan yang dilaporkan klien saya wajib naik ketahap selanjutnya, bukannya dihentikan, jelas Afrizal SH. (Tim)