Polda Sumbar Diharapkan Menjadi Barometer Perubahan, Saat Polri Melakukan Tranformasi Menjadi Polri Presisi

KabarDaerah–Dengan dilatiknya Kapolda Sumbar yang baru, harapan masyarakat kembali tumbuh,  Polda Sumbar akan segera berbenah diri.
Desakan agar Polri melakukan perubahan sangat santer terdengar, Polda harus memulai, jika tidak akan tergilas, sehingga sulit untuk kembali dipercaya masyarakat.
Keadaan yag terjadi sekarang belum pernah terjadi sebelumnya, dimana sebahagian anggota satgasus terlibat Tragedi Duren Tiga. Ditambah bekas Kapolda Sumbar ditangkap karena diduga terlibat kasus Narkoba.
Ketua LSM KOAD berharap, keadaan saat ini akan berubah melalui tangan dingin Irjen Pol Suharyono S.iK.
Polda Sumbar harus segera memposisikan diri menjadi barometer, Polda Sumbar harus mengikuti instruksi dari Jendral Listyo Sigit Prabowo.
Langkah pertama yang harus ditempuh, adalah dengan meniadakan setiap pelangraran, yang selama ini terjadi di institusi Kepolisian.
Penegakan hukum yang tidak berkeadilan, pembekingan berbagai kejahatan, tempat pijat, pelayanan dan penegakkan hukum yang pilih kasih dan lain lain sebagainya, sebut ketua LSM KOAD.
“Untuk itu, kami dari LSM KOAD dan KabarDaerah.com selalu siap berkoordinasi jika dibutuhkan.
Belum ada Kapolda yang berlaku seperti Irjen Pol Suharyono S.iK, sesampai di ranah Minang, beliau langsung melakukan sujud syukur”, katanya.
lebih lanjut, Selama ini, mana ada sebelumnya, dimana tujuh bekas Kapolri menghadap Jenderal Sigit, guna memberikan masukan kepada Kapolri. Semoga saja masih ada jiwa jiwa baik yang tertanam didalam diri para Polisi negeri ini.
Dari Sekian banyak anggota Polri khusunya Polresta Padang dan Polda Sumbar, masih saja memakai paradigma lama. Seperti yang kami alami satu tahun ini.
Kami diminta melakukan pengaduan, ketika pengaduan sudah dilakukan, kami juga diminta membuktikan tentang barang yang dicuri dengan cara curang. Perbuatan tidak adil yang dilakukan, dimana perampok dilindungi sedangan pelapor dicerca dengan berbagai pertayaan yang memojokkan, sebutnya
Menurut ketua LSM KOAD, “keadaan sekarang, setiap kita akan melaporkan pidana ke pihak kepolisian, sangat jauh berbeda dengan apa yang diperintahkan oleh undang undang. Dimana UU mewajibkan masyarakat ketika, melihat, mengetahui, mengalami dan menjadi korban tindak pidana, wajib melapor kepada penyidik kepolisian, lalu penyidiklah yang melakukan tugas penyelidikan dan penyidikan. kata ketua LSM KOAD.
Sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat kami berkesimpulan bahwa, tidak ada pilihan lain, Polisi harus segera berubah, patuhi perintah Kapolri Jenderal Sigit, untuk menjadikan Polri yang Presisi. Segera ganti paradigma lama dengan cara mematuhi Tribtara dan Catur Karya Polri, dan semua aturan perundang Undangan.
Tinggalkan segala bentuk penyimpangan, Lakukan recovery total, mulai dari cara memahami perkara, begitu juga dengan tampilan Polri dimata masyarakat.
Jadilah Polri yang bersahabat dengan masyarakat, Polri tidak boleh sangar dan kasar kepada masyarakat.
Selanjutnya, yang paling penting, utamakan penegakan hukum tanpa pandang bulu dan pahami makna pelayanan yang sesungguhnya, kata ketua LSM KOAD.
Kembali lagi kepada perkara Bypass Teknik,
lanjut ketua LSM KOAD, ” Pada awalnya, sebelum dilaporkan ke SPKT, penyidik sudah mengatakan bahwa perkara yang akan kami laporkan, bukan tindak pidana.
Menurut ketua LSM KOAD, “Penyidik terlalu cepat menyimpulkan, pada hal yang disebut sebuah kesimpulan adalah diakhir sebuah Penyelidikan, setelah dilakukan proses hukum sesuai aturan”.
BACA JUGA:
Mulai dari penerimaan laporan yang terintegrasi, dilanjutkan dengan proses penyelidikan sesuai aturan hukum, sampai naiknya perkara ketahap penyidikan,  serta penetapan tersangka.
Jika kita amati, terkait dengan perkara TOKO BYPASS TEKNIK, tidak mungkin Perkara yang dikadukan bisa naik ke penyidikan, ketika Polisi belum menerima LP pelapor(masih mengulur waktu). Apakah lagi jika perkara dihentikan, Katanya
Pada hal setelah dilakukan laporan Polisi yang tercatat sebagai LP, ditambah satu alat bukti yang sah, tentunya proses hukum dapat dilanjutkan ketahap penyidikan.
Setelah menjalani proses sebelas bulan hampir satu tahun, bahkan setelah dilaporkan ke divpropam mabes Polri, perkara ini masih saja diganjal, masih saja digagalkan bertopengkan gelar perkara. Setelah satu tahun, sudah waktunya bapak Kapolda Sumbar turun tangan, dengan memberikan perhatian khusus terhadap perkara ini, sebut pelapor yang juga ketua LSM KOAD.
POLDA SUMBAR HARUS BERUBAH MENJADI LEBIH BAIK
Saatnya Polda Sumbar merubah, jangan lakukan menghalangi proses hukum, akibat utama terhadap Polri adalah adalah kepercayaan masyarakat terhadap Polri sedang menuju TITIK NOL, jika Polri masih memakai paradigma lama dalam menangani perkara, tidak tertutup kemungkinan makin lama Polri semakin terpuruk, tandasnya.
Jika kita perhatikan dengan teliti, perkara Bypass Teknik hanya sebuah perkara pencurian biasa, yang dilakukan dengan merusak gembok, walaupun demikian, mulai dari Polsek Kuranji sudah menunjukkan ketidak mampuannya mengungkap perkara. Polresta Padang juga demikian.
Sedangkan, di Polda sumbar sampai level Irwasda sudah dua kali disurati, Bidpropam juga sudah menerima laporan pelanggaran beberapa kali, bahkan telah dilakukan pelimpahan perkara oleh Divpropam mabes Polri bulan tanggal 14 Juni 2022, sangat disayangkan Bidpropam masih belum bekerja sungguh-sungguh, jika pelanggaran yang dilakukan Polresta dan Polsek Kuranji tidak bisa diungkap, keseriusan penyidik Propam layak dipertanyakan, ulasnya.
Menyaksikan keadaan ini, ketua LSM KOAD menyakini, ” Kapolda Sumbar sudah saatnya turun tangan, ketika telah menerima tiga surat dari LSM KOAD, belum terjadi perubahan apapun, dengan kata lain, Polisi telah menjatuhkan kredibilitas institusi Kepolisian itu sendiri, sebutnya.
“Penegakkan hukum yang seharusnya dapat dilakukan dalam 24 jam, Polda Sumbar Polresta Padang Polsek Kuranji, sudah habiskan waktu hampir satu tahun. Tak perlu malu, jika tak mampu, jika Penegak hukum Polda Sumbar belum beranjak dari paradigma lama, Polda Sumbar tidak akan dihargai, Polda Sumbar sulit untuk kembali dipercaya masyarakat “, kata ketua LSM KOAD.
Indikasi proses hukum perkara Toko Bypass Teknik ini dihalangi (obstruction of justice), Setelah pelimpahan perkara oleh Divpropam mabes Polri, periode 14 Juni 2022 s/d 5 Agustus 2022 masih sempat dilakukan tarik-ulur.
Perkara yang dilaporkan ketua LSM KOAD adalah pelanggaran ETIKA dan PROFESI, Sedangkan hasil penyelidikan Bidpropam subbidpaminal Polda Sumbar, hanya rekomendasikan kepada Bagwassidik Polda Sumbar, agar melakukan supervisi.
Lalu lima bulan kemudian tanggal 19 Oktober 2022 barulah bagwassidik surati Kapolresta Padang. surat itupun terkesan sengaja tidak memasukkan dua perkara yang dilaporkan di Polsek Kuranji kedalam keputusan gelar perkara tertanggal 12 Agustus 2022.
Ketua LSM KOAD mengatakan bahwa dengan tidak memasukkan Polsek Kuranji, artinya Polsek Kuranji tidak mengetahui hasil keputusan secara resmi dari Propam Polda Sumbar. Polsek Kuranji membuka kembali dengan mengadakan gelar perkara tanggal 24 Oktober 2022.
Namun disayangkan Gelar tersebut juga bertujuan untuk menggagalkan laporan pelapor, dengan alasan yang mengada-ada.  pada hal Polda Sumbar adalag atasan Polsek Kuranji.
Bukankah itu bentuk ketidak percayaan kepada Polda Sumbar..?? tidak melaksanakan perintah Polda Sumbar,
Sikap Presisi(prediktif, responsif, transparansi, dan berkeadilan) yang di gadang gadang Jenderal Listyo Sigit Prabowo MSi, dengan sengaja diabaikan oleh Polsek dan Polresta Padang, sebutnya
Tambahnya lagi, Berbagai hal yang terjadi, mulai dari mempersulit melapor, mengulur waktu, melakukan gelar perkara, menghalangi proses hukum, bukankah hal ini bukti bahwa oknum yang berada di Polresta Padang, Polda Sumbar, tidak bersedia melakukan proses hukum terhadap perkara ini, bukti selanjutnya, 13 surat telah dikirimkan ke Kapolda Sumbar, sampai hari ini tidak ada informasi apapun bahkan ketika dipertanyakan surat tersebut ada yang tidak sampai ditujuan, belum ada yang di proses oleh Polresta Padang dan Polda Sumbar, sebut ketua LSM KOAD.
Pada hari yang sama, tanggal 19 Oktober 2022 Polda Sumbar melaui PROPAM dan DITRESKRIMUM Surati Polresta Padang dengan surat Nomor : R/433/X/WAS.2.4./2022/Bidpropam dan B/2603/X/RES.1.24./2022/ Ditreskrimum.
Dapat disimpulkan, sebutya, tanda perkara ini sebenarnya sudah menjadi perkara serius di Polda Sumbar, pungkas Ketua LSM KOAD.
Tidak wajar jika perkara yang diduga pencurian tidak bisa dituntaskan Polresta Padang.
Menanggapi hal tersebut ketua LSM KOAD mengatakan kepada Redaksi KabarDaerah.com, bahwa saat kembali digelar di ruang kasat Reskrim Polresta Padang, tanggal 24 Oktober 2022 pelapor diundang untuk hadir, tertulis dalam undangan “katanya Gelar Perkara”, namun yang hadir hanya oleh Pelapor, serta 12 belas orang Polisi dari berbagai bidang dan bagian. Pelapor diundang untuk hadir melalui undangan nomor B/323/X/2022/ Reskrim. sangat disayangkan ketika Polisi masih ingin menggagalkan perkara Toko Bypass Teknik.
Tersirat dari tujuan diadakan gelar, Polda sudah lakukan gelar dua kali, kenapa Polresta Padang lakukan kembali gelar perkara, menurut aturan gelar diadakan setelah dilakukan penyidikan guna penetapan tersangka, terkait Bypass Teknik gelar yang diadakan sepertinya bukan untuk penegakkan hukum, terkesan sama dengan gelar perkara yang diadakan oleh Polda Sumbar tanggal 2 Agustus 2022.
Kenyataannya, gelar perkara yang diadakan diruang Kasat Reskrim Polresta Padang, masih dalam rangka menggagalkan dengan mencerca pelapor melalui pertanyaan yang memojokkan.
Tujuannya, agar pelapor mengalah, dan mengugurkan pengaduannya, karena sebenarnya Polisi tidak mau menaikkan perkara Bypass Teknik ini. sehingga dengan demikian, bidpropam Polda Sumbar tidak perlu menghukum para pelanggar aturan Etika dan Profesi, yang jelas jelas sudah merusak nama baik Polri, khusunya Polda Sumbar, sebut ketua LSM KOAD kepada media ini.
Dalam gelar perkara, dikatakan oleh Kasat Reskrim, bahwa sekarang perkara ini menjadi masalah serius, bundelannya sudah tebal dan sudah di beritakan oleh media “, kata kompol Dedy Adriansyah kasat Rekrim Polresta Padang.
Tambahnya lagi, ” kasihan penyidik saya, mereka sudah capek bekerja, Perkara ini sudah dihentikan lidik, tapi kok pelapor tidak puas”.
Indrawan ketua LSM KOAD sebagai pelapor mengatakan, “Bagaimana mungkin saya puas, banyak terjadi penyimpangan dalam penghentian perkara jelas jelas banyak kebohongan”, ungkapnya.
Lanjut Pelapor, banyak keanehan yang terjadi dalam penghentian perkara yang saya laporkan”, katanya
Informasi melalui SPPHP bahwa Mulyadi belum diminta keterangannya. informasi ini didapat setelah melakukan komunikasi dengan Briptu Kukuh. sebutnya
Demikian juga informasi penyidik pembantu pertengahan bulan puasa bahwa Mulyadi sudah kali di undang tapi belum hadir, cerita kukuh  kepada pelapor.
Mulyadi adalah balon tersangka, selanjutnya balon tersangka tentunya nantinya akan jadi terdakwa, keterangan terdakwa adalah salah satu alat bukti yang sah, Kata ketua LSM KOAD.
Lalu bagaimana mungkin kasat reskrim hentikan perkara, kata ketua LSM KOAD.
Poin pentingnya adalah, kompol Dedy Adriansyah adalah kasat reskrim pengganti yang baru bertugas satu bulan sebelum perkara ini di hentikan lidik.
Sesuai dengan pertanyaan Kompol Dedy Adriansyah S.iK, terlihat bahwa sebenarnya kasat reskrim belum banyak tau tentang perkara ini. Kompol Dedy Adriansyah baru menjabat sekitar bulan Maret 2022.
Dikuatkan dengan pertanyaan yang diajukan kompol Dedy kepada saya, kata pelapor
Dari pertanyaan yang diajukan kepada saya sebagai pengadu,  Jelas seperti sebuah pertanyaan orang yang tidak paham dengan perkara. bagaimana mungkin seorang kasat bertanya hal yang seharusnya sudah diketahui sebelum SP2.Lid dilakukan, Kata pelapor.
Lebih lanjut diterangkan pelapor, keanehan lain dapat dijelaskan sebagai berikut :
Ketika Pelapor bertanya, kenapa perkara pengaduan yang dilaporkannya dihentikan..???
Jawaban Kapolresta Padang>> terlapor meninggal dunia.
Keanehan berikutnya adalah, jawaban Kasat Polresta Padang>> Belum ada alat Bukti.
Keanehan selanjutnya adalah, jawaban kanit jatanras Polresta Padang>> Perjanjian tidak diakui anak Rusdi (alm)
Selanjutnya alasan Kanit Jatanras Polresta Padang >> bukti yang saya miliki tanggal 31 Agustus 2022, Rusdi masih hidub, sehingga kewenangan masih menjadi tanggungjawab Rusdi.
Keanehan yang sangat aneh adalah, terhadap Jawaban penyidik pembantu Polresta Padang >>bapak langsung saja ke atasan saya. seharusnya penyidiklah yang paling tau perkara ini, tapi dalam hal ini Briptu Kukuh mengelak ketika ditemui terlihat setelah ditanya beberapa pertanyaan, kata pelapor.
Dan yang lebih lucu, kata pelapor adalah alasan Kapolsek Kuranji, dalam penghentian dua perkara Nomor STTP/284 dan STTP/303 adalah >> tidak terpenuhi unsur, dan terkait perjanjian kerjasama saudara dengan Rusdi (Alm).
Selanjutnya alasan yang paling tidak masuk akal adalah, gembok yang dirusak anak Rusdi hilang oleh penyidik Polsek Kuranji.
Komentar Pelapor yang juga Ketua LSM KOAD ->> Perkara pencurian adalah pasal 362 dan semua unsur terpenuhi.

 

 

Berikut Dijelaskannya tentang unsur pidana pasal 362 atau pasal Pencurian.

Barang siapa, yang mengambil barang sesuatu, atau seluruh atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.
Penyidik seharusnya paham bahwa pasal sangkaan adalah pencurian atau pasal 362 dan Pasal 362 merupakan delik biasa. Delik Biasa artinya tidak perlu pengaduan untuk dilakukan proses hukum oleh penyidik, Jaksa sampai ke Pengadilan. Lalu atas dasar apa Polisi selalu mengarahkan pelapor untuk melakukan pengaduan….???
Jika dilakukan pengaduan maka pengadu diminta membuktikan bahwa barang tersebut milik pengadu.
Pada hal pencurian tidak perlu dilakukan pengaduan, cukup dengan melapor ke penegak hukum, kata ketua LSM KOAD.
Kenapa hal ini terjadi,???
Sepertinya penyidik masih memakai paradigma lama.
Seharusnya, penyidik cukup dengan menerima laporan Polisi, tentang terjadinya peristiwa pidana, lalu penyidiklah yang bertugas untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan.  Disinilah kepiawaian penyidik dituntut agar perkara pidana tersebut terungkap.
Penyidik lakukan penyelidikan, kumpulkan barang bukti, petunjuk, buat kesimpulan penyelidikan yang dilakukan, kemudian lakukan gelar perkara. demikian aturan yang terdapat dalam KUHAP dan Perkapolri jelas ketua LSM KOAD.
Sekarang yang terjadi adalah, pelapor diminta untuk membuktikan, bahkan penyidik mengejar bukti sampai ke pejual barang tersebut, sedangkan perbuatan pidana dibiarkan terjadi tiap hari, bukankah itu tugas penyidik Polisi, kata ketua LSM KOAD.
Bukannya meminta pelapor mengadakan bukti-bukti, yang diada adakan, sampai sampai penyidik sibuk berwacana seakan, polisi adalah pengacara terlapor. Tambahnya
Ketika penyidik telah menerima laporan atau informasi atas terjadinya kejahatan. Seharusnya penyidik segera melakukan proses hukum, yang diawali dengan melakukan penyelidikan, sampai ditemukan peristiwa atau tidak ditemukan peristiwa pidana. Jika ditemukan peristiwa pidana dilajutkan tahap penyidikan, mengumpulkan barang bukti dan menetapkan tersangka, kata Ketua LSM KOAD.
Sebagai pelapor, Kami sudah menyediakan bukti-bukti surat, foto sebagai petunjuk, dan saksi-saksi, sebagai barang bukti sebuah mesin kipor juga sudah disita oleh Polsek Kuranji, bahkan kami sudah mecoba untuk memberikan masukan, kata pelapor yang juga ketua LSM KOAD.
Kata pelapor, bahwa terkait perkara yang dilaporkan tidak tergantung keputusan pengadilan. keputusan pengadilan justru perlu sebagai bukti hak ahli waris anak anak Rusdi(alm), setelah diterangkan berkali kali sepertinya Kapolsek kukuh dengan alasanya tetap menghentikan perkara yang kami laporkan, katanya lagi.
Pelapor tidak butuh keputusan pengadilan, Alasan utama, pasal terkait persekutuan KUHPerdata pasal 1646 mengatakan jika salah satu pihak meninggal dunia persekutuan bubar. ini adalah kata kunci, yang seharusnya pegangan Polisi dalam melakukan penyelidikan. Aturan menjelaskan, yang memerlukan keputusan pengadilan adalah pihak terlapor yang merupakan Ahli waris Rusdi (alm) bukan ahli waris dalam persekutuan modal usaha bypass teknik.
Penyidik harus berkeadilan, jangan berlaku tidak adil. Menurut UU dan aturan, bukannya pelapor yang harus melakukan gugat perdata, justru terlaporlah yang harus mempertahankan, agar tidak jadi tersangka, karena menguasai yang bukan miliknya.
Dalam hal ini, Polisi diharapkan tidak pada posisi menjadi pengacara terlaor, polisi adalah penegak hukum oleh sebab itu tidak perlu memutar balik logika hukum terkait pembuktian. Pasal pencurian yang disangkakan adalah delik biasa.
Untuk dipahami lebih lanjut, kewenangan Penyidik, terkait dengan pemenuhan unsur perbuatan pidananya saja.
Penyidik tentunya harus konsentrasi dengan perbuatan MENGAMBIL, Logika hukum yang harus dipakai penyidik, pelakulah yang harus membuktikan, apakah barang tersebut diambilnya adalah milik pelaku seluruhnya atau milik orang lain.??.
Jika sebahagian saja milik orang lain, sudah terpenuhi unsur kejahatannya MENGAMBIL. Tentunya tentang kepemilikan barang, seharusnya pelaku lah yang ditanya tentang barang diambilnya. bukannya pelapor/pengadu.
Diamana letak kesalahannya???
Ketika semua perkara hanya boleh melalui pengaduan atau pengaduan masyarakat. dengan menghalangi melaporkan tindak pidana ke Polisi, sudah melanggar aturan Perkapolri dan undang-undang KUHAP, jelasnya
Apa bukti, jika barang tersebut milik pelaku, Jika barang yang diambil adalah sebagaian milik orang lain, maka akan terpenuhilah unsur mengambil tersebut, kata ketua LSM KOAD.
Jelas bukan, ??? apa yang terjadi terhadap perkara ini.
Tidak sepatutnya kasat dan kapolsek kuranji menghentikan perkara yang masih dalam tahap LIDIK.
Yang terpenting, sebut ketua LSM KOAD, “jangan bermain dengan aturan hukum, jika dengan sengaja mempermainkan, perbuatan tersebut akan berdampak kepada diri kita masing masing yang bermain”, Kata ketua LSM KOAD.
Hari ini, Polisi sudah berada dititik NOL. Kepercayaan masyarakat terhadap Polri berada dititik paling bawah, dibutuhkan kesadaran dari segenap anggota Polri sampai kepada Pimpinannya, agar Polri kembali dipercaya masyarakat.
Jika hanya pencurian tidak bisa diungkap oleh kepolisian, lalau bagaimana mungkin kinerja kepolisian dapat dikatakan baik.
Banyak anggota Polri yang lupa dengan Tribrata dan Catur Prasetya yang seharusnya lekat dihati seluruh anggota Polri, namun saat ini sepertinya sudah tidak menjadi patokan lagi,
Berikut redaksi paparkan isi Tribrata dan Catur Prasetya Polri :

TRIBRATA

KAMI POLISI INDONESIA :

  1. Berbakti kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.
  2. Menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar 1945.
  3. Senantiasa melindungi, mengayomi Dan melayani masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.

CATUR PRASETYA

SEBAGAI INSAN BHAYANGKARA, KEHORMATAN SAYA ADALAH BERKORBAN DEMI MASYARAKAT, BANGSA DAN NEGARA, UNTUK :

  1. Meniadakan segala bentuk gangguan keamanan
  2. Menjaga keselamatan jiwa raga, harta benda dan hak asasi manusia
  3. Menjamin kepastian berdasarkan hukum
  4. Memelihara perasaan tentram dan damai

 

 

Di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, slogan Polri diubah menjadi Presisi. Makna Polri Presisi, kata Prediktif, Responsibilitas dan Transparansi Berkeadilan yang menyertai pendekatan pemolisian, sedangkan Prediktif ditekankan agar setiap anggota Polri mampu melaksanakan tugasnya secara cepat dan tepat, responsif, humanis, transparan, bertanggung jawab, serta berkeadilan.

Hal inilah yang jauh panggang dari api, Polisi hari ini sudah jauh berbeda, seperti Pelapor dan Terlapor contohnya, Polisi sekarang lebih memilih melindungi terlapor kejahatan. sedangkan pelapor dihantam dengan berbagai pertanyaan, cercaan yang membuat pelapor sering terdesak.
Konsep Presisi diharapkan tidak hanya sekadar menjadi jargon namun juga benar-benar diterapkan dalam bertugas. Untuk mewujudkan Polri yang ideal, terdapat sejumlah langkah komitmen yang ditawarkan Kapolri dalam kaitannya dengan konsep Presisi, yakni: Menjadikan Polri sebagai institusi yang Presisi;
  1. Menjamin keamanan untuk mendukung program pembangunan nasional;
  2. Menjaga soliditas internal;
  3. Meningkatkan sinergisitas dan soliditas TNI Polri, serta bekerjasama dengan APH dan kementerian/lembaga untuk mendukung dan mengawal program pemerintah;
  4. Mendukung terciptanya ekosistem inovasi dan kreatifitas yang mendorong kemajuan Indonesia;
  5. Menampilkan kepemimpinan yang melayani dan menjadi teladan;
  6. Mengedepankan pencegahan permasalahan, pelaksanaan keadilan restoratif dan problem solving;
  7. Setia kepada NKRI dan senantiasa merawat kebhinnekaan.

 

Belum lagi UU kepolisian, dan aturan lain yang mengatur Polri dalam bekerja. lalu apa yang membuat Polri menjadi institusi yang perlu debenahi. Sebenarnya, jika Polri paham tentang apa fungsi kepolisian, Polisi akan kembali dipercaya masyarakat. namun jika Polsi tidak menghayati apa tugas dan fungsi Kepolisan, bukannya tidak mungkin, kredibilitas Polri sulit direhabilitasi.

 

 

Negara dan Rakyat pasti memang membutuhkan Polisi, tapi yang benar-benar Polisi dan Polisi yang benar.

Rakyat butuh Polri, Rakyat tidak butuh Polisi-Polisian, Rakyat tidak butuh Polisi pelanggar aturan, Polisi suka merekayasa perkara, Polisi yang tidak jujur, Polisi yang pembela pelanggar hukum, Polisi yang tidak berkeadilan, Polisi tidak punya kemampuan dalam melakukan pekerjaannya. Seperti kata Jendral sigit, Polisi yang dibutuhkan adalah Polri yang Presisi.

 

Sekarang, katakanlah bahwa kinerja Polisi saat ini tidak sedang baik baik saja, kredibilitas Polisi diragukan, kepercayaan masyarakat yang menurun terhadap institusi kepolisian, harus mendapat perhatian lebih dari negara. masyarakat harus berani melakukan kritik agar kepolisian segera berbenah diri.

 

 

Hujatan terhadap polisi atas terjadinya peristiwa “SAMBO” di duren tiga, sangat mencoreng citra kepolisian. tentunya banyak lagi yang lainnya.

 

 

(Tim)