Berhentilah Halangi Masyarakat Melaporkan Pidana, Lakukan Pelayanan Dengan Baik Serta Jaga Nama Baik Kapolda Sumbar

 

Sumbar, KabarDaerah – Perkara TOKO BY PASS TEKNIK bisa disebut perkara aneh, karena sebelum dilaporkan, penyidik telah mengatakan bukan tindak pidana.

 

Jika, penyidik benar benar menegakkan hukum, tentunya masyarakat dipersilahkan melaporkan dugaan tindak pidana sesuai dengan aturan hukum. penyidik yang jelas bukan hakim yang mengadili. lakukan saja tugas sebagai penyelidik dan penyidik dengan benar.

 

 

Belum apa apa, sudah jadi pengacara terlapor, oknum Polsek Kuranji dan Polresta Padang sibuk membela terlapor, bahkan mereka tidak malu malu berargumentasi seakan akan mereka adalah PH terlapor. yang lucunya argumentasi mereka mudah dimentahkan dengan aturan perundang undangan dan aturan aturan yang mengatur Polri dalam menjalankan tugasnya. yang lebih menyedihkan oknum tersebut dengan gampangnya menukar alasan yang dipakai dalam menghentikan penyelidikan. seharusnya hal tersebut tidak dilakukan, apapun alasannya, karena Polri adalah penegak hukum, Istitusi Polri jangan dipakai sebagai pelindung tersangka pelaku kejahatan atau maling, jelas ketua LSM KOAD.

 

Ketua LSM KOAD, yang juga pelapor mengatakan, bahwa keganjilan yang terjadi terkait perkara maling di Toko Bypass Teknik, jelas tidak berkeadilan, diperkuat ketika tiga anggota LSM yang sengaja ikut campur dalam perkara ini.

 

 

Hari ini dan selanjutnya, segenap jajaran Polda Sumbar harus lebih berhati hati, Kapolda Sumbar Irjen (Pol) Suharyono S.iK SH, jelas tidak sama dengan seluruh Kapolda Sumbar sebelumnya, kita lihat, foto yang dipasang sebagai cover, menunjukkan bahwa Kapolda Irjen (Pol) Suharyono S.iK SH sedang khusuk berdoa, pertanda beliau adalah muslim yang taat.

 

 

Kata ketua LSM KOAD “kami yakin, beliau berharap seluruh jajaran Polda Sumbar berubah menjadi lebih baik, untuk itu melalui media ini disampaikan, jika sebelumnya anggota Polda, Polresta, Polsek dibebani berbagai beban, sekarang kami tidak demikian, apalagi jelas jelas Kapolri mengatakan bahwa dilarang melakukan “PUNGLI”, setor ke atasan, kapolri tidak akan mentolerir hal demikian, sebut Kapolri dikutip dari vidio Youtube Kapolri sedang memberikan pencerahan.

 

“Seperti harapan kami sebagai masyarakat”, kata ketua LSM KOAD

“kami menginginkan oknum-oknum di jajaran Polda Sumbar berhenti melindungi orang yang berbuat salah, siapapun itu. berhenti menutupi berbagai kesalahan sebelumnya, berhentilah melanggar berbagai aturan, berhentil membohongi masyarakat. berhenti mempersulit masyarakat khusunya dalam melaporkan Pidana, karena menghalangi proses hukum seperti yang terjadi dengan perkara terkait Toko Bypass Teknik adalah perbuatan pidana, katanya

Perkara laporan pengaduan tanggal 7 Desember 2021 dan tanggal 8 Desember 2021, seharusnya, saat masih dalam proses penyelidikan, alasan menghentikan penyelidikan tentunya Tidak ditemukan Perbuatan Pidana, bukan belum ada alat bukti seperti alasan Kasat Reskrim Polresta Padang dan bukan juga karena tidak terpenuhi unsur pengelapan atau terkait dengan perjanjian kerjasama seperti alasan Kapolsek kuranji dan yang harus dipastikan adalah bukan karena perintah atasan.

Jika, berhentinya perkara karena perintah atasan, hal inilah yang membuat masalah bagi Polri, biasanya pemberi perintah adalah orang yang tidak bertanggung jawab, mari kita saksikan berikut jika perkara ini sampai dilakukan sidang Kode Etika Profesi nantinya, jelas ketua LSM KOAD.

“Jika hal itu yang terjadi, peristiwa kolaborasi menghalangi penyidikan ‘ala sambo’ tentunya akan terulang, pada hal, Kapolri hari ini sedang membenahi institusi Polri, memperbaiki nama baik institusi kepolisian. menyaksikan berbagai vidio yang kita saksikan dalam Youtube, seharusnya tidak terjadi di institusi Polda Sumbar”, jelas ketua LSM KOAD.

 

Perkara Bypass Teknik ini harus selesai dengan adil, lanjut ketua LSM KOAD yang juga sebagai pelapor, karena terkait dengan kewajiban orang yang sudah meninggal dunia dan terkait dengan penegakkan hukum di wilayah hukum Polda Sumbar, sehingga tidak sepantasnya di permainkan, terlebih lagi yang dilaporkan adalah Pengaduan terkait barang titipan.

“Tidak terpenuhi unsur pidana, sesuai aturan perundang undangan tentunya setelah dilakukan penyidikan. Apalagi Polsek Kuranji dan Polresta Padang belum melakukan penyelidikan dan olah TKP sesuai aturan hukum dan proses penyelidikan lainnya. Sehingga, indikasi bahwa penghentian penyelidikan perkara yang dilaporkakn ke Divpropam Polri tidak melalui mekanisme gelar perkara yang sesuai aturan hukum,” ujar ketua LSM KOAD.

Ketua LSM KOAD menerangkan, bahwa pihak Penyidik Polresta Padang dan Polsek Kuranji baru melakukan permintaan keterangan, kecuali kepada MULYADI (bakal calon tersangka).

Sesuai dengan SPPHP tanggal 28 Februari 2022, penyidik baru meminta keterangan 8 orang saksi, seperti Indawan, Rini Eka Gustia, Muhammad Zaki Arasy, Faisal Ferdian, Bayu Andeska, Ario Fernanda, dan Nalyadi.

“Diperkuat lagi dengan, laporan pengaduan, baru dalam tahap penyelidikan, seharusnya hasil akhir Penyelidikan bermuara pada ditemukan atau diduga kuat ditemukannya peristiwa pidana atau tidak ditemukan peristiwa pidana,” kata Ketua LSM KOAD.

Ketika perkara sudah ditahap penyidikan. Keputusan menetapkan bahwa perkara yang dilaporkan adalah tindak pidana atau bukan tindak pidana, seharusnya melalui mekanisme gelar perkara yang dihadiri pihak pihak terkait.

“Dalam hal ini Polresta Padang belum menerima Laporan Polisi dari pelapor, lalu penghentian perkara dilakukan dengan dasar laporan informasi, artinya Polresta Padang belum melakukan tugas sebagai penyidik sesuai aturan penyelidikan dan peyidikan, yang di atur dalam KUHAP dan Perkapolri,” ulas Ketua LSM KOAD.

Ketua LSM KOAD melanjutkan, Kesalahan penyidik yang ditugaskan untuk melakukan penegakkan hukum (SPKT) adalah mempersulit masyarakat melaporkan pidana, mengalihkan ke pengaduan masyarakat, tidak melakukan proses penyelidikan sesuai aturan perundang-undangan, menghentikan perkara diluar aturan yang ditetapkan UU KUHAP, dan Perkapolri.

“Berdasarkan UU KUHAP, Polisi wajib menerima laporan terjadinya tindak pidana, dan wajib memberikan STTL bagi pelapor. Ternyata sama saja, mulai dari Polsek, Polres sampai ke Polda Sumbar, untuk melaporkan pidana sangatlah sulit,” tutur Ketua LSM KOAD.

“Yang membuat miris”, kata Ketua LSM KOAD, “semua unsur pidana sudah terpenuhi, bukti awal ada, tetapi, mulai dari Polsek Kuranji, Polresta Padang bahkan sampai setingkat Polda pun enggan melakukan proses hukum sesuai dengan aturan yang berlaku”, pungkasnya.

“Buktinya, ketika dilaporkan ke SPKT Polda Sumbar, mulai Mei 2022, sampai akhirnya menyurati Kapolda Sumbar bahkan sampai 30 September 2022, Wassidik belum merekomensasikan untuk melakukan penyelidikan serta olah TKP. Ada apa dengan perkara TOKO BYPASS TEKNIK ???,” kata Ketua LSM KOAD.

Indrawan sebagai ketua LSM KOAD mempertanyakan, Ada apa?? dan kenapa???,  mulai dari Polsek, Polresta, sampai ke Polda Sumbar, Penyidik berani bermain dengan perkara yang jelas-jelas buktinya banyak, bahkan ketika yang dilaporkan barang titipan pun dibuat sulit. Setiap kali akan melapor saya diarahkan melakukan pengaduan, bukan laporan Polisi atau LP.

“Pada hal, pasal sangkaan yang dapat diterapkan adalah pasal 262, dan pasal ini bukan delik aduan, ini yang seharusnya dipahami dan dilaksanakan oleh penyidik, tidak semua perkara dilakukan pengaduan, baru kemudian dilakukan proses hukum, Polri Presisi yang dimaksud Jendral Sigit, sepertinya bukan yang sekarang saya alami,” imbuh Ketua LSM KOAD.

Lebih lanjut ketua LSM ini menambahkan, sulit diterima akal sehat kita, karena saya adalah pelapor, tetapi diminta mencari siapa yang membeli dan mendapatkan bukti kwitansi dari pembeli tersebut. bukankan itu tugas penegak hukum ??, sebut Ketua LSM KOAD.

“Ditambah lagi harus membuktikan kepemilikan barang tersebut yang tidak kalah lucunya, tidak cukup dengan bukti pembelian, serah terima barang surat pernyataan, bahkan harus dilakukan BAP terhadap orang yang menjual kepada saya, sementara laporan pidana yang telah dilaporkan dibiarkan terjadi perampokan setiap hari” kata Indrawan sambil ketawa kecil.

“Hentikanlah membodohi masyarakat, jangan anggap semua orang buta hukum”, sebutnya lagi.

Dalam hal ini Penyidik, diduga kuat telah keluar dari aturan penegakkan hukum yang seharusnya dilakukan. dimana Polisi dalam bekerja, harus sesuai dengan aturan dan perundang undangan, ketika masyarakat tidak boleh melaporkan tindak pidana, setelah dilakukan pengaduanpun, penyidik tidak melakukan proses sesuai dengan aturan hukum, bahkan sampai tiga pengaduan dihentikan.

Ketua LSM KOAD menduga, telah terjadi pelanggaran ETIKA PROFESI mulai dari Polsek Kuranji dan Polresta Padang, bahkan yang terjadi adalah dugaan Obtruction of Justice, dimana membuat laporan dihalangi, ketika diperbolehkan membuat pengaduan, itupun dipermainkan. melaporkan ke Propam tidak ditanggapi, dengan benar. Bahkan laporan pengaduan masyarakat yang sudah dilakukan ke Propam mabes Polripun masih saja di selewengkan. lain yang dilaporkan lain lagi hasilnya, imbuhnya

Penyidik Kepolisian harus prediktif, responsif, transparan dan berkeadilan seperti slogan yang selalu didengungkan pimpinan Polri.

Pertanyaan saya adalah, Bukankah tugas Polisi mengungkap tindak pidana, lalau kenapa , mulai dari Polda, Polresta bahkan sampai ke Polsek menghindar…???,

Polisi harusn menyadari, jangan berfikiran picik, dan yang penting jangan ngambek, Polisi ditugaskan oleh negara untuk pekerjaan tersebut, untuk itulah Polisi dilengkapi dengan berbagai aturan yang harus mereka patuhi. dan diberikan gaji, jangan jadikan Instirusi Polri sebagai sapi perahan. pungkas ketua LSM ini.

“Hari ini, nilai-nilai tersebut sudah hilang, aturan sepertinya sudah tidak dipatuhi oleh pelanggar aturan perundang-undangan, terkesan mereka sepertinya sudah sepakat, bahkan tidak main main, pengaduan yang dilakukan ke mabes Polri pun di lakukan tarik ulur,” kata ketua LSM KOAD ini kepada media ini.

Ungkapnya lagi, jika dilihat dari kejadian yang saya alami, menghalang halangi proses hukum, terjadi selama proses dilakukan di Kepolisian, khususnya Polsek Kuranji, Polresta Padang bahkan sampai ke Polda Sumbar sekalipun. menyedihkan, tidak salah jika keadaan kacau balau seperti yang terjadi terhadap kasus sambo.

“dengan adanya keadaan ini, Polsek Kuranji, Polresta Padang bahkan Polda Sumbar harus segera berubah, untuk serius menanggapi pelimpahan perkara pengaduan masyarakat dari Divisi Propam mabes Polri”, dijelaskan pelapor yang juga ketua LSM KOAD itu.

Saya sudah melengkapi bukti-bukti, tetapi setelah bukti diserahkan ke anggota Bagwassidik Polda, saya masih diminta untuk menulis surat lagi ke Kapolda Sumbar, sehingga sampai saat ini sudah 23 surat yang terkirim ke Polda Sumbar, sebutnya.

Saya tidak habis fikir, Apakah Polisi sudah tidak peduli dengan Tribrata Polri, KUHAP, Perkapolri serta Polri Presisi yang digaungkan jenderal Sigit Prabowo, kata ketua LSM KOAD ini. “Sehingga tanpa beban dalam menghentikan perkara yang dikadukan masyarakat,” pungkas Ketua LSM KOAD.

“Delapan surat laporan pidana di Polda dan Polresta Padang sampai saat ini sepertinya belum diproses sesuai aturan oleh penyidik,” tutur Ketua LSM KOAD.

Berikut Dijelaskan Tentang Unsur pidana Pasal 362 Pasal Pencurian, Barang siapa yang mengambil barang sesuatu, atau yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.

“Delik pasal 362 adalah delik biasa, (tidak ada alasan harus membuuat pengaduan.

Artinya tidak perlu dilakukan pengaduan, untuk dilakukan proses hukum.

Ketika penyidik sudah menerima laporan pemberitahuan atas terjadinya kejahatan, Penyidik seharusnya langsung melakukan penyelidikan, lakukan sesuai aturan, hingga ditemukan peristiwa atau memang tidak ditemukan peristiwa pidana, terang Ketua LSM KOAD.

Dari sekian banyak yang sudah melakukan diskusi dengan kami, hanya Kapolda yang berpendapat demikian. ungkap ketua LSM KOAD

Sebagai pelapor, kami sudah menyediakan bukti-bukti dan saksi-saksi bahkan sudah mecoba untuk memberikan masukan dan menyamakan persepsi, bahwa terkait perkara yang kami laporkan adalah tindak pidana dan tidak tergantung keputusan pengadilan terkait hak keperdataan, hak keperdataan hanya antara Rusdi dan Indrawan, bukan dengan pihak lain.

Tidak kita nafikan, keputusan pengadilan justru diperlukan, setidak-tidaknya buat terlapor, karena yang membutuhkan keputusan pengadilan adalah pihak telapor, sebagai Ahli waris Rusdi (alm), dalam hal ini penyidik harus jeli dan transparan,  jangan terkesan menghalangi proses hukum, sebut ketua LSM KOAD lagi.

“Disadari atau tidak, bahwa dengan terjadinya menghalangi melaporkan tindak pidana, sesungguhnya adalah perbuatan menghalangi proses hukum. Apalagi sampai 3 perkara tidak di proses sesuai aturan, hal demikian di alami mulai dari melapor di Polsek, Polresta, bahkan sampai ke melapor ke Kapolda.  Polri harus menjaga nama institusi Polri jangan berbuat bodoh dengan memutar balik fakta, karena jika berhadapan dengan orang yang paham hukum. bisa bisa akan menjadi bumerang, Penegakkan hukum justru akan berbalik kepada pelaku pelindung kejahatan dan pihak yang menghalangi proses hukum iru sendiri, kata ketua LSM KOAD.

Jangan rusak nama baik institusi hanya karena hal yang remeh temeh, karena yang menaggung akibat sebagai lembaga yang tidak dipercaya masyarakat adalah institusi Polri. Jika tidak mampu mengungkap perkara yang dapat diklasifikasikan perkara mudah ini berarti tidak punya kemampuan,

Kewenangan Penyidik adalah pemenuhan unsur perbuatan pidana saja, jangan jadikan perdata sebagai alasan ketidak mampuan melakukan telaah perkara,” pungkas ketua LSM KOAD Pada media ini.

Peristiwa ini, tentunya membuat kita miris, alasan tumpukan perkara sebagai alasan tidak menerima laporan masyarakat, merupakan ketidak mampuan aparat penegak hukum dalam menegakkan hukum itu sendiri.

Begitu sulitnya melaporkan pidana, bahkan terjadi mulai dari Polsek, Polresta sampai ke Polda Sumbar. Kami sebagai LSM sengaja mengumpulkan informasi tentang hal itu, sejauh mana kebenaran informasi yang dilaporkan oleh masyarakat.

Ternyata bukan isapan jempol belaka, larangan membuat laporan Polisi memang sudah menjadi budaya di jajaran Polda Sumbar, Bahkan seperti menjadi tradisi. Sehingga baru baru ini kita baca di dunia maya, ada tagar percuma lapor Polisi.

“Kami yang mengalami kejadian ini, sampai-sampai seorang perwira setingkat AKBP pun tidak bersedia menandatangani surat serah terima bukti yang diminta utusan pelapor (Rini Eka Gustia),” ujar Ketua LSM KOAD.

Sempat diadakakn gelar perkara, oleh bagwassidik Polda Sumbar, dari awal, kami sudah menduga, bahwa hal ini dilakukan agar perkara yang saya laporkan bisa dimentahkan. terlihat dalalm gelar, dengan sangarnya polisi/penyidik mencerca saya dengan pertanyaan pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.

Dengan diadakannya acara Klarifikasi yang dikemas seperti Gelar Perkara, diduga semata mata hanya agar keputusan yang diambil bersama, adalah keputusan yang tidak bisa dibantah dengan dalil hukum apapun.

Hebat bukan, Jika Polri tidak berubah, Polri akakn sulit untuk dipercaya, jika kita tidak tau apa-apa, dan tidak punya kekuatan apapun, kita tidak akan bisa melaporkan pidana, pungkas ketua LSM KOAD itu kepada media ini.

“Saya tidak yakin, hal ini merupakan perintah Kapolda Sumbar Irjen Suharyono S.iK SH, dalam pengamatan kami ada beberapa orang oknum yang sengaja menghalangi. tapi yang jelas, tidak mungkin seorang perwira tinggi Polisi berpangkat inspektur Jenderal melarang untuk melapor.

Hanya saja, ketika Dirreskrimum Polda Sumbar tidak melakukan proses hukum, tentunya yang harus bertanggung jawab adalah Dirreskrimum, jika nantinya perkara ini sampai ke propam mabes Polri”, katanya.

Lanjutnya lagi, “seandainya tiga perkara yang ditangani Divisi Propam yang telah dilimpahkan ke Subbid Paminal melalui pelimpahan perkara nomor RND-1276-b/VI/WAS.2.4./2022/Bagyanduan tertanggal 9 Juni 2022 kembali harus berproses sesuai hukum yang berlaku, maka dapat diduga bahwa siapa siapa pihak yeng terlibat menghalangi proses hukum perkara Bypass Teknik ini.

Ketika Kapolda Sumbar sudah melakukakn tugasnya, walau terlapor dibantu oknum, selama dibeking oleh penegak hukum. kami yakin tak ada yang sanggup menghalangi proses hukum, keyakinan kami didasari kata kata yang diucapkan Kapolda Sumbar sendiri ” kita akan proses”, kata Bapak kapolda.

Lanjut pelapor yang juga ketua LSM KAOD itu, “bukan masalah besar, namun ketika terlapor menguasai sepihak objek persekutuan modal, dengan dasar perjanjian kerjasama antara Indrawan dan Rusdi, barang yang menjadi objek perjanjian dikuasai terlapor, bahkan telah banyak yang dijual, jelas sesuatu yang harus pertanggung jawabkan, Fungsi melindungi yang menjadi tugas utama Polri akan dipertanyakan, kata ketua LSM KOAD itu.

Masalah besar dikemudian hari, baik bagi Polsek, Polresta bahkan Polda Sumbar, ketika Polisi membiarkan kejahatan terjadi berulang setiap hari di TKP yang sama. Logika apa yang dipakai, sehingga membuat aparat penegak hukum berfikir bahwa harus diperdatakan terlebih dahulu. Sementara kejadian tidak pidana terjadi setiap hari bahkan sudah berlangsung satu tahun, Perlakukan oknum penyidik jelas tidak berkeadilan, dan tidak Responsif menangani pengaduan dan laporan masyarakat, katanya.

Berdasarkan hasil klarifikasi ITWASDA Polda Sumbar yang dikirik kepada kami pada tanggal 15 November masih terdapat kebohongan dan rekayasa. seperti saksi yang ditampilkan berbeda dengan data SPPHP yang dikirim kepada pelapor.

Berdasarkan hasil gelar perkara atau klarifikasi tanggal 2 Agustus 2022, dan Hasil gelar perkara atau klarifikasi tanggal 13 September 2022 yang diadakan Wassidik Polda Sumbar. dan berdasarkan surat Ditreksrim Polda Sumbar nomor B/2603.X/RES.1.2.4./2022 Ditreskrimum, tanggal 18 Oktober 2022, bahwa atas laporan tanggal 8 Desember 2021 di Polresta Padang, kembali dilakukan penyelidikan lanjutan, sebagaimana surat hasil gelar yang dikirim kepada pelapor tanggal 18 Desember 2022.

Dalam hal ini, Polresta Padang masih memakai hasil permintaan keterangan berdasarkan  SP.Lidik/885/XII/2021, tanggal 8 Desember 2021. Artinya Polresta Padang belum melakukan penyelidikan lanjutan, sebagaimana perintah melalui surat Ditreksrim Polda Sumbar nomor B/2603.X/RES.1.2.4./2022 Ditreskrimum, dan surat bidpropam Polda Sumbar Nomor B/433/X/WAS.2.4./2022/Bidpropam.

Bidpropam dan Ditreskrimum Polda Sumbar, telah mengirimkan surat ke Polresta Padang tanggal 18 Oktober 202. Dengan kata lain, Polresta Padang tidak mematuhi perintah surat Ditreskrim Polda Sumbar yang langsung ditanda tangani oleh Dirreskrimum Polda Sumbar.

Bahkan ktika di Konfirmasi kepada Kasat Rekrim Polresta Padang katantanya, “kami sedang membuat surat balasan” dikutip dari pesan WA dengan Kompol Dedy.

 

SATRESKRIM POLRESTA PADANG

Tanggapan ketua LSM KOAD ke Kapolda Sumbar u/p Itwasda Polda Sumbar, Terhadap pengaduan tanggal  8 Desember 2021 di Polresta Padang.

POIN B. Kehadiran saksi dalam permintaan keterangan adalah 8 orang, diketahui melalui surat klarifikasi B/2965/XI/WAS.2.4/2022/Itwasda 9 orang, sedangkan MULYADI belum dilakukan permintaan keterangan oleh penyidik Polresta Padang, sesuai surat SPPHP yang dikirim kepada pelapor. terjadi perbedaan antara informasi Polresta Padang dan SPPHP, tentunya harus dialakukan oleh ITWASDA Polda Sumbar, namun dalam surat Itwasda hanya dibuatkan keterangan Polresta Padang.

Tanggal 20 April 2022 dilakukan gelar perkara, hasilnya adalah penyelidikan dihentikan karena belum ada alat bukti.

Menurut ketua LSM KOAD, alasan penghentian penyelidikan juga seharusnya di jelaskan oleh Itwasda Polda Sumbar, dalam surat tidak demikian. bahkan Itwasda seakan membenarkan alasan tersebut, kata Ketua LSM KOAD kepada Redaksi.

Bersama ini, kami informasikan bahwa bukti-bukti yang telah kami serahkan ke setum dan wassidik Polda Sumbar, Polsek Kuranji dan Polresta Padang. Terhadap dugaan tindak pidana di TKP usaha TOKO BYPASS TEKNIK, Jl. Bypass KM 13 kelurahan Sei Sapih Kuranji Kota Padang.

  1. Surat Perjanjian Kerjasama ( Rusdi dengan Indrawan),
  2. Surat Keterangan Usaha dari Lurah Sei Sapih Kecamatan Kuranji 19-11-2021
  3. Surat Keterangan Usaha dari Lurah Sei Sapih Kecamatan Kuranji 9-12-2021
  4. Pengesahan Badan Usaha toko Bypass Teknik oleh Kemenkumham
  5. Akta Notaris Pendirian Perusahaan PT Toko Bypass Teknik
  6. Nomor NPWP PT Toko Bypass Teknik : 098.837.2.201.000
  7. Nomor Induk Berusaha(NIB) 2207220015773 KBLI 46900
  8. Bukti penyerahan modal usaha, melalui tanda terima persekutuan modal tanggal 17/3/2018. Dengan nilai Rp.72.500.000,-
  9. Catatan penjualan harian toko Bypass Teknik (mesin Vibrator)
  10. Pernyataan kesaksian dari Mashendri
  11. Pernyataan kesaksian dari Marlin
  12. Pernyataan kesaksian dari Firmansyah, 2 lembar
  13. Pernyataan kesaksian dari Suradal 2 lembar
  14. Tanda terima penitipan barang yang ditandatangani Rusdi, Bayu, Zainal, Alam.
  15. Surat keterangan Rusdi telah meninggal dunia
  16. Catatan harian penjualan toko Bypass Teknik terkait scafolding/stager.
  17. Catatan penjualan toko Bypass Teknik Vibrator
  18. Foto dokumentasi barang-barang Bypass Teknik (dikirim ke WA penyidik).
  19. Bukti foto transfer uang dari Rusdi ke rekening anak saya Aziza Azahra.
  20. Surat serah terima barang barang dari PT Yatchs Baroka
  21. Berita acara pembayaran PT Yatchs Baroka dengan indrawan
  22. Surat pernyataan Yayat Haerudin MBA dir.PT Yatchs Baroka
  23. Foto-foto Anak Rusdi menerima surat somasi/peringatan.
  24. Foto barang bekas Bypass Teknik
  25. Foto gembok yang terpasang di toko Bypass Teknik setelah Rusdi meninggal dunia
  26. Foto terlapor yang telah merusak dan berada dalam TKP
  27. Foto scafolding dilokasi rumah Pelapor
  28. Foto copy surat kuasa dari anak anak Rusdi kepada orang yang diduga menghalangi proses hukum.

Berdasarkan bukti yang kami serahkan mulai dari Polsek kuranji, Polresta Padang dan Polda Sumbar, telah dibuatkan tanda terima, dan bisa diklarifikasi kepada kami, jika ditemukan pidana baru, tentunya bukti akan bertambah banyak.

Lalu apa alasan Polresta Padang mengatakan bahwa belum ada alat bukti. Berikut kami terangkan terkait bukti permulaan yang cukup. Toh alat bukti permulaan yang cukup itu adalah Laporan Polisi dan Satu alat bukti yang sah, khusus untuk meningkatkan perkara dari Penyelidikan ke Penyidikan.

Menurut aturan pasal 108 ayat 1 ayat 5 dan ayat 6, hak melapor dilindungi UU. Tapi sampai hari ini kami tidak bisa melapor, baik di Polsek Kuranji, Polresta Padang, maupun Polda Sumbar, kami malah diarahkan ke pengaduan. disini terlihat penyelewengan atas aturan hukum oleh Polsek Polresta dan Polda sendiri.

Bahkan laporan secara resmi tidak diterima, bahkan setelah sembilan kali mendatangi SPKT Polda Sumbar, sedangkan Laporan Polisi adalah salah satu alat bukti, tambah satu alat bukti yang sah, barulah perkara bisa dinaikkan kepenyidikan.

Alat bukti yang sah adalah, surat surat dan keterangan tersangka, ketika perkara pada tahap penyidikan di ke Polisian, nantinya akan menjadi keterangan terdakwa.

MULYADI adalah calon tersangka/terdakwa, sesuai surat SPPHP nomor B/561/II/2022/Reskrim, Mulyadi belum memberi keterangan, karena setelah dua kali diundang, Mulyadi tidak hadir (sesuai keterangan penyidik pembantu).

Menurut informasi dari penyidik pembantu, pemanggilan baru akan dilakukan setelah lebaran atau setelah tanggal 2 April 2022. tiba tiba 2 hari sebelum lebaran perkara dihentikan. (LUCU BUKAN….????) hal ini penting di tindak lanjuti, katanya

Ternyata pada tanggal 30 April 2021, dua hari sebelum lebaran. Melalui SPPHP kami terima laporan bahwa perkara atas pengaduan tanggal  8 Desember 2021 telah dihentikan berdasarkan gelar perkara tanggal 20 April 2021. Surat hasil gelar perkara tidak kami dapatkan, kami juga tidak diundang mengikuti gelar tersebut.

Kasat Polresta Padang, diduga melakukan penyelidikan tidak sesuai aturan hukum, demikian juga dengan penghentian perkara yang kami laporkan tanggal 8 Desember 2021, tambahnya

Jika kita, ingin mengetahui bahwa penyelidikan belum dilakukan sesuai aturan kita bisa ketahui barang sisa yang ada di lokasi terjadinya kejahatan atau TKP.

Hal ini bisa dilakukan karena yang kami lakukan dialihkan ke pengaduan, pada hal pencurian adalah delik biasa, dengan dialihkan ke pengaduan, tidak tercatat di administrasi Polri,  sehingga gampang dihentikan.

Laporan Polisi adalah syarat mutlak perkara bisa disidangkan di pengadilan. Mana mungkin tanpa adanya laporan Polisi dan satu alat bukti yang sah, akan didapat ketika melapor tidak di terima oleh SPKT.

Dua alat bukti permulaan yang cukup, adalah satu Laporan Polisi dan satu alat bukti yang sah.

Alat bukti menurut pasal 184 KUHAP adalah Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan Terdakwa. Mahkamah Konstitusi beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Bukti permulaan yang cukup adalah untuk menaikkan perkara ke tingkat penyidikan, bagaimana mungkin tercapai, jika melapor saja tidak diterima.

Berdasarkan hasil gelar perkara atau klarifikasi tanggal 2 Agustus 2022, gelar perkara atau klarifikasi tanggal 13 September 2022 yang diadakan Wassidik Polda Sumbar, dan berdasarkan surat Ditreksrim Polda Sumbar nomor B/2603.X/RES.1.2.4./2022 Ditreskrimum, tanggal 18 Oktober 2022, bahwa perkara laporan tanggal 8 Desember 2021 kembali dilakukan penyelidikan lanjutan.

Sebagaimana surat hasil gelar yang dikirim kepada pelapor tanggal 18 Desember 2022. Dalam hal ini, Polresta Padang masih memakai hasil permintaan keterangan berdasarkan  SP.Lidik/885/XII/2021, tanggal 8 Desember 2021. Artinya Polresta Padang belum melakukan penyelidikan lanjutan, Bidpropam Polda Sumbar Nomor B/433/X/WAS.2.4./2022/Bidpropam, tanggal 18 Oktober 2022 juga sudah mengirimkan surat ke Polresta Padang.

Dengan kata lain, Polresta Padang tidak mematuhi perintah surat Ditreskrim Polda Sumbar yang langsung ditanda tangani oleh Dirreskrimum Polda Sumbar.

Sekian tanggapan kami berdasar surat yang bapak kirim kepada kami Nomor: B/2965/XI/WAS.2.4/2022/Itwasda, terimakasih

Jika Itwasda saja masih dibohongi, apalagi pelapor, oleh sebab itu, Saya jadi lebih bersemangat untuk berusaha melapor, walau sampai ke mabes Polri sekalipun, kata ketua LSM KOAD kepada media ini.

“Kita tunggu apa yang akan terjadi jika laporan Etika Profesi yang telah dilakukan pelapor ke Divisi Propam mabes Polri benar benar ditindak lanjuti sesuai aturan,” kata ketua LSM KOAD.

“Sebagai ketua LSM KOAD,  Saya yakin, jika Kapolda Sumbar perintahkan untuk lakukan transformasi menjadi Polri Presisi seperti kata Kapolri, barulah akan mulai jajaran Polda Sumbar berubah. Kapolda harus copot yang tak mampu dan tidak jujur,” ungkapnya sambil meng akhiri komentarnya.