Tiga Siswa Nostra Aetate Institute-Vatikan Lakukan “Ziarah Perdamaian” di Kota Kelahiran St. Fransiskus Assisi

INTERNASIONAL52 Dilihat

ROMA,KABARDAERAH.COM- Tiga orang siswa Budhis semester akhir di Nostra Aetate Institute,Vatikan,Roma melakukan Ziarah Iman di kota Perdamaian,Assisi,Italia. Ketiganya masing-masing Puthesen dari Kamboja, Maestro Jui dan Maestro Pat. Keduanya berasal dari Thailandia.

Mereka adalah siswa penerima beasiswa dari Nostra Aetate Institute, Vatikan yang non Kristen untuk belajar tentang Agama Katolik Roma.

“Hari ini saya mengajak tiga orang murid saya sejak Oktober tahun 2022 dan akan berakhir Frebuari 2023 tahun ini. Mereka masing-masing berasal dari Kamboja, dan dua orang Rahib asal Thailand,” kata Pastor Dr.Markus Solo Kewuta,SVD, yang sekaligus guru pembimbingnya kepada media ini.

Padre Marco,demikian salah satu petinggi di Dewan Kepausan Tahta Suci Vatikan itu disapa, bahwa salah satu hal yang menarik adalah di antara mereka bertiga ini berasal dari dua organisasi keagamaan yanag berbeda. Salah seorang yakni Puthesen dari kalangan awam aliran Budha Terawada, sedangkan dua lainnya Maestro Jui dan Maestro Pat adalah umat Budha aliran Mahayana.

Tiga Siswa Nostro Aetate Institute,Vatikan bersama Pastor Markus Solo Kewuta,SVD  (ke 2 dari kanan) melakukan Ziarah Perdamaian di Assisi

“Meski demikian mereka selalu akur,selalu bersama. Perbedaan -perbedaan kecil di antara mereka bukan merupakan halangan untuk saling bersahabat dan bersatu. Ketiganya saya masukan ke Rumah Penginapan di Biara Benedictin Santo Anselmo di Kota Roma-Italia,” tutur Padre Marco.

Dosen pembimbing sekaligus Wakil Presiden Nostra Aetate Institute,sebuah lembaga milik Vatican itu menjelaskan,tujuan dari pada program tersebut supaya mereka hidup dan mengenal tradisi serta keseharian para Rahib Benedictin Katolik.

“Iya, saya melihat juga mereka menceriterakan bahwa mereka sangat merasa nyaman di dalamnya. Saling berintegrasi, memberikan kesaksian dari pemimpin Biara Anselmo bahwa mereka sangat bagus ,aktif dan sangat disukai di dalam komunitas,” urai Imam asal Flores,NTT-Indonesia ini mengutip kesaksian Pimpinan Rahib Benedictin Katolik di kota Roma itu.

Dengan latar belakang situasi kota perdamaian,kota kelahiran Santo Fransiskus Assisi-Italia

Imam dari Kongregasi Imam-Imam Serikat Sabda Allah atau dalam bahasa Latin Societas Verbi Divini (SVD) ini turut bahagia mendengar testimoni dari para murid-muridnya tersebut. Mereka juga mengambil bagian dalam hidup berkomunitas. Selalu aktif dalam perayaan Liturgi Katolik Benedictin,melabur dalam kebersamaan, makan bersama dalam satu meja makan. Apa yang tersaji semuanya sama,baik menu makan dan juga minuman yang sama . Tidak ada perbedaan.

Semua kegiatan keseharian mereka lakukan selalu bersama-sama,baik membersihkan rumah,menyapu,mencuci piring dan lain sebagainya.

“Jadi, inilah tujuan dari Yayasan Nostra Aetate di Vatikan, dimana saya sendiri sebagai wakil Presiden menerima mereka selain datang belajar, dan studi di Universitas-Universitas Kepausan di Roma,” ujarnya.

Padre Marco menceriterakan,tujuan dari keberadaan mereka disana yakni ingin memperdalam pengetahuannya tentang agama Katolik Romma. Mereka juga belajar tentang teologi Katolik,belajar teologi antar umat beragama,tapi juga mereka melakukan pengalaman-pengalaman nyata.

“Kegiatan tersebut untuk mendukung pemahaman serta wawasan mereka tentang dialog lintas agama, membuat persahabatan dengan umat Katolik, dan juga menjalin net work untuk masa depan mereka,serta lembag-lembaga dimana mereka bekerja. Semuanya itu sebagai bagian dari membuat pengalaman praktis dalam kegiatan-kegiatan dialog lintas agama,” katanya.

Menggunakan transportasi Kereta Api dari Roma ke Assisi, Padre Marco bersama tiga siswanya menelusuru sejumlah situs sejarah tentang tokoh perdamaian dunia yakni Santo Fransiskus Asisi di Italia.

Asisi Kota Perdamaian

“Saya membawa mereka hari ini dengan Kereta Api ke Asisi untuk berziarah ke tempat kelahiran dan kuburan dari Santo Fransiskus Asisi. Untuk diketahui bahwa Santo Fransiskus Asisi adalah tokoh perdamaian dalam Gereja Katolik juga tokoh yang sangat mencintai Lingkungan Hidup,serta integritas ciptaan Tuhan.

Bagi Padre Marco, memilih Kota Asisi sebagai lokasi ziarah iman bagi anak-anak didiknya bukanlah sekedar melihat keindahan sebuah destinasi wisata pada umumnya. Ia mengaku punya alasan khusus membawa peserta didik di kota kelahiran salah seorang tokoh gereja dalam sejarah Gereja Katolik Roma,yakni Santo Fransiskus dari Asisi. Kota ini punya nilai sejarah iman pun budaya serta toleransi yang sangat tinggi bagi umat Katolik di dunia.

Adalah 36 tahun lalu,tetaptnya tanggal 28 Oktober 1986 dimana Paus Paulus Yohanes II mengundang ratusan petinggi agama yang berbeda-beda untuk datang dan melakukan Ziarah Perdamaian dan Doa di Asisi.

“Maka, hari ini juga kami melakukan hal yang sama. Kami pergi bersama dengan Kereta Api secara bersama-sama lalu kami akan berziarah dan berdoa dengan cara kami masing-masing. Merenungkan peran Santo Fransiskus dan juga Peran Gereja Katolik di dalam memajukan dialog lintas agama. Mereka bertiga sangat senang,dan sangat berkeinginan untuk mengetahui lebih banyak tentang Asisi dan semuanya,karena mereka baru pertama kali,” kisa Padre Marco.

“Inilah sebuah tradisi kegiatan saya. Setiap ada murid-murid yang belajar di Nostre Aetate Institute, Vatikan, dimana di akhir semester kami melakukan hal yang sama. Dan biasanya mereka yang datang itu dari berbagai negera dan non Katolik,” tuturnya,Selasa (3/1.2023).

Adapun murid-murid yang non katolik itu biasanya dari komunitas Islam, Hindu,Budha, Budha dan lainnya.

“Saya ajak berziara ke Asisi sebagai bagian dari formasi atau pembentukan kepada mereka yang belajar di Yayasan Nostra Etate,Roma,Vatikan. Program ini merupakan bagian dari kerja kami pada Dikasterium untuk Dialog Antar Umat Beragama di Tahta Suci Vatikan,” tutup Padre Marco. ** domi dese lewuk.