KabarDaerah.com – Dalam hal ini, ketrangan ahli adalah salah satu alat bukti ketika di berikan di sidang pengadilan.
Keterangan ahli yang dibacakan oleh petugas Ombudsman-RI tidak menunjukkan kesaksian yang bisa dipakai, untuk suatu perkara ketika keterangan diberikan tidak resmi. keterangan saksi yang sah diberikan di pengadilan, dan dinilai oleh hakim.
Ketika Polri menjalankan tugas dan fungsi, mempergunakan kewenangnya, seperti taat dan patuh dengan Tribrata dan catur prasetya, UU Kepolisian, KUHAP, KUHP, KUHPredata perkapolri sebagai pedoman kerja.
Seharusnya Polri melakukan penyelidikan terkait perbuatan pidana, bagaimana terpenuhinya unsur-unsur pidana, dari pasal yang disangkakan. bukan menggagalkan bukti bukti pelapor.
Keterangan ahli, hanya salah satu alat bukti. Hakimlah yang ditugaskan negara untuk memgadili perkara di sidang pengadilan.
Keterangan Ahli Prof DR Ismansyah SH MH tidak memberikan keterangan terkait perbuatan yang diduga terjadi.
Keterangan Ahli Prof DR Ismansyah SH MH sebagai guru besar Unand, tidak memberikan keterangan yang menjelaskan pernbuatan pidana yang diduga dilakukan.
Prof DR Ismansyah SH MH malah mengatakan, surat yang dijadikan bukti diduga palsu.
Dapat dibaca, langkah kerja yang dilakukan penyidik bahwa penyidik punya maksud kembali menghentikan perkara kami. kata ketua LSM KOAD.
Penyidik tidak berbuat sebagaimana seharusnya, diduga proses hukum dihalangi dengan berbagai cara.
Jika dilihat dari waktu yang dibutuhkan tanggal 10 Februari 2023 sampai dengan November 2023. penyidik sudah menghabiskan waktu 10 bulan. penyidik tidak memperhitungkan bahwa perbuatan memperlambat proses hukum, menunjukkan bahwa sebenarnya penyidik tidak punya kemampuan.
Katakanlah, surat surat dan barang bukti milik pelapor yang dijadikan alat bukti diduga palsu, tentunya hal itu masalah lain.
Sekarang yang dilaporkan 15 perkara yang terjadi, salah satunya adalah yang sedang diproses penyidik Polresta Padang.
Dalam pasal 1320 adalah acuan dalam proses perkara ini. Jadi sah atau tidaknya suatu perjanjian, tergantung dari terpenuhinya syarat, bukan dari perbedaan tanggal perjanjian kerjasama (kesalahan yang tidak disengaja), selain perjanjian kerjasama pelapor juga punya bukti setoran modal sebesar Rp72.500.000 berupa mesin mesin bekas yang telah dibeli, ditanda tangani oleh Rusdi dan Indrawan.
Coba kita teliti lagi, bahwa disatu sisi perjanjian kerjasama diragukan, sementara setoran modal dikatakan terkait dengan perjanjian itu namanya main menang sendiri, kata ketua LSM KOAD.
Dalam hal ini Polisi seharusnya bukan pada posisi berlawanan dengan pelapor, dimana Pelapor hanya melaksana kan perintah UU khususnya pasal 108 ayat 1 dan 6 KUHAP.
Menurut pelapor, “ Profesor Dr Ismanyah SH MH adalah seorang guru besar di Universitas Andalas, beliau adalah Dosen S2 Unand Kampus Pancasila Muaro Padang. Selayaknya Ilmu yang dimiliki dipergunakan untuk menegakkan keadilan, penegakkan hukum, bukan untuk menjegal pelapor.
Dikutip Hasil klarifikasi dengan terlapor oleh Ombudsman,
‘ Perkara LP/B/28/II/2023/Polda Sumbar, dalam hal permintaan keterangan saksi telah dilakukan, beberapa orang telah diminta keteranganya. sekarang penyidik menunggu keterangan ahli dari pelapor ’.
Tanggapan pelapor,
Intinya, Hakim dalam memutuskan perkara, mengacu kepada alat-alat bukti dan barang-barang bukti. Pembuktian merupakan hal yang sangat penting, dalam memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara. Yang mengatakan bahwa perkara pidana atau perdata adalah Hakim. bukan Polisi, bukan Jaksa, bukan Pengacara.
Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP dinyatakan bahwa alat bukti yang sah ialah :
- Surat, (Copy bukti awal yang diberikan ke penyidik)
- Petunjuk, dan didapatkan oleh penyidik dari penyelidikan/penyidikan
- Keterangan terdakwa. (dipersidangan)
- Keterangan saksi, (dipersidangan)
- Keterangan ahli, (dipersidangan)
Ketika alat bukti, bisa menghapus suatu kejahatan yang terjadi. Ketika alat bukti bisa menafikan 4 alat bukti lain. Surat dan petunjuk sebagai bukti awal, tidak dipertimbangkan, malah penyidik berusaha menggagalkan surat kami. Polri dalam hal ini telah bersikap diluar ketentuan aturan hukum.
Penjelasan pelapor:
Pertama, Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan dipersidangan (Pasal 185 KUHAP). Dalam sidang pengadilan saksi bisa secara bebas menguraikan fakta-fakta yang diketahuinya, tanpa ada tekanan dan intimidasi. Tetapi keterangan seorang saksi saja tidak cukup. untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya, sehingga, minimal harus ada dua orang saksi.
Kedua,Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di acara sidang pengadilan (Pasal 186). Bukan yang keterangan yang dimita penyidik. Mana mungkin keterangan ahli bisa dipakai untuk mengatakan perkara yang kami laporkan perdata.
Apalagi perkembangan ilmu dan teknologi, terlebih lagi teknologi informasi berdampak pada kualitas dan modus kejahatan, sehingga memerlukan methode untuk pembuktian yang berbasis pengetahuan dan keahlian.
Siapakah yang dimaksud dengan Ahli..?, sehingga keterangannya diperlukan dan menjadi pertimbangan hakim.
Dalam KUHAP tidak ditegaskan kriteria seseorang dianggap sebagai ahli. Namun hemat saya sebagai pelapor, “ seorang akademisi ataupun praktisi yang memiliki kedalaman ilmu pengetahuan dan pengalaman dibidang tertentu, bisa dianggap sebagai ahli. Namun Hakim lah yang akan menilai relevansi keterangan ahli dengan kasus yang sedang disidangkan.
Ketiga, Alat bukti lainnya adalah surat. Surat yang dimaksud disini, haruslah dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah jabatan berupa Berita acara atau surat lain dalam bentuk resmi, yang dibuat oleh pejabat berwenang, surat yang dibuat menurut ketentuan perundangan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu, surat keterangan seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal tertentu yang dimintakan secara resmi padanya.
Keempat. Petunjuk juga merupakan salah satu alat bukti, Petunjuk yaitu perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk ini hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa.
Dalam Pasal 188 ayat (3) KUHAP dinyatakan bahwa penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.
Kelima. Keterangan Terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Sedangkan keterangan yang diberikan di luar sidang pengadilan hanya dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti dipersidangan, asalkan keterangan itu didukung oleh satu alat bukti yang sah, sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya, keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.
Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terduga pelaku bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti lain (Pasal 189 KUHAP).
Inti dari ketentuan ini adalah, yang utama terkait keterangan terdakwa adalah dinyatakan dalam persidangan di pengadilan. Sedangkan keterangan di luar sidang, hanya dianggap sebagai tambahan jika diperlukan, demikian penjelasan terkait alat-alat bukti. Demikian juga dengan keterangan ahli.
Jadi tidak adil dan tidak pada tempatnya ketika keterangan ahli dijadikan oleh penyidik sebagai alat atau alasan dalam menghentikan perkara.
STANDARD OPERATION PROSEDUR (SOP)
SOP ada untuk memastikan tujuan tercapai, SOP bukan untuk menghalangi dalam mengungkap perkara.
Begitu juga dengan SOP yang berlaku di SPKT Polda SUmbar, standar Operation Prosedur tidak bisa dijadikan alasan oleh Polda untuk tidak menerima laporan. Menerima laporan adalah amanat UU, akibat SOP yang disalah artikan, adalah terlanggarnya UU dan kode etika profesi Polri.
Begitu juga dengan persekongkolan, persekongkolan untuk menggagalkan atu memperlambat proses hukum suatu perkara. lebih lengkap lihat dalam perkapolri nomor 7 tahun 2022, terdapat banyak larangan yang tidak boleh dilakukan Polri.
Ketika pelapor tidak memberikan saksi ahli, kata penyidik laporan akan dihentikan.
Pada prinsipnya, laporan pidana di Toko Bypass Teknik diduga terjadi setidaknya 15 peristiwa pidana.
Sebagian besar peristiwa tersebut merupakan delik biasa atau pidana murni. Dimana Negara punya kewajiban yang mengungkap perkara ini.
Perkara nomor LP/B/28/II/2023/SPKT/Polda Sumbar adalah laporan pertama. Masih ada 14 peristiwa pidana yang harus diselidiki oleh penyidik.
Ketika kami melapor di SPKT, tindak pidana pemalsuan surat SKU dan pemalsuan nama toko di Lima Puluh Kota tanggal 21 Maret 2023, kami dihalangi oleh piket SPKT dan piket Reskrimum). bahkan terkahir sebelum dilimpahkan Dirreskrimum sempat memperlambat laporan kami.
Laporan nomor LP/B/28/II/2023/Polda Sumbar, bisa kami lakukan setelah dibantu Kasubdit III Akbp Rooy Noor SIK dan Kapolda Sumbar Irjend Suharyono SIK SH.
Disini terlihat tidak profesionalisnya Dirreskrimum Polda Sumbar, Laporan kami dilimpahkan ke Polresta Padang tanpa pertimbangan yang matang.
Dirreskrimum sudah diberitahukan melalui surat bahwa sebagian peristiwa pidana bypass Teknik terjadi diluar daerah hukum Polresta Padang, melapor di Polda Sumbar sudah tepat, Kapolda minta Akbp Pol Rooy Noor SIK sebagai penyidik, yang terjadi malah sebaliknya. laporan dilimpahkan dengan alasan karena perkara berada diwilayah hukum polresta padang. lalu bagaimana dengan perkara yang dilima puluh kota. apakah bisa diproses jika dilimpahkan ke Polresta Padang..?.
Ternyata melimpahkan hanay salah satu cara yang dilakukan untuk memperlambat proses perkara yang dilaporkan.
Setelah perkara ini sampai di Ombudsman RI, hasil klarifikasi diberitaukan ke kapolda melalui WA dan berita di KabarDaerah.com. Kapolda minta langsung ketemu dengan Kapolresta Padang.
Dikatakan ketua LSM KOAD, “Sabtu sekitar jam 10.30 saya saudah ke Polresta untuk bertemu Kapolresta Padang, beliau ternyata tidak ada ditempat. begitu juga dengan Kasat reskrim dan penyidik Polresta Padang.
Jika laporan ini, sesuai dengan saran Kapolda Sumbar, dilakukan oleh Direskrimum, maka besar kemungkinan perkara ini berproses dengan benar. hanya saja karena Dirreskrimum tidak patuh dengan Kapolda Sumbar, akhirnya tanggung jawab tentu ada ditangan Direskrimum Polda Sumbar. Direskrimum melanggara perkapolri nomor 7 tahun 2022.
Demikian tanggapan kami sebagai pelapor terhadap rencana penghentian perkara oleh penyidik Polresta Padang.
(sumber ketua LSM KOAD)
Bersambung