Ketua FRN DPW Sumbar: Melapor Dihalangi, Dialihkan ke Pengaduan, LP Dijegal, Penghentian Penyidikan Bukan Pelanggaran KEPP, Bukankah hal itu Pelanggaran UU

BERITA UTAMA, TERBARU12037 Dilihat

KabarDaerah.Com- Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana juga harus mengikuti aturan UU. Perkaba reskrim yang dipakai sebagai dasar pengaduan masyarakat terindikasi dimanfaatkan untuk memutar balik keadaan. Berikutnya aturan melapor diselewengkan, saat melapor tidak diterima lalu dialihkan kepengaduan.

Pada Pasal 108 KUHAP pelapor menerima Surat Tanda Terima Laporan/Pengaduan, sedangkan pasal 108 ayat 6 sangat jelas mengatakan bahwa wajib memberikan STTL/P berikut lebih lengkap kami kutip,

Pasal 108

  1. Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.
  2. Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik.
  3. Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.
  4. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelaporatau pengadu.
  5. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik.
  6. Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.

Pasal 109

  1. Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum.
  2. Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.
  3. Dalam hal penghentian tersebut pada ayat (2) dilakukan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, pemberitahuan mengenai hal itu segera disampaikan kepada penyidik dan penuntut umum.

Pasal 110

  1. Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum.
  2. Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi.
  3. Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum.
  4. Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum kepada penyidik.

Pasal 111

  1. Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketenteraman dan keamanan umum wajib, menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik.
  2. Setelah menerima penyerahan tersangka sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) penyelidik atau penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan.
  3. Penyelidik dan penyidik yang telah menerima laporan tersebut segera datang ke tempat kejadian dapat melarang setiap orang untuk meninggalkan tempat itu selama pemeriksaan disitu belum selesai.
  4. Pelanggar Iarangan tersebut dapat dipaksa tinggal di tempat itu sampai pemeriksaan
    dimaksud di atas selesai.

Pasal 112

  1. Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut.
  2. Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya.

Pasal 113

Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya.

Pasal 114
Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.

Ketika hal hal demikian tidak menjadi perhatian pejabat di mabes Polri, dapat diduga suatu kesengajaan. Lalu bagaimana dengan presisi yang direncanakan Kapolri, benar atau tidak ??

Mari kita lihat kutipan aturan Perkapolri berikut:

Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, meliputi:

  1. Penerimaan Laporan/Pengaduan; saat SPKT menerima laporan, piket reskrim memaksakan agar dialihkan ke pengaduan masyarakat. Pada hal dalam laporan pidana ada dua kemungkinan. Pertama pasal sangkaan, bukan delik aduan dan bisa delik aduan. terjadi kesalahan dalam memahami, sehingga pelaksanaan Perkabareskrim dibuat menyimpang. Disini peran Bagwassidik, bagwassidik melakukan klarifikasi dan gelar perkara. Terjadi ketidakadilan ketika yang diklarifikasi hanya salah satu pihak yang berperkara. Kadang klrifikasi dibuat seperti gelar perkara dimana yang hadir adalah beberapa orang dari pihak Polri, telapor sengaja disembunyikan.
  2. Penyelidikan; dalam melakukan proses penyelidikan ada beberapa proses yang harus dilaksanakan, bisa kita lihat dalam aturan khusus tentang penyelidikan.

Bisa kita lihat dalam pasal berikut: Pasal 2 Ruang Lingkup pengaturan Peraturan Kabareskrim Polri ini meliputi pelaksanaan: Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana; Administrasi Penyidikan Tindak Pidana; Bantuan teknis Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana; Sistem aplikasi elektronik manajemen penyidikan tindak pidana; Dan 6-e. Pengawasan penyidikan tindak pidana.

Pasal 3 (1) Pelaksanaan Penyelidikan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, meliputi:

  1. Pengolahan TKP;
  2. Pengamatan(observasi);
  3. Wawancara (interview); hanya wawancara yang dilakukan sedangkan jika olah TKP dilakukan banyak petunjuk yang akan didapat.
  4. pembuntutan(surveillance);
  5. penyamaran(undercover);
  6. pembelian terselubung (undercover buy);
  7. penyerahan dibawah Pengawasan (control delivery);
  8. pelacakan(tracking); i.penelitian dan analisa dokumen;
  9. penghentian penyelidikan; dan
  10. gelar perkara.

Dua tahap yang paling awal sengaja diselewengkan dengan melakukan pengaduan. Pada hal Perkabareskrim ini, tentunya dibuat untuk memudahkan pelaksanaan penyelidikan. Namun oknum-oknum dalam pelaksanaannya, ada tujuan lain yang dembunyikan sehingga pelaksanaannya dibuat menyimpang dari ketentuan. Setelah prosedur dilaksanakan dengan benar, baru dapat dimulai penyidikan.

Sementara Bagwassidik yang bertugas mengawasi penyelidikan dan penyidikan diduga keluar prosedur. UU yang harus dilaksanakan Polri, diganti dengan Perkabareskrim yang diselewengkan.

Seakan akan SOP yang mengatur sedemikian rupa, sehingga ketika ada pesan dari atasan untuk menghentikan perkara, maka Bagwassidik yang melaksnakannya dengan berbagai cara. Seperti mengulur waktu. mengulur waktu adalah salah satu cara yang ditempuh, walau akhirnya menggunakan keterangan ahli hukum pidana dan perdata.

Ketika proses awal sudah penyimpang, proses berikutnya dipastikan akan mengikuti penyimpangan itu, sehingga  Bagwassidik tidak punya alasan kuat untuk menghentikan perkara walau dengan kesepakatan 15 orang Polri,

Akibatpenyimpangan tersebut akan banyak kebohongan yang dilakukan. Ketika pelapor memahami hal itu, maka perkara ini tidak akan berkesudahan. Laporan demi laporan akan dilakukan. Ketika laporan sampai ke mabes Polri (Kapolri, Kabareskrim, Itwasum, Divpropam), Seharausnya proses sudah berjalan sebagai mana ketentuan aturan hukum dan UU.

Sedangkan proses berikut adalah langkah prosedur yang akan dilakukan berikutnya, ketika melapor dan penmyelidikan sudah mengikuti aturan.

  1. Dimulainya penyidikan;
  2. Upaya paksa;
  3. Penetapan tersangka;
  4. Pemberkasan;
  5. Penyerahan berkas perkara;
  6. Penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti (Tahap II);
  7. Penghentian penyidikan;
  8. Surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP);
  9. Pemblokiran rekening;
  10. Penerbitan daftar pencarian barang;
  11. Pencegahan dan/atau penangkalan terhadap pelaku tindak pidana;
  12. Menghadapi Pra peradilan;
  13. Pengolahan tindak pidana siber atau tindak pidana lain terkait barang bukti digital;
  14. Gelar Perkara (3) Pelaksanaan Penyelidikan dan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai SOP sebagaimana tercantum dalam lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan Kabareskrim Polri ini.

Polri tidak boleh salah, setiap langkah harus diikuti dengan administrasi yang sempurna, ketika diminta oleh pengadilan Polri sudah siapkan segalanya. tidak seperti yang terjadi di Polsek Kuranji. dimana barang bukti (gembok dan mesin kipor) telah disita oleh penyidik. artinya perkara sudah dalam tahap penyidikan. jika dihentikan polri harus mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentikan Penyidikan(SP3).

Pasal 4 (1) Pelaksanaan administrasi Penyidikan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b meliputi:

  1. Administrasi Penyidikan yang merupakan isi berkas perkara; dan
  2. Administrasi penyidikan yang bukan merupakan isi berkas perkara. Administrasi penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai SOP sebagaimana tercantum dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan Kabareskrim Polri.

Untuk membeckup penyimpangan ini setidak tidaknya dibutuhkan 15 kebohongan yang dilakukan berbagai pihak. milai dari penyidik Polsek dan Polresta, Kasat dan Kanit Polsek dan Polres, Bagwassidik Polda Sumbar, Itwasda Polda Sumbar, Itwasum Divisi Propam dan Bid Propam. bukankah hal itu seperti perbuatan percuma, karena pelapor yang juga ketua DPW FRN DPW Sumbar, tidak puas dengan jawaban Polsek Kuranji, Polresta Padang dan  Polda Sumbar.

Ketika pengaduan sampai di Kompolnas RI, kompolnas menanggai dengan sangat fair, sampai sampai Kompolnas membuat surat dua kali ke Polda Sumbar.

Menegakkan benang basah sangat sulit dilakukan, terakhir Polri terpaksa minta bantuan dua orang ahli hukum, pertama DR Fitriati SH MH dan yang kedua Prof  DR Ismansyah SH MH. keduanya menjawab dengan jawaban yang melenceng (jauh panggang dari api) yang ditanya lain, jawabannya lain lagi.

Kedua keterangan ahli tersebut sebenarnya belum diperlukan, jika proses pidana dilakukan dengan benar, keterangan ahli baru dibutuhkan setelah perkara dalam sidang pengadilan.

Jika penyimpangan ini tidak dihentikan, nama dan marwah institusi Polri lama kelamaan akan rusak, dalam hal ini Polri hanya yang mempertahankan harga diri semata, walau kebohongan demi kebohongan sudah terbantahkan.

Dikutip dari hasil penelitian Sri Wulandari Untag Semarang

Baik laporan/pengaduan keduanya sama-sama mengandung arti, ”pemberitahuan” seseorang kepada pejabat yang berwenang menerima laporan dan pengaduan.

Pada laporan, pemberitahuan bersifat umum melibatkan seluruh jenis tindak pidana, sedangkan pengaduan adalah pemberitahuan seseorang kepada pejabat yang berwenang tentang tindak pidana aduan.

Sekarang ini masih banyak keluhan masyarakat yang merasa laporan/pengaduannya dipermainkan. Sehingga timbul rasa apatis yang luas dalam kehidupan masyarakat atas praktik penegakan hukum kita. Akibatnya timbul kejengkelan dengan membiarkan tindak pidana yang dialaminya berlalu begitu saja.

Sebagai institusi publik penegak hukum (Polri) banyak dikeluhkan masyarakat dalam memberikan pelayanan terkait penyalahgunaan kewenangan, penyimpangan prosedur dan permintaan uang atau barang.

Bahkan ada sebagian masyarakat yang telah rela menyediakan biaya, tapi penyelidikan/penyidikan lamban dan pelapor yang menjadi korban kejahatan merasa dipermainkan akhirnya munculah tindakan main hakim sendiri secara massal sebagai akibat tidak tanggapnya aparat penegak hukum merespon laporan/pengaduan masyarakat.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dinyatakan ketentuan beberapa jenis delik tertentu hanya dapat dituntut setelah menerima pengaduan dari pihak tertentu, yaitu dengan dasar anggapan bahwa kepentingan perseorangan di dalam beberapa jenis delik tertentu akan lebih dirugikan daripada kepentingan umum
dengan tidak diadakannya penuntutan. Harus diketahui bahwa delik aduan hanya terdiri atas kejahatan, sedangkan aduan terhadap pelanggaran tidak dikenal.

Sejalan dengan itu, DR. Barda Nawawi Arief, SH menegaskan bahwa delik atau aduan dibedakan menurut jenisnya ada dua (2) yaitu : a. Delik aduan yang absolut ialah misalnya Pasal 284, 310 dan 332 Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP).

Delik ini menurut sifatnya hanya dapat dituntut berdasarkan pengaduan. b. Delik aduan yang relatif ialah misalnya Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebut relatif, karena dalam delik ini ada hubungan istimewa antara si pembuat dan orangorang yang terkena.

Karena tetap pada pendirian sebelumnya, maka Polri tetap mempertahankan bahwa tiga pengaduan awal tidak terjadi pelanggaran KEPP. pada hal kami tidak bisa melapor secara resmi adalah pelanggaran KEPP, belum surat Bidpropam tanggal 5 Agustus 2022 dan Surat Telegram tanggal 6 Januari 2023 tidak digubris Bagwassidik dan Polresta.

Ketua FRN Fast Repon Counter Polri minta agar perkara ini tuntas, semua oknum anggota yang terlibat dalam menghalangi proses hukum perkara ini diproses hukum. Kepada Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo pinpinan Polri kami harap, Tegakkan aturan hukum di Kepolisian dengan benar.

Jika dilakukan hal ini akan membawa berkah dan Rahmad Tuhan, tapi jika yang dilakukan sebaliknya, jelas akan menjadi petaka besar bagi negeri ini dan Kepolisian khususnya.

(Sumber PW FRN Fast Respon Counter Polri DPW Sumbar)