Ketua MPR RI Lakukan Silaturahmi Kebangsaan dengan  Sidarto Danusubroto, Singgung Soal Demokrasi NPWP

JAKARTA,KABARDAERAH.COM-Ketua MPR RI Dr.H.Bambang Soesatyo,SE.SH, MBA,  melaksanakan kunjungan Silaturahmi Kebangsaan kepada Ketua MPR RI Periode 2013-2014  Sidarto Danusubroto, di rumahnya kawasan Kemang Selatan ,Jakarta Selatan,Selasa (4/6/2024). Ia didampingi Wakil Pimpinan MPR Ahmad Basarah, Fadel Muhamad,dan Nur Hidayat Wahid.

Kepada wartawan usdai pertemuan, Bambang Soesatyo mengatakan pihknya berdsama Anggota Watimpres itu membahas soal sistem pemilu di Tanah Air,yang saat ini belum sesuai harapan.

“Sistem pemilu campuran juga pernah saya tawarkan pada saat menjabat Ketua DPR RI 2018-2019. Mengkombinasikan pemilihan langsung dengan pemilihan proporsional. Beberapa negara sudah menggunakan, seperti di Jerman. Pemilih bisa tetap memilih calon legislatif secara langsung, namun partai politik juga punya peran besar dan juga dapat mengajukan kader terbaiknya duduk di parlemen,” kata Bambang Soesatyo.

“Pak Prabowo Subianto akan menghadapi berbagai persoalan bangsa yang sangat pelik. Antara lain, terkait menyelamatkan masa depan demokrasi Pancasila yang berhadapan dengan demokrasi kapitalisme, sebab, sistem pemilu campuran dapat menjadi salah satu solusi,” kata Bambang mengutip pernyataan Sidarto.

“Indonesia bisa menggunakan sistem pemilu campuran untuk pileg, serta pemilihan tidak langsung untuk pilkada. Misalnya, tiga partai politik yang memenangi pileg di daerah tersebut bisa mengajukan calon kepala daerah untuk kemudian dipilih melalui DPRD,” tambahnya.

Lanjut dia, bahwa telah terjadi kapitalisme politik karena demokrasi yang ada jauh dari nilai proklamasi dan reformasi sehingga kerap kali calon yang ingin maju dalam pemilihan juga harus memiliki “isi tas”, di samping memiliki kualitas dan integritas.

“Demokrasi Pancasila yang sesuai sila ke-4 Pancasila, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, kini malah berubah menjadi demokrasi NPWP ‘Nomor Piro Wani Piro’,” kata nya.

Ia menyebut, berbeda dengan di Amerika Serikat yang tidak mengenal fenomena politik uang, sebab pendidikan dan pendapatan masyarakatnya sudah tinggi.

“Justru para calon yang dibiayai publik, seperti Barack Obama yang sukses menjadi presiden dengan dibiayai publik. Begitupun dengan sosok Claudia Sheinbaum, yang baru saja menjadi perempuan pertama yang terpilih menjadi Presiden Ekuador,” bebernya.

Sementara itu,  Sidarto juga menekankan pentingnya mengkaji kembali keberadaan Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 yang telah diamandemen empat kali. Di mana, dengan adanya ketentuan “efisiensi berkeadilan” yang tercantum dalam Pasal 33 ayat 4, dianggap telah mengubah konsep negara kesejahteraan (welfare state) menjadi liberalisasi sistem ekonomi.

Menurutnya, kegiatan ekonomi menjadi bisa dikendalikan oleh mekanisme pasar yang cenderung menciptakan penguasaan terhadap potensi ekonomi hanya pada segelintir orang/kelompok saja sehingga kemudian berkembang menjadi ekonomi liberal dengan munculnya praktik-praktik oligopoli, bahkan monopoli.

“Tidak heran jika keran impor terhadap berbagai kebutuhan pokok terbuka lebar. Peran asing dalam pengelolaan kekayaan sumber daya alam berupa minyak, gas, dan mineral lain yang terkandung di dalamnya, juga menjadi terbuka lebar. Perlahan peran negara menjadi hilang,” urainya lagi. ** Domi Lewuk.