Kerinduan Umat Katolik Flores pada Sri Paus Fransikus

OPINI & ARTIKEL606 Dilihat

Oleh : Ignas Iryanto, Dr.Ing.

PADA tahun 1989, Sri Paus Yohanes Paulus 2 melakukan kunjungan Apostolik ke Indonesia dan sebagai bagian dari kunjungan itu, pewaris Santo Petrus ini secara khusus mengunjungi pulau Flores. Waktu itu, tidak ada satu pihak pun yang mersa terganggu mengapa yang mulia secara khusus mengunjungi Sekolah tinggi Filsafat dan Teology Katolik / Sminari tinggi  Ledalero dan Ritapiret di Kabupaten Sikka pulau Flores. Provinsi NTT merupakan provinsi dengan penduduk katolik terbesar di negara ini, sampai saat ini karena keberadaan umat katolik di Flores.

Pulau Flores juga memiliki jejak jejak sejarah katolik yang sangat kuat, ada jejak Santo Fransiskus Xaverius di teluk Maumere, misionaris Serikat Jesus serta sahabat pendiri SJ, Santo Ignatius de Loyola. Gereja Katolik tertua di Flores didirikan oleh para misionaris SJ sekitar tahun 1700 an di wilayah Sikka serta wilayah Flores timur. Bahkan ada ritus ibadah pra paskah Tri hari suci yang disebut Semana Santa, yang didaraskan dalam Bahasa portugis kuno, yang merupakan warisan dari masa dimana umat katolik Flores secara mandiri mampu mempertahankan iman katolik selama 200 tahun tanpa kehadiran seorang imampun.

Konsep gereja sebagai komunitas umat beriman telah dipraktekan di Flores, jauh sebelum konsep itu diformulasikan scara resmi oleh vatikan.  Apakah hanya karena alasan alasan ini, waktu itu Sri Paus menyempatkan diri hadir di maumere, menginap di ledalero dn menyapa umat katolik Flores secara langsung di stadion Samador, penulis juga tidak tahu. Namun adalah fakta, jika menyebut DNA Katolik di Indonesia, tidak bisa tidak Pulau Flores harus disebut sebagai komponen penting dalam DNA itu.

Kita tahu bahwa Sri Paus Yohanes Paulus 2 telah dikanonisasi oleh Paus Fransiskus yang menduduki Taktah Santo Petrus saat ini dan yang akan mengnjungi Indonesia di bulan September nanti. Sri Paus yohanes Paulus 2 saat in telah diberi gelar santo, orang kudus, yang diyakini umat katolik telah menjadi penghuni surga dan juga menjadi pendoa bagi umat manusia.

Adakah impak dari kunjungan Sri Paus yohanes Paulus 2 ke Flores di tahun 1989 itu bagi umat katolik Indonesia dan Dunia ? Juga adakah impaknya bagi Indonesia ?

Walaupun belum ada penelitian sosial yang memvalidasi impak yang terjadi, namun adalah fakta bahwa panggilan hidup menjadi imam makin bertumbuh subur di flores, yang sangat mungkin dipicu oleh kehadiran dan interaksi Sri Paus dengan para pastor dan frater di Ledalero dan Ritapiret selama kunjungan singkat tersebut. Sebelum itu memang sudah ada panggilan yang subur di Flores namun sejak tahun 1989 tersebut selain panggilan menjalani hidup membiara semakin subur, pastor pastor dari Flores yang kemudian juga diikuti oleh para suster juga makin banyak yang membaktikan hidupnya sebagai misionaris dan bekerja di berbagai belahan dunia bagi gereja katolik Dunia. Telah terjadi arus balik misionaris di abad ini. Jika sebelumnya, para Misionaris dari benua Eropa datang ke wilayah asia, Africa dan America latin dengan misi evangelisasi. Sejarah dunia juga menjadi saksi bahwa evangelisasi tersebut juga berjalan bersamaan dengan proses kolonialisasi serta pengambil alihan asset. Motto: God, Gold and Glory menjadi popular untuk menggambarkan pola evangelisasi masa itu. Kini, arus itu berbalik. Benua Eropa yang kini mengalami kekeringan panggilan, justru membutuhkan missionaris dari kawasan Asia, Africa dan Amerika Latin untuk melayani hidup spiritual umat katolik Eropa. Namun prinsip God Gold and Glory tidak lagi menjadi ciri evangelisasi dalm fase arus balik ini.

Dalam konteks Flores dan NTT, daerah itu kini menjadi pusat missionaris katolik terbesar di dunia. Di akhir tahun 2023, para pastor dari wilayah NTT yang umumnya dididik di Seminari tinggi Ledalero telah menjadi missionaris di 60 negara di 5 benua dari beberapa serikat biara, dengan mayoritas berasal dari Serikat sabda Allah atau SVD ( Societas verbi Divini).

Bahkan di tahun 2024 ini jumlah imam baru yang ditahbiskan di NTT dari ledalero ini adalah 252 orang. Angka ini merupakan jumlah tahbisan imam terbesar sepanjang sejarah gereja katolik dunia. JIka dilihat bahwa kenaikan jumlah misionaris tersebut terjadi setelah kunjungan Sri Paus Johanes Paulus 2 ke Maumere Flores, bisa diduga kuat bahwa ini juga  merupakan impak dari kunjungan Sri Paus ke Maumere Flores di tahun 1989 itu.

Saat ini banyak suara dari umat di Flores yang juga disuarakan dalam dua kali dialog online dengan sebagian komunitas diapora NTT di Jakarta dan juga komunitas misionaris Flores di manca negara, yang mengungkapkan keriduannya agar kali ini dalam kunjungan apostolik ke Indonesia, Sri Paus Fransiskus juga mengunjungi umat katolik di Flores. Tentu keputusan ini mrupakan kewenangan pemerintah Republik Indonesia karena kunjungan ini juga merupakan kunjungan kenegaraan, atau kewenangan KWI yang merupakan lembaga koordinasi gereja katolik Indonesia yang mewakili gereja katolik Indonesia karena kunjungan ini meupakan kunjungan apostolic juga.

Keputusan kedua otoritas ini yang mestinya dilaksanakan oleh panita nasional yang diketuai oleh pak Ignatius Jonan. Namun menyuarakan kerinduan dari umat kepada pmpinan umat dunia tidak merupakan langkah pembangkangan sama sekali, dan memang tidak dimaksudkan untuk itu. Minimal suara kerinduan mereka di dengar dan lebih baik lagi jika berusaha memahami mengapa kerinduan itu muncul ?

Salahkah jika para misionaris asal Flores NTT yang bekerja buat melayani umat katolik dunia hingga ke pelosok plosok Africa, Brasilia juga kota kota kecil di Eropa dan Asia mengharapkan Pemimpin Katolik dunia mengnjungi kampungnya, tempat asal mereka sekaligus berharap bahwa semangat hidup membiara dan menjadi misionaris katolik itu tetap tumbuh subur di kampung mereka sehingga selalu tersedia calon calon pengganti mereka nanti. Bukankah kunjungan Sri Paus di tahun 1989 dulu telah berbuah manis bahkan bagi gereja katolik dunia ?

Salahkah jika ibu ibu di Flores NTT yang telah melahirkan putra putri mereka dan telah mendidik putra putri tersebut bahkan dalam kemiskinan mereka dengan keringat dan airmata, sehingga putra putri mereka akhirnya menjadi pastor dan suster dan bahkan merelakan mereka berangkat ke tanah misi untuk melayani gereja katolik dunia, salahkah jika para ibu ini merindukan untuk bisa memandang wajah pemimpin katolik dunia secara langsung ?

Penulis yakin siapapun di negeri ini, baik para uskup di KWI maupun pemimpin Negara di istana tidak dapat menyalahkan ungkapan kerinduan tersebut, bahkan dari fakta fakta diatas, sangat mungkin juga Sri Paus juga ingin mengucapkan terima kasih kepada para ibu dan para misionaris tersebut dengan caranya sendiri.

Bukankah sri paus Yohanes Paulus 2 dalam document Vita Consecrata, yang juga diulangi oleh Paus fransiskus pada tanggal 2 Pebruary 2023 telah menyatakan dalam pertemuan seluruh serikat spiritual katolik sedunia: “jika ingin mencari anggota, panggilan, pergilah ke Indonesia, disana ada sebuah Pulau, anda akan menemukan anggota baru “.

Sangat kuat dugaan bahwa pulau yang dimaksud adalah pulau Flores dan memang saat ini di flores telah hadir berbagai serikat baik bagi pastor dan suster dari berbagai negara.

Fakta bahwa sasmpai saat ini, Flores sebagai pulau dan NTT sebagai provinsi tetap bertahan sebagai salah satu daerah termiskin di Indonesia juga merupakan ironi bahwa kontribusi mereka dalam pelayanan umat katolik dunia, belum memberikan impak ekonomi kepada para orang tua mereka. Kehadiran sri Paus disana diharapkan juga bisa memberikan hiburan dan penguatan atau mungkin impak jangka Panjang dalam bidang kesejahteraan mereka. Salahkah mereka jika kerinduan mereka juga didasarkan pada hal hal ini. Jangan sampai yang muncul adalah Kesimpulan ngawur seperti: anda menjadi miskin karena anda penganut katolik.

Lalu apa manfatnya buat Indonesia  sebagai suatu komunitas bangsa ?

Sebagai suatu komunitas bangsa, DNA Indonesia adalah sikap toleransi sebuah masyarakat plural. Prinsip hidup komunitas bangsa ini yang dirumuskan dalam Pancasila dan telah terkenal di seluruh dunia, juga terinspirasi ke dalam otak dan hati bung Karno sebagai salah satu pendiri bangsa dan negara ketika dibuang di kota Ende pulau Flores NTT. Dan saat ini, kita bisa melihat beberapa bukti faktual bahwa toleransi yang sejati justru terjadi di pulau Flores ini: plt Gubernur NTT yang mayoritas penduduknya adalah penganut kristianitas adalah umat muslim dan beliau diterima tanpa sdikitpun ada pergolakan atau penentangan, juga plt Bupati di kabupaten Flores Timur, kabupaten yang menjadi basis katolik terbesar sehingga kotanya juga disebut kota Renha, kotanya Bunda Maria, plt Bupatinya adalah seorang ibu beragama Muslim berasal dari kota Ende.

Sebagai bangsa, DNA Toleransi itu tampak juga dari fakta bahwa walaupun pnduduk negeri kita adalah mayoritas Muslim namun seluruh agama hidup secara damai hingga saat ini bahkan Flores sebagai bagian dari Indonesia bisa menjadi pusat misionaris katolik dunia. Jadi Flores dan NTT adalah juga contoh konkrit dari  Toleransi sebagai DNA Indonesia sebagai komunitas bangsa, jadi mestinya sangat layak dikunjungi oleh Sri Paus yang diberbagai kesempatan menyuarakan perdamaian dan toleransi.

Aspek yang kedua yang juga bisa dirumuskan sebagai manfaat buat Indonesia sebagai komunitas bangsa adalah fakta bahwa kehadiran para misionaris Flores / NTT diberbagai negara dan benua, juga dapat dilihat sebagai duta duta bangsa Indonesia dan secara langsung melakukan praktek people to people diplomacy di negara negara dimana mereka bertugas. Selain sebagai misionars katolik, intrinsic di dalam diri mereka adalah manusia Indonesia dengan pandangan hidup Pancasila sebagai pedoman hidup kita sebagai bangsa.

Umat yang dilayaninya akan merasakan bagaimana cara hidup seorang manusia Indonesia, selain hidupnya sebagai seorang pastor katolik. Misi negara kita dalam mukadimah konstitusi kita, salah satunya adalah Ïkut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi ddan keadilan sosial”,  ini sangat selaras dengan misinya sebagai misionaris katolik di negara tersebut.

Bahkan agar kedua misi itu lebih terintegrasi, penulis memberanikan diri untuk mengusulkan, jika dimungkinkan, prinsip prinsip diplomasi dan pergaulan antar bangsa dapat juga menjadi salah satu kurikulum persiapan sebelum para misionaris itu dikirim ke luar negeri sehingga hidupnya sebagai misionaris dapat juga memberi benefit buat komunitas bangsa Indonesia.

Tulisan ini dibuat agar para pemimpin negara, pemimpin gereja katolik Indonesia dan juga petinggi Vatikan terinformasi adanya kerinduan seperti diatas. Bagaimana kerinduan itu disikapi merupakan keputusan dari para pemimpin ketiga lembaga tersebut. Umat katolik Flores NTT akan taat pada keputusan yang diambil karena mreka sangat menghayati prinsip 100% katolik dan 100% Indonesia.

*) Penulis adalah Warga diapora Flores NTT, tinggal di Jakarta.