Afif Maulana Meninggal, Disiksa Atau Melompat

KabarDaerah.com– Advokat Anti Penyiksaan selalu kuasa hukum keluarga Afif Maulana turut mengawal jalannya proses ekshumasi.

Autopsi ulang, dan olah tempat kejadian perkara oleh tim dokter independen dari Perhimpunan Dokter Forensik dan Medikolegal Indonesia (PDFMI).

Kepala Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) sekaligus kuasa hukum keluarga Afif Maulana yang tergabung dalam Tim Advokat Anti Penyiksaan Andrie Yunus mengungkapkan pihaknya melakukan pengawalan secara langsung pada tiga proses tersebut. “Seperti menyaksikan ekshumasi dan proses autopsi yang diwakilkan tim dokter keluarga termasuk menyaksikan dari dekat ketika tim dokter melakukan olah TKP,” kata Andrie kepada Tempo ketika dihubungi melalui WhatsApp, Sabtu, 10 Agustus 2024.

Dalam prosesnya, lanjut Andrie, kuasa hukum mencatat beberapa hal. Dia menjelaskan sebelum proses ekshumasi dilakukan, dan rombongan dari Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas beserta tim Polda Sumbar datang, mereka sempat melihat komisioner Komisi Perlindungan Anak (KPAI) diminta keluar area ekshumasi untuk bergabung dengan warga sekitar yang hendak menyaksikan proses tersebut.

Hal tersebut dilakukan oleh kepolisian yang bertugas menjaga proses ekshumasi. “Awalnya KPAI yakni Mba Diyah selaku komisioner diminta keluar dari area tersebut,” ujarnya.

Andrie menjelaskan hal serupa juga terjadi ketika pemeriksaan TKP di Jembatan kuranji. “Delegasi K/L Kemen PPA sempat ditahan untuk menyaksikan pemeriksaan TKP, baru kemudian bisa mengakses setelah rombongan Kompolnas datang,” katanya.

Dua peristiwa tersebut, menurut Koalisi Anti Penyiksaan semestinya dapat dihindari. Sebab, pengawasan oleh lembaga pengawas eksternal menjadi sangat krusial dalam setiap proses pengungkapan kasus Afif.

Sebelumnya, makam Afif Maulana yang berada di TPU Tanah Sirah, Kelurahan Tanah Sirah Piai Nan XX, Kota Padang telah selesai digali oleh tim dari PDFMI pada Kamis 8 Agustus 2024. Setelah ekshumasi selesai, jasad bocah 13 tahun itu dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. M. Djamil untuk autopsi ulang.

Ekshumasi jasad Afif Maulana dilakukan oleh lima orang dokter forensik yakni Dr. dr. Ade Firmansyah Sugiharto spesialis Forensik Medikolegal RSCM, dr. Baiti Adayati, Dr.dr. Rika Susanti spesialis Forensik Medikolegal dari PDFMI Sumbar, dr Sigid Kirana Lintang Bhima dari Universitas Padjajaran dan dr. Ardiansyah Lubis dari Universitas Sumatera Utara (USU).

Selain itu, juga ada pendamping yakni Brigadir Jenderal (Brigadir Jenderal) Pol Dr.dr. Sumy Hastry Purwanti dan Brigjen Pol (Purn) dr. Pramujoko.

Pembongkaran makam bocah yang diduga menjadi korban kekerasan Polisi itu dimulai sekitar pukul 07.00 WIB dan selesai 09.00 WIB. Isak tangis tak terbendung oleh kerabat Afif Maulana saat jenazah hendak dibawa ke RSUP M Djamil.

Selain kuasa hukum Afif, terlihat juga Kapolda Sumatera Barat Irjen Suharyono dan Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen Pol (Purn) Benny Mamoto. Ada pula wakil Lembaga Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Perwakilan Ombudsman Sumatera Barat.

Perhimpunan Dokter Forensik dan Medikolegal Indonesia (PDFMI) yang terlibat ekshumasi pada jasad Afif Maulana mendatangi Jembatan Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Kedatangan PDFMI untuk mengetahui TKP Afif Maulana ditemukan tewas.
Pantauan detikSumut, di Jembatan Kuranji, Kota Padang, Jumat (9/8/2024) pukul 08.15 WIB, tim PDFMI yang diketuai Ade Firmansyah Sugianto memantau ketinggian jembatan Kuranji dugaan Afif Maulana jatuh.

Kemudian dalam pemantau itu, Ade turut didampingi Baiti Adayati (PB PDFMI), Rika Susanti (PB PDFMI Sumbar), Sigit Kirana Lintang (Undip) dan Adriansyah Lubis (USU) yang merupakan tim dokter yang melakukan autopsi jasad Afif Maulana.

Selain itu, selama mengecek TKP tim PDFMI juga didampingi Direktur LBH Padang Indira Suryani dan dikawal ketat puluhan personil Kepolisian.

Sementara di sekitar Jembatan Kuranji juga tampak hadir Kompolnas, Kapolda Sumbar, Kapolresta Padang, LBH Padang, LPSK, Komnas HAM, KPAI, Kontras, LBH Muhammadiyah, dan keluarga Afif Maulana.

Dokter Forensik yang Akan Autopsi Jasad Afif Datangi Jembatan Kuranji

Dokter Forensik Kumpulkan 19 Sampel Jasad Afif Maulana, Dikirim ke 3 Laboratorium, Ade Firmansyah Sugianto dan rombongan juga terpatau dua kali naik turun Jembatan Kuranji tempat jasad Afif Firmansyah ditemukan. Sementara ditangan Ade tampak memegang sebuah buku catatan.

Usai mengecek TKP Afif ditemukan tewas, Ade Firmansyah Sugianto egan memberikan jawaban ke awak media terkait kedatangan dia ke Jembatan Kuranji.

“Mohon maaf, gak dulu yah,” sambil tersenyum dan melambaikan tangan ke awak media.

Sementara Ade dan rombongan meninggalkan Jembatan Kuranji Padang pukul 10.46 WIB. Usai Dia meninggal lokasi, puluhan personil kepolisian bertugas juga meninggal lokasi.

Proses ekshumasi dan autopsi kedua jenazah Afif Maulana sudah selesai dilakukan Kamis (8/8) sore. Tim dokter forensik yang melakukan ekshumasi menyebut hasilnya diperkirakan baru bisa diketahui lima minggu lagi.

Menurutnya, waktu yang diperlukan agar hasil yang diperoleh benar-benar bisa dipertanggungjawabkan.

“Kapan akan bisa menyelesaikan hasilnya? Perhitungan terbaik kami adalah 4 sampai 5 minggu ke depan,” kata Ketua Tim Dokter, Ade Firmansyah Sugiharto kepada wartawan di RSUP DR.Muhammad Djamil Padang. Sumber: tulisan diatas dikutip dari Tempo.com.

Empat Kejanggalan Menurut Pengacara Keluarga Afif

Ada sejumlah kejanggalan yang menguatkan kecurigaan keluarga bahwa Afif tewas karena disiksa.
Pertama, menurut Indira, kondisi mayat Afif yang tidak memiliki luka di kepala atau kaki layaknya orang jatuh dari ketinggian.
Kedua, pernyataan Polda Sumbar yang dianggap berubah-ubah, misalnya soal teori Afif tewas karena lompat, dan ada pula yang menyebut terpeleset. Kapolda Sumbar tidak konsisten.
Berdasarkan pengamatan bahwa di jembatan Sungai Kuranji, kemungkinan seseorang jatuh terpeleset amat kecil karena sisi jembatan diberi pembatas setinggi dada orang dewasa. Jika pun tak sengaja jatuh, teori yang lebih mungkin ialah Afif terjungkal.
Mengenai teori Afif terpeleset, hal itu sempat dikemukakan oleh Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto.
Jendral Benny Mamoto menjelaskan, kemungkinan terpeleset ada, karena Afif diduga melompat di tengah jembatan untuk sampai ke sisi jembatan lainnya.
Memang, jembatan Sungai Kuranji terpisah untuk dua arah jalan, dan di antara keduanya terdapat celah di tengah sekitar 1,5 meter.

Celah di antara 2 jembatan Sungai Kuranji, Kota Padang. Foto: Muthia Firdaus/kumparan

Celah di antara 2 jembatan Sungai Kuranji, Kota Padang. Foto: Muthia Firdaus/kumparan
Kejanggalan ketiga, tidak ada garis polisi usai penemuan mayat Afif. Hal ini ditemukan Indira saat menerjunkan tim ke tempat kejadian perkara pada 17 Juni. Menurut Indira, garis polisi baru dipasang dua minggu terakhir.
Keempat, tidak ada rekaman CCTV di Polsek Kuranji dan sekitar TKP di jembatan Sungai Kuranji. Kapolda Sumbar menyebut CCTV itu baru dicek pada 23 Juni, dan hanya bisa menampilkan data 11 hari ke belakang. Bisa juga CCTV sengaja dihilangkan, tentunya itu bisa diperiksa tim ahli.
“Menurut saya itu salah. Kan dari awal, tanggal 9, dia (Polsek Kuranji) sudah tahu ada keganjilan dan kami juga melakukan konferensi pers.
Masa Kapolsek Kuranji tidak diamankan CCTV (di TKP) ” kata Indira, Rabu (3/7), usai melaporkan Kapolda Sumbar ke Propam Mabes Polri.

Jembatan Sungai Kuranji, Kota Padang. Foto: Muthia Firdaus/kumparan

Jembatan Sungai Kuranji, Kota Padang. Foto: Muthia Firdaus/kumparan
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel memperkirakan, Afif yang dikejar polisi malam itu dilingkupi perasaan kritis dan menakutkan. Akibatnya, ia berpikir tunggal laksana garis lurus tanpa percabangan.
Salah satu pikiran tunggal yang paling mungkin muncul, menurut Reza, adalah menyamakan tindakan dengan perilaku orang lain, semisal Adit yang usianya lebih tua darinya, yakni 17 tahun. Jadi, jika kawannya lari, ia kemungkinan ikut lari. Begitu pula bila kawannya melawan polisi, maka ia turut melawan.
Dengan demikian, jika Adit, kawannya, memutuskan menyerah, seperti keterangan Adit kepada polisi, sedangkan Afif justru menjadi satu-satunya orang yang melompat dari jembatan, hal itu justru bertolak belakang dengan sistem berpikir tersebut. bukannya sesuatu yang aneh, jika kita berfikir dengan otak bersih.
“Kemungkinan Afif melompat selalu ada. Namun, landasan berpikir saya condong mengarah ke probabilitas yang lebih besar bahwa dalam situasi genting saat dikejar polisi, Afif akan membuat keputusan untuk juga melakukan apa yang dilakukan oleh teman-temannya,” kata Reza.

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel. Foto: Subhan Zainuri/kumparan

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel. Foto: Subhan Zainuri/kumparan

Fakta Yang Kidapat Keluarga vs Fakta Polisi

Kasus kematian Afif jadi geger salah satunya karena konferensi pers Kapolda Sumbar pada 23 Juni yang hendak menindak pihak-pihak yang melakukan trial by the press (penghakiman publik) dengan memviralkan narasi Afif tewas disiksa. inilah yang membuat viral perkara ini sebutnya.
Pada 26 Juni, LBH Padang, keluarga Afif, dan pendukung mereka menggelar aksi di Polda Sumbar menuntut keadilan. Aksi empat jam itu berakhir dengan janji Kapolda Sumbar Irjen Suharyono kepada Direktur LBH Padang Indira Suryani untuk memberikan: 1) Hasil autopsi dan 2) Rekaman CCTV.
Disepakatilah penyerahan dua bukti tersebut akan dilakukan keesokannya, 27 Juni, pukul 09.00 pagi. Sesi itu ternyata dibarengkan dengan gelar perkara tertutup yang dihadiri antara lain oleh Kompolnas, KPAI, dan Kementerian PPPA.
Di situ kemudian LBH Padang berbantah-bantahan soal warna yang timbul di tubuh Afif, yang awalnya disebut lebam mayat (livor mortis) oleh Polda Sumbar.
Dikutip dari Kumparan:  Dalam foto, saat jasad Afif ditemukan, tampak luka berwarna ungu pada sisi kiri tubuh Afif, yakni sekujur rusuk dan perutnya. Menurut Indira, warna itu merupakan memar tanda kekerasan.
Namun, dokter forensik dalam forum tersebut menyatakan penyebab kematian Afif adalah patah tulang rusuk belakang kiri sebanyak 6 ruas, yang salah satunya mengenai paru-paru.

Foto Afif Maulana, remaja 13 tahun yang ditemukan tewas di bawah Jembatan Sungai Kuranji, Padang. Foto: Muthia Firdaus/kumparan

Foto Afif Maulana, remaja 13 tahun yang ditemukan tewas di bawah Jembatan Sungai Kuranji, Padang. Foto: Muthia Firdaus/kumparan
Selain soal hasil autopsi, ada pula kesaksian Adit (ia ikut hadir untuk memberikan keterangan secara langsung di hadapan LBH Padang dan Polda Sumbar) dan pembacaan data soal para petugas yang melakukan kekerasan di Polsek Kuranji.
Menurut Benny Mamoto, dalam forum terungkap ada 14 polisi yang memukul dan menendang, 1 polisi yang menyetrum dengan electric gun, dan 2 polisi yang menyulut rokok ke para remaja yang digelandang malam itu.
Polda Sumbar mengakui terjadi kekerasan oleh 17 anggotanya, dan meminta para korban melapor untuk mencocokkan siapa polisi yang melakukan apa terhadap siapa.
‘ tapi ketika anggota (polisi) ditanya ‘Kamu mukul siapa? ’ Jawabannya ‘Waduh Pak, saya enggak hafal karena suasananya seperti itu malam itu.’ Demikian juga korban ketika ditanya ‘Siapa yang mukul kamu?’ Jawabannya ‘Polisi, Pak!’ Ditanya ‘Yang mana?’ Jawabnya ‘Waduh, saya enggak hafal, Pak,’” kata Benny.

Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono bersama Ketua Harian Kompolnas, Benny Mamoto di Mapolda Sumbar. Foto: kumparan

Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono bersama Ketua Harian Kompolnas, Benny Mamoto di Mapolda Sumbar. Foto: kumparan
Menurut Benny, Kapolda Sumbar memberikan nomor kontaknya kepada Direktur LBH Padang agar LBH langsung memberitahunya bila ada saksi atau bukti baru untuk segera ditindaklanjuti.
LBH sendiri tidak segera membawa saksi-saksi yang mereka lindungi untuk diperiksa di Mapolda Sumbar. Alasannya, menurut Indira, kasus ini tergolong kejahatan terhadap hak asasi manusia sehingga tidak mudah membongkarnya. Ia meminta para saksi dilindungi dulu oleh LPSK.
“Apalagi ini anak-anak kecil; siapa yang berani lawan polisi? Mereka pun sudah disiksa, diancam, jadi enggak semudah itu sebelum kami beri bukti ke penyidik. Tapi polisi tergesa-gesa, itu aneh,” kata Indira.
Ia berharap polisi fokus mencari penyebab kematian Afif, bukannya malah fokus pada cerita tawuran.

Polda Sumbar Dianggap Terlalu Bereaksi

Kasus kematian Afif berujung kontroversi setidaknya karena dua sebab:
Pertama, menurut Benny Mamoto, karena Polda Sumbar terkesan meremehkan kasus sehingga tidak memprosesnya sesuai prosedur operasional standar (SOP). SOP itu tidak berjalan karena kurangnya pengawasan melekat oleh atasan sehingga polisi yang bertugas di lapangan menyalahgunakan kewenanganya.

Kepala Harian Kompolnas, Benny Mamoto (tengah). Foto: kumparan

Kepala Harian Kompolnas, Benny Mamoto (tengah). Foto: kumparan
Kedua, menurut pengamat kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto, komunikasi publik Polda Sumbar terkesan reaksioner. Alih-alih mendalami kasus lebih dulu, Kapolda justru langsung membuat pernyataan kontroversial. dengan menghentikan penyelidikan, bukankah itu suatu reaksi yang salah kaprah.
“Sehingga akhirnya masyarakat berpikir semakin jauh dan liar,” ujar Bambang.

Orang tua Afif Maulana melakukan orasi menuntut keadilan pada Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (4/7/2024). Foto: Bagas Andhita Putra/kumparan

Orang tua Afif Maulana melakukan orasi menuntut keadilan pada Aksi Kamis, di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (4/7/2024). Foto: Bagas Andhita Putra/kumparan
KPAI secara khusus menyoroti anak-anak yang menjadi korban kekerasan fisik; diamankan polisi dalam pengawasan polda; dan anak saksi yang mengetahui kejadian tersebut. Ketiganya harus ditindaklanjuti karena mengindikasikan pelanggaran UU Perlindungan Anak.
“Misal, kalau membubarkan anak-anak—mungkin ada isu tawuran, caranya apa sudah proporsional, sudah benar?” kata Komisioner KPAI Diyah Puspitarini.
Diyah juga menyinggung info yang ia terima bahwa hingga kini belum ada psikolog untuk mendampingi anak-anak yang sempat diringkus polisi. Ia juga mengkritik langkah Polda Sumbar menyebarkan foto Afif yang dinilai tidak sesuai dengan UU Perlindungan Anak Pasal 64.
Komentar Wakil Ketua umum Bagian Dumas PW FRN yang juga Ketua DPW FRN Sumbar

Indrawan Wakil Ketua umum Bagian Dumas FRN yang berdomisili di Padang berpendapat, ” jika luka luka ditubuh Afif adalah bekas penyiksaan, artinya bahwa besar kemungkinan Afif sempat dibawa ke Polsek Kuranji.

Dapat diduga kesaksian Aditya adalah akibat rekayasa orang tak bertanggung jawab, orang yang tidak inginkan perkara ini terbongkar.

Tidakkah mereka para pembohong tersebut menyadari bahwa, melindungi penjahat itu bukan kelakukan Polri seharusnya, tidakkah mereka mengetahui bahwa bohong itu tidak baik. Dapat dipastikan kebohongan itu akan berdampak kepada pelaku kebohongan tersebut dikemudian hari, yang jelas harus dipertanggungjawabkan dunia akhirat.

Selajutnya, jika dari awal tidak ada yang disembunyikan, hasil outopsi dilakukan dengan benar, maka tidak diperlukan pembongkaran kuburan dan outopsi ulang. pasalnya eksumasi untuk kasus kematian anak adalah pertama di Indonesia.

Orang yang menutut kasus kematian Afif. yaitu keluarga tetap berpendapat mati karena disiksa.

Luka di Tubuh Afif

dikutip dari Langgam.id,

Salah satu bukti kuat untuk mengungkap tabir kematian Afif Maulana ada pada visum et repertum atau laporan ahli mengenai pemeriksaan medis terhadap korban.

Jenazah Afif sebenarnya telah melewati proses autopsi pada 10 Juni. Namun, pihak keluarga tidak merasa puas dari hasil autopsi yang dilakukan di RS Bhayangkara Padang tersebut, notabene adalah rumah sakit milik Polri.

Maka dari itu, saat ini pihak keluarga telah mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk melakukan ekshumasi terhadap jenazah Afif. Ekshumasi adalah proses pengangkatan atau pembongkaran jenazah yang telah dimakamkan untuk tujuan mencari penyebab kematian.

Direktur LBH Padang Indira Suryani berkata dokter forensik sampai saat ini tidak memberikan berita acara autopsi kepada pihak keluarga. Selain itu, penyidik perkara tidak membuka laporan dan pemberian salinan autopsi kepada pihak keluarga.

Pada ekspos kasus di Mapolda Sumbar, 27 Juni, dokter forensik yang menangani jenazah Afif sebenarnya telah didatangkan, sedangkan soal laporan dan berita acara autopsi, Polda Sumbar masih menyimpannya guna melakukan penyelidikan.

Dokter yang melakukan visum atau autopsi pada jenazah Afif bukan berasal dari Polda Sumbar. Melainkan seorang PNS yang bertugas di salah satu rumah sakit di Bukittinggi. Dokter berinisial “R” ini berkata telah puluhan tahun melakukan aktivitas forensik dan sangat yakin dengan temuannya.

Dalam video ekspos kasus yang didapatkan Langgam.id dari LBH Padang, dokter itu berkata mendapat kabar untuk memeriksa jenazah Afif pada pukul 15.00. Namun, karena belum ada persetujuan keluarga, tubuh Afif terlebih dulu disimpan di kulkas jenazah mayat RS Bhayangkara Padang.

Esok harinya, Senin, 10 Juni, proses autopsi dilakukan pukul 09.00. Dari hasil pemeriksaan, dokter R menemukan ada luka lecet, memar, lebam, dan kaku mayat pada tubuh Afif, termasuk ada lebam mayat. Ia juga berkata tidak terdapat trauma di bagian kepala.

Kematian Afif, katanya, disebabkan trauma pada paru-paru yang terjadi karena tertusuknya tulang iga yang patah pada sisi kiri.

Ia tidak menyimpulkan, hanya saja menduga kemungkinan Afif terpeleset atau terjatuh. Sebab jika anak itu terjun, kata dokter R, kaki atau kepalanya bisa kena/patah. Sebaliknya saat diperiksa, kepala korban bersih; yang ada justru memar tubuh pada sisi kiri dan ada lecet di mulut.

Setelah melihat keterangan dokter R, jurnalis media online meminta pendapat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Padang, Dr. dr Rika Susanti, Sp.FM(K), dokter yang pernah melakukan autopsi ulang pada jenazah Brigadir J beberapa tahun lalu.

Rika mengatakan, pertama, dokter forensik tidak boleh menyatakan cara mati seseorang. “Apakah terpeleset, terjatuh, itu bukan kewenangan dokter spesialis forensik. Karena itu, kan, lebih ke saksi mata, kewenangan penyidik. Kita sebagai dokter forensik hanya mempelajari apa-apa temuan pada jenazah, kemudian kita menyimpulkan sebab matinya apa,” kata Rika.

Mayat Afif ditemukan mengapung dalam kondisi wajah dan tubuh terlentang. Kondisi sungai saat Afif ditemukan dalam ketinggian air kira-kira sebetis orang dewasa, dengan dasar sungai cukup jelas terlihat dan tak terdapat banyak batu besar.

Berdasarkan keterangan orangtuanya, Afif memiliki tinggi sekitar 140 cm dan berat badan sekitar 50 kg. Tinggi jembatan ke dasar sungai tempat mayat ditemukan berbeda-beda menurut beberapa pernyataan resmi. Ada yang menyebut di atas 30 meter, 40 meter, dan 14 meter.

Anggota polisi mengukur tinggi jembatan Kuranji ke titik tempat Afif Maulana ditemukan. (Langgam.id)

Beberapa hal yang perlu dicermati soal temuan luka pada tubuh Afif di antaranya soal lebam mayat. Dokter Rika menjelaskan lebam mayat merupakan perubahan yang terjadi pada orang yang sudah meninggal akibat pengaruh gaya gravitasi.

Begitu seseorang meninggal, jantung tidak berfungsi lagi, jadi darah tidak dipompa lagi ke seluruh tubuh. Sehingga sel-sel darah merah itu mengisi tempat terendah dari posisi tubuh.

Pada saat menganalisis foto temuan mayat Afif, dokter Rika tidak menemukan ada tanda-tanda lebam mayat. Foto yang jadi acuan saat itu adalah foto evakuasi jenazah Afif dari sungai. Kira-kira sembilan jam sejak Afif dan Adit ditendang dari sepeda motor.

“Kalau dikatakan ini (visual luka dari foto) lebam mayat, lebam mayat itu dia harus luas. Jadi kalau waktu ditemukan pada posisi terlentang, seluruh tubuhnya itu ada lebam mayat. Paha, betis itu ada lebam mayat. Kalau ini, lebam mayat itu warnanya sama dengan memar. Merah keunguan. Nah, kalau ini lukanya terlokalisir, jelas bentuknya. Itu bukan lebam mayat. Ini memar karena kekerasan tumpul,” kata dokter Rika.

Namun, ia tidak bisa memastikan apa sebab ada memar akibat kekerasan tumpul itu pada tubuh Afif. Apakah terhempas batu atau yang lainnya? Yang pasti ia mengatakan hal itu bukan lebam mayat.

“Memar itu luka karena berkontak dengan benda keras. Bisa dia terjatuh, bisa benda keras menuju dia atau dia menuju benda keras. Tapi dari gambaran seperti itu, tidak bisa kita simpulkan korban menuju benda keras atau benda keras menuju dia. Kecuali kalau di kepala lukanya, baru bisa kita perkirakan,” ujarnya.

Ada dugaan luka pada tubuh Afif disebabkan dia jatuh dari motor. Dokter Rika mengatakan biasanya kalau orang terseret sesudah jatuh dari motor, lukanya lecet geser.

“Pada foto, lukanya yang dominan adalah memar. Jadi, tak ada terlihat banyak luka geseran. Kalau orang diseret, terseret, atau ditarik, itu kelihatan luka gesernya.”

Jejak luka pada tubuh Afif ada sisi badan bagian kiri dan punggung kiri belakang. Keluarga Afif juga mengatakan tidak ada luka, lebam, memar serius pada bagian kaki.

Berdasarkan bentuk luka itu, seandainya Afif memang benar-benar jatuh dari jembatan, dokter Rika mengilustrasikan beberapa hal yang mungkin terjadi. Ia menjelaskan, dalam melihat luka tergantung apa yang ada di bawah air atau tempat dia melompat.

“Tergantung apa yang pertama kali berkontak dengan tubuh si korban. Kalau misalnya memang benda keras di bawah, kalau seluruh tubuhnya terkontak benda keras di bawah (seperti batu), pasti akan banyak yang patah,” katanya.

Melihat cedera atau trauma pada tubuh Afif, yang hanya ditemukan bagian sisi kiri badan dan punggung kiri belakang yang patah atau cedera, untuk memungkinkan hal itu terjadi, Rika berpendapat tubuh korban harus berkontak dengan satu batu yang cukup tinggi besar, dan hanya mengenai sisi bagian kiri badan. Sehingga tidak ada trauma pada bagian tubuh lain seperti kepala dan kaki.

“Kalau batunya tidak terlalu besar tentu kepala juga akan membentur yang lain, kaki juga akan membentur yang lain. Tergantung apa yang ada di bawah dan posisi jatuhnya,” ucapnya.

Ketika ditanya sebab jatuh, Rika mengatakan dokter forensik tidak bisa memberikan keterangan demikian. “Kewenangan dokter ndak bisa mengatakan penyebab jatuhnya. Kalau dia terbentur, itu seperti keterangan saya tadi, bisa dia terpeleset, bisa dia didorong, bisa dia lompat sendiri, kan, bisa saja kalau memang benar jatuh. Yang penting, kalau benar ada benda keras seperti batu yang menyebabkan luka seperti itu, bisa jadi,” tuturnya.

Namun, ada beberapa hal lain yang dijelaskan Rika. Hal itu berdasarkan sebab kematian Afif dari hasil visum atau autopsi, yakni akibat tulang iga yang patah menembus paru-paru.

Karena di kepala Afif tidak ditemukan trauma alias bersih, anggaplah katanya tulang yang patah menembus paru-paru, harusnya Afif saat itu masih hidup karena luka di paru-paru proses kematiannya biasanya cukup lama.

“Kalau kepalanya tidak terbentur, biasanya tidak secepat itu. Kalau jatuhnya hanya menyebabkan patah di tulang iga, lalu menusuk paru, masih ada upaya atau masih bisa menyelamatkan diri. Kan, dia kesakitan. Jadi proses kematian tidak hitungan detik, biasanya cukup lama kalau paru di satu sisi saja yang kena. Sebab paru itu, kan, ada dua dan yang satu dibantu yang lain,” tutur mantan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ini.

Ia menambahkan biasanya orang kalau jatuh dalam keadaan telentang dan hanya ditemukan luka menembus paru-paru, orang biasanya masih punya kesadaran. Paling kesakitan.

“Bahkan seharusnya, masih bisa kok dia berdiri, berusaha mencari pertolongan, seharusnya masih bisa, karena tidak langsung mati. Jadi sebenarnya cukup waktu dia untuk berjalan ke tepi atau minta tolong. Atau kalau dia takut, dan diam saja, memang bisa mati terlentang. Intinya, jika hasil forensik seperti itu, proses kematiannya tidak akan cepat,” kata Rika.

Terlalu banyak hambatan dalam perkara ini, Kapolri sebaiknya non Aktifkan dulu pihak pihak terkait, jika terbukti, berlakukan PTDH, berlakukan perkapolri noor 7 tahun 2022.

pendapat Kapolda menunjukkan betapa sulitnya kasus ini terungkap, karena indikasi yang jelas adalah bagaimana kasus ini ditutupi oleh pihak yang seharusnya membuat terang perkara ini.

Jika Kapolri ingin nama baik Polri berangsur membaik berlakukan hukum dengan benar, jangan biarkan institusi Polri bekerja tidak profesional dengan kata lain propam harus bekerja sesuai prosedur, jangan biasakan merekayasa perkara, jangan menolak laporan masyarakat, jangan biarkan Polri menjadi pelindung kejahatan, demikian dikatakan Wakil ketum Dumas PW FRN/

Jika Polri ingin nama baiknya pulih seperti yang diharapkan, JUJUR jangan BOHONG, jangan mentang mentang diberikan kewenangan oleh negara, jangan disalah gunakan, ingat yang akan menilai Polri adalah masyarakat, tambahnya lagi. (Red)