KabarDaerah.com-Dimulai tahun 2004 rapat rapat mellalui kaum pemilik ulayat, sampai kepada disepakatinya kesepakatan untuk membangun dan mengelola pasar Banda Buek tahun 2006.
Pemko Padang telah melaksanakan pembangunan dan pengelolaan namun Pemko Padang lupa, walaupun dari sisi pemerintahan Pemko Padang mendapatkan hak pajak dan Restribusi, namun Pemko Padang tetap harus memenuhi seluruh aturan-aturan.
Sepertinya Pemko Padang sebagai pelaksana aturan itu sendiri lupa bahwa Pemko Padang harus bersepakat dengan perusahaan dan pemilik tanah dalam hal ini adalah kaum. artinya bahwa kesepakatan tersebut harus melalui kesepakatan kaum yang disetujui oleh MKW dan panghulu kaum tersebut.
Pengelola adalah suatu perusahaan berdasarkan perjanjian yang telah dibuat seharusnya memenuhi persyaratan persyaratan sebagai pengembang. namun tidak demikian yang dilakukan. perusahaan yang ditunjuk adalah PT Syafindo Mutiara Andalas dan itu telah disetujui oleh DPRD kota Padang. Sesuai dengan surat surat yang telah dikeluarkan DPRD Kota Padang, demikian dikatakan oleh ketua LSM KOAD.
Karena perjanjian awal antara pemilik tanah dengan Pihak Pemko Padang belum selesai dibuat maka surat surat pendukung berikutnya belum diterbitkan. Sehingga, seperti surat penyerahan tanah sebagai objek kerjasama belum terjadi.
Namun diluar ketentuan yang seharusnya dilakukan, pihak Pemko Padang telah menerbitkan surat surat yang menimbulkan hak seperti kartu kuning bukti Pemko Padang menyewakan kepada pedagang. Dengan terbitnya kartu kuning dan surat penujukkan petak meja batu. Hal ini dikuatkan oleh bukti rapat Pemko 2011.
Belakangan tanpa menikut sertakan kaum pemko padang telah dugaan perbuatan melawan hukum seperti penebitan surat surat yang menimbulkan hak baik terhadap kios maupun petak meja batu.
Bagaimana mungkin Pemko Padang bisa mengontrakkan kios dan petak meja batu yang seharusnya masih menjadi Hak Pengembang, dan bagaimana mungkin aparat Pemko padang tidak mau menyelesaikan perkara tersebut, itulah pertanyaan itu dikeluarkan oleh ketua LSM KOAD.
Menurut hasil Investigasi LSM KOAD bersama TPPBB dan Aliansi anak nagari Lubuk Kilangan bahwa penjualan tersebut telah dilakukan mulai April 2007.
Karena masalah ini tidak ada iktikat baik dari para penjualan yang melanggar hukum untuk menyelesaikan.maka LSM KOAD menyurati DPRD kota Padang sebanyak tiga kali.
Namun sama seperti yang dilakukan Pemko Padang, mereka juga diam dengan tidak membalas surat ketua LSM KOAD dan Aliansi anak nagari Lubuk Kilangan serta TPBB tersebut.
Akibat dari kecurangan kecurangan yang terjadi di pasar Banda Buek H Endrizal SE dilaporkan ke Kepolisian Daerah Sumatera Barat. namuan perkara tersebut didiamkan sampai saat ini.
Dikatakan oleh H Syafruddin Arirfin SH bahwa Dia dimintai sejumlah uang oleh oknum AL penyidik Polda Sumbar.
sepertinya Koordinasi dan pengkondisian di Polda Kepolisian memang sangat jelas berikut dibuktikan dengan rekaman suara dari salah seorang pelapor yang berinisial SL, SL pernah dimintai tiga kafling tanah dan sejumlah uang, sehingga SL batal melapor.
” Sekarang, Pihak yang dirugikan sebanyak 13 orang, Kaum pemilik ulayat suku Melayu, suku Tanjung dan Jambak, tiga kaum tersebut meminta perkara ini diselesaikan agar hak mereka juga bisa diterima”, dikatakan oleh Indrawan ketua LSM KOAD.
Mari kita perhatikan salah satu isi notulen Rapat Pemko, kesepakatan Pemko Padang dengan mamak panghulu Nomor. 17/KB-PMK/V/2006, kemudian dalam Notulen rapat tanggal 30 Mei 2011 disebutkan:
“Poin 1-6. UKL, UPL, IMB belum final sehingga pembangunan yang dilakukan PT.Syafindo Mutiara Andalas sulit dipertanggungjawabkan.
- Perjanjian antara PT Syafindo Mutiara Andalas harus kembali dievaluasi. sedangkan pembangunan pisik yang telah terlaksana harus dihitung oleh tim Teknis dan tim aprisal untuk mengetahui progress.
- Berkaitan dengan kesepakatan Pemko Padang dengan mamak panghulu (KAN) Lubuk kilangan, mengenai tanah lokasi pembangunan kita upayakan terus diurus HPL nya ke BPN kota Padang, walaupun seandainya bukan PT.Syafindo Mutiara Andalas yang akan melanjutkan, demikian dikatakan Herman Disin.
- Disarankan kepada pimpinan untuk tidak melanjutkan kerjasama dengan PT Syafindo Mutiara Andalas, sehingga pada tanggal 26 Januari 2012 diberitahukan kepada Direktur PT.Syafindo Mutiara Andalas bahwa perjanjian kerjasama telah berakhir dan PT.Syafindo Mutiara Andalas agar menghentikan pembangunan”.
Banyak pengusaha Padang enggan masuk untuk menanamkan investasinya ke Pasar Banda Buek, sepertinya mereka takut terperosok. Kita mencoba untuk memahami, itulah peninggalan walikota terdahulu Fauzi Bahar dan wakilnya Mahyeldi membuat kami semua teraniaya. Dalam hal ini Fauzi Bahar penanggung jawab utama dan Mahyeldi tukang putuskan kontrak perjanjian. Memang sangat rapi permainan ini ”, kata Herman.
Dalam hal pembangunan yang dilakukan tahun 2006-2007 tidak satu senpun uang APBD Padang masuk ke pasar Banda Buek. Saat melakukan pembangunan perusahaan memakai jasa sub-kontraktor yang sampai saat ini tidak dibayar oleh perusahaan.
Tidak kurang Rp13 Milyar uang pedagang dan sukontaktor tidak terbayarkan, ketika mereka menaggih kepada perusahaan dan Pemko Padang, seribu alasan dikemukakan.
Dalam perkara ini, Tanah milik kaum Tanjung, Melayu dan jambak, sementara yang melakukan penyerahan ke Pemko Padang tidak ada satupun dari pemilik, mana mungkin pasar tersebut berpindah tangan, itulah sebabnya Pemko Padang tidak punya kewenangan dipasar Banda Buek. (Red)