KABARDAERAH.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK merupakan Lembaga Negara yang lahir sebagai salah satu amanat reformasi tahun 1998. Salah satu amanat reformasi 1998 adalah memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sampai ke akar-akarnya.
Untuk melaksanakan amanat reformasi ini maka dibentulah lembaga independen dan superbody yakni KPK pada tahun 2002. KPK dibentuk karena kejaksaan dan Polri tidak efektif bahkan tidak becus memberantas KKN.
“Maka karena itulah saya minta pimpinan KPK dan semua deputi serta penyidik KPK agar ingat betul latar belakang berdirinya KPK. KPK harus berani melawan semua intervensi dalam penegakan hukum,” kata pengajar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Tama Jagakarsa, Jakarta, Dr. Siprianus Edi Hardum, S.I.P, S.H.,M.H., kepada media pada Selasa 10 September 2024.
Edi Hardum menyampaikan hal tersebut ketika ditanya komentarnya terkait penggunaan jet pribadi oleh Wali Kota Medan, Bobby Nasution, dan adik iparnya, Kaesang Pangarep.
Menurut Edi, KPK tidak perlu ragu apalagi takut mengusut dugaan gratifikasi terkait penggunaan jet pribadi yang dilakukan anak dan menantu Presiden Joko Widodo itu.
“Terutama penggugaan jet pribadi oleh Wali Kota Medan, Bobby Nasution. Beliau pejabat negara, UU Tipikor sudah mengatur dengan jelas bahwa pejabat negara yang menerima gratifikasi harus dihukum,” kata advokat dari kantor Hukum “Edi Hardum and Partners” ini.
Edi juga mendesak KPK agar mengusut dugaan gratifikasi yang dilakukan Kaesang terkait penggunaan jet pribadi.
Edi menduga, pemilik jet pribadi kepada Kaesang karena Kaesang mempunyai pengaruh kepada ayahnya Presiden Jokowi serta orang-orang sekitar Jokowi.
“Tidak mungkin pemilik jet memberi jetnya untuk dipakai kepada orang yang sama sekali tidak mempunyai pengaruh dalam mengambil keputusan. Kaesang kan anak Presiden dan sepertinya banyak orang-orang sekitar Presiden yang “tunduk” kepada Kaesang dalam hal-hal tertentu,” kata alumnus S3 Ilmu Hukum Universitas Trisakti, Jakarta ini.
Karena itulah sambung Edi, adalah tidak berlebihan kalau masyarakat mendesak KPK selain mengusut Boby Nasution juga Kaesang Pangerep.
Edi mengatakan, Boby dan Kaesang bisa masuk dalam jenis korupsi yang disebut perdagangan pengaruh (trading in influence), yang merupakan salah satu jenis korupsi yang banyak terjadi dan tidak mudah untuk membuktikannya.
“Korupsi seperti ini sering dimainkan oleh orang-orang yang tidak mempunyai wewenang dan tidak mempunyai kekuasaan langsung, namun mampu mengatur arah sebuah kebijakan,” tegas alumnus S2 Ilmu Hukum UGM, Yogyakarta ini.
Perdagangan pengaruh, kata Edi, sudah masuk dalam salah satu delik korupsi pada Konvensi PBB Melawan Korupsi (United Nation Convention Against Corruption – UNCAC) yakni pada Pasal 18 tentang klasifikasi korupsi dan penegakan hukum.
Pengaruh sebagaimana didefinisikan dalam Konvensi tersebut adalah janji, penawaran atau pemberian kepada pejabat publik atau orang lain siapa pun, secara tidak langsung atau langsung, untuk menyalahgunakan pengaruhnya demi memperoleh manfaat yang tidak semestinya. Termasuk dalam pengertian ini adalah permintaan atau penerimaan oleh pejabat publik atas manfaat yang tidak semestinya agar menyalahgunakan wewenangnya.
Kecam Komisi Pemberantasan Korupsi
Edi mengecam KPK yang mengalihkan penanganan kasus penggunaan jet pribadi Boby dan Kaesang ke Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM), dan bukan lagi di Direktorat Gratifikasi.
Menurut Edi, kalau KPK tidak mengusut kasus tersebut maka tidaklah salah masyarakat kalau menduga KPK diintervensi oleh pihak Boby dan Kaesang.”Atau bisa saja pimpinan KPK diduga terima suap atau dijanjikan sesuatu oleh pihak Boby atau Kaesang ?” kata dia.
Edi menyayangkan Boby dan Kaesang menggunakan jet pribadi. “Saya menyayangkan ya, di tengah masih begitu banyak masyarakat Indonesia miskin mereka pertunjukkan hidup materialistis dan hedon,” kata dia.
Menurut Edi, KPK perlu usut tuntas kasus tersebut selain memberikan efek jera kepada Boby dan Kaesang kalau memang terbukti, juga kepada semua anak pejabat siapa pun ke depannya.
“Sebagaimana tujuan penegakan hukum selain memberi balas dendam kepada pelaku kejahatan juga untuk pencegahan agar tidak terjadi hal yang sama oleh siapa pun ke depannya,” tegas penulis buku,”Perdagangan Manusia Berkedok Pengiriman TKI” ini.
Sebagaimana diberitakan banyak media, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menjelaskan, pengalihan ini terjadi karena sudah ada laporan resmi dari masyarakat terkait dugaan gratifikasi Bobby dan Kaesang. Dengan masuknya laporan tersebut, penanganan kasus kini berada dalam wewenang PLPM.
Tessa juga menekankan bahwa perubahan ini bukan berarti KPK mengabaikan kasus tersebut, melainkan agar penanganan berjalan sesuai prosedur yang berlaku di lembaga antirasuah tersebut.
“Penanganan dugaan penerimaan gratifikasi Saudara BN (Bobby Nasution) sudah tidak lagi berada di Direktorat Gratifikasi Kedeputian Pencegahan, karena sudah ada laporan yang masuk, maka difokuskan di Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM),” jelas Tessa. *** (Eky)