Hasil Investigasi LSM KOAD: Laporan Dialihkan Kepengaduan Masyarakat

KabarDaerah.com –  Tiga tahun, waktu yang cukup lama untuk proses sebuah perkara. jika tidak dihalangi, rasanya Polri tidak akan di cacap melalaikan perkara masyarakat.

Artinya, jika untuk melaporkan sebauah perkara, selalu dialihkan ke Pengaduan, pada hal jika dibuat sebagai laporan ataupun pengaduan, tentunya terserah Polri, yang jelas masyarakat telah melapor.

Apapun alasannya, untuk melihat sebuah perkara pidana tentunya dengan berpedoman kepada unsur perkara. jika unsur perkara terpenuhi kewajiban Polri untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. hal ini yang tidak dilakukan Polri

Tugas penyidik Polri adalah mengumpulkan barang bukti dan membuat terang perkara pidana. bukannya membatalkan bukti yang diajukan pelapor.

Pada hal, bunyi Pasal 108 ayat (1) KUHAP mengatur tentang setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan/atau menjadi korban tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan/atau penyidik baik lisan maupun tertulis.

Berdasarkan klausul pasal di atas, bahwa melaporkan tindak pidana hanya merupakan hak.

Namun, pada ayat selanjutnya disebutkan setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik.

Hal inilah yang dihalangi oleh penyidik Polri. Disaat penyidik Polri sudah seharusnya melakukan penyelidikan, alat bukti sudah hilang, siapa yang salah dengan keadaan ini..??

Jelas jelas Polri tidak menjalankan tugas dan fungsinya. pelapor dalam hal ini adalah ketua DPW Sumbar Fast Respon Nusantara, sengaja melakukan investigasi terkait sulitnya melapor di Sumbar.

Berdasarkan SOP yang berlaku di Polda Sumbar, setiap laporan pidana dialihkan ke pengaduan masyarakat, walaupun pelapor sudah melakukan laporan tetap dilaihkan ke pengaduan, dalam pengaduan masyarakat tersebut sering dipergunakan oknum penegak hukum untuk melakukan penyimpangan.

Contoh : Disaat melapor dialihkan ke pengaduan, banyak kesempatan untuk berdalih, salah satu contohnya adalah dengan membatalkan bukti bukti yang dimiliki pelapor, selanjutnya dengan meminta pelapor membuktikan dulu kepemilikan atas barang sesuatu tersebut. Dari cerita ini, bukankah tugas dan fungsi Polri sudah menyimpang dari tugas yang sebenarnya.

Kenapa terjadi penyimpangan…??

Alasan sebenarnya, karena oknum Polri tidak taat kepada Kode Etika Profesi, sehingga profesionalisme anggota Polri tidak bisa dipertanggung jawabkan. terbukti dengan tiga pengaduan pertama Polsek Polresta dan Polda Sumbar kerepotan mencari alasan yang masuk akal, sehingga terpaksa 10 alasan dikemukakan untuk dijadikan alasan penghentian penyelidikan. tidak segan-segan, Polri meminta keterangan ahli pidana. mulai dari Doktor sampai Profesor.

Pada Hal setelah LSM KOAD melakukan investigasi, didapat fakta lapangan, bahwa ada tiga orang salah satu oraganisasi masyarakat XXX yang berusaha membantu salah satu pihak bersengketa. hal ini terjadi sekitar bulan September 2021.

Tiga orang tersebut mendapatkan kuasa dari Faisal dan Sulaiman Surya Alam. Usaha anggota ormas tersebut beusaha menemui Lurah dan Notaris yang menjadi dasar pelaporan Bypass Teknik. diduga kuat mereka juga menemui oknum oknun di Kepolisian salah satunya Bidpropam dan Waka Polda Sumbar saat itu.

Itulah yang menjadi biang masalah saat bypass Teknik akan dilaporkan ke Polsek Kuranji dan Polresta Padang.keterangan ini diterangkan oleh Indrawan ketua LSM KOAD.

 

Beikutnya pelapor kembali surati Kapolri, berikut isi surat tersebut :

Padang, 21 September 2024

Perihal: Mohon dilakukan proses hukum sesuai aturan perundang undangan

 

Kepada Yth: Bapak Kapolri Jendral (Pol) Drs Listyo Sigit Prabowo M.Si di Jakarta

Dengan Hormat,

Setelah melapor ke Kapolri, Kembali kami tulis kembali surat bahwa kami sangat kesulitan untuk melapor. Kami sudah memenuhi segala sesuatu yang diminta, seperti bukti bukti yang diperlukan juga sudah kami berikan, namun perkara yang kami laporkan tetap saja dihalangi.

Pengaduan telah kami lakukan 4 kali, 3 digugurkan sebelum disidik, bahkan akalan akalan Polsek Kuranji dan Polresta Padang serta Polda Sumbar, dalam menghentikan perkara kami 10 kali melakukan kebohongan, terakhir Kabid propam mengatakan Ne Bis In Idem ketekia kami melaporkan pelanggaran KEPP. Hal ini jelas jelas salah dimata hukum karena perkara kami belum dilakukan proses hukum dengan benar.

Terakhir, setelah kami melaporkan pemalsuan surat, memakai surat palsu dan pemalsuan nama toko di kabupaten Limapuluh kota, dan setelah didesak oleh ombudsman RI dan kompolnas RI baru diperbolehkan melapor.

Hal ini merupakan bukti bahwa kami dihalangi. Obtruction of justice sendiri justru merupakan pelanggaran KEPP dan pelanggaran pidana yang hatus dilakuka proses hukum oleh Polri.

Pada kesempartan ini sekali lagi kami meminta kepada Kapolri agar perkara ini di proses dengan benar berdasarkan aturan perundang undangan.

Kami meminta  Polri agar menjalankan tugas dan fungsi dalam penegakkan hukum, melayani melindungi, mengayomi.

Sangat janggal dan bertolak belakang dengan tugas dan fungsinya, ketika Polri justru malah melindungi kejahatan serta menghilangkan bukti bukti yang kami miliki.

Demikian harapan kami, Terimakasih

Padang, 21 September 2024

TTD

INDRAWAN

 

Surat berkutnya:

Padang, 15 September 2024

Perihal: Laporan untuk Divisi Propam Polri, Karo Wasidik dan Itwasum Polri

 

Kepada Yth: Bapak Kapolri Jendral (Pol) Drs Listyo Sigit Prabowo M.Si di Jakarta

Dengan Hormat,

Setelah 8 kali melapor ke Kapolri, Kembali kami tulis kembali surat Kapolri bahwa kami sangat kesulitan, mari kita teliti kejadian demi kejadian :

  1. Pertama, Tiga Pengaduan dihentikan disaat sedang dilidik sudah ditanggapi, secara keseluruhan dari laporan Bypass Teknik, dapat disimpulkan bahwa perkara Bypass Teknik dihalangi. Setelah Divpropam Polri berdasarkan surat R/1039/VI/WAS.2.4./2022/Divpropam tanggal 14 Juni 2022 melimpahkan pengaduan ke Bidpropam Polda Sumbar. Bidpropam Polda Sumbar keluarkan surat hasil penyelidikan tanggal tanggal 5 Agustus 2022 berdasarkan surat Bidpropam tersebut agar dilakukan supervisi oleh Bagwassidik. Sepertinya hal itu juga sengaja diabaikan Bagwassidik Polda Sumbar. Kapolda Sumbar selanjutnya keluarkan Surat Telegram tanggal 6 Januari 2022. Kami ketahui setelah kami menjalani proses hukum di Ombudsman RI, ternyata juga diabaikan oleh Polresta Padang. Belakangan diketahui bahwa berdasarkan surat ITWASUM Polri ke pelapor, dikatakan ITWASUM bahwa laporan Bypass Teknik masih dan sedang dilakukan penyelidikan/penyidikan, sudah tentu artinya belum dihentikan sebagai mana dikatakan Polsek Kuranji dan Polrestra Padang serta Bagwassidik Polda Sumbar. Ketika dua surat yang dikeluarkan tidak dipatuhi, tentu telah telanggar Perkapolri nomor 7 tahun 2022, pelanggaran itu terkait dengan KEPP Polsek Kuranji dan Polresta Padang. Kemuadian kami melapor ke Divpropam mabes Polri setelah dilakukan penyelidikan dan investigasi oleh Bidpropam Polda Sumbar, dikatakannya dalam surat Nomor B/251/VII/HUK.12.10./2023/ Bidpropam, tanggal 12 Juli 2023. R/LHP-60/VII/WAS.2.4/2022/Bidpropam, tanggal 18 Juli 2023, isi surat tersebut mengatakan bahwa tidak ditemukan pelanggaran kode etika profesi yang dilakukan di Polsek Kuranji dan Polresta Padang dan Polda Sumbar. Dari tiga pengaduan diatas, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi menghalangi proses hukum atas perkara Bypass Teknik. Pengaduan pertama tanggal 7 November 2021 dan pengaduan tanggal 26 Desember 2021, keduanya dihentikan dengan alasan yang tidak konsisten, sampai sampai 9 alasan kebohongan dilakukan dilakukan untuk itu. Polsek Kuranji dan Polresta Padang serta Polda Sumbar sendiri tidak merasa malu kebohongannya ketahuan oleh pelapor. tidak berhenti sampai pada tiga pengaduan, berikutnya,
  2. Kedua LP/B/28/II/2023/SPKT Polda Sumbar sedang ditangguhkan. keterangan ahli adalah alasan yang dikatakan Kasat Reskrim Polresta Padang. Dalam surat SPPHP Polresta Padang jelas dikatakan bahwa setelah dilakukan penyilidikan, permintaan ketarangan saksi, dan ketarangan ahli, dikatakannya bahwa perkara LP/B/28/II/2023/SPKT Polda Sumbar bukan tindak pidana, karena pelapor meyerahkan barang kepada Rusdi, sehingga tidak bisa minta pertanggung jawaban kepada adik dan anak anak Rusdi. Hal ini benar sekali tetapi bukan karena Adik dan anak Rusdi bukan penerima penyerahan barang. tetapi berdasarkan pasal 1340 KUHPerdata dan pasal 1338 KUHPerdata, Penyidik lupa mentelaah unsur perkara perbuatan pidananya. Penyidik terlalu sibuk memikirkan apa lagi alasan yang akan dipakai agar perkara bisa dihentikan, penyidik seakan tidak peduli dengan unsur perkara yang telah ditetapkan KUHAP terpenuhi. Dimana 5 unsur perkara laporan tersebut terpenuhi semua. Sehingga 4 kali dipertanyakan setelah dilakukan gelar, jawaban penyidik ‘tergantung pimpinan’, lantas apa namanya jika perkara tidak berproses sesuai aturan hukum dan UU. Bahasa yang akrap ditelinga kita akhir-akhir ini adalah obstruction of justice/menghalangi proses hukum.
  3. Ketiga, surat Laporan tanggal 21 Maret 2023 tidak diproses. Hasil gelar oleh Bagwassidik Polda Sumbar minta keterangan ahli hukum pidana. Surat laporan tindak pidana tanggal 21 Maret 2023, tentang pemalsuan , pemakaian surat palsu dan pemalsuan nama toko di Lima puluh kota. Perkara ini tidak di proses sama sekali. Karena penyidik kemungkinan kebingungan ketika perkara ini akan diproses. Sehingga penyidik memilih mengatakan bahwa belum ada perintah dari atasannya. Sedang, dalam surat telah dikatakan bahwa penyidik telah diarahkan. Pada bulan Agustus setelah didesak Kompolnas RI dan Ombudsman RI baru keluar surat dari Ditreskrimum Polda Sumbar bahwa kami boleh melapor ke SPKT Polda Sumbar. walaupun akhirnya Polda Sumbar harus mengeluarkan surat, bahwa pelapor diminta untuk melapor ke SPKT Polda Sumbar. Hal ini adalah bukti bahwa selama ini perkara Bypass Teknik dihalangi. Apakah ini bukan menghalangi proses hukum?? tetapi hal ini terjadi setelah disurati beberapa kali oleh Kompolnas RI dan Ombudsman RI

Dari rentetan kejadian tersebut dapat disimpulkan, bahwa telah terjadi mengahalangi halangi proses hukum atau obstruction of justice, terhadap perkara Bypass Teknik. Sepertinya perkara ini sangat masif sampai sampai Kapolda pun diam menghadapi perkara ini, walau dari awal Kapolda sudah mengatakan akan melakukan proses hukum di Polda Sumbar dan mengatakan sebahagian barang yang ada di usaha tersebut adalah milik pelapor.

Dengan tidak diperbolehkan melapor jelas sudah melanggar UU, berdasarkan pasal 108 ayat 1 KUHAP, disebutkan bahwa setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis kepada penyidik Polri, pasal 108 ayat 6 setiap pelapor atau pengadu wajib diberikan Surat Tanda Penerimaan Laporan atau Pengaduan (STPL/P) oleh penyelidik atau penyidik. Dalam hal ini, Polisi sering bermain dengan Laporan atau Pengaduan. Untuk melakukan penanganan perkara atau tindak lanjut tiga pengaduan dugaan tindak pidana di Toko Bypass Teknik sudah selayaknya dilakukan. Karena terbukti Bypass Teknik memang dihalangi berproses.  Pada awalnya diabaikan, tanggal 10 Februari 2023 barukami bisa melapor setelah dibantu Kapolda Sumbar.

Terhadap keberatan Pelapor terhadap Surat Tanda Terima Pengaduan (STTP) Nomor: 284 tanggal 7 Desember 2021, Kabid Propam Polda Sumbar melalui nota dinas tanggal 20 Juli 2022 merekomendasikan kepada Kapolda Sumbar untuk memerintahkan Direskrimum Polda Sumbar agar Kabagwassidik Krimum Polda Sumatera Barat melakukan supervisi terhadap STTP Nomor 284 tahun 2021. Kepada Kapolresta Padang diminta agar Kasatreskrim Polresta Padang mengawasi laporan yang ditangani oleh Satreskrim. Diperkuat dengan surat dari Kompolnas RI minta perkara ini diproses dalam waktu tidak terlalu lama.

Surat Tanda Terima Pengaduan (STTP) nomor 284 tanggal 7 Desember 2021, seharusnya STTL atau laporan Polisi, artinya, menurut UU KUHAP pasal 108 ayat 1 dan 6. Bahwa masyarakat diberikan hak oleh negara untuk melapor. Sedangkan, pengaduan masyarakat bukan merupakan delik pengaduan, sedangkan dalam pasal 6 bahwa Polri wajib menerima laporan tersebut dengan memberikan surat tanda terima laporan. Hal ini merupakan suatu pelanggaran berat, karena yang dilanggar adalah UU oleh Polsek Kuranji dan Polresta Padang.

Pengaduan bisa dilakukan jika pasal yang disangkakan merupakan delik aduan, seperti pasal perzinaan, pencemaran nama baik, pencurian dalam keluarga. Jika pasal tersebut yang dilakukan, barulah dilakukan pengaduan, jika tidak maka Polri hanya wajib menerima laporan saja selanjutnya melakukan penyelidikan sesuai aturan dan UU.

Alasan dilakukan pengaduan sebenarnya, karena banyak perkara yang tidak selesai oleh Polri, oleh sebab itu keluarlah Perkaba Reskrim tentang SOP bagaimana proses melapor seharus dilaksanakan.

Disuatu sisi hal dapat diterima, tetapi ketika SOP dimanfaatkan oleh oknum anggota Polri untuk mengambil keuntungan, semua pasal dijadikan pengaduan, tentunya talh terjadi suatu pelanggaran hukum(pelanggaran KEPP).

Terhadap keberatan Pelapor yang disampaikan melalui surat No: 07 Tahun 2022, tanggal 20 Juni 2022, Bagwassidik Polda Sumatera Barat melakukan permintaan klarifikasi pada tanggal 2 Agustus 2023 kepada Pelapor, Faisal  Ferdian, Istri Rusdi, Novelona (Notaris), Masrul (Lurah Sungai Sapih), Marlin (wartawan), penyidik Polsek Kuranji, dan penyidik Polda Sumbar dengan hasil:

Disarankan agar Pelapor mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Padang terkait penguasan aset, ganti kerugian tentang modal usaha berdasarkan perjanjian kerja sama tahun 2018 antara Rusdi dan Indrawan.

Penjelasan/Keterangan pelapor

Polri tidak pada posisi pemberi saran, kewajiban Polri adalah melakukan proses hukum sesuai dengan aturan hukum dan perundang undangan, terhadap laporan 284, tanggal 7 Desember 2021.

Sedangkan melakukan gugatan perdata kepengadilan, harus dilakukan untuk mendapatkan hak, namun hal itu bukan terhadap pihak lain, hanya berlaku terhadap pihak yang berjanji (Pihak Indrawan dan Rusdi). Demikian bunyi pasal perdata yang kami ketahui.

Penguasaan aset usaha Bypass Teknik juga merupakan perbuatan pidana, jika dilakukan oleh bukan pihak-pihak yang berjanji (Rusdi dan Indrawan). Berdasarkan aturan dan UU hanya Rusdi dan Indrawan yang mempunyai hak dalam usaha Bypass Teknik.

Laporan Tindak pidana yang kami lakukan terjadi saat Rusdi masih hidup (bulan September 2021-Nevember 2021). Sehingga tidak satu orangpun yang berwenang selain kedua belah pihak (Rusdi dan Indrawan).

Makanya ketika ditanya ke Kapolsek dan Kasat Reskrim Polresta Padang, mereka sering bertukar jawaban. Dengan kata lain tidak konsisten, mereka berbohong untuk menutup pelanggaran yang dilakukan sebelumnya.

Apalagi laporan perkara nomor STTP/284, tanggal 7 Desember 2021, adalah berang yang di Service di Toko Bypass Teknik Lima Puluh kota. Tentu tidak tarkait dengan objek perjanjian kerjasama.

Untuk itu Kapolsek berdalih lagi dengan mengatakan bahwa bukti kepemilikan tidak ada yang asli pada hal, bukti pembelian dikirim melalui Whastapp. Bukti yang dikirim melalui Whastapp tentu merupakan bukti hukum yang sah, jika bukan bukti hukum tentunya UU ITE sulit untuk dibuktikan.

Bagwassidik Polda Sumatera Barat melakukan permintaan klarifikasi pada tanggal 2 Agustus 2023 kepada Pelapor, Faisal  Ferdian, Istri Rusdi, Novelona (Notaris), Masrul (Lurah Sungai Sapih), Marlin (wartawan), penyidik Polsek Kuranji, dan penyidik Polda Sumbar

Klarifikasi hanya dihadiri Oleh:

  • Polri 12 orang
  • Faisal Ferdian (tidak oleh yang lain)
  • Indrawan sebagai pelapor

Disini terjadi lagi kebohongan, Novelona Anggaraini, Masrul,  Istri Rusdi tidak hadir dalam gelar perkara tanggal 2 Agustus 2023 (dalam surat Obbudsman 2 Aguatus 2022).

Terhadap barang yang dilaporkan, Pelapor tidak didukung bukti yang cukup. Peristiwa yang dilaporkan tidak cukup bukti karena Pelapor tidak dapat membuktikan kepemilikan berupa kwitansi pembelian mesin pompa air.

Tidak didukung cukup bukti, Pada hal pelapor telah menyerahkan bukti bukti ke Polsek Kuranji dan Polresta Padang.

Jika penyidik mengatakan tidak cukup bukti, tentunya penyidik belum bekerja melaksanakan tugas sesuai aturan hukum dan perundang undangan, karena mengumpulkan bukti bukti adalah pekerjaan penyidik Polri.

Laporan di Polsek Kuranji telah dilakukan penyelidikan dengan hasil bahwa laporan bukan tindak pidana dan perkara telah dihentikan penyelidikannya, apabila ada novum baru dapat diberikan kepada penyidik Polsek Kuranji dan Polresta Padang.

Polsek Kuranji memang telah lakukan penyelidikan, tapi hasil hasil yang diinginkan belum tercapai. Karena penyelidikan yang dilakukan belum sesuai dengan aturan hukum dan perundang undangan. Polsek Kuranji belum melakukan olah TKP, Polsek Kuranji belum memasang garis Polisidi TKP Bypass Teknik. Jika olah TKP sudah dilakukan, Polsek Kuranji akan mendapatkan data, bukti dan petunjuk.

Seperti berupa sisa barang milik pelapor di Bypass Teknik dan hal hal lain yang diperlukan untuk mengungkap perkara ini. Oleh sebab itu Polsek Kuranji diduga kuat telah menghalangi pelapor untuk mendapakan haknya. Modus oknum Polri Laporan diganti menjadi Pengaduan.

Hak untuk melapor dilindungi UU, Polri menerima Laporan juga diwajibkan oleh UU, jika Polsek Kuranji tidak melaksanakan, artiya telah terjadi pelanggaran KEPP dan  tindak pidana. Apalagi dalam hal ini bukti berupa mesin pompa air merk Kipor 4 inc telah disita oleh Polsek Kuranji. Artinya perkara ini telah dan sedang dalam penyidikan. Ketika dihentikan Polsek Kuranji hanya mengeluarkan SPPLID bukan SP3, disini terjadi lagi kebohongan. Bagwassidik Polda Sumbar menyampaikan hasil pelaksanaan klarifikasi tanggal 2 Agustus 2022 kepada Direskrimum Polda Sumbar pada tanggal 1 September 2022.

Terhadap keberatan Pelapor yang disampaikan melalui surat No: 07 Tahun 2022 tanggal 20 Juni 2022, Bagwassidik Polda Sumatera Barat kembali melakukan permintaan klarifikasi pada tanggal 13 September 2022, kepada pihak terkait dengan hasil sebagai berikut:

  1. Penyelidikan dapat dilanjutkan dengan bukti kepemilikan yang dimiliki oleh Pelapor dengan mencocokkan barang bukti kepemilikan dll secara detail sehingga tergambar dugaan pidana penggelapan yang dilaporkan.
  2. Kedua kasus diperiksa kembali dengan alasan diduga ada pidana penggelapan.
  3. Kasus akan digelar kembali setelah pulbaket.

Bagwassidik Polda Sumbar telah menyampaikan hasil pelaksanaan klarifikasi tanggal 13 September 2022 kepada Direskrimum Polda Sumbar pada tanggal 11 Oktober 2022.

Terhadap keberatan Pelapor tentang tidak adanya kepastian hukum terhadap STTP Nomor 284, STTP Nomor 303, surat Indrawan nomor 1 Tahun 2022 tanggal 16 Oktober 2022, Bagwassidik Polda Sumbar melakukan klarifikasi kepada para pihak tanggal 29 November 2022 dengan hasil peristiwa yang dilaporkan bukan merupakan tindak pidana.

Polri mengatakan perkara kami bukan tindak pidana, tentu harus jelas dasar hukumnya. Dengan mengatakan bukan tindak pidana adalah menurut keterangan DR Fitriati SH MH, namun setelah dikonfirmasi kepada beliau, dikatakannya bahwa dia hanya mendapatkan keterangan terkait dengan perjanjian kerjasama antara Rusdi dan Indrawan, bukan terkait barang yang di service atau barang titipan, bukan terkait pelaku dan bukanpula terkait waktu kejadian. Laporan atau STTP/284 dan STTP/303, tidak bisa disamakan, satu barang yang diservice di Bypass Teknik Lima Puluh Kota dan satunya lagi berupa barang objek perjanjian kerjasama Rusdi dan Indrawan. Laporan STTP/303 dikatakan bukan tindak pidana, merupakan pentunjuk bahwa penyidik Polri sengaja menyelewengkan bersama sama dan itu merupakan kesalahan berat yang dilakukan Polsek Kuranji.

Suatu perbuatan dikatakan Bukan tindak pidana disebabkan oleh unsur pidana tidak terpenuhi. Dalam hal kepemilikan, apakah terduga pelaku menjual barang milik sendiri atau milik pihak lain.

Saat RJ di Polsek Kuranji, dikatakan oleh terduga pelaku bahwa barang yang dijual bukan milik pelaku, tapi kepunyaan orang tua/ayahnya Rusdi. Dalam hal ini peritiwa pidana terjadi saat Rusdi masih hidub. Jadi terduga pelaku tidak punya hak untuk menjual barang tersebut.

Akibatnya, kejahatan dibiarkan terjadi setiap hari dan terus menerus, artinya Tugas dan fungsi Polri tidak terlaksana. Sedangkan Polri sibuk beradu argumentasi mempertahan pendapatnya. Tugas dan fungsi Polri  adalah melakukan penegakkan hukum, melayani, mengayomi sehingga tercapailah keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Disisi lain harta kekayaan masyarakat tidak terlindungi oleh Polri.

Secara khusus berikut penjelasan pelapor:

  1. Berdasarkan pasal 108 ayat 1 KUHAP, disebutkan bahwa Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis kepada penyidik Polri, pasal 108 ayat 6 setiap pelapor atau pengadu wajib diberikan Surat Tanda Penerimaan Laporan atau Pengaduan (STPL/P) oleh penyelidik atau penyidik. Sering dalam hal ini, Polisi bermain dengan Laporan atau Pengaduan. Sesungguhnya keduanya harus di daftarkan dalam administrasi kepolisian. Apalagi sekarang Polisi sudah bertransformasi menjadi Polri yang presisi.
  2. Sesungguhnya dalam suatu perikatan atau perjanjian, bisa saja terjadi peristiwa pidana, memang perikatannya adalah perkara perdata karena terkait hak, laporan Bypass Teknik adalah Tindak Pidana selama perbuatan yang dilakukan memenuhi unsur pidana pasal yang disangkakan. Berikut waktu kejadian setelah sakit dan sebelum meniggal dunia. Dan terakhir tentang kewenangan anak dan adik Rusdi tentunya berlaku hukum perikatan/perjanjian/persekutuan modal, tentunya yang berwenang adalah pemilik modal(Rusdi dan Indrawan), ketika anak dan adik Rusdi sebagai pelaku akan terpenuhi unsur pidananya.
  3. Terkait Perjajian, dengan disewanya Bangunan toko oleh pihak lain, sama saja dengan mengambil atau menguasai hak milik orang lain seluruh atau sebagian. Dengan menyewa bangunan pada prinsipnya, dapat diartikan suatu perbuatan menguasai barang barang yang dimaksud.
  4. Khusus untuk peristiwa pidana, sesuai dengan kronologis diatas, karena pihak lain yang dimaksud dalam pasal 1340,1338,1337 KUHPerdata, tidak dibenarkan oleh UU karena bukan para pihak yang berjanji, karena bukan pemilik modal. Sehingga pihak lain tidak boleh dirugikan dan tidak boleh mendapat manfaat karenanya, sesuai dengan pasal 1315, 1338 KUHPerdata.
  5. Terlapor terindikasi ingin memiliki, dengan tidak mengakui hak dari pemilik modal. Dalam pasal sangkaan sudah jelas bahwa barang sesuatu, yang seluruh sebagian kepunyaan orang lain, artinya bukan kepunyaan pelaku/calon tersangka atau calon terdakwa.
  6. Pembuktiannya akan didapat, ketika dilakukan oleh pelaku kejahatan, bahwa barang tersebut bukan milik pelaku. Tentunya bukan orang lain yang harus membuktikan. Karena jika orang lain yang harus membuktikan, maka setiap orang seharusnya dijadikan saksi, disinilah letak kunci perkara ini.
  7. Apalagi, dugaan perstiwa pidana terjadi pada saat Rusdi sakit dan sebelum meninggal dunia, pelaku adik dan anak Rusdi dan objeknya barang milik Indrawan dari objek keseluruhan barang objek perjanjian kerjasama yang terletak digudang Bypass Teknik, sedangkan gudang tersebut dalam keadaan terkunci. tentunya yang memiliki kewenangan hanya pemilik modal (Indrawan dan Rusdi). Jika adik dan anak melakukan perbuatan hukum tentu harus ada surat kuasa dari dari kedua pemilik modal.
  8. Bagwassidik Polda Sumbar menyampaikan hasil pelaksanaan klarifikasi tanggal 29 November 2022, hasilnya disampaikan kepada Direskrimum Polda Sumbar pada tanggal 8 Desember 2022. Bukankah ini termasuk memperlambat jalannya perkara. sedangkan jika kita lihat aturan ada daluarsa perkara yang diatur oleh KUHAP.
  9. Terhadap keberatan Pelapor, tentang tidak adanya kepastian hukum terhadap STTP Nomor 284, STTP Nomor: 303, surat Indrawan Nomor 12 Tahun 2022, tanggal 20 Desember 2022, Polda Sumbar mengeluarkan telegram kepada Kapolresta Padang tanggal 6 Januari 2023 dengan isi:
    1. Melaksanakan penyelidikan dan penyidikan secara profesional, proporsional, objektif, transparan, dan akuntabel serta melakukan pengawasan terhadap penanganan perkara dimaksud dengan mempedomani Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
    2. Optimalkan dan berdayakan peran Kepala Bagian Operasional (KBO) Satreskrim Polresta Padang untuk melakukan pengawasan atas penyelidikan/penyidikan yang telah dilakukan.
    3. Segera lakukan mediasi dengan menghadirkan para pihak berperkara untuk dilakukan musyawarah dan fokus pada jumlah modal yang disetor oleh Pelapor kepada Rusdi.
    4. Segera kirimkan laporan kemajuan dengan melampirkan bukti kepada Kapolda Sumbar.

Tanggal 6 Januari 2023, belum terjadi laporan polisi, tentunya yang dimaksud adalah tiga pengaduan di Polsek Kuranji dan Polresta Padang. Jika Polresta taat dan patuh kepada atasannya(Kapolda Sumbar), Polresta Padang seharusnya menerima laporan bukan menerima pelimpahan laporan dari Polda Sumbar tanggal 10 Februari 2023.

Dapat diduga bahwa Polresta Padang pada posisi tidak ingin perkara Bypass Teknik ini berproses dengan benar. Sehingga semua isi telegram Kapolda Sumbar diabaikan/tidak dipatuhi, bukankah perintah atasan adalah merupakan termasuk sesuatu yang diwajibkan bagi anggota Polri sesuai Perkapolri nomor 7 tahun 2022.

Sangat menyedihkan, ketahuan berbohong, oknum penyidik masih mencari celah untuk pembelaan diri. Akibatnya kejahatan terjadi setiap hari dan berulang ulang. Institusi Polri dapat diduga dijadikan sebagai pelindung terjadinya kejahatan tindak pidana. Laporan terkait dengan Pengaduan di Polresta Padang STTP/636 tidak disebut khusus oleh Polda Sumbar.

Mari kita perhatikan Kutipan Perkapolri berikut:

Pada hal dalam Paragraf 2 tentang etika kelembagaan, Pasal 10 disebutkan sebagai berikutnya :

(1)  Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kelembagaan, dilarang:

  1. Melakukan perbuatan  yang  tidak  sesuai  dengan ketentuan  peraturan perundang-undangan, dan/atau standar operasional prosedur, meliputi: Penegakan hukum, Pengadaan barang dan jasa, Penerimaan anggotaPolri, Pendidikan pengembanga
  2. Penerbitan dokumen dan/atau produk Kepolisian terkait pelayanan masyarakat tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
  3. Menyampaikan dan menyebarluaskan informasi yang tidak dapat dipertangung jawabkan kebenarannya tentang  Polri  dan/atau  pribadi pegawai negeri pada Polr
  4. Menghindar dan/atau menolak Perintah Kedinasan dalam rangka Pemeriksaan internal yang dilakukan oleh fungsi pengawasan terkait dengan Laporan atau Pengaduan masyaraka
  5. Menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan;
  6. Melaksanakan tugas tanpa Perintah Kedinasan dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  7. Melakukan permufakatan  Pelanggaran  KEPP  atau disiplin atau tindak pidan

(2)   Larangan dalam penegakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a angka I, dapat berupa:

  1. Mengabaikan kepentingan  pelapor,  terlapor,  atau pihak lain yang terkait dalam perkara yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. Merekayasa  dan    memanipulasi    perkara    yang menjadi  tanggung  jawabnya  dalam  rangka penegakan hukum;
  3. Melakukan penyidikan  yang  bertentangan  dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, karena adanya campur tangan pihak lain;
  4. Menghambat kepentingan   pelapor,  terlapor,  dan pihak terkait lainnya yang sedang berperkara untuk memperoleh haknya dan/atau melaksanakan kewajibannya;
  5. Mengurangi, menambahkan, merusak, menghilangan dan/atau merekayasa barang bukti;
  6. Menghambat dan menunda waktu penyerahan barang bukti yang disita kepada pihak yang berhak/berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  7. Menghambat dan menunda waktu penyerahan tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum;
  8. Melakukan penghentian atau membuka kembali penyidikan tindak pidana yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  9. Melakukan  hubungan atau pertemuan secara langsung atau tidak langsung di luar kepentingan dinas dengan pihak-pihak terkait dengan perkara yang sedang ditangani dengan landasan itikad buruk;
  10. Melakukan keberpihakan dalam menangani perkara

Dari aturan ini jelas banyak yang dilanggar lalu kenapa justru Propam tidak menemukan pelanggaran KEPP

Kenapa anggota anggota Polda Sumbar tidak patuhi perintah Mabes Polri.

Apa sebenarnya yang terjadi..??

Sementara dari satu sisi, tanggal 6 Januari 2023, Kapolda Sumbar sudah terbitkan Surat Telegram ke Kapolresta Padang. Isinya adalah memerintahkan Kapolresta Padang, untuk melakukan proses hukum secara profesional, proporsional, objectif, transparan dan akuntable serta melakukan pengawasan terhadap perkara yang dimaksud dengan mempedomani Perkapolri nomor 6 tahun 2019, Optimalkan peran KBO Satreskrim Polresta Padang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan, segera lakukan mediasi dengan menghadirkan para pihak yang berperkara untuk melakukan musawarah dan fokus pada jumlah modal disetor oleh pelapor kepada Rusdi. Segera kirimkan laporan kemajuan kepada kapolda sumbar.

Ternyata, Surat Telegram tanggal 6 Januari 2023 ini tidak dipatuhi oleh Kapolresta Padang bahkan sampai saat ini.

Polresta Padang dalam hal ini tidak mematuhi surat telegram tersebut, akibat ketidakpatuhan Polresta Padang. Penyidik juga masih berdalih dengan keterangan ahli. Pertanyaannya apakah penyidik bekerja sendiri??

Menanggapi tiga pengaduan di Polsek Kuranji dan polresta Padang sampai sampai sepuluh kali berbohong, tanggal tanggal 20 November 2023, penyidik masih beralasan untuk menunggu keterangan ahli dari pelapor. Padahal hakim untuk memutus perkara hanya butuh keyakinan dan dua alat bukti.

Dalam hal ini kami telah memberikan 28 item bukti surat kepada penyidik. Sepertinya Polsek Kuranji dan Polresta Padang tidak patuh dengan aturan perundang undangan. sehingga tidak ada lagi alasan untuk tidak melakukan proses hukum.

Kami sebagai LSM telah menyurati Kapolresta Padang dengan surat resmi, tapi sangat disayangkan Kapolresta Padang tidak membalas sebagai mana mestinya.

 

MENURUT ITWASUM POLRI

Perkara Bypass Teknik, menurut ITWASUM mabes Polri dalam surat nomor B/6933 VIII/WAS.2.4./2023/Itwasum, tanggal 28 Agutus 2023 masih berproses, Polri sedang mengumpulkan bukti(sampai ditemukan bukti baru).

Surat ITWASUM tersebut didasari oleh, Surat Itwasda, Dirreskrimum, Bidpropam Polda Sumbar sbb:

  1. Surat ITWASDA nomor B/2965/XI/WAS.2.4/2022/ITWASDA Polda Sumbar tanggal 15 November 2022, isinya: belum jelas mana barang milik Rusdi dan mana barang milik saudara Indrawan melengkapi bukti dokumen/bukti asli kepemilikan barang yang saudara laporkan.
  2. Surat Dirreskrimum nomor B/2604/X/RES.1.24./2022/Ditreskrim um, tanggal 18 Oktober 2022. Isi surat: poin 3 melakukan kembali penyelidikan lanjutan dengan melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi saksi dan barang barang yang kaitannya dengan bukti kepemilikan pengadu.
  3. Surat B/251/VII/HUK.12.10./2023/ Bidpropam, tanggal 12 Juli 2023. R/LHP-60/VII/WAS.2.4/2022/Bidpropam,tanggal 18 Juli 2023, Isinya tidak ditemukan pelanggaran kode etika profesi

Oleh sebab itu, seharusnya Polresta Padang dan Polsek Kuranji kembali melakukan proses hukum. Bidpropam seharusnya juga bekerja dengan jujur.

Bahwa jawaban Bidpropam ke Mabes Polri terdapat kebohongan, hal ini perlu diselidiki ulang oleh Divisi Propam mabes Polri. Pelapor sudah delapan kali menyurati Mabes Polri.

Ombudsman-RI agar jangan tutup perkara ini. Kami ingin tau dimana letak kesalahan yang terjadi.

Jika Ombusdman-RI minta agar proses hukum perkara ini digabungkan ke Laporan Polisi tanggal 10 Februari 2023. Tidak memungkinkan, Bripka Dedy Suherman jelas mengatakan bahwa laporan yang diselidikinya berdasarkan laporan LP/B/2023/II/2023/Polda Sumbar, tanggal 10 Februari 2023 saja.

Bagaimana nasib laporan ke SPKT yang dialihkan ke pengaduan (surat laporan 21 Maret 2023), sehingga sampai saat ini belum ada kejelasan.

Ombudsman-RI lanjutkan proses pengawasan sesuai tugas dan fungsi Ombudsman RI. Namun jangan salah, bahasa yang keluar dari oknum pemeriksa (Retia dan Dheka) Ombudsman-RI, perlu dipertanyakan apakah (Retia dan Dheka) anggota penyidik Polda Sumbar atau Ombusdman-RI. Bahasa mereka mirip dengan bahasa Bagwassidik Polda Sumbar. Retia sudah sangat jelas mengatakan akan menutup perkara yang ditanganinya.

Berdasarkan surat R/1039/VI/WAS.2.4./2022/Divpropam tanggal 14 Juni 2022, perihal pengaduan DPP SLM KOAD, dan perihal pelimpahan penaganan Dumas.

Pada hal, dalam surat tanggal 5 Agustus 2022 jelas bahwa kabidpropam Polda Sumbar rekomendasikan untuk melakukan Supervisi, bukankah Bagwassidik Polda Sumbar adalah pengawas penyelidikan dan penyidikan.

Jika benar, tentunya Bagwassidik harus mengawasi penyidikan perkara ini, sebelumnya tentu harus melakukan penyelidikan, dan melapor secara resmi. Hal itu tidak terjadi. Sedangkan melapor secara resmi belum dilaksanakan (secara terintegrasi ka data base Polri).

Kami mempertanyakan terkait melapor tidak diterima oleh Ditreskrimum Polda Sumbar. Apakah tidak melanggar Etika Profesi pada hal melapor adalah amanah UU pasal 108 ayat 1 dan 6 KUHAP.

Mari kita perhatikan bahwa tidak kurang 8 surat ke mabes Polri. Mabes Polri telah melimpahkan, namun Polda sumbar selalu memberikan jawaban diluar kenyataan dan bukti yang ada, berikut surat surat tersebut:

  1. Surat Kapolri Nomor R/1298/VI/WAS.2.4./2023/ITWASUM tanggal 23 Juni 2023, permintaa klarifikasi surat pengaduan Indrawan. Surat Kapolda R/390/VII/WAS.2.4./Itwasda tanggal 25 Juli 2023. Dijawab oleh bidpropam Polda Sumbar dengan mengatakan tidak ditemukan pelanggaran KEPP.
  2. Surat ITWASUM mabes Polri nomor B/6933 VIII/WAS.2.4./2023, tanggal 28 Agutus 2023, menerangkan sama dengan keterangan DIRRESKRIMUM, ITWASDA dan BIDRPROPAM Polda Sumbar. Dijawab oleh Polda tiga laporan ke Polsek Kuranji, Polresta Padang masih berbentuk pengaduan bukan laporan Polisi, sehingga pelapor berfikir jadi selama ini Polda Sumbar, Polresta Padang dan Polsek Kuranji mempermainkan pelapor. Mabes Polri mengatakan pengaduan tersebut sedang dilakukan penyelidikan. Berbeda dengan Polsek Kuranji dan Polresta Padang, mereka mengatakan perkara sudah dihentikan dengan SPPLID.
  3. Nota Dinas Bagian pelayanan pengaduan Divisi Propam Nomor: R/ND-564-b/IV/WAS.2.4./2023/Bagyanduan tanggal 18 April 2023 perihal pelimpahan pengaduan DPP SLM KOAD.
  4. Surat perintah Kepala Divisi Propam Polri Nomor Sprin/1374 /VII/HUK.6.6./2023, tanggal 14 Juli 2023
  5. Nota Dinas Bagian pelayanan pengaduan Divisi Propam Nomor: R/ND-1276-b/VI/WAS.2.4./2022/Bagyanduan tanggal 9 Juni 2022 2022 perihal pengaduan DPP SLM KOAD.
  6. R/1039/VI/WAS.2.4./2022/Divpropam tanggal 14 Juni 2022 perihal pengaduan DPP SLM KOAD.Divpropam, perihal pelimpahan penaganan Dumas hasilnya Sedang menurut mabes Polri kami belum melakukan Laporan Polsi, baru pengaduan. Hal ini dikuatkan oleh surat Bidpropam Polda Sumbar tanggal 5 Agustus 2022. agar Bagwassidik melakukan supervisi, bukan dilakukan gelar perkara, Ditreskrimum seharusnya melakukan penyelidikan dengan membuat surat perintah penyelidikan kepada Kasubdit III yang sudah di tunjuk Kapolda Sumbar, sebelumnya tentunya harus melapor resmi.
  7. Nota Dinas Bagian pelayanan pengaduan Divisi Propam Nomor R/ND-602-b/V/WAS.2.4./2023/Bagyanduan tanggal 9 Juni 2023 perihal pengaduan DPP SLM KOAD nomor 33/HUK/LAP/DPP/LSM-KOAD/IV/2023.
  8. Surat Pelimpahan kepala Bagian Pelayanan Pengaduan Divisi Profesi dan Pengamanan R/2950/VII/WAS.2.4/2023/Divpropam, tanggal 28 Juli 2023, Perihal pengaduan Masyarakat DPP LSM KOAD Nomor 39/HUK/LAP/DPP/LSM-KOAD/2023
  9. Nota Dinas Bagian pelayanan pengaduan Divisi Propam Nomor R/ND-564-b/IV/WAS.2.4./2023/Bagyanduan, tanggal 10 April 2023 perihal pelimpahan pengaduan Masyarakat DPP LSM KOAD ditangani Kombes (Pol) I Putu Yuni Setiawan S.I.K M.H. terkait LP/B/28/II/2023/Polda Sumbar tanggal 10 Februari 2023 (adalah suatu kekeliruan karena Kapolresta Padang saat ini bukan Kombes (Pol) Imran Amir S.I.K), SPPHP Nomor B/251/VII/.12.10./2023 Bidrpopam, Surat perintah Nomor Sprin/216/HUK.216/V/HUK/ 12.10./2023 tanggal 22 Mei 2023. R/ND-226-b/VII/WAS. 2.4./2022/Bidpropam tanggal 20 Juli 2022 tentang hasil penyelidikan dan investigasi. Sehingga Kadivpropam Polri mengeluarkan surat nomor R/1039/VI/WAS.2.4/2022/Divpropam, tanggal 14 Juni 2022 bahwa berdasarkan rujukan dari Laporan Hasil Penyelidikan Nomor R/LHP-60/VII/WAS.2.4./2022/ Bidpropam, tanggal 19 Juli 2023, tidak ditemukan pelanggaran Etika Profesi dalam penyelidikan dan penghentian penyelidikan.

Berdasarkan surat surat yang masuk ke Kapolda Sumbar, Kapolda terbitkan Surat Telegram Kapolda pada tanggal 6 Januari 2023.

Kapolda Sumbar telah memerintahkan kepada Kapolresta Padang, perkara yang kami laporkan diproses.

  • Namun Kapolresta Padang (Kombes(Pol) Ferry Harahap SIK) tetap tidak melakukan sesuai surat telegram tersebut. Walaupun demikian Polda Sumbar tetap pura pura tidak tau, seakan akan tidak terjadi apa papa dengan perkara Bypass teknik, Kita bisa lihat bukti pemeriksaan terkait hal tersebut.
  • Laporan Polisi LP/B/28/II/2023/Polda Sumbar, tanggal 10 Februari 2023 tetap diberikan alasan yang mengada ada, kami diminta menyediakan keterangan saksi ahli.
  • Kompolnas minta Kapolda Sumbar untuk melakukan proses hukum dalam waktu tidak terlalu lama, namun diabaikan.

Kesimpulan sementara, berdasarkan surat surat yang telah kami terima

Tanggapan pelapor:

Surat dari Mabes Polri, seakan hanya untuk melapaskan tanggungjawab, bahwa mabes Polri  telah melayani dengan presisi, pada hal proses yang dilakukan Bidpropam Polda Sumbar, tidak sesuai aturan hukum dan UU yang seharusnya.

Contoh:

Ketika dilaporkan ke mabes Polri, dijawab mabes Polri dengan melimpahkan perkara ke Polda Sumbar. Kemudian Polda Sumbar dalam hal ini Kabidpropam mengeluarkan surat tanggal 5 Agustus 2022, agar Bagwassidik melakukan Supervisi. Bagwassidik bukannya melakukan supervisi justru meminta klarifikasi (gelar perkara)dan dan berbagai hal lain untuk mencari jalan, agar perkara bisa dikatakan perkara perdata. Hal itu terbukti sampai saat ini perkara kami tidak berproses sebagai mana mestinya. Pada hal kami sudah melapor ke mabes Polri, disebabkan laporan kami tanggal 19 Mei 2022 tidak dilakukan proses hukum oleh Bidpropam Polda Sumbar.

Dua kali melapor ke Bidpropam Polda Sumbar, satu kali direkomendasikan oleh Kabid Humas Polda Sumbar, satu kali kami lakukan sendiri melalui surat ke Bidprpopam Polda Sumbar, kedua laporan tidak diproses sebagai mana mestinya.

Dengan dilimpahkannya laporan tanggal 4 Juni 2022 ke Bidpropam Polda Sumbar, perkara kami ternyata memang tidak diproses sebagaimana mestinya.

Pelimpahan tersebut hanya mengahasilkan seperti yang tertera dalam surat Nomor R/LHP-60/VII/WAS.2.4./2022/Bidpropam, tanggal 19 Juli 2023. Laporan tidak diterima dan dialihkan ke pengaduan begitu seterusnya, proses penyelidikan dan penghentian perkara tidak sesuai dengan aturan hukum. Hal itu yang kami keluhkan berkali kali, sedangkan Polda Sumbar menjawab tapi dengan jawaban bohong.

Bukankah, mengumpulkan bukti-bukti adalah tugas penyidik Polri, sehingga tidak wajar, ketika bukti foto dokumentasi Kunci gembok dihilangakan dan mesin pompa air kipor yang disita Polsek Kuranji, justru dihilangkan dari laporan hasil penyelidikan dan investigasi yang dikirim ke mabes Polri.

Jika bukti yang disembunyikan atau dihilangkan, serta mesin pompa air Kipor yang telah disita membuktikan bahwa status perkara yang kami laporkan sudah dalam penyidikan. Sehingga Polsek Kuranji dan Polresta Padang dalam menghentikan perkara jelas jelas menyimpang dari ketentuan aturan dan UU, KUHAP. Salah, jika Bidpropam Polda Sumbar mempertanyakan surat izin penyitaan kepada pelapor. Yang benar, Bidpropam seharusnya melakukan proses hukum pelanggaran KEPP tentang prosedur tetap yang telah dilakukan Polsek Kuranji. Kebohongan seperti inilah yang membuat kami tidak puas. Kami minta ke Kapolri, Kapolda dan Kapolres untuk melakukan proses hukum sesuai aturan hukum.

Sepertinya Polda Sumbar memang tidak kuat untuk mengungkap kong kalingkong yang terjadi. Sebelumnya. Kami telah berkirim surat tanggal 26 Agustus 2023, kami juga sudah melakukan konfirmasi ke Bidpropam Polda Sumbar tanggal 5 Oktober 2023 sekitar 20 lembar surat. Jawaban Bidpropam Polda Sumbar melalui suratnya , “Ne Bis In Idem, tidak bisa melakukan proses KEPP karena tempat kejadian perkara sama dengan laporan sebelumnya”.

Sebagai ketua LSM KOAD, justru kami berbeda pendapat dengan Bidpropam Polda Sumbar. Menurut kami, berdasarkan UU Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahwa kami sebagai masyarakat diberikan hak untuk melapor. Jelas disebut dalam UU pasal 108 ayat 1 dan 6 KUHAP sudah mengatur tentang melapor ke Penyidik Polri. Melapor yang dimaksud tentunya melapor secara Resmi.

Kami heran, karena pendapat Polsek Kuranji dan Polresta Padang bahwa perkara yang kami laporkan sudah dihentikan. Apakah tidak menerima laporan secara resmi bukan merupakan pelanggaran atas UU.??

Bagaimana mungkin Bagwaasidik bisa melakukan superrvisi jika melapor saja belum bisa dilakukan, setidaknya setelah tanggal 14 Juni 2022 dan sebelum 10 Februari 2023, diantara tanggal tersebut ada kekosongan 8 bulan..? begitu sulitkan perkara ini sehingga butuh waktu yang sangat lama.

Jika hal ini benar, maka Bagwassidik tentunya tidak melaksanakan supervisi sesuai dengan rekomendasi Kabidpropam Polda Sumbar dalam surat tanggal 5 Agustus 2022. Disinilah letak kesalahan yang dilakukan Bagwassidik Polda Sumbar. Lain yang direkomendasikan Bipropam, lain lagi yang dikerjakan. Anehnya Bidpropam tidak menemukan pelanggaran KEPP dalam perkara ini.

Bukankah hal itu adalah pelanggaran kode etika ??

Apakah ketika Bagwassidik tidak melakukan perintah Bidpropam bukan pelanggaran kode Etika Profesi..? Dalam Perkapolri nomor 7 tahun 2022 tentang larangan bagi anggota Polri. Itu baru satu pelanggaran etika profesi, lalu kenapa anggota Bapak pura pura tidak memnemukan pelanggaran, pura pura tidak mengetahui, bypass teknik merupakan perampokan yang dilindungi.

Demikian surat ini kami buat untuk memperjelas laporan kami sebelumnya, keterangan yang kami tulis agar Kapolri menyadari, bahwa anggota Polri di daerah mulai dari Kapolda, Kapolres sengaja membiarkan hal ini terjadi. Bapaklah satu satunya orang bisa memerintahkan agar perkara kami diproses dengan benar. Sehingga kejadian yang terjadi dengan kami tidak terulang, Terimakasih

Padang, 15 September 2024

TTD

INDRAWAN

 

Surat sebelumnya:

Padang,  29 Mei 2024

Nomor : 58/HUK/LAP/DPW Sumbar/FRN/V/2024

Lamp  : — berkas

Perihal : Laporan penghentian perkara LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar tidak sesuai aturan hukum (obtruction of justice)

 

Kepada Yth:

Bapak Kapolri Jendral (Pol) Drs Listyo Sigit Prabowo M.Si

di

Jakarta

 

 

Dengan Hormat,

Do’a dan harapan kami, Bapak Kepala Polisi Republik Indonesia dalam keadaan sehat serta sukses dalam menjalankan tugas sehari-hari, hendaknya. Amiin.

Surat ini adalah surat ke tiga belas, laporan ke Kapolri, setelah dua tahun lebih menjalani, dapat kami informasikan, bahwa tanggal jam 15.30 kami menerima surat dari Polresta Padang dengan Nomor B/1673/IV/2024/Reskrim tanggal 01 April 2024, yang ditandatangani  Kompol Dedy Adriansyah Putra S.I.K selaku penyidik. Surat tersebut lagi lagi terkait dengan penghentian penyidikan LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar. Kesalahan penghentian peyelidikan detandai dengan, pemanggilan saksi belum dilakukan lengkap berikutnya calon tersangka belum dilakukan permintaan keterangan.

Kompolnas RI dan Ombudsman RI sudah surati Polda Sumbar, tetapi Polresta Padang sepertinya tidak mau tau isi surat Kompolnas tersebut.

Sebelumnya Tiga pengaduan sudah dihentikan menurut Polresta Padang. Sedangkan mabes Polri mengatakan kami belum melapor. Sikap oknum Polri bikin pusing masyarakat.

Pada hal untuk melakukan LP sangat sulit, kami ditanya berbagai macam hal, mulai dari bukti bukti sampai unsur perkara. Ketika LP sudah bisa dilakukan, perkara seharusnya sudah dalam tahap penyidikan. Dalam kasus ini berbeda, perkara nomor LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar tersebut statusnya diturunkan dari penyelidikan ketahap penelitian dokumen (versi kasat Reskrim Polresta Padang), (Hal Ini indikasi laporan dihalangi).

Jelas tertulis dalam SPPHP bahwa perkara tersebut ditahap penelitian dokumen, dari sini, sudah ketahuan bahwa kami dicurangi, mana ada status perkara penelitiian dokumen, hanya orang awam yang tidak mengetahui hal ini.

Kami semakin heran dengan Polresta Padang, sangat banyak yang tidak sesuai dengan aturan hukum. Sehingga untuk mengetahui bahwa perkara ini tidak akan berproses sesuai aturan hukum sudah kelihatan dari awal.

Jika Perkapolri nomor 7 tahun 2022 menyatakan bahwa penyidik Polri dilarang menerbitkan dokumen yang isinya tidak benar.

Hal itu diabaikan, jelas sudah ditulis sebagai aturan yang harus dipatuhi, apalagi seperti perkara yang kami hadapi, sehingga semua dokumen SPPHP yang diberitahukan kepada pelapor, berpotensi adalah tidak benar. Walaupun resiko yang harus diterima oleh pembuat dokumen tersebut adalah Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

Selanjutnya menurut kitap undang undang hukum acara pidana, ” jika penyidikan akan memulai, harus memberitahukan kepada JAKSA penuntut umum dengan mengirimkan SPDP ”. Dalam hal ini sepertinya Polri sengaja membuat Polri bekerja sendiri, sehingga  JAKSA penuntut umum tidak mengetahui, perkara dianggap masih ditahap penyelidikan. Pada hal perkara ini sudah ditahap peyidikan. Karena alat bukti sudah disita Polsek Kuranji.

Laporan Polisi LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar dihentikan berdasarkan, laporan hasil gelar perkara tanggal 26 Maret 2024 dan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SPPHP) nomor: SPPP/81/III/2024/Reskrim, tanggal 28 Maret 2024.

Dari SPPP tersebut tentunya kita paham, apa arti SPPP tersebut, jika perkara ini akan kembali berproses, harus digugat terlebih dahulu ke pengadilan. Kami yakin SPPP tersebut, termasuk salah satu akal-akalan penyidik.

Ketika penyidikan tidak dilakukan sesuai aturan hukum terhadap laporan dan pengaduan nomor LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar, nomor STTP/303, nomor STTP/284, nomor STTP/636. Walau sebenarnya sudah termaktup dalam LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar tersebut. Namun, laporan pemalsuan surat, pemakaian surat palsu, terkait dengan keluarnya kredit pada Bank Nagari, serta pemalsuan nama toko bypass teknik menjadi Bypass teknik mandiri di TKP Limapuluh Kota. Tentunya juga harus di proses sesuai aturan hukum. Walau sebelumnya dihalangi, karena laporan pencurian dan pemalsuan, memakai surat palsu, pemalsuan nama toko Bypass Teknik merupakan pidana murni. Sehingga akan ketahuan perkara dihalangi ketika perkara ini tidak diproses sama sekali.

Selayaknya, gelar perkara diikuti oleh JAKSA, sesuatu yang tidak sesuai aturan hukum, sehingga gelar perkara tanggal 26 Maret 2024, tidak bisa dipertanggung jawabkan secara hukum, ketika yang hadir hanya penyidik POLRI. Seharusnya gelar perkara yang dilakukan dihadiri oleh Polri, Jaksa dan Pengacara. Ketika perkara diproses dengan benar.

Sepertinya Kompol Dedy Adriansyah Putra S.I.K, sebagai kasat Polresta Padang tidak melaksanakan Polri Presisi yang digaugkan Kapolri selama ini. Kompol Dedy Adriansyah Putra S.I.K tetap mengikuti perintah Waka Polda sebelumnya, walau Kapolda Sumbar telah berganti. Terbukti bahwa Transparan, Berkeadilan, tidak terlihat sama sekali.

Ketika diadakan gelar perkara, penyidik harus transparan, penyelidikan dan penyidikan juga harus dilakukan dengan transparan, demikian juga ketika SPPHP dikeluarkan. Harus jelas siapa yang telah dimintai keterangan dan siapa yang belum, dan keterangan lain yang membuat masyarakat pelapor mendapatkan kepastian hukum.

Ilmu tentang peyidikan tersebut bukan ilmu yang sulit untuk dipelajari, pelapor harusnya diberitahu selengkap mungkin sehubungan laporan pidana yang dilakukannya. Ketika SPPHP diberikan kepada pelapor, harus mendapatkan keterangan yang lengkap. Dalam Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan tersebut seharusnya, diterangkan bahwa dalam penangganan perkara, wajib dilakukan secara transparan. Barulah bisa dimaklumi, apa yang dimaksud oleh penyidik. Dengan kata lain, penyidik tidak terkontaminasi kepentingan dan perintah yang menyalahi aturan hukum dan undang undang. Permintaan keterangan dari Saksi, serta Calon tersangka, siapa saja yang sudah dimintai keterangan dan siapa yang belum. Karena dalam hal ini Mulyadi, Yenita dan Ujang panik yang diduga pelaku, ternyata belum dimintai keterangan sama sekali.

Begitu juga saksi dengan Suradal, Amirjon belum dipanggil dan belum dimintai keterangan, selanjutnya apa pertanyaan penyidik kepada terduga pelaku. Sebab dari pertanyaan yang diajukan, akan terlihat tujuan dilakukannya penyidikan ini, apakah untuk membuat terang perkara atau membuat perkara bertambah gelap. Seperti penghentian perkara STTP 636, kasat reskrim menghentikan dengan alasan Belum ada alat bukti. Sekarang penghentian LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar adalah belum ditemukan peristiwa pidana. Nyatanya selama ini, pengaduan kami, STTP 284, STTP 303, STTP 636, perkara sengaja dibuat gelap, terindikasi barang bukti berupa gembok dan mesin Kipor dihilangkan. Apakah hal ini tidak membuka mata Kapolres Padang dan Kapolda Sumbar.

Penyidik tidak bisa bermain-main dengan perkara ini, termasuk menghilangkan bukti dua buah gembok dan mesin Kipor yang telah disita Polsek Kuranji, setiap langkah yang ditempuh menggambarkan, tujuan penyidikan, sampai kepada terlapor, termasuk sikap terlapor yang masa bodoh, tidak merasa takut dengan panggilan penyidik untuk dimintai keterangan. Hal itu menunjukkan bahwa perkara Bypass Teknik terindikasi ada keberpihakkan, oknum penyidik terlihat tidak berkeadilan dalam perkara ini.

Penyidikan perkara Bypass Teknik.

Dengan dilakukan LP, sebenarnya Perkara ini sudah pada tahap penyidikan. Seharusnya penyidik telah mendapatkan 4 alat bukti. Sedangkan bukti-bukti yang kami punya telah kami serahkan kepenyidik. Bukti tersebut berupa surat surat, laporan harian penjualan dari tanggal 3 Agustus 2021 s/d 8 November 2021 senilai lebih dari Rp 300.000.000,00.

Penyidik berusaha menggagalkan laporan kami berproses, ‘ SKU dibatalkan oleh pak Lurah, Profesor Ismansyah SH MH, mengatakan bahwa ada kemungkinan tanda tangan palsu’ surat perjanjian kami diragukan, pada hal laporan kami bukan tetang pemalsuan surat perjanjian, hal ini menunjukkan bahwa kami benar benar dihalangi.

Penyidik bersikukuh untuk menghentikan perkara berdasarkan keterangan ahli, keterangan ahli yang dilakukan baru didepan penyidik Polri, bukan didepan pengadilan.

Keterangan ahli hanya salah satu alat bukti ketika diterangkan didepan hakim pengadilan.

Keterangan ahli tersebut bisa dipakai oleh hakim, bisa juga tidak. Keterangan ahli adalah untuk menambah keyakinan hakim dalam memutus perkara. Sedangkan untuk memutus perkara hakim hanya butuh keyakinan.

Untuk diketahui, penegakkan hukum bukan hanya oleh POLRI sendiri. Kekuasaan Yudikatif dilakukan oleh POLRI, JAKSA PENGACARA dan HAKIM. Sementara, dengan kejadian yang terjadi terhadap perkara nomor LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar, sebagai salah satu penegak hukum, penyidik Polri telah memutus kekuasaan kehakiman sendiri, tanpa melibatkan JAKSA dan PENGACARA, dan HAKIM, ini jelas tidak bisa diterima oleh pelapor.

Untuk dipahami, hanya pengadilan lah yang berhak menyatakan perkara ini pidana atau perdata, menyatakan seseorang dihukum atau dibebaskan. Hal itu diatur dengan Aturan dan UU.

Terkait kekuasaan kehakiman di Indonesia disebutkan:

  • Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 mencantumkan pengertian kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 lebih lanjut menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
  • Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 1 disebutkan bahwa: Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

Tidak pada tempatnya Polri menghindari perkara ini berproses sesuai aturan hukum. Sangat tidak etis yang dilakukan oknum aparat Polri, menghambat masyarakat mendapatkan keadilan. Melindungi penjahat, pada hal alasan mereka sudah jelas berbohong sehingga harus berubah berubah demi mempertahankan kebohongannya. Indikasi bahwa perkara ini dihalangi adalah membatalkan bukti surat yang kami miliki.

Sedangkan, Negara saja sudah menyediakan lembaga agar sesuai aturan dengan UU. yaitu Mahkamah Agung dan peradilan yang ada diibawahnya. Sehingga tidak pantas perlakuan aparat Kepolisian untuk menghambat, apapun alasannya. Jika Oknum Polri menganggap bahwa, kami sebagai pelapor bisa dihalangi, artinya Polri telah melanggar UU. Demikian keterangan tentang kekuasaan yudikatif (kehakiman). Lagi pula terduga pelaku adalah anak-anak Rusdi, adik Rusdi, Istri Rusdi serta adik istri (Ujang panik), berarti sudah ada satu alat bukti.

Hanya saja Muyadi, Yenita, Ujang Panik, 3  lainnya belum dimintai keterangan. Bagaimana mungkin perkara ini belum ditemukan peristiwa pidana. Terang saja karena sebenarnya penyelidikan belum selesai dilakukan. Dimana calon tersangka belum dimintai keterangan, saksi belum juga belum, dua alat bukti untuk sementara, dihilangkan dari BAP. Artinya penyidikan belum dilakukan dengan sempurna. Penyidik belum melakukan langkah-langkah yang diatur oleh aturan perundang-undangan.

Lalu, bagaimana mungkin perkara dihentikan..???

Jika telah dilakukan olah TKP,  penyidik akan mendapatkan data berupa petujuk, yang berkorelasi antara perbuatan pelaku dengan barang yang diambil oleh pelaku.

Kunci perkara ini,

Poin utama yang menentukan perkara ini adalah perbuatan pidana, yaitu mengabil barang sesuatu, seluruh atau sebagian milik orang lain.

Apakah barang yang dijual pelaku adalah milik pelaku sendiri…???

Dalam pengaduan sebelumnya, barang bukti gembok dan mesin pompa air Kipor sengaja dihilangakan dari BAP baik penyidik maupun oleh Propam. Hal ini merupakan petunjuk bahwa perkara ini memang sengaja dihalangi dari awal melapor.

Kenapa dihalangi..???

Ada tiga orang dari LSM Tipikor bahwa mereka menjamin perkara ini tidak akan diproses. Jelas bukan benang merah perkara ini tidak diproses oleh Polri, dihalangi oleh oleh Polri, dan dihentikan berproses.

Dengan cara oknum Polri berusaha untuk mengatakan bahwa perkara ini perdata, pada hal kekuasaan kehakiman terletak pada Mahkamah dan pengadilan peradilan yang ada dibawahnya. Bagaimana mungkin Polri demikian, mengambil alih sendiri penegakkan hukum,. Negara saja sudah mebagi kekuasaan Yudikatif (kehakiman) terletak pada Mahkamah Agung dan dan pengadilan peradilan yang ada dibawahnya

Melalui jawaban surat kami ke ITWASUM, dikatakan oleh ITWASUM Polri, dalam suratnya ke pelapor mengatakan bahwa saudara belum melakukan laporan,  baru mengadu. Jawaban pertama dan kedua adalah yang sebenarnya, memang negara telah mewajibkan Polri menerima laporan/pengaduan, dalam perkara ini seharusnya laporanlah diterima bukan pengaduan. Sehingga selama ini kami dipermainkan oleh oknum Polri.

ITWASUM Polri dalam surat nomor B/6933 VIII/WAS.2.4./2023 tanggal 28 Agustus 2023, bahwa perkara masih masih berproses, penyidik Polri sedang mengumpulkan bukti-bukti. Sedangkan dilapangan Polresta Padang dan Polsek Kuranji jelas-jelas telah memberhentikan proses hukum, yang sedang berproses.

Bukankah hal ini menunjukkan bahwa Laporan kami memang dihalangi berproses, kami melapor melalui surat, mulai dari pertengahan September 2021, baru bisa dilakukan secara resmi tanggal 10 Februari 2023. Apakah itu bukan indikasi bahwa perkara ini dihalangi berproses. Hanya orang awam yang tidak paham.

Kemudian laporan tersebut dilimpahkan ke Polresta Padang, apakah indikasi melimpahkan ke Polresta Padang bukan pentunjuk bahwa kami dihalangi. Sedangkan perkara tersebut berpotensi 15 peristiwa pidana, 6 perkara TKP nya di Limapuluh Kota. Hal ini yang menandakan bahwa Dirreskrimum memang menghalangi perkara Bypass teknik berproses.

Kami merasa dipermainkan oleh oknum Polri. Setelah kami surati mabes Polri tanggal 8 Juni 2022, akhirnya laporan kami dilimpahkan ke Bidpropam Polda Sumbar, lalu keluar surat tanggal 5 Agustus 2022 dari Bidpropam dan diikuti Surat Telegram tanggal 6 Januari 2022 dari Kapolda Sumbar.

Surat ini sepertinya tidak dilaksanakan oleh Polresta Padang, berikutnya surat dari Kompolnas RI, sekitar bukal November 2023 telah memerintahkan LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar ini diproses dalam waktu tidak terlalu lama. Surat surat tersebut tidak ditindak lanjuti oleh Polda Sumbar apalagi oleh Polresta Padang.apakah ini bukan pelanggaran KEPP, bahkan keduanya terlihat support, saling melindungi untuk saling membantu dalam menghentikan perkara ini. Jadi dalam hal ini, yang paling bertanggung jawab adalah Waka Polda Brigjen Edi Maryanto sebagai waka Polda Sumbar. Sehingga semuanya ikut menghalangi termasuk SPRIPIM Kapolda Sumbar.

Satu tahun Enam Bulan tidak bisa melapor, indikasi bahwa laporan kami dihalangi semakin jelas. Lantas, sekarang Minggu tanggal 5 April 2024 perkara telah dihentikan, bertambah bukti bagi kami bahwa Laporan kami dihalangi.

Seharusnya yang melakukan proses hukum terhadap laporan kami adalah Dirreskrimum Polda Sumbar bukan Polresta Padang. Karena kami melapor ke Polda Sumbar, namun sangat disayangkan Dirreskrimum melimpahkan ke Polresta Padang, pada hal dalam laporan Bypass Teknik terdapat perkara yang harus diperoses di Polres Lima puluh kota, hal itu juga pertanda Laporan kami memang dihalangi oleh Polda Sumbar dan Polesta Padang.

Dengan keadaan ini, Direskrimum terlihat seperti orang tidak berpengalaman, begitu juga Bidpropam Polda Sumbar, tidak menerima laporan karena ne bis in idem, apakah hal itu bukan petunjuk bahwa perkara ini dihalangi.

Kita kembali lagi ke alat bukti kejahatan menurut pasal 184 KUHAP, adalah berupa surat, sudah didapat, saksi saksi belum dimintai keterangan semua, keterangan terdakwa (calon tersangka) ada yang belum dipanggil, pentunjuk seharusnya sudah didapatkan dengan melakukan penyidikan dengan melaksanakan setiap tahap penyidikan, tidak pada tempatnya perkara kami dikatakan belum ditemukan peristiwa pidana. Bukankah itu pertanda Reskrim Polresta Padang belum melakukan tugasnya. Satu alat bukti lagi adalah pengakuan terdakwa, dalam hal ini, setidaknya tiga orang belum dilakukan diminta keterangannya.

Menurut Profesor Dr Ismansyah SH MH, bukan peristiwa pidana kerena penyerahan barang kepada Rusdi, bukan kepada anak anak Rusdi. Profesor lupa bahwa dia sudah profesor, bahwa peristiwa ini terjadi saat Rusdi masih hidup. Harusnya disi letak otak seorang profesor yang profesional, tapi hal ini karena Polri meminta keterangan ahli, profesor jadi lupa bahwa otak seorang profesor juga bisa salah. Profesor mungkin lupa waktu kejadian semasa Rusdi masih hidup. Keterangan sang profesor sebenarnya sangat bagus, seperti yang tidak terima barang, tidak bisa dimintai pertanggungjawaban, profesor lupa pencuri juga tidak pernah terima barang.

Hal ini, membuat penyidik tambah berani menghentikan perkara ini. Tidak benar, jika perkara dihentikan, ketika lima orang yang diduga sebagai pelaku belum dimintai keterangan, bahkan salah satu pelaku telah melarikan diri.

Berikutnya adalah saksi-saksi, saksi ada yang belum dimintai keterangan, saksi Suradal dan saksi Amirjon, jika keduanya dipanggil akan didapat satu alat bukti lagi. Petunjuk sebagai alat bukti akan didapat ketika penyidikan dilakukan dengan benar. Tahap demi tahap penyidikan yang dilakukan, bisa membangun korelasi subjek/pelaku dengan barang bukti serta petunjuk, sehingga seluruh syarat akan terpenuhi.

Artinya tiga alat bukti sudah didapat jika penyidik ingin untuk membuat terang perkara ini. Indikasi lain bahwa perkara ini dihalangi, ketika SPKT minta disediakan bukti bukti lengkap diawal.

Pada hal, penyidik Polri sendiri setelah tiga tahun dilaporkan, perkara pidana semakin terang, kami melihat perkara semakin gelap.

Tugas penyidik membuat terang perkara, sepertinya tidak akan terujud, anehnya semua bagian melibatkan diri untuk menghalangi laporan ini berproses demi membela kesalahan penyidik.

Dan tidak benar perkara ini dalam tahap penyelidikan, perkara ini sudah ditahap penyidikan. Pertama sudah berbentuk LP dan memiliki setidaknya 4 alat bukti ketika penyidik berkeinginan membuat terang perkara tinggal selangkah lagi.

Kecurigaan kami berikutnya adalah gelar perkara tidak dilakukan secara transparan, kami tidak diundang oleh Polresta Padang, tiba tiba perkara dihentikan, diduga dengan maksud agar dalam menghentikan perkara kami, tidak ada hambatan.

Jika saksi ahli tidak memberikan kesaksian ngawur, besar kemungkinan perkara ini mempunyai lima alat bukti. Polresta Padang berani menghentikan perkara Bypass Teknik karena keterangan ahli tersebut. Kami berpendapat, Polresta Padang sangat berani melanggar aturan hukum.

Besar kemungkinan mereka tidak sadar bahwa tugas Polri adalah melakukan penegakkan hukum, bukan menghalangi proses hukum, bukan menjadi backing kejahatan.

Perkara ini adalah LP kami yang pertama, Kami mohon dilakukan dengan pengawasan yang sangat ketat. Kami melakukan semua ini agar Polri sukses bertranformasi menjadi Polri presisi. Kami mohon diproses dengan benar sesuai aturan hukum, perhatian Kapolri terhadap perkara ini sangat menentukan.

Surat kami sudah dua belas kali ke kapolri, namun perkara kami masih dibuat bertele-tele oleh anggota Polri didaerah. Begitu beraninya Polresta Padang, Polda Sumbar menghentikan perkara kami yang sudah berbentuk LP/B, benar-benar hebat Polresta Padang.

Demikian surat kami dalam menangapi surat SPPP Polresta Padang.

Padang, 29 Mei 2024

Hormat saya,

TTD

 

Indrawan

Pelapor

 

Tembusan kepada Yth:

  1. Ketua Kompolnas RI di Jakarta
  2. Ketua Ombudsman Republik Indonesia, di Jakarta
  3. Bapak Kapolri di Jakarta
  4. Bapak Irwasum di Jakarta
  5. Bapak Kapolda Sumatera Barat, di Padang
  6. Bapak Irwasda Polda Sumbar, di Padang
  7. Bapak Dirreskrimum Polda Sumatera Barat, di Padang
  8. Bapak Kapolresta Padang di Padang
  9. Arsip