Polda Sumbar Izinkan Membuat LP Setelah TKP Bypass Teknik Lenyap

KabarDaerah.com – Dirreskrim Polda Sumbar baru izinkan melapor setelah TKP lenyap, itu yang dihadapi selama 4 tahun. Oknum yang berada di Polda Sumbar sepertinya tau, bahwa kejahatan ini tidak akan bisa diungkap setelah barang di TKP sengaja dihilangkan.

Pantesan yang diterima hanya pengaduan masyarakat terganjal SOP Polda Sumbar, karena sistem pelaporan  mengharuskan demikian.

Ketua DPW Fast Respon Counter Polri mengatakan bahwa pelapor sengaja membuat laporan pidana, agar mendapatkan data otentik sehingga tidak bisa dibantah.

Bukan hanya Laporan Bypass Teknik yang dipermainkan Banda Buek juga tidak kalah hebatnya, bahkan sudah menjadi tersangka pelapor diminta untuk berdamai dengan pelaku.

Setelah dilaporkan ke mabes Polri, dikatakan ITWASUM, bahwa andakan baru mengadu, anda belum melapor.

Artinya, seakan akan pengaduan yang dilakukan tidak berarti sama sekali waktu sudah terbuang tentunya bukti bukti juga banyak yang hilang atau dihilangkan.

Dalam suratnya ITWASUM mengatakan, “kalau ada bukti baru silakan lapor kembali, “demikian kata Itwasum Polri.

Sekarang masyarakat yang dirugikan oleh oknum Polri secara institusi, sangat banyak terjadi. Seperti yang kita lihat di berbagai media Youtube.

Setelah melakukan pengaduan sebanyak tujuh kali berselang 3 tahun, tentunya sudah dapat disimpulkan bahwa Melapor tidak diterima oleh SPKT Polri, laporan diarahkan ke pengaduan masyarakat, kemudian pengaduan diminta kita yang membuktikan.

Kata Brigpol Dedi penyidik kepada pelapor, siapa yang menuntut dia wajib membuktikan. Disadari atau tidak, tentunya hal ini sangat jauh dari ketentuan yang diatur oleh undang undang.

Ketika SPKT Polri tidak menerima laporan, artinya telah dilanggar UU pasal 108. dimana Polri wajib menerima laporan, Polri wajib memberikan surat tanda terima laporan.

Dikatakan Ketua DPW FRN Fast Respon Counter Polri, “saya meminta perkara ini digelar secara adil agar perkara ini bisa diproses, Polri jangan buat gelar internal itu namanya gelar gelaran harusnya gelar itu setelah SPDP diberitahukan ke Kejaksaan” sebutnya.

Dikatankannya lagi, ” perkara Bypass Teknik sebenarnya sudah harus dilakukan penyidikan, sebab alat bukti sudah lebih dari dua, surat sudah ada, saksi juga ada, petunjuk, kalau penyidik turun TKP jelas akan didapat, terus tersangka ketika dipengadilan juga akan memberikan keterangan, keterangan terdakwa adalah alat bukti. bukankah itu semua alat bukti yang di persyaratkan oleh KUHAP.

Berikutnya, penyidik menghentikan perkara dengan keterangan saksi ahli yang mengatakanbahwa anak anak dan istri tibisa dituntut karena yang menerima barang adalah Rusdi. menurut terori keterangan ahli harusnya diberikan  didepan hakim di pengadilan..? penyduidik terlalu dini untuk menghentikan perkara Bypass Teknik ini.

oleh sebab itu kata ketua Fast Respon Counter Polri, Bypass Teknik dihalang halangi berproses, karena sudah diatur oleh pimpinan.

Ketua DPW Fast Respon Counter Polri meminta agar aturan yang dibuat dan disalah gunakan Polri ini harus diakhiri. Sebab akan menjadi ajang negosiasi.

Lanjutnaya, jika institusi Polri tidak menerima laporan buat apa ada Polri, bukankah tujuan adanya Polri adalah untuk menjaga keamanan dan ketertiban. utnuk itu tentu Polri harus melakukan penegakkan hukum dengan benar.

Memang sudah ada presisi yang digagas kapolri, sudah ada kode etika profesi, tapi sepertinya presisi dan kode etika profesi tersebut sepertinya sering diabaikan didaerah. bahkan dilakkukan bersama sama. ketika terjadi penyimpangan propampun ikut melindungi oknum Polri yang melanggar aturan.

Ketua DPW Fast Respon minta Kapolri untuk  melakukan cek and ricek terhadap kasus yang dilaporkan masyarakat, jangan sampai diabaikan. dimana ketika penyidik Polri akan menghentikan penyelidikan sampai sampai minta bantuan seorang profesor untuk mengatakan sesuatu yang tidak pantas untuk dituruti.

Terakit perkara Bypass Teknik, sang profesor berpendapat bahwa anak anakdan istrinya tidak bisa dituntut karena yang menerima barang adalah sang suami (Rusdi).

Diterangkan oleh ketua DPW Fast Respon Polri, ” pada pasal 1340 disebutkan bahwa pihak Ketiga tidak bisa dimintai pertanggung jawaban, pihak ketika tidak boleh mengabil manfaat dari objek perjanjian. Sedang pasal 1320 meyebutkan bahwa perjanjian sah apabila memenuhi persyaratan, cakap, sepakat, hal tertentu serta sebab yang halal dan pasal 1338 bahwa perjanjian hanya berlaku bagi pembuatnya, yaitu pihak I dan Pihak II (Rusdi dan Indrawan).

Ketika keluarga Rusdi melakukan perbuatan menguasai sepihak ojek perjanjian Indrawan dan Rusdi, maka diduga kuat telah terjadi kesalahan (perbuatan melawan hukum).

Bahwa pihal lain yang disebutkan dalam pasal 1340 (anak anak dan istri) tidak boleh mengabil manfaat dari objek perjanjian tersebut.

Hal inilah yang diputar putar oleh SPKT, penyidik, agar perkara ini tidak berproses, untuk itu kami minta Kapolri memeriksa semua anggota yang terlibat mengahalangi proses hukum, kata ketua DPW Fast Respon Counter Polri.

Setelah Kapolri menyadari, Polda Sumbar tidak berbuat sebagaimana seharusnya, Kapolda Sumbar diminta untuk kembali mengusut perkara ini.

Begitu juga dengan Divpropam Polri, tidak tanggung tanggung Kapolri berikan tugas kepada kadivpropam Polri.

Hanya saja tugas tersebut masih diperlakukan sama, sebagai mana sebelumnya seperti yang terjadi sebelum sebelumnya.

Polri 100 hari kepemimpinan presiden prabowo diharapkan akan membawa angin segar bagi masyarakat tertindas.(Red)