KabarDaerah.com – Setelah Kompolnas menyurati Kapolda Sumbar dengan surat B 2344A tanggal 6 November 2024, Dirreskrimum Polda Sumbar tidak langsung lakukan proses hukum. bahkan, melalui suratnya, ITWASDA Polda Sumbar menjawab surat tersebut dengan jawaban yang terkesan membela.
Disini tergambar bahwa Polda Sumbar memang melakukan obtruction of justice melalui aparatnya dilapangan.
Disinilah kesalahan yang dilakukan pada hal Irwasda sebagai unsur pimpinan Polda Sumbar tentunya, begitu juga Kapolda Sumbar dan Waka Polda Sumbar yang terkesan diam menyaksikan keganjilan ini.
Ketika mereka sudah mengetahui ada perkara ini, seharusnya tidak ada lagi yang menghalangi. Ketika obtruction of justice, maysrakat masih terjadi dihalangi malapor, bahkan proses hukum tidak berjalan, bahkan penyidik berani menghentikan proses.
Siapa yang bersalah dalam kasus ini…???
Kita memahami seluruh perbuatan yang dilakukan, mulai dari melapor tidak diterima, laporan dialihkan ke pengaduan, proses hukum dipermainkan. tentunya kita melapor ke Bidpropam Polda.
Benar kata Bapak Kapolri ‘IKAN BUSUK MULAI DARI KEPALANYA’.
“Jika Kapolda pimpinan sudah diberitaukan atas perkara ini, tentunya akan berproses dengan benar, tapi hanya jika pimpinan Polda menyadari tugas dan fungsi Polri, ketika pimpinan juga terlibat sudah barang tentu perkara tetap tidak akank berjalan”, demikian kata DPW ketua FRN DPW Sumbar.
Ketika Surat tersebut dijawab oleh Kapolda Sumbar melalui ITWASDA, Seharusnya membuat Kompolnas yakin, bahwa yang terjadi seperti apa yang diutarakan Kapolda Sumbar melalui surat yang dibuat ITWASDA polda Sumbar.
Namun Kompolnas tetap minta dilakukan proses hukum dalam wektu tidak terlalu lama, artinya menurut ketua FRN DPW Sumbar, bahwa perkara Bypass Teknik tidak sulit, sehingga dalam waktu singkat akan selesai disidik Oleh Polda Sumbar. (jika perkara ini dalam keadaan normal).
Begini isi surat tersebut, sengaja kami poskan di KabarDaerah,com.
Padang, 10 Juni 2024
Nomor surat : 08/LP/LSM-KOAD/BT/VI/2024
Hal: Tanggapan surat kompolnas nomor B/2144D/KOMPOLNAS/6/2024, tanggal 4 Juni 2024.
Kepada Yth Bapak ketua Kompolnas a/n Dr Benny Jozua Mamoto, SH, M.Si
Jl. Tirtayasa VII No.20, RT.9/RW.4, Melawai, Kec. Kabayoran Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12160, [email protected], [email protected] , Telephone: 021-7392315, 7392352
Fax: 021-7392317, SMS Center: 0812 82 444 555, di Jakarta
Assalamualaikum warahmatullah hiwabarakatuh,
Dengan Hormat,
Pertama saya doakan agar Bapak selalu dalam keadaan sehat walafiat tak kurang suatu apapun, seluruh keluarga Bapak selalu dalam lindungan (Allah)Tuhan yang Maha Kuasa.
Kami ulangi lagi, bahwa Kami melapor ke Kompolnas adalah terkait penegakkan hukum, dan pelayanan, serta menghentikan perkara tidak sesuai dengan aturan hukum sebagai berikut:
- Pertama, kami melapor ke Kompolnas pada prinsipnya karena Kami tidak bisa melapor di Polsek Kuranji, Polresta Padang dan Polda Sumbar. Sedangkan melapor adalah amanat undang undang, sedangkan alasan SPKT Polda Sumbar adalah perkaba dan SOP Polda Sumbar produk Polri.
- Kedua penyelidikan yang dilakukan oleh Polsek Kuranji, Polresta Padang dan Polda Sumbar tidak sesuai aturan hukum yang berlaku dengan kata lain diselewengkan), sehingga mudah untuk di akal akali (Rekayasa), sehingga mudah untuk dihentikan dengan alasan yang tidak benar.
- Ketiga, mengehentikan proses hukum perkara yang kami laporkan di Polsek Kuranji, Polresta Padang, Polda Sumbar, tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, aturan yang dimaksud adalah KUHAP, KUHPerdata, KUHP, KUHAP, UU Kepolsian, serta Perkapolri.
Berikut kembali kami terangkan. Sesuai dengan data yang kami dapat, terakhir dari Bidropam Polda Sumbar.
Bahwa kami telah memberitahukan semua kejadian ke Kapolda Sumbar tanggal 3 November 2022. Pada tanggal 8 November 2022 Kapolda saat pertemuan dengan kami, Kapolda mengatakan bahwa perkara Bypass Teknik ”ada peristiwa pidana, Akan di peroses di Polda Sumbar, karena kejadian disini, Polisinya disini”. Artinya Kapolda Sumbar telah mengetahui. Kapolda kemudian telah mendisposisi ke Dirreskrimum Polda Sumbar. Sayangnya Mereka bersama tidak melakukan proses hukum
Namun, Dirreskrimum Polda Sumbar justru hanya melimpahkan ke Polresta Padang, tidak melimpahkan ke Polres Lima Puluh kota, sehingga kata kata Kapolda Sumbar untuk meproses di Polda Sumbar tidak bisa terlaksana.
Kemudian, Kapolda Sumbar berusaha menghindar dari kami, beberapa kali kami datang menemui Kapolda, selalu dihalangi Spripim Kapolda Sumbar.
Kami kembali berkirim surat ke Kapolda Sumbar, mohon agar dilakukan proses hukum terhadap perkara kami.
Kapolda Sumbar dan waka Polda Sumbar kemudian mendisposisikan surat kami ke Bidpropam Polda Sumbar.
Dugaan kami, Kapolda memberikan surat tersebut tersebut ke Bidpropam Polda Sumbar, karena Pelanggaran KODE ETIKA PROFESI.
Kemudian, dijawab Bidpropam Polda Sumbar dengan kata tidak bisa menerima laporan karena Ne bis in idem. Jika kami tidak paham tentunya semua usaha yang bisa kami lakukan telah berakhir.
Kapolda tentunya ingin membuktikan apakah Bidpropam Polda Sumbar sebagai Polisi nya Polisi, petugas yang memproses pelanggaran KEPP, bisa bekerja secara profesional atau tidak, mau meproses hukum atau tidak
Surat Pelapor ke Kapolda Sumbar (yang dijawab Bidpropam) kembali kami balas. Kami terangkan, Apa itu Ne Bis In Idem. Setelahnya, Bidpropam Polda Sumbar tidak mau ketemu dengan kami, kami diantar untuk ketemu dengan penyidik Subbidwarprof.
Kami adalah PW Fast Respon Nusantara DPW Fast Respon Counter pemberitaan Polri di Daerah Sumatera Barat. dan setelah melalui berbagai proses, kami mengindikasikan bahwa perkara bypass teknik benar benar dihalangi oleh Polda Sumbar, mulai dari melapor, selama dilakukan pengaduan(tiga pengaduan yang pertama), setelah melakukan LP bahkan setelah di prosespun sengaja diselewengkan oleh penyidik dengan berbagai cara diluar prosesdur yang telah ditetapkan oleh negara. Sekelumit pembicaraan kami dengan petugas Subbid Warprof Bidpropam Polda Sumbar.
Begini pembicaraan Kami sebagai pelapor dengan Penyidik Subbid warprof Polda Sumbar.
Pelapor: Dalam Investigasi dan penyelidikan tidak ditemukan pelanggaran KEPP yang dilakukan Polsek Kuranji dan Polresta Padang, sebagaimana surat yang dikirim kepada kami. Apakah bukti yang kami berikan kepada Bapak tidask sampai ke tangan Bapak?
Subbidwarprof: Penyidik Subbid warprof langsung menyela, dengan bertanya balik, Apakah bapak bisa buktikan, bahwa penyitaan barang bukti mesin Kipor tersebut telah sesuai prosedur. Langsung Kami jawab, Bapak kami bukan terlapor, Bapak seharus bertanya ke penyidik Polri. Kami adalah pelapor(masyarakat), Bapak penyidik Propam, seharusnya prosedur yang harus dilakukan oleh Polri adalah tanggungjawab Propam, terlaksana atau tidak.
Pelapor: Jika penyidik Polsek telah menyita barang bukti, Apakah status perkara sedang dalam penyelidikan atau penyidikan ?
Penyidik Subbid Warprof Propam, agak terdiam, dan balik bertanya.
Subbidwarprof: Polri punya strandar operation prosedur (SOP), apakah Bapak mengetahui, bahwa penyitaan tersebut, tidak ada surat penyitaannya, sedangkan penyitaan barang bukti harus melalui izin dari pengadilan.
Pelapor: Kalau begitu, Perkapolri yang mengatur penyelidikan dan penyidikan telah dilanggar.
Pelapor: Lalu penyidik tidak temukan pelanggaran KEPP, kenapa bisa demikian.
Pelapor: Ketika, Gembok dihilangkan, setelah diserahkan ke penyidik Polsek Kuranji. Mesin pompa air merk Kipor telah disita Polsek Kuranji, artinya status perkara ini sudah dalam penyidikan.
Pelapor: Kenapa ketika perkara dihentikan, tidak ditemukan pelanggaran KEPP. Jelas aturan sudah dilanggar.
Pelapor: LHP yang dikirim kepada Divpropam Polri, dikatakan tidak ditemukan pelanggaran KEPP. Kenapa bisa demikian?.
Penyidik terlihat pucat mendengar pertanyaan Ketua LSM KOAD. Kesimpulannya bahwa pelapor telah menyerahkan bukti berupa foto mesin Kipor dan Gembok telah disita Polsek Kuranji.
Pertanyaan : Apakah foto bukti gembok yang dihilangkan Polsek Kuranji dan Mesin pompa air mer Kipor yang telah disita Polsek Kuranji, apakah telah Bapak terima.. ?
Subbidwarprof: “ Dengan siapa bapak serahkan.. ?”
Pelapor: Dengan Bidpropam diruang ini. Saya punya tanda terimanya.
Lalu Penyidik Subbid Warprof yang berpangkat AKP tersebut terdiam dan akhirnya menjawab :
Subbid warprof : “Saya tidak pernah terima”, katanya
Penyidik Subbidwarprof tidak sadar, bahwa sudah dilakukan perdebatan begitu panjang, tentang hal tersebut sebelumnya.
Tentunya. Dapat disimpulkan bahwa dalam BAP Polsek Kuranji dan Polresta Padang yang dilakukan Subbidwaprof Bidpropam Polda Sumbar, tidak terdapat keterangan tentang gembok yang dihilangkan dan mesin Kipor yang telah disita Polsek Kuranji dan Polresta Padang.
Dari penggalan cerita kejadian ini, Perkapolri nomor 7 tahun 2022 telah sengaja dilanggar oleh Polsek Kuranji dan Polresta Padang bahkan Polda Sumbar secara terang terangan. Sehingga kejadian ini menunjukkan bahwa Polda Sumbar secara keseluruhan tidak berusaha untuk menengakkan aturan hukum, baik pribadi maupun secara institusi. Karena atasan mereka sudahmengambil kebijakan. Sehingga mereka harus menjaga nama baik CORP Polri khususnya Polda Sumbar. Pertitiwa ini bukan hanya dengan alasan perkara bypass teknik, tapi 45 perkara dengan bukti bukti awal yang cukup.
Seharusnya dalam LHP yang dikirim ke Divpropam Polri ditemukan pelanggaran KEPP. Nyatanya Bipropam Polda Sumbar mengatakan tidak ditemukan pelanggaran KEPP.
Kami berkesimpulan:
Agar ITWASDA tidak lagi membela Polsek Kuranji dan Polresta Padang yang salah dalam menangani perkara, walaupun perintah atasan sebelumnya, melaksanakan perintah yang menyalahi prosedur adalah pelanggaran Perkapolri nomor 7 tahun 20202.
Membela kesalahan Polsek dan Polresta Padang, hanya akan menjatuhkan kredibilitas dan nama baik Polda Sumbar khususnya.
Hati hati dalam mengambil keputusan yang menyalahi aturan hukum, jika pelapor bukan siapa siapa, mereka akan diam, berbeda dengan pelapor yang sengaja melakukan investigasi bahwa melapor di Polda Sumbar tidak bisa dilakukan, pelapor diarahkan untuk melakukan DUMAS. Kemudian pelapor diarahkan melakuka pengaduan masyarakat yang diselewengkan.
Polri, adalah pelaksana aturan dibidang hukum, ketika Polri tidak bisa mengungkap perkara dengan alasan yang dicari cari menyebabkan kredibilitas Polri menurun.
Hal ini ditunjukkan oleh Bidpropam Polda Sumbar, jika Bidpropam tetap membela Polsek Kuranji dan Polresta Padang, hanya akan mempertinggi tempat jatuh. Semakin dibela, Bibpropam tampak semakin ngawur. Karena setiap jawaban Bidpropam, bisa dipatahkan pelapor yang juga FRN DPW Sumbar menanggapi.
Bidpropam Polda Sumbar, tidak seharusnya menolak laporan lagian laporan tersebut telah berupa Laporan Polisi LP/B/28/II/Polda Sumbar, apalagi dengan alasan Ne Bis In Idem.
Jelas jelas perkara ini belum pernah masuk ranah pengadilan, apalagi inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Sebagai mana dokumen yang telah dikirimkan SPPHP ke pelapor Nomor surat B/251/VII/HUK.12.10/2023/Bidpropam tanggal 12 Juli 2023.
Dalam Perkapolri nomor 7 tahun 2007 telah dilarang Polri menerbitkan dokumen yang isinya tidak benar. Bukankah Subbid warprof pun telah ikut melanggar aturan hukum itu sendiri.
Sangat banyak pelanggaran aturan penyelidikan dan penyidikan dan KEPP yang dilakukan oleh penyidik bahkan propam sendiri, inilah yang harus dihindari. Polri harus patuh dan taat dengan aturan hukum, sehingga juga ikut berbohong, Polri presisi sesuai dengan program Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo SIK harus menjadi jiwa setiap anggota Polri.
Bagwassidik Ditreskrimum Polda Sumbar
Bagwassidik Ditreskrimum Polda Sumbar juga demikian halnya. Bagwassidik memang telah melakukan klarifikasi, klarifikasi tidak termasuk prosedur yang seharusnya dilalui, klarifikasi yang dilakukan jutru bertujuan untuk membela Polsek dan Polresta Padang. Apalagi, klarifilaksi yang dilakukan, hanya dihadiri oleh pelapor dan para anggota Polda Sumbar, Polsek Kuranji dan Polda Sumbar, bahkan sampai 15 orang anggota Polri yang memberikan pertanyaan ke pelapor. Sedangkan terlapor/pelaku tindak pidana tidak dihadirkan, lalu bagaimana mungkin, perkara kami akan berproses dengan benar, jika tujuan dilaksanakan penyelidikan dan penyidikan bukan membuat terang perkara dan mengumpulkan barang bukti.
Kenyataannya, dua buah foto barang bukti dihilangkan dari BAP Subbid warprof Propam Polda Sumbar. Dua barang bukti dihilangkan dari BAP penyidik Polsek dan Polresta Padang. Lalu dijawab oleh propam tidak ditemukan peristiwa pidana, belum ada alat bukti. Bukankah hal itu adalah sesuatu yang bertentangaan dengan kenyataan dilapangan.
Mulai dari melapor telah dihalangi, tiga kali kami akan melapor yang diterima hanya pengaduan masyarakat, pada hal laporan ini bukan delik aduan, sehingga tidak diperlukan pengaduan baru bisa diproses hukum. Dan yang paling penting adalah Polri menerima laporan secara resmi sesuai UU KUHAP Pasal 108, dan memberikan surat tanda terima laporan.
Hal ini, setelah tiga kali melakukan pengaduan masyarakat, ketiganya telah 10 kali dillakukan kebohongan. Terkahir dengan alasan keterangan ahli DR Fitriati SH MH. Untuk ii kami punya rekaman suara DR Fitriati SH MH.
DR Fitriati SH MH mengatakan bahwa keterangan yang diberikan, berdasarkan surat perjanjian kerjasama, bukan berdarkan barang titipan, barang yang diservice di Bypass Teknik. Bukan pula berdasarkan pelaku kejahatan, bukan berdasarkan waktu kejadian tindak pidana. Jelas bahwa bahwa kejadian ini adalah tindak pidana, sehingga alasan penyidik dengan mengatakan bukan tindak pidana, adalah dicari cari.
Penyidik gagal membohongi kami, karena sebagai pelapor, kami kukuh membuktikan bahwa perkara yang kami laporkan adalah tindak pidana. Setidaknya barang titipan dan berang yang diservisce. Oleh karena itu ketika Polsek dan Polresta mengatakan perdata terjadilah kebohongan demi kebohongan.
Perkara ini sudah ditolak mulai dari awal melapor baik di polsek Polresta, bahkan sebelum di laporkan di Polda Sumbar.
- Kronologis jelas dan terinci sehingga mudah dipahami.
- Barang buktinya lengkap.
- Terjadi sebelum ada hak waris (sebelum Rusdi meninggal dunia)
- Terkait persekutuan modal dan terkait perjanjian kerjasama.
- Terkait setoran modal.
- Para pelaku adalah pihak ketiga/pihak lain yang tidak berhak.
Pihak ketiga/pihak lain tidak boleh mengambil manfaat artinya tidak punya hak dalam perjanjian kerjasama, terjadi selang waktu tanggal 3 Austus 2021 sampai 8 November 2021 saat Rusdi masih hidup (Belum ada hak waris direntang tanggal tersebut).
Tinggal dilakukan penyelidikan dan penyidikan untuk mendapatkan petunjuk, dilakukan dengan benar, sesuai aturan hukum, sangat simple yang kami inginkan, perkara ini berproses sesuai aturan dan UU.
Tidak ada jawaban dari Kapolda Sumbar, terkait surat yang meminta dilakukannya proses hukum terhadap perkara bypass teknik.
Melalui surat kami yang diterima Kompolnas dengan nomor register 2344/3/RES/VIII/2023, bahwa kami tidak diterima melaporkan pidana oleh Polsek Kuranji, Polresta Padang, secara lengkap kami telah melampirkan surat-surat ke Kapolda Sumbar dan Kapolri, hal itu kami lakukan agar Kompolnas memahaminya apa yang menjadi masalah sebenarnya. Setelah Kompolnas RI menerima surat balasan dari Polda Sumbar nomor R/542/XI/WAS.2.4./ 2023/ITWASDA.
Kami menyimpulkan bahwa Polda Sumbar tidak bersedia memproses laporan dengan benar, bahkan tidak menjawab dengan lengkap dan jujur surat permintaan klarifikasi dari Kompolnas.
Polda Sumbar terkesan masih menyembunyikan sesuatu. Hal itu terlihat dari pola jawaban yang diberikan, baik kepada Kompolnas, Ombudsman RI, serta mabes Polri sekalipun.
Kami baru bisa melapor tanggal 10 Februari 2023, itupun dibantu oleh Kapolda Sumbar Irjen (Pol) Suharyono SIK SH dan Kasubdit III Akbp (Pol) Rooy Noor SIK, MH.
Setalah itu, barulah SPKT mau menerima laporan kami. Tapi, sangat disayangkan proses hukum tetap dihalang halangi oleh penyidik Polresta Padang.
Setelah satu bulan, Kami kembali kembali melaporkan surat palsu, memakai surat palsu, serta pemalsuan nama toko bypass Teknik di TKP Lima Puluh Kota.
Setelah tidak diterima melapor pemalsuan surat, kami melapor melalui surat tertulis tanggal 21 Maret 2023, sampai saat ini surat itupun tidak diproses. Melapor dilakukan berdasarkan UU, KUHAP, Pasal 108 KUHAP, bahwa melapor bisa dilakukan tertulis dan bisa datang langsung ke SPKT. Itupun dilanggar oleh Polda Sumbar.
Balasan surat nomor B/2144D/KOMPOLNAS/1/2024, tanggal 15 Januari 2024 dari Kompolnas, yang merupakan klarifikasi dari Kapolda Sumbar, belum bisa membuat kami yakin bahwa perkara yang kami laporkan adalah perkara perdata.
ITWASDA Polda Sumbar sebelumnya telah memberikan jawaban dengan mengatakan bahwa ITWASDA telah menerima pengaduan tanggal 8 November 2021. jawaban ITWASDA tidak memuaskan. ITWASDA seperti membenarkan jawaban Polsek Kuranji dan Poplresta Padang. Pada hal peritiwa bypass teknik barang bukti dihilangkan oleh Polsek Kuranji.
Kejadian itulah yang kami laporkan ke Kompolnas RI, bahwa melapor tidak diterima, kemudian laporan dialihkan kepengaduan masyarakat, lalu, dihentikan dengan berbagai alasan bohong dengan cara barang bukti dihilangkan, penyidik bahkan tidak memasukkan ke BAP perkara Bypass Teknik.
Dari ITWASUM Mabes Polri, LSM KOAD mendapat jawaban yang sebenarnya, bahwa kami belum melapor, yang kami lakukan baru melakukan pengaduan masyarakat. Dalam hal ini mabes Polri benar.
Sebenarnya, Pengaduan masyarakat tidak sama dengan Laporan, laporan bisa merupakan delik Aduan dan bisa delik biasa, pidana murni.
Sedangkan Pencurian yang kami laporkan adalah pidana biasa atau pidana murni. Pengaduan masyarakat adalah pengaduan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap objek (oknum Polri atau ASN Polri).
Delik Aduan merupakan Delik yang dapat diperoses ketika di lakukan pengaduan oleh pihak yang dirugikan.
Mari kita perhatikan: Fungsi Polri bersama Jaksa, pengacara dan hakim adalah sebagai pemegang kekuasan Yudikatif. Polri tidak bisa menghentikan perkara yang dilaporkan masyarakat ditangan Polri sendiri. Itu adalah akal akalan Polri dalam menghambat proses hukum.
Sehingga pola yang diberlakukan kepada kami adalah tidak tepat. Seharusya Polri (Polda, Polresta, Polsek) menerima laporan kami, memberikan surat tanda terima laporan/pengaduan, kemudian lakukan penyelidikan dengan benar. Bukannya pidana murni dijadikan delik aduan. Itu merupakan akal akalan.
Sehingga tidak ada alasan Polsek Kuranji dan Polresta Padang bahkan Polda Sumbar untuk tidak menerima laporan kami. Tidak menerima laporan sama dengan melanggar UU pasal 108 KUHAP. Menerbitkan dokumen yang isinya tidak benar juga merupakan pelanggaran dari Perkapolri Nomor 7 tahun 2022. Apalagi dilakukan bersama se Polda Sumbar, semua bagian melibat diri. Terakhir setelah Kampolnas menyurati Kapolda Sumbar tiga kali, agar Kapolda Sumbar melakukan proses hukum dalam waktu tidak terlalu lama.
Bukankah, Polri bertugas melakukan penegakkan hukum, melayani, melindungi mengayomi. Polri tidak ditugaskan untuk melindungi penjahat pelaku tindak pidana. Tugas Polri mengumpulkan bukti. Tidak ada dalam aturan Polri, bahwa Polri ditugaskan menghilangkan bukti kejahatan. Tugas Polri Membuat terang perkara pidana.
Bukankah Polsek Kuranji dan Polresta Padang telah melanggar aturan UU, KUHAP, kemudian Bidpropam mengatakn tidak ditemukan pelanggaran KEPP. Jika Bidpropam ingin membela, jangan lakukan kebohongan dengan menyembuyikan bukti bukti.
Jika laporan tidak diterima, jelas undang undang telah dilanggar baik oleh Polsek Kuranji dan Polresta Padang maupun Polda Sumbar sendiri.
Indikasi pelaggaran telah terjadi, dapat kita buktikan melalui surat-surat yang kami terima.
Sehingga ITWASDA, dan Bidpropam Polda Sumbar berusaha membela Polsek Kuranji dan Polresta Padang.
Dengan mengatakan tidak ditemukan pelanggaran KEPP. Pada hal bukti-bukti yang kami serahkan ke Bidpropam dihilangkan dari BAP Subbidwarprof Bidpropam Polda Sumbar.
Demikian balasan surat kami berikan, hanya dua poin tambahan yang disampaikan Polda Sumbar, bahwa Bagwassidik telah melakukan tugasnya. Bidpropam juga telah melakukan Investigasi dan penyelidikan. Polri telah melakukan penegaggkan hukum, melayani melindungi dan mengayomi.
Investigasi ini, Kami lakukan untuk membuktikan bahwa di Polsek Kuranji, Polresta Padang, SPKT Polda Sumbar Tidak bisa Melapor.
Jika akan melapor (secara resmi) harus menyediakan sejumlah uang (membayar). Hal tersebut benar adanya, bukti yang kami peroleh adalah tiga STTP/284, STTP/303, STTP/636. Kami punya bukti rekaman suara. Ketika Kompolnas turun ke lapangan kelak. Bukti lain adalah perkara pengelapan Scafolding yang kami laporkan sebelumnya, Polsek Kuranji telah menerima sejumlah uang dari pelapor. Namun sayang perkara tidak selesai.
Kemudian, Ketika perkara akan ditutup SPPP/SP2LID, penyidik akan berusaha menurunkan status perkara, bagiamanapun cara, akan disusahakan untuk ditempuh, contoh mengatakan perkara perkara perdata, sehingga harus gugat dulu ke pengadilan. Diperjelas mana barang para pihak harus dipisahkan.
Sedangkan, kalau penyidik Polri mau belajar, bahwa kunci perkara ada ditangan Polri. Polri harus memahami. Mana perkara penggelapan mana pencurian, pencurian dengan pemberatan.
Penyidik harus paham dengan kata kata yang dikandung pasal seperti:
“Barang siapa Mengambil barang sesuatu, seluruh atau sebahagian kepunyaan orang lain”. Dalam pasal tersebut tidak disebutkan jumlah, Pasal tersebut tidak mengharuskan, barang barang para pihak harus dipisah terlebih dahulu seperti jawaban Polsek Kuranji, dan Polresta Padang. Setelah itu baru dilakukan proses pidana. Perbuatan Pidana ditentukan oleh terpenuhi unsur tindak Pidana dari perkara yang dilaporkan.
Padang, 10 Juni 2024. LSM KOAD, Hormat saya, INDRAWAN sebagai ketua
Tembusan kepada Yth:
- Bapak Menko Polhukam Presiden Republik Indonesia di Jakarta
- Bapak ketua komisi III DPR-RI di Senayan Jakarta
- Bapak Kapolri di Jakarta.
- Bapak Kapolda Sumbar di Padang.
- Bapak/ibu Ketua Ombusman RI di Jakarta.
- Bapak Ketua di Jakarta.
Sedangkan surat sebelumnya kembali kami pos ulang agar ceritanya nyambung
Padang, 25 Januari 2024. Nomor : 07/LSM KOAD/I/2024. Perihal : Tanggapan pelapor atas surat B-2144D / Kompolnas / I / 2024, tanggal 15 Januari 2024
Kepada Yth: Kepala Ketua Komisi Kepolisian Nasional, Jalan Tirtayasa VII No 20 Kebayoran Baru jakarta Selatan 12160, Telpon 021 7392315, 7392352 Fax 021 7392317
Dengan Hormat.
Semoga Ibu dalam keadaan sehat walafiat. Kembali kami tulis surat tanggapan atas klarifikasi terhadap Polsek Kuranji, Polresta Padang, terhadap tiga perkara yang telah kami laporkan ke Kompolnas RI.
Kompolnas merupakan lembaga negara yang memiliki wewenang melakukan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik. diantara tugasnya adalah menerima dan memeriksa laporan masyarakat.
Sesuai tugasnya tersebut, Kami membalas surat Kompolnas RI, atas laporan dari kami LSM KOAD, mengenai tidak bisa melapor, penyelidikan tidak sesuai ketentuan, dan menghentikan perkara tidak sesuai aturan hukum yang berlaku oleh SPKT Penyidik/Penyidik Pembantu, Bagwassidik Polda Sumatera Barat, perihal dugaan tindak pidana yang terjadi di Toko Bypass Teknik.
Kami harap laporan kami ini bisa selesai dengan baik dan seadil-adilnya, tidak ada lagi pihak yang dirugikan, sehubungan dengan itu, kami coba memberikan penjelasan.
Kompolnas RI telah melakukan tindak lanjut dengan meminta penjelasan atau klarifikasi pertama secara langsung kepada Kapolda Sumbar tanggal 06 November 2023.
Berdasarkan pokok-pokok penjelasan dan dokumen tersebut, pada intinya terlapor menyampaikan bahwa:
Terhadap keberatan Pelapor terhadap Surat Tanda Terima Pemberitahuan Nomor STTP/284 tanggal 7 Desember 2021, Kabidpropam Polda Sumbar melalui nota dinas tanggal 20 Juli 2022 merekomendasikan melalui surat 5 Agustus 2022 kepada Kapolda Sumbar untuk memerintahkan Direskrimum Polda Sumbar agar Kabagwassidik Derreskrimum Polda Sumatera Barat melakukan supervisi terhadap Nomor STTP/284 tahun 2021. Berikutnya Kepada Kapolresta Padang diminta agar Kasatreskrim Polresta Padang mengawasi laporan yang ditangani oleh Satreskrim.
Penjelasan pelapor
Surat Tanda Terima Pengaduan Nomor STTP/284, tanggal 7 Desember 2021, adalah sebuah pelanggaran Etika profesi, dimana UU mengharuskan Polri menerima laporan, pada pasal 6, SPKT wajib memberikan STTL/P atau laporan Polisi, artinya, menurut UU(KUHAP) pasal 108 ayat 1 dan 6.
Masyarakat diberikan hak oleh negara untuk melapor melalui UU(KUHAP) pasal 108 ayat 1 dan 6, sedangkan Polri diwajibkan memberikan Surat Tanda terima Laporan(STTL)dan pasal 6 Polri wajib menerima laporan tersebut dengan memberikan Surat Tanda Terima Laporan.
Pengaduan hanya wajib dilakukan terkait dengan pasal yang merupakan DELIK ADUAN, delain itu tidak di perlukan pengaduan.
Ketika Polri tidak melakukan, hal Ini merupakan suatu pelanggaran berat, karena UU dilanggar. Pengaduan bisa dilakukan jika pasal yang disangkakan merupakan delik aduan seperti pasal perzinaan, pencemaran nama baik, pencurian dalam keluarga dan lain lainnya. Jika pasal yang diduga dilakukan, barulah dilengkapi dengan pengaduan, jika tidak, maka Polri hanya wajib menerima laporan.
Polri jangan salah, Pengaduan Masyarakat tidak sama Delik Aduan. Alasan dilakukannya pengaduan, karena banyak perkara yang tidak selesai oleh penyidik Polsek Polresta dan Polda Sumbar, oleh sebab itu keluarlah Perkaba Reskrim tentang SOP bagaimana proses melapor yang harus dilaksanakan oleh SPKT. Disuatu sisi hal ini ada benarnya, disisi lain, ketika SOP dimanfaatkan oleh oknum-oknum anggota Polri untuk mengambil keuntungan pribadi atau kelompok, akhirnya semua pasal dijadikan pengaduan, dalam hal ini telah terjadi suatu pelanggaran hukum (pelanggaran KEPP).
Terhadap keberatan yang disampaikan Pelapor melalui surat Nomor 07 Tahun 2022, tanggal 20 Juni 2022. Bagwassidik Polda Sumatera Barat telah melakukan permintaan klarifikasi pada tanggal 2 Agustus 2022 kepada Pelapor, Faisal Ferdian, Istri Rusdi, Novelona (Notaris), Masrul (Lurah Sungai Sapih), Marlin (wartawan), penyidik Polsek Kuranji, dan penyidik Polda Sumbar dengan hasil:
Disarankan agar Pelapor mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Padang terkait penguasan aset, ganti kerugian tentang modal usaha berdasarkan perjanjian kerja sama tahun 2018 antara Rusdi dan Indrawan.
Penjelasan pelapor
Polri ada untuk menjaga keamanan dan ketertiban Masyarakat. Polri tidak pada posisi pemberi saran, kewajiban Polri adalah melakukan proses hukum sesuai dengan aturan hukum dan perundang undangan. itu yang kami minta kepada Polri. Dalam penegakkan hukum tersebut bukan Polri sendiri, ada jaksa, pengacara, dan hakim dipengadilan.
Terhadap laporan/pengaduan kami, khususnya STTP/284 dan STTP/303 tanggal 7 Desember 2021 dan 26 Desember 2021 seharusnya, dan STTP/636 di Polresta Padang tidak lebih baik, pengaduan tersebut, mendapatkan perlakukan yang sama. Menghalangi proses hukum tersebut dilakukan mulai dari Polsek, Polres, Pimpinan Polda saat iti Tedy Minahasa dan Edi Maryanto sudah memerintahkan bawahannya.
Bukti dihalangi, belum apa apa, perkara kami sudah dikatakan perdata. Kami tidak diterima/dilarang melaporkan tindak pidana. Bukti tidak diterima, tiga pengaduan pertama bukan laporan Poliisi (LP), pada hal delik perbuatan peristiwa tersebut bukan delik aduan.
Kami hanya berharap laporan kami diproses dengan benar sesuai aturan hukum, jangan keluar jalur, tanggal 10 Februari 2024, kami telah melapor dan diterima, seharusnya Polri melakukan penyelidikan. Jika syarat terpenuhi lanjutkan proses ke penyidikan. Hal itu tidak dilakukan oleh Polri.
Justru Laporan Polisi kami dialihkan kepengaduan masyarakat, Sementara kami diminta melengkapi bukti-bukti, penyidik Polri seharusnya lakukan penyelidikan dengan benar, Polri tidak boleh mengada ada, dan jangan bohong.
Polri tidak belum melakukan penyelidikan sesuai aturan UU, KUHAP, Perkapolri, KUHP, sebagai pedoman). sehingga perkara mendana menjadi terang.
Gugatan perdata kepengadilan memang harus dilakukan, untuk mendapatkan hak. Namun hal itu bukan terhadap pihak lain, hanya berlaku terhadap pihak yang berjanji (Pihak Rusdi atau Indrawan). Karena Rusdi telah meninggal dunia, maka pasal keperdataan yang harus dijadikan pedoman hamya pasal 1646 KUHPerdata.
Polri tidak perlu mencari kelemahan kami sebagai pelapor. Surat surat kami semua tidak ada yang dipalsukan, kata pelapor.
Polri adalah penegak hukum, bukan lawan dari pelapor. Sekarang Polri memposisikan sebagai lawan pelapor.
Polri seakan akan melindungi penjahat, membiarkan kejahatan terjadi, menjual semua barang barang Bypass Teknik, Polri sengaja membiarkan hal itu tejadi. Tidak tepat jika Polri melindungi penjahat
Jika saya akan melakukan gugatan, tentunya dengan pihak yang melakukan perjanjian kerjasama yaitu para pihak, dalam hal ini (Indrawan dan Rusdi). Sedangkan Pihak ke Tiga tidak masuk pihak yang dapat mengambil manfaat terkait perjanjian tersebut, ini yang harus dipahami oleh penyidik Polri. Sehingga ketika paham berbeda, maka langkah penyelesaiannyapun akan berbeda.
Contoh, ketika Tujuan oknum Polri menghalangi proses hukum suatu perkara, langkah yang akan dilakukan adalah:
- Menghalangi melapor resmi(hal itu terjadi dengan kami)kata ketua FRN DPW SUmbar,
- Berikutnya, yang kedua menggagalkan bukti bukti tindak pidana yang dimiliki pelapor. SKU kami dibatalkan oleh Lurah Sei Sapih. Perjanjian kerjasama juga diusahakan untuk dibatalkan. Dengan cara meminta Notaris memberikan keterangan saksi terkait surat perjanjian yang dimaksud. Pada hal dalam perkara hukum, yang membatalkan perjanjian tersebut sudah ditetapkan melalui UU. bahwa suatu perjanjian batal ketika syarat tidak terpenuhi. Berikutnya Ahli memberikan keterangan, bahwa tanda tangan Rusdi dapat diduga dipalsukan. Hal ini juga sangat bertentangan dengan ketentuan hukum, yang diperkarakan tindak pidana, sedangkan yang diproses segala hal terkait bukti bukti yang dimiliki pelapor.
- Membuat rekayasa cerita dari perkara, arahnya dialihkan ke tujuan lain. Polri tidak bekerja sebagaimana mestinya. Mengumpulkan barang bukti dan membuat terang perkara pidana. Karena tujuan sudah berbeda, maka oknum Polri menggarahkan ke sisi lain. Polri beusaha minta keterangan Ahli, jika penyidik Polri mengikuti Aturan Hukum, Perkapolri yang menjadi acuan peyelidikan dan penyidikan, maka penyidik Polri tidak memerlukan keterangan ahli saat dilakukan penyelidikan/penyidikan. Karena Keterangan Ahli hanya bernilai sebagai alat bukti ketika diberikan di depan sidang pengadilan.
Penguasaan aset usaha Bypass Teknik oleh Pihak ketiga merupakan perbuatan pidana, jika dilakukan oleh bukan pihak-pihak yang berjanji (Rusdi dan Indrawan), hanya kami (Rusdi dan Indrawan)yang memiliki hak dalam usaha Bypass Teknik (Sesuai aturan UU).
Laporan Tindak pidana yang kami lakukan, terjadi saat Rusdi masih hidup (bulan September 2021), sehingga tidak satu orangpun yang berwenang selain kedua belah pihak (Rusdi dan Indrawan).
Makanya ketika ditanya ke Kapolsek Kuranji dan Kapolresta Padang, Kasat Reskrim Polresta Padang, para pemangku jabatan, penyidik Polsek Kuranji dan Polresta Padang, jawaban mereka sering mengganti-ganti atau tidak konsisten, Ketika bohong mereka ketahuan, dengan kata lain para pemangku jabatan tersebut terpaksa berbohong lagi, untuk menutup kebohongan yang dilakukan sebelumnya.
Apalagi laporan perkara nomor STTP/284, dan STTP/303 tanggal 7 Desember 2021, 26 Desember 2021 adalah barang yang diservice di Bypass Teknik Lima Puluh kota, tidak tarkait dengan objek perjanjian kerjasama.
Untuk itu Polsek berdalih lagi dengan mengatakan bahwa bukti kepemilikan pelapor tidak bisa menunjukkan bukti asli, pada hal, bukti pembelian dikirim melalui Whastapp. Bukti yang dikirim melalui Whastapp adalah bukti hukum yang sah, jika tidak, maka UU ITE sulit untuk dibuktikan. Karena sudah ada ketentuannya. Jadi Polsek dan Polresta Padang perlu menabah wawasannya agar perkara yang dilaporkan masyarakat tidak berhenti ditengah jalan.
Statemen Bagwasidik Polda Sumbar
Bagwassidik Polda Sumbar melakukan permintaan klarifikasi pada tanggal 2 Agustus 2023 kepada Pelapor, Faisal Ferdian, Istri Rusdi, Novelona (Notaris), Masrul (Lurah Sungai Sapih), Marlin (wartawan), penyidik Polsek Kuranji, dan penyidik Polda Sumbar.
Statemen Bagwasidik Polda Sumbar tidak benar, klarifikasi hanya dihadiri oleh:
- Polri 12 orang
- Faisal Ferdian dan Ivan (tidak oleh yang lain)
- Indrawan sebagai pelapor
Disini terjadi lagi kebohongan, Novelona Anggaraini, Masrul, Istri Rusdi tidak hadir dalam gelar perkara tanggal 2 Agustus 2023 (dalam surat Obbudsman 2 Aguatus 2022).
- Terhadap 2 barang dilaporkan Pelapor tidak didukung bukti. Peristiwa yang dilaporkan tidak cukup bukti karena Pelapor tidak dapat membuktikan kepemilikan berupa kwitansi pembelian mesin pompa air.
Penjelasan pelapor
Tidak didukung cukup bukti kata Polsek Kuranji, sedangkan Pelapor telah menyerahkan bukti bukti ke Polsek Kuranji dan Polresta Padang. Jika penyidik mengatakan tidak cukup bukti, artinya penyidik belum bekerja, penyidik belum melaksanakan tugas, sesuai aturan hukum dan perundang undangan. Karena mengumpulkan bukti bukti adalah pekerjaan Polisi
- Laporan di Polsek Kuranji telah dilakukan penyelidikan dengan hasil bahwa: laporan bukan tindak pidana dan perkara telah dihentikan penyelidikannya. Apabila ada novum baru dapat diberikan kepada penyidik Polsek Kuranji/Polresta Padang.
Polsek Kuranji telah melakukan penyelidikan, tapi penyelidikan tersebut belum sesuai dengan aturan hukum dan perundang undangan. Penyidik Polsek Kuranji belum melakukan olah TKP, Polsek Kuranji belum memasang garis Polisi di TKP, jika olah TKP sudah dilakukan, Polsek Kuranji akan mendapatkan data data, bukti petunjuk berupa sisa barang yang disetor milik pelapor di Bypass Teknik dan hal-hal lain yang diperlukan untuk mengungkap perkara ini.
Dalam hal ini, diduga Polsek Kuranji telah menghalangi pelapor untuk mendapakan haknya (melapor di tukar menjadi pengaduan). Hak untuk melapor dilindungi UU, Polri wajib menerima Laporan (diwajibkan oleh UU), jika Polsek Kuranji tidak melaksanakan, artiya telah terjadi pelanggaran KEPP. Apalagi dalam hal ini bukti mesin pompa air merk Kipor 4inc telah disita oleh Polsek Kuranji, artinya perkara ini telah(sedang) dalam penyidikan. Ketika dihentikan Polsek Kuranji hanya mengeluarkan SPPLID bukan SP3. disini terjadi lagi keanehan dari satu sisi penyidik katakan perkara sedang dalam penyelidikan kenyataan sudah dalam penyidikan (kebohongan berulang dilakukan Polsek Kuranji).
Bagwassidik Polda Sumbar menyampaikan hasil pelaksanaan klarifikasi tanggal 2 Agustus 2022 kepada Direskrimum Polda Sumbar, tanggal 1 September 2022.
Hal ini juga berbeda dengan apa yang telah terjadi, gelar perkara diadakan tanggal 2 Agustus 2023 bukan 2 Agustus 2022.
- Terhadap keberatan Pelapor yang disampaikan melalui surat No: 07 Tahun 2022 tanggal 20 Juni 2022, Bagwassidik Polda Sumatera Barat kembali melakukan permintaan klarifikasi pada tanggal 13 September 2022 kepada pihak terkait dengan hasil:
- Penyelidikan dilanjutkan dengan bukti kepemilikan yang dimiliki oleh Pelapor dengan mencocokkan barang bukti kepemilikan, secara detail sehingga tergambar dugaan pidana penggelapan yang dilaporkan.
- Kedua kasus diperiksa kembali dengan alasan diduga ada pidana penggelapan.
- Kasus akan digelar kembali setelah pulbaket.
- Bagwassidik Polda Sumbar menyampaikan hasil pelaksanaan klarifikasi tanggal 13 September 2022, dilaporkan kepada Direskrimum Polda Sumbar pada tanggal 11 Oktober 2022. Diperintahkan untuk penyelidikan lanjutan dan kembali memanggil saksi saksi.
- Terhadap keberatan Pelapor tentang tidak adanya kepastian hukum terhadap STTP Nomor 284, STTP Nomor 303, STTP 636 dan surat Indrawan tanggal 16 Oktober 2022, Bagwassidik Polda Sumbar melakukan klarifikasi kepada para pihak tanggal 29 November 2022 dengan hasil, peristiwa yang dilaporkan bukan merupakan tindak pidana.
Penjelasan pelapor
Bagwassidik seperti kebingungan, disebutkan Bagwasidik 4 orang hadi sedangkan terlapor yang hadir hanya Faisal Rusdi. Kemudian dari hasil gelar perkara sebelumnya dinyatakan Penyelidikan lanjutan dan memanggil saksi saksi, sedangkan pada poin 6 diatas, kembali lagi dengan pendapat bukan Tindak Pidana. Hal ini membuat binggung Bagwasidik Polda Sumbar.
Penyidik mengatakan perkara kami bukan tindak pidana. Harus dengan dasar hukum yang kuat dan jelas, bukan tindak pidana berdasarkan keterangan DR Fitriati SH MH. sangat gampang dibantah.
Setelah dikonfirmasi kepada Dr Fitriati SH MH, beliau mengatakan bahwa Dia hanya mendapatkan keterangan terkait dengan perjanjian kerjasama Rusdi dan Indrawan, bukan terkait barang service atau barang titipan, bukan terkait pelaku bukan terkait waktu kejadian.
Keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti, masih ada 4 alat bukti lagi yang harus didapatkan, justru penyidik tidak melakukan pemanggilan saksi saksi lengkap. Alat bukti diantaranya adalah surat, keterangan saksi, Petunjuk dan keterangan terdakwa. dan keterangan ahli ketika diterangkan di Depan sidang Pengadilan. Hakim memutus perkara berdasarkan keyakinan hakim dan dua alat bukti yang cukup. Diawal pemeriksaan, belum diperlukan saksi ahli.
Laporan atau STTP/284 dan STTP/303, STTP/636 tidak bisa disamakan. Satu laporan perkara barang yang diservice di Bypass Teknik Lima Puluh Kota, dan satunya lagi berupa barang objek perjanjian kerjasama (Rusdi dan Indarwan). berikutnya STTP /636 merupakan perkara barang titipan.
Laporan STTP/303 dikatakan bukan tindak pidana, merupakan petunjuk bahwa Penyidik Polri kurang pengetahuan atau sengaja menyelewengkan. Sehingga mereka sepertinya kurang memahami kontruksi pidana perkara yang dilaporkan, hal itu merupakan kesalahan berat yang dilakukan penyidik Polsek Kuranji.
Ketika suatu perbuatan dikatakan bukan tindak pidana, menyebabkan terjadi kejahatan terus menerus. tentunya kebijakan tersebut kesalahan pimpinan Polda Sumbar. Perbuatan pidana atau tidak ditentukan oleh unsur pidana suatu perbuatan. sedangkan, Dalam hal kepemilikan, apakah terduga pelaku menjual barang milik sendiri atau milik pihak lain. Saat Restoratif Justice di Polsek Kuranji, dikatakan oleh terduga pelaku bahwa barang yang dijual bukan milik pelaku, tapi kepunyaan orang tua atau ayahnya(Rusdi). Dalam hal ini peritiwa pidana terjadi saat Rusdi masih hidub. Ketentuan ataran UU (KUHAP) terduga pelaku tidak punya hak untuk menjual barang tersebut pasal 1340 KUHAP.
Akibatnya, kejahatan dibiarkan terjadi setiap hari dan terus menerus, tentunya tugas dan fungsi Polri dipastikan tidak terlaksana.
Sementara Polri sibuk beradu argumentasi mempertahan pendapatnya atau keputusan sebelumnya. Sibuk melakukan surat menyurat dengan pelapor.
Tugas dan fungsi Polri adalah melakukan penegakkan hukum, melayani, mengayomi, hingga tercapai keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Disisi lain harta kekayaan masyarakat tidak terlindungi. Sebagaimana disebut dalam perkapolri nomor 7 tahun 2022.
Melapor tidak diterima, adalah pelanggaran atas UU, secara khusus berikut kembali dijelaskan oleh pelapor:
- Berdasarkan pasal 108 ayat 1 KUHAP, disebutkan bahwa Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis kepada penyidik Polri, pasal 108 ayat 6 setiap pelapor atau pengadu wajib diberikan Surat Tanda Penerimaan Laporan atau Pengaduan (STPL/P) oleh penyelidik atau penyidik. Sering dalam hal ini, Polisi bermain dengan Laporan atau Pengaduan. Sesungguhnya keduanya harus di daftarkan dalam administrasi kepolisian. Apalagi sekarang Polisi sudah bertransformasi menjadi Polri yang presisi.
- Sesungguhnya dalam suatu Perikatan atau Perjanjian, bisa saja terjadi peristiwa pidana. Memang Perikatannya adalah perkara perdata, tapi selama perbuatan yang dilakukan memenuhi unsur pidana pasal yang disangkakan, berikut waktu kejadian setelah sakit dan sebelum meniggal dunia, tentang kewenangan berlaku hukum persekutuan modal, tentunya yang berwenang adalah pemilik modal, calon tersangkanya adalah keluarga Rusdi (adik, anak, istri dan adik istri Rusdi) anak dan adik istri Rusdi tidak memiliki hak dalam usaha Bypass Teknik. Karean disebut dalam pasal perdata hanya para pihak yang berhak, pihak lain tidak memiliki hak tersebut.
- Terkait Perjajian, dengan disewanya Bangunan toko oleh pihak lain, sama saja dengan mengambil atau menguasai hak milik orang lain seluruh atau sebagian. Karena dengan menyewa bangunan, pada prinsipnya, dapat diartikan permbuatan menguasai barang barang yang dimaksud.
- Khusus untuk peristiwa pidana, sesuai dengan kronologis diatas, karena pihak lain yang dimaksud dalam pasal 1340, 1338, 1337 KUHPerdata, tidak dibenarkan oleh UU, karena bukan para pihak, karena bukan pemilik modal, pihak lain tidak boleh dirugikan dan tidak boleh mendapat manfaat karenanya. (sesuai dengan pasal 1315, 1338 KUHPerdata).
- Terlapor terindikasi ingin memiliki, dengan tidak mengakui hak dari pemilik modal. Dalam pasal sangkaan sudah jelas bahwa barang sesuatu, yang seluruh sebagian kepunyaan orang lain, artinya bukan kepunyaan pelaku/calon tersangka atau calon terdakwa.
- Pembuktiannya dapat dilakukan oleh pelaku sendiri bahwa barang yang dijual diambil tersebut bukan milik pelaku. Bukan orang lain yang harus membuktikan. Jika orang lain yang harus membuktikan, maka setiap orang seharusnya dijadikan saksi. Polisi dalam hal ini, seakan tidak paham akan unsur perkara,Polri menghuindar ketika bicara unsur perkara, seharusnya anggota Polri yang bertugas harus dibekali ilmu yang cukup wawasan yang luas sehingga tidak terkesan bahwa Polri berpihak kepada terlapor.
- Dugaan perstiwa pidana terjadi pada saat Rusdi sakit dan sebelum meninggal dunia, pelaku adik dan anak Rusdi dan objeknya barang milik Indrawan 40% dari keseluruhan objek Perjanjian kerjasama, yang terletak digudang dan toko Bypass Teknik. Sedangkan gudang tersebut dalam keadaan terkunci. tentunya yang memiliki kewenangan hanya pemilik modal (Indrawan dan Rusdi). Jika adik dan anak melakukan perbuatan hukum tentu harus ada surat kuasa dari pemilik modal.
Jawaban Kompolnas RI yang di sampaikan berdasarkan surat ITWASDA Polda Sumbar
Bagwassidik Polda Sumbar menyampaikan hasil pelaksanaan klarifikasi tanggal 29 November 2022 kepada Direskrimum Polda Sumbar pada tanggal 8 Desember 2022.
Terhadap keberatan pelapor, tentang tidak adanya kepastian hukum terhadap STTP Nomor 284, STTP Nomor 303, surat Indrawan nomor 12 Tahun 2022, tanggal 20 Desember 2022.
Kapollda Sumbar mengeluarkan Surat Telegram kepada Kapolresta Padang tanggal 6 Januari 2023 dengan isi:
- Melaksanakan penyelidikan dan penyidikan secara profesional, proporsional, objektif, transparans, dan akuntabel serta melakukan pengawasan terhadap penanganan perkara dimaksud dengan mempedomani Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
- Optimalkan dan berdayakan peran Kepala Bagian Operasional (KBO) Satreskrim Polresta Padang, untuk melakukan pengawasan atas penyelidikan/penyidikan yang telah dilakukan.
- Segera lakukan mediasi dengan menghadirkan para pihak berperkara untuk dilakukan musyawarah dan fokus pada jumlah modal yang disetor oleh Pelapor kepada Rusdi.
- Segera kirimkan laporan kemajuan dengan melampirkan bukti kepada Kapolda Sumbar.
Penjelasan pelapor
Pada tanggal 6 Januari 2023, belum terjadi Laporan Polisi, tentunya yang dimaksud adalah tiga pengaduan di Polsek Kuranji dan Polresta Padang sebelumnya. Jika Polresta Padang taat dan patuh kepada Kapolda Sumbar, tentunya Polresta Padang harus telah menerima laporan Polisi, bukan menerima pelimpahan laporan dari Polda Sumbar tanggal 10 Februari 2023.
Sesungguhnya, dari bukti bukti yang kami dapatkan selama kami melapor, Polresta pada posisi tidak ingin perkara Bypass Teknik ini berproses dengan benar.
Buktinya semua isi telegram Kapolda Sumbar diabaikan, bukankah perintah atasan adalah merupakan larangan bagi anggota Polri (perkapolri nomor 7 tahun 2022) untuk tidak mematuhinya.
Oknum penjabat di Polresta Padang ketahuan berbohong, tapi masih mencari celah untuk pembelaan diri. Jika terlanjur salah, akui salah.
Ternyata Polri belum presisi di Daerah Sumbar. Akibat kebijakan salah dai pimpinan mereka, Institusi Polri seakan akan dijadikan temeng sebagai pelindung terjadinya kejahatan.
Hal ini bukan mengada ada, nyata kami alami. Laporan terkait dengan Pengaduan di Polresta Padang STTP/636 tidak disebut sebut sama sekali oleh Polda Sumbar.
Mari kita perhatikan Kutipan Perkapolri Nomor 7 tahun 2022 berikut:
Pada hal dalam Paragraf 2 tentang etika kelembagaan, Pasal 10 disebutkan sebagai berikutnya :
Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kelembagaan, dilarang:
- Melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan/atau standar operasional prosedur, meliputi: Penegakan hukum, Pengadaan barang dan jasa, Penerimaan anggotaPolri, Pendidikan pengembanga
- Penerbitan dokumen dan/atau produk Kepolisian terkait pelayanan masyarakat tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
- Menyampaikan dan menyebarluaskan informasi yang tidak dapat dipertangung jawabkan kebenarannya tentang Polri dan/atau pribadi pegawai negeri pada Polr
- Menghindar dan/atau menolak Perintah Kedinasan dalam rangka Pemeriksaan internal yang dilakukan oleh fungsi pengawasan terkait dengan Laporan atau Pengaduan masyaraka
- Menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan;
- Melaksanakan tugas tanpa Perintah Kedinasan dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- Melakukan permufakatan Pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindak pidan
Larangan dalam penegakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a angka I, dapat berupa:
- Mengabaikan kepentingan pelapor, terlapor, atau pihak lain yang terkait dalam perkara yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka penegakan hukum;
- Melakukan penyidikan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena adanya campur tangan pihak lain;
- Menghambat kepentingan pelapor, terlapor, dan pihak terkait lainnya yang sedang berperkara untuk memperoleh haknya dan/atau melaksanakan kewajibannya;
- Mengurangi, menambahkan, merusak, menghilangan dan/atau merekayasa barang bukti;
- Menghambat dan menunda waktu penyerahan barang bukti yang disita kepada pihak yang berhak/berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Menghambat dan menunda waktu penyerahan tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum;
- Melakukan penghentian atau membuka kembali penyidikan tindak pidana yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Melakukan hubungan atau pertemuan secara langsung atau tidak langsung di luar kepentingan dinas dengan pihak-pihak terkait dengan perkara yang sedang ditangani dengan landasan itikad buruk;
- Melakukan keberpihakan dalam menangani perkara
Setelah surat Kapolri Nomor R/1298/VI/WAS.2.4./2023/ITWASUM tanggal 23 Juni 2023, permintaan klarifikasi berdasarkan surat pengaduan Indrawan dan surat Kapolda R/390/VII/WAS.2.4./Itwasda tanggal 25 Juli 2023.
Menurut ITWASUM Polri dalam surat nomor B/6933 VIII/WAS.2.4./2023, tanggal 28 Agutus 2023 masih berproses, Polda sumbar sedang mengumpulkan bukti (dengan ditemukan novum/bukti baru).
Untuk selesainya tiga pengaduan di Polsek Kuranji dan Polresta Padang, Kompolnas RI harus melanjutkan kepada tugas berikutnya, kami minta Polda Sumbar tidak menutup perkara ini, Kami ingin tau, dimana letak kesalahan yang terjadi.
Kompolnas-RI minta agar proses hukum perkara ini digabungkan ke Laporan Polisi tanggal 10 februari 2023. Selanjutnya Kompolnas-RI minta agar lanjutkan proses hukum yang telah berjalan.
Demikian tanggapan pelapor terkait surat yang berisikan hasil klarifikasi Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Barat, meminta memberikan tanggapan atas penjelasan yang dimaksud dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya surat Kompolnas RI.
Demikian atas perhatian, kami ucapkan terima kasih.
Padang, 25 Januari 2024, LSM KOAD, Indrawan,
Tembusan Yth Bapak :
- Ketua Kompolnas Republik Indonesia, di Jakarta
- pimpinan Ombudsman RI wilayah Sumbar
- Kepala Kepolisian Republik Indonesia
- Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat, di Padang
- Irwasda Polda Sumbar, di Padang
- Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Barat, di Padang
- Arsip
KAmi dari DPW FRN Sumbar, kembali mengingatkan Kapolresta Padang, Kapolda Sumbar, bahkan Kapolri, bahhwa hari ini, Polri sedang jatuh nama baik Polri tidak sedang dalam keadaan baik baik saja, untuk itu perlu di perbaiki secara serius.
Dalam perkara kematian anak umur 13 tahun adalah rentetan dari berbagai perkara yang tidak diproses Polda Sumbar.
Kami mengajak Kapolda, Kapolresta Padang sampai kapan Polri akan dijadikan permainan oknum aparat yang bercokol ditubuh Polri untuk mencari sesuap nasi dan berlian, sementara nama baik Polri di rusak dengan berbagai kebohongan.
Kebohongan demi kebohongan hanya akan merusak nama baik Polri, walau Polri presisi telah diluncurkan Kapolridari awal bahkan program tersebut tidak berarti apa apa bagi pelanggar KEPP yang berada di jajaran bawah karena dilindungi para pelindung diatas kemungkin sampai ke tingkas paling pementukan.
Agar perhatian Kapolri jendral Listyo Sigit Prabowo tertuju ke Kapolda dan Kapolresta Padang !!!!
Maaf sebelumnya , Kapolres dan Kapolda Irwasda Polda Sumbar, tidak becus dan tidak sadar, bahkan untuk melakukan proses hukum saja kami tidak dilayani dengan benar, UU, KUHAP dilanggar, bahkan pelanggar KEPP dilindungi bersama sama.
Bapak Kapolri, kemana kami harus melaporkan pidana??
Kami merasa sangat dirugikan oleh Polsek Polresta Padang dan Polda Sumbar, mereka diduga saling melindungi sesama anggota Polda.
Apalagi pada surat terakhir, Polda Sumbar terbukkti memang menghalangi perkara Bypass Teknik, sesuai dengan surat Ombudsman RI tanggal yang terakhir. (Tim)