Bapak Kapolda Sumbar, Mohon Tegakkan Hukum Bagi Pelaku Pungli Pasar Banda Buek

BERITA, BERITA UTAMA733 Dilihat

KabarDaerah.com – Baik Polsek Lubuk Kilangan maupun Polresta Padang tidak sanggup ungkap skandal pungli pasar Banda Buek.

Selama ini, Polda Sumbarpun tiarap menghadapi pungli pasar Banda Buek ini. Sejak zaman Fauzi Baahar sebagai walikota Padang, Perkara yang terjadi di pasar ini dibuat mandek oleh oknum oknum yang terindikasi bersalah.

Sekarang, Kapolda Sumbar telah berganti, Pungli pasar Banda Buek diharapkan akan terungkap?, tentunya tergantung Kapolda yang baru Irjend (Pol) Gatot Tri Suryanta.

Ketua DPW Fast Respon Counter Polri menggantungkan harapan ke Kapolda Sumbar yang baru, beliau memiliki integritas baik, kita bisa saksikan, sejak Irjen Gatot menjadi Kapolda Sumbar banyak yang sedang berubah.

Pelaku pungli pasar Banda Buek telah berulangkali diberitakan KabarDaerah, entah apa yang menjadi alasan, sehingga terkesan Institusi Polri sengaja membiarkan Pungli terjadi, tanpa bisa di hentikan.

Masyarakat sangat berharapkan, Polda Sumbar merubah kebiasaan, jika ada perkara yang dilaporkan justru tidak diproses dengan benar, untuk selanjutnya Polda Sumbar tetap tidak akan melakukan proses hukum perkara tersebut, terbukti dengan bergantinya beberapa Kapolda Sumbar, perkara pungli ini masih terjadi.

Jika Polri melaksanakan tugasnya, cukup dengan penjelasan dari media, Direksrimum Polda Sumbar harus memerintahkan jajarannya untuk melaksanakan kewajiban Polri, jangan tunggu masyarakat berteriak terlebih dulu, baru dilakukan proses hukum.

Ketua DPW Fast Respon Counter Polri berharap, Kapolda Sumbar berkenan melakukan proses hukum, sehingga penjahat yang telah dibiarkan begitu lama melakukan kejahatan, bisa mengakhiri perbuatannya.

Polsek Lubuk Kilangan dan Polresta Padang sepertinya enggan melakukan proses hukum terhadap pelaku pungli di pasar Banda Buek ini..??

Salah seorang penjual kios tahun 2010, dikabarkan dekat dengan pihak Polri sehingga perkara pasar Banda Buek selalu dicarikan alasan, agar tidak dilakukan proses hukum.

Dikatakan Indrawan ketua DPW Fast Respon Nusantara, bahwa dalam pertemuan dengan Kadivpropam Polri bulan lalu, Kapolri sudah perintahkan, agar seluruh masalah yang telah dilaporkan termasuk pungli pasar Banda Buek adalah perkara yang diusut.

PT Farindo Mitra Jaya telah bekerjasama dengan Panghulu, MKW, mamak Panghulu Bajinih Nagari Lubuk Kilangan.

Setelah pekerjaan berjalan baik, rencananya PT Farindo Mitra Jaya akan dijadikan perusahaan milik Nagari Lubuk Kilangan.

Rencana tersebut dilakukan dengan cara merubah atau menggati kepemilikan saham. Hal ini telah disepakati dengan Mamak Kepala Waris Tiga Kaum, Tanjung, Melayu dan Jambak beserta aliansi anak nagari Lubuk Kilangan.

Dimana, tiga kaum tersebut diwakili oleh Syafrizal Cale selaku ketua TPBB, Zulkifli mamak sebagai wakil suku Tanjung, Zulkarnaed Dt Sampono alam sebagai pangulu suku Jambak, Zulkifli (koben) penghulu Malayu dan Anuir Rj Usali sebagai Rangtuo Malayu.

Kaum suku pemilik hak ulayat Pasar Banda Buek, pada prinsipnya sepakat untuk memulai dengan melakukan proses hukum terhadap pungli yang terjadi di pasar tersebut.

Dengan melakukan pelaporan ke Polsek Lubuk Kilangan, tentunya hal itu telah disepakati sebelumnya. karena hal ini resikonya adalah penjara. Mamak pangulu Nagari Lubuk Kilangan dalam hal ini panghulu KAN Lubuk Kilangan, pangh

Dan mamak pangulu yang baru dipilih, Pangulu Suku Jambak, Rangtuo Suku Tanjung, Rangtuo Malayu, Rangtuo Koto, dan Pangulu yang berada diluar KAN Lubuk Kilangan termasuk pangulu Dt Rajo Brahim ikut bersama dalam penyelesaian pasar Banda Buek ini.

Pungli, Parkir, Pungutan petak meja batu dan Restribusi dan Pungutan lain

  1. Parkir –>> merupakan bisnis yang sangat menggiurkan, dimana masyarakat yang merasa punya kuasa, bisa menguasai daerah yang sebenarnya bukan hak mereka. Jika tanah tersebut milik pribadi, tentunya itu bukan pungli. Tapi ketika tanah itu milik kaum, tentunya harus melalui prosedur yang benar. Agar parkir juga tidak dianggap ilegal, maka harus melalui prosedur yang benar, dimana pelaku parkir harus berada dibawah menegement perusahaan yang terikat secara sah dengan kaum pemilik tanah(mamak kepala waris mamak panghulu) karena tanah pasar adalah tanah kaum. Untuk itu PT Farindo Mitra Jaya telah merencanakan bahwa parkir akan dikelola oleh koperasi atau semcam organisasi kepemudaan yang telah berbadan hukum, untuk itu harus dilengkapi seluruh legalitasnya.
  2. Restribusi –>> Tanah adalah tanah milik ulayat kaum suku Tanjung, kaum Melayu, kaum Jambak, sehingga pemko padang harus melakukan perikatan terlebih dahulu. Katakanlah semacam perjanjian kerjasama. Dalam hal ini Pemko Padang baru bersepakat dengan pihak nagari melalui pangulu nagari. Mereka belum terikat dengan perjanjian kerjasama. Sehingga apapun pungutan yang dilakukan di Pasar Banda Buek, dapat digolongkan sebagai Pungli. Hal ini akan diungkap setelah di proses oleh yang berwajib. katakanlah uang tersebut dikumpulkan oleh Si A, dengan 335 dikalikan Rp.3000 – Rp.5000 lebih kurang Rp.1.675.000,00 perhari. kedua 223 petak kios dikalikan Rp.10.000 hasil pungutan tersebut lebih kurang Rp.2.230.000,00
  3. Pungutan kios dan petak meja batu –>>petak meja batu adalah hasil kerjasama yang tidak selesai perikatannya. Dimana Pemko Padang baru bersepakat dengan Pihak nagari. Ketika terjadi Perjanjian kerjasama antara pihak Pemko Padang dengan PT Syafindo Mutiara Andalas, maka besar kemungkinan perjajian tersebut tidak sah secara hukum, karena cacat hukum, tidak terpenuhinya sarat sah suatu perjanjian. ketika dijual dan disewakan oleh pihak perusahaan ataupun Pemko Padang, maka pungutan yang dilakukan tersebut tentunya tidak memiliki dasar hukum. Katakanlah uang tersebut dikumpulkan oleh Si A, dengan 335 dikalikan Rp.3000 – Rp.5000 lebih kurang Rp.1.675.000,00 perhari. tentunya hak kepemilikan masih ada ditangan pemilik tanah.
  4. Pungutan liar lainnya, pungutan ini dilakukan oleh sesorang yang berbaju dinas perdagangan kota Padang. Sempat diambil foto oleh jurnalis KabarDaerah dan dikonfirmasi kepada Dinas Pedagangan kota Padang bahwa Pemko Padang hanya mengabil uang sampah, bukan Restribusi Pasar, lalu uang yang dipungut dari pedagang yang berjualan diantara petak meja batu tersebut. Begitu juga dengan parkir, katakalah motor 500 kedaraan setiap hari dikali Rp.2000 hasilnya lebih kurang Rp 1.000.000,00 dan Mobil katakanlah 150 unit mobil perhari dikalikan Rp.3000 jumlahnya Rp.450.000,00.

Perkara pidana yang terjadi di pasar Banda Buek di Peti Es kan oleh Polda Sumbar, saat Dirreskrimum(Pol) Kombes Imam Kabut, bahkan sampai sekarang. Apa hendak dikata, daluarsa perkara membuat jaksa tidak bisa melakukan penuntutan.

Dengan terjadinya pungli ini, seberapa besar pihak yang membangun dan Nagari Lubuk kilangan dirugikan, Sementara Pemko Padang tidak memakai APBD kota Padang justru melakukan pungutan sampai hari ini.

Kata ketua LSM KOAD dan ketua DPW FRN mengatakan, modal Pemko Padang tidak ada yang ditanam di pasar Banda Buek. Sementara pemodal sesunguhnya yang tertanam di pasar Banda Buek belum dibayar sampai saat ini.

Sementara PT SMA sebagai developper yang bekerjasama dengan Pemko Padang hanya memiliki modal Rp.304.600.000,00. “Sudah dibayarkan oleh perusahaan yang melanjutkan pembangunan. Sebenarnya modal sebesar Rp.304.600.000,00 hanya cukup untuk melakukan pekerjaan persiapan sebelum pembangunan”, kata ketua LSM KOAD.

Semoga berita ini bisa menjadikan Polda Sumbar menyadari bahwa wajib melakukan proses hukum terhadap pungli tersebut. Ketika Kapolsek dan Kapolres telah menyerah, Polda Sumbar lah yang melanjutkan proses hukum.

Cukup kita bahas sampai disini, tentunya jika punya akal yang sehat, semua pungutan yang dilakukan oleh siapun, harus memiliki dasar hukum yang jelas, jika tidak maka dapat digolongkan Pungutan liar.

Agar lebih paham kami jelaskan lebih lanjut

Saat ini pedagang yang menempati meja batu bangunan baru lantai dua Pasar Banda Buek, Lubuk Kilangan kota Padang telah beraktivitas.

Namun setiap beberapa jam ada saja oknum yang meminta uang ke pedagang, bisa terjadi beberapa kali dalam sehari, walau sudah terjadi lama, namun sepertinya dibiarkan oleh aparat dan pemerintah.

Masihkah akan dibiarkan Pungli terjadi di pasar Banda Buek. itu pertanyaan yang berkecamuk di otak kita.

Ketua LSM KOAD meminta Polda Sumbar, Polresta agar bersama sama menghapus pungli dipasar Banda Buek, tentunya hal itu tidak luput dari pemerintah kota Padang.

Jangan jangan Pemko Padang yang melalkukan pungli tersebut. Dikabarkan oleh awak media kami bahwa untuk memungut uang beo pasar, Pemko Padang bekerjasama dengan beberapa orang, dengan hasil bersih untuk Pemko Padang Rp.400.000,- perhari.

“Sekarang tergatung kita untuk menghentikannya”, kata ketua LSM KOAD.

Kapolda memiliki anggota untuk itu, Polsek Lubuk Kilangan sudah diberitahu tentang pungli di pasar Banda Buek, tapi Kapolsek tidak menanggapi.

Salah seorang pedagang mengatakan, ” baganti sajonyo mamintak pitih, kecek nyo banyaklah pitih kami, saharian manggaleh alun dapek nan kadi bao pulang lai…”, kata mak itam panggilan akrabnya.

Setelah pembangunan pasar yang dilaksankan tahun 2006 lalu, masih tersisa masalah. Terbesit pertanyaan terkait pelanggaran yang dilakukan termasuk penerbitan kartu kuning dan surat lainnya.

Sementara, jauh hari sebelum kepindahan pedagang sebanyak beberapa lembar kartu kuning sebagai tanda untuk pedagang yang menempati petak meja batu sudah terbitkan, hal itu disampaikan Ketua LSM KOAD kepada media ini, kata ketua LSM KOAD.

Dikatakan ketua LSM KOAD, bahwa dirinya menganggap pungli adalah persoalan serius, karena hal itu berkaitan dengan hak masyarakat.

“pungli terhadap kami yang sudah berlangsung lama” , kata salah seorang pedagang.

Terkait surat Kartu kuning, kata pedagang tersebut.

“proses penerbitan kartu kuning sampai hari ini masih janji janji , jika kartu hak pakai itu sudah dikeluarkan secara resmi, tentu kami akan nyaman berjualan”, sebutnya lagi.

Lembaga Swadaya Masyarakat Komuitas Anak Daerah sebagai kuasa dari MKW, KAN, kaum Pemilik ulayat telah menemui satuan kerja bagian hukum Pemko Padang.

Setelah bertukar fikiran beberapa saat pihak Pemko Padang mengaku tidak punya data yang memadai, sehingga tidak bisa membalas surat LSM KOAD.

“Lebih jauh mengenai kartu kuning”, sebut ketua LSM KOAD.

Terakhir LSM KOAD minta diselesaikan, dikatakan salah seorang pejabat Pemko Padang, ” Pemko Padang tidak punya kewenangan di pasar Banda Buek”, sebut pejabat yang tidak mau disebut namanya.

lanjutynya, “Penjelasan singkat, tapi hal ini sangat penting”, tambah ketua LSM KOAD.

Berikut penjelasan LSM KOAD

Untuk melakukan penyelesaian, yang terpenting adalah dikembalikan ke keadaan awal, dimana ketika perjanjian belum ditanda tangani oleh pemilik hak.

Perjanjian Pemko Padang dengan Nagari Lubuk Kilangan adalah langkah yang sengaja dilupakan, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai dasar penjanjian berikutnya.

Yang paling penting adalah, alas hak berupa Pernyataan kaum, kesepakatan kaum dan Sporadik belum diserahkan kepada Pemko Padang.

Walau Pemko Padang telah ada sporadik seperti kata rangtua Caniago, tapi itu belum diserahkan secara yuridis/hukum.

Bagaimana mungkin kartu kuning diterbitkan, sedangkan perikatan atau perjanjian belum terjadi, sehingga apapu surat peralihan hak yang dibuat, berpotensi batal demi hukum.

Dinas Pasar kota Padang menerbitkan kartu kuning atau hak guna pakai dan kartu penujukan petak meja batu.

Tentunya, hal itu adalah sebuah pelanggaran hukum. yang menjadi pelaku tentunya orang pintar baik di luar maupun didalam Pemko Padang sendiri, sebut ketua LSM KOAD.

Pekerjaan pembangunan pasar nagari Banda Buek

Sebagai anak nagari Lubuk Kilangan yang tergabung melalui aliansi Anak Nagari dan LSM KOAD yang dibentuk oleh TPPBB dan Kerapatan Adat Nagari Lubuk Kilangan, MKW dan 6 suku di Nagari Lubuk Kilangan.

Secara tertulis, Nagari Lubuk Kilangan hanya bersepakat dengan Pemko Padang melalui surat kesepakatan tertanggal 11 Mei 2006, nomor 17/KB/PMK/V/2006.

Namun hanya disepakati oleh mamak panghulu Lubuk Kilangan. Kesepakatan itu belum diikuti penyerahan secara hukum (yuridis dan nyata), itulah yang terlupakan oleh Pemko Padang.

Sedangkan PT.Syafindo Mutiara Andalas tidak pernah terikat perjanjian apapun dengan Nagari Lubuk Kilangan. untuk itu semua perbuatan hukum yang dilakukan perusahaan di Pasar Banda Buek batal demi hukum.

Hal itu dapat dilihat hasil rapat Nagari Lubuk Kilangan melalui :

  1. Notulen rapat tanggal 14 Januari 2004, yang berisikan kegagalan Pemko Padang membebaskan lahan sesuai kesepakatan bahkan sampai saat ini pemko padang tidak pernah melakukan pembebasan tersebut.
  2. Surat LSM KOAD kepada Pemko Padang, perihal memutus kesepakatan dengan Pemko Padang.
  3. Surat BPAPN Lubuk Kilangan No.03/BPAPN/LK/2007. Perihal keputusan rapat BPAPN, Pemuka Masyarakat Lubuk Kilangan. tentang penagguhan pekerjaan dan tidak memproses alas hak dasar terbitnya sertifikat.
  4. Surat KAN Lubuk Kilangan 16 Oktober 2006 No.85/KAN/LK/2006 Perihal menghentikan kegiatan PT.Syafindo Mutiara Andalas.
  5. Surat Walikota Padang tertanggal 26 Januari 2012. prihal Pemberitahuan kerjasama Pemko Padang dengan PT.SMA telah berakhir tahun 2008.
  6. Surat KAN Lubuk Kilangan kepada Walikota Padang Perihal penangguhan pekerjaan Pembangunan Pasar Banda Buek.
  7. Surat Tim pengelola Pasa Nagari Banda Buek, yang dibentuk oleh KAN Lubuk kilangan tertanggal 25 April 2018 Prihal permintaan laporan pertanggung jawaban hasil kerjasama.
  8. Surat dari Tim pengelola Pasar Banda Buek yang dibentuk oleh KAN Lubuk kilangan tertanggal 12 Mei 2018 Prihal permintaan laporan pertanggung jawaban hasil kerjasama pembangunan pasar Nagari Banda Buek.
  9. Hasil dari beberapa kali rapat nagari Lubuk Kilangan, serta atas dasar seluruh surat-surat yang telah kami dapat, kami simpulkan bahwa Pembangunannya proyek revitalisasi pasar Banda Buek, secara formal belum dilaksanakan, hal itu diperkuat dengan belum diterbitkannya Belum adanya gambar rencana kontruksi, IMB dinas perizinkan.

“Begitu kacau keadaan ini, sebagai pihak Nagari, kami sudah meminta Pemko Padang agar menyelesaikan permasalahan pasar Banda Buek, tapi mereka diam”, kata Herman Disin.

Melalui berbagai pihak kami sudah berusaha, berkirim surat-surat, mengadakan rapat dengan mengundang pihak seperti Walikota pun telah kami lakukan:

Berikut surat surat telah kami kirim melalui:

  1. Kerapatan Adat Nagari Lubuk Kilangan, >> 3 puscuk surat.
  2. Badan Pengelola Aset Pembangunan Nagari Lubuk Kilangan >> 1 puscuk surat.
  3. Tim Pengelola Pasar Banda Buek >> 5 Puscuk surat.
  4. Lembaga Swadaya Masyarakat Komunitas Anak Daerah, >> 15 Puscuk surat.
  5. Lembaga Swadaya Masyarakat Komunitas Anak Daerah ke DPRD tk II, >> 3 Puscuk surat.
  6. Kaum, Mamak Kepala Waris, dan Ketua KAN >> 7 Puscuk surat.
  7. Surat KAUM (kaum Melayu, kaum Tanjung dan kaum Jambak), dan sekarang
  8. Surat dari Aliansi Aanak Nagari dan LSM KOAD >>  3 Puscuk surat.

Sepertinya seluruh surat-surat yang dikirim ke berbagai pihak, tidak pernah ditanggapi karena pemko Padang ketakutan membayar kewajibannya.

Walaupun Pemko Padang dan PT.Syafindo Mutiara Andalas beserta seluruh perusahaan turunannya adalah pihak yang mengadakan perikatan terkait dengan tanah pasar seluas 8000 m2, namun untuk sementara kami yakin, Pemko Padang tidak punya kewenangan untuk banyak hal.

  1. Seperti kewenangan untuk mengembalikan pasar ke Nagari Lubuk Kilangan, sepertinya Pemko Padang tidak punya dasar untuk menyerahkan. karena memang pasar Banda Buek belum pernah diserahkan.
  2. Diminta membayar, Pemko Padang sepertinya tidak punya alasan yang tepat untuk membayar, karena kesepakatan yang dilakukan hanya menguntungkan pihak tententu, bukan menguntungkan Pemko Padang sebagai institusi, artinya Pemko Padang telah ditipu oleh oknum yang tak bertanggungjawab.
  3. Yang paling gampang seperti membalas suratpun tidak dilakukan, semua itu menunjukkkan bahwa DPRD tingkat II, Pemko Padang orang orang pintar yang berada di Pemko Padang telah ditipu.
  4. Berdasarkan berita acara rapat tanggal 30 Mei 2011, semuanya informasi tersaji, bahwa tanah adalah milik Nagari Lubuk Kilangan, sementara kartu Kunig telah terbit karena developper tidak punya uang.
  5. Kronologis yang dibuat kuasa direktur PT SMA bahwa mereka hanya punya dana Rp 304.000.000,- hal itu menunjukkan uang yang dimiliki oleh PT SMA tidak memadai.

Lalu, beradasarkan poin ke 5 diatas, progress pasar sudah selesai 50% jika diuangkan setara Rp 12.000.000.000,oo , kata ketua LSM KOAD.

Tanah yang dijadikan lokasi pembangunan, masih berstatus hak ulayat atau merupakan hak ulayat kaum suku Tanjung, kaum suku Melayu, Kaum suku Jambak, dengan kata lain belum terjadi penyerahan secara yuridis dan penyerahan nyata sebagai mana yang dipersyaratkan oleh undang undang.

” Dan yang paling penting belun terjadi penyerahan uang bagi hasil sebesar 45% dari hasil pembangunan, hal itu dikutakan dari surat pernyataan yang ditanda tangani ketua KAN Lubuk Kilangan dan mamak yang lain”, tambah ketua LSM KOAD.

Melihat kondisi ini seharusya Pemko Padang proaktif dalam melakukan penyelesaian, bukannya justru menghalangi agar masalah pasar Banda Buek tidak pernah terselesaikan.

Pemko Padang seharusnya menyadari bahwa dengan adanya Kesepakatan antara Pemko Padang dan Panghulu Nagari Lubuk Kilangan, adalah alasan awal ditandatanganinya perjanjian kerjasama segitiga sudah ada (Pemko Padang, Perusahaan dan Pihak Nagari).

Menurut perhitungan kami LSM KOAD lebih dari 500 orang sedang dan telah dirugikan dalam pembangunan pasar Bandar Buat tersebut.

Mereka semua masih menunggu penyelesain, Pemko Padang jangan berdiam diri mari kita selesaikan bersama, kata LSM KOAD.

Sangat disayangkan, Masyarakat yang telah bersedia uangnya dipakai untuk membangun dan melaksanakan pembangunan banyak yang dirugikan. Sampai saat ini pihak Pemko Padang justru telah menikmati pungutan restribusi dari pasar. Bahkan kantor yang dipakai sebagai kantor UPTD dinas pasar, masih merupakan hasil pekerjaan sub-kontaktor tahun 2007.

Bahkan menurut pihak yang melaksanakan pembangunan tahun 2007, MODAL Pihak ketiga sampai saat ini belum dibayar. Semetara kantor UPTD/Dinas Perdagangan yang dibangun pihak pelaksana pembangunan masih ditempati gratis oleh Pemko Padang. Untuk itu kami sebagai pihak Nagari Lubuk Kilangan meminta pihak Pemko Padang segera melakukan langkah-langkah penyelesaian.

Kami dari Pihak Nagari (Kaum, MKW, Rang tuo, Panghulu, Malin, Manti, Dubalang, Tim Pengelola Pasar Banda Buek (TPPBB) serta Kerapatan Adat Nagari Lubuk Kilangan telah menyerahkan kuasa kepada Aliansi Anak Nagari dan LSM KOAD.

“Kuasa yang kami berikan dilengakapi dengan seluruh surat-surat yang dibutuhkan untuk melakukan proses penyelesaian”., kata salah seorang datuak dari kaum suku melayu.

Sebagai Masyarakat Nagari Lubuk Kilangan, kami sangat menginginkan masalah yang terjadi di pasar Banda Buek dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itulah kami minta agar bapak Walikota Padang sebagai pimpinan tertinggi Pemerintahan Kota Padang ikut serta untuk penyelesaian masalah pasar Banda Buek.

Agar dapat selesai dengan baik, perlu dibentuk sebuah tim yang terdiri dari pihak Perwakilan Nagari (Aliansi Anak Nagari dan LSM KOAD), Pemko Padang serta pihak-pihak yang berkepentingan dalam melakukan penyelesaian. Masalah yang kami maksud adalah :

  1. Sebelum pembangunan berlangsung, seperti perizinan, gambar rencana, AMDAL, UKL dan UPL.
  2. Pengelolaan Pasar Nagari Banda Buek selanjutnya
  3. Selama pembangunan berlangsung, membersihkan seluruh surat-surat yang terbit diduga secara tidak sah.
  4. Setelah pembangunan berlangsung, hutang yang belum dibayar kepada pemodal dan sub kontraktor, serta pembayaran 45% hak Nagari Lubuk kilangan.
  5. Pengelolaan Pasar Banda Buek, 25% bagi hasil pengelolaan yang menjadi hak Nagari Lubuk Kilangan.
  6. Kelanjutan Pembangunan berikutnya.

Karena tidak ada keinginan dari pihak Pemko Padang, izinkan kami perwakilan nagari Lubuk Kilangan mengajak pihak Pemko Padang menyelesaikan bersama sama.

Kami berharap tidak ada pihak yang berusaha menghalangi. Pada dasarnya, penyebab terjadinya masalah adalah tidak terlaksananya poin-poin kesepakatan antara Pemko Padang dengan pihak Nagari Lubuk Kilangan.

Sehingga kesepakatan Nomor:17/KB/PMK/V/2006, tertanggal 11 Mei 2006, tidak bisa ditingkatkan ketahap perjanjian. karena penko Padang tidak membebaskan tanah seluas 3000 m2 untuk parkir.

Selanjutnya sertifikat hak dan IMB tidak jadi diterbitkan, karena sudah tercium bau busuk kecurangan yang akan dilakukan oknum tertentu.

Melalui berbagai rapat, anak Nagari, Kerapatan Adat Nagari Lubuk Kilangan, sudah meminta Pemko Padang untuk menghentikan kegiatan pembangunan dan menghentikan terjadinya penjualan sepihak.

Terakhir kami mengetahui bahwa penjualan tersebut dilakukan oleh berbagai pihak yang tidak berhak melakukan perpidahan hak.

Untuk itu kami telah berhasil mengumpulkan berbagai data-data, surat surat, kartu penunjukkan, kartu kuning yang dikeluarkan oleh dinas pasar saat itu. yang jelas Kartu kuning tersebut ditanda tangani oleh Ir Asnel dan Deno Indra Firmansyah.

Pemerintah sebagai fasilitator yang memegang regulasi, seharusnya ikut menegakkan aturan hukum melalui regulasi yang ada. Tetapi dalam hal ini, justru oknum yang berada dipemerintahan bersama bersama oknum yang berada diperusahaan, yang sengaja melanggar aturan hukum. sehingga dapat dikatakan dalam pembangunan pasar Pasar Banda Buek, mereka telah tambrak aturan yang berlaku di Negara ini.

“Dimana dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2023, perkara pidana pasar Banda Buek seakan tidak tersentuh, karena pelakunya orang yang kebal hukum”, kata LSM KOAD.

Menurut informasi yang kami terima, sudah terjadi penjualan dengan membuat PPJB. Tentunya perkara ini adalah tindak pidana dilakukan bersama sama dengan pimpinan perusahaan.

Selanjutnya redaksi sempat melakukan konfirmasi dengan H Syafruddi Arifin SH, ” Yang membuat saya ketawa, ternyata saya sebagai pemilik perusahaan juga tertipu”, demikian kata H Syafruddin Arifin SH

Anak Nagari sebutlah namanya Darmaizen, sebagai anak Nagari dan masayarakat umum, kami menilai Pemko Padang sengaja melakukan pembiaran.

Sehingga, sampai saat ini para pelaku masih bebas, seperti tidak tersentuh hukum. Bahkan ada bangunan yang belum dibangun sama sekali tetapi sudah dilakukan penjualan, tentunya dengan terbitnya kartu kuning kios tersebut. Kami telah menghitung rincian seluruh kejadian yang terjadi di pasar Banda Buek.

Kata Darmaizen, ” Sebagai anak nagari, kami tidak yakin bahwa PT.Syafindo Mutiara Andalas  mampu menyelesaikan pekerjaan yang bernilai Rp.24.000.000.000,00.- hanya dengan modalkan Rp.304.600.000.-.” katanya.

Selanjutnya dijelaskan Indrawan ketua LSM KOAD, ” untuk sama-sama dipahami bahwa modal yang dipakai untuk membangun pasar Banda Buek adalah modal patungan pihak ketiga serta masayarakat.

Terlalu ceroboh, jika Pemko Padang membiarkan masalah ini berlarut-larut, sehingga pada akhirnya akan menjadi Bom waktu, kata Indarwan ketua LSM KOAD.

Selagi masih kecil akan gampang diselesaikan, tambah lagi tahun adalah tahun politik sebut ketua LSM KOAD.

Lanjutnya, ” Setelah kami telusuri bersama melalui Investigasi lapangan bahwa keterlibatan oknum yang berada di Pemko Padang, Bank Nagari, PT.SMA dan PT LGB adalah pihak pihak yang seharusnya bertanggung jawab.

Jika kejahatan PT SMA dan PT LGB terbongkar, dapat dipastikan Bank Nagari harus membayar ke Nagari Lubuk Kilangan. sejumlah uang sewa, selama mereka memakai kios-kios lantai dua sebagai kantor, tambahnya lagi.

Berdasarkan surat-surat, merekalah yang telah memindahkan hak secara tidak sah kepada para pembeli.

Kami bisa membuktikan berdasarkan perjanjian, Akta jual beli, kartu kuning kartu penunjukan petak meja batu yang diterbitkan oleh Dinas Pasar serta kwitansi penerimaan uang.

Maka untuk itulah sebagai pihak nagari Lubuk Kilangan kami mengajak Pemko Padang untuk menyelesaikan bersama-sama.

Ketika kita memahami bahwa sebuah perjanjian akan batal demi hukum jika objek bermasalah. Artinya semua surat surat terkait perpindahan hak, kartu kuning, kartu penunjukan petak meja batu  yang telah diterbitkan tidak sahakan berisiko kepada nama nama yang menebitkannya.

Perlu kami ingatkan bahwa syarat sah perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata seperti sepakat, cakap, mengenai suatu hal tertentu, sebab yang halal tidak terpenuhi.  Apalagi yang kesepakatan yang terjadi bukan dengan pemilik hak, tapi baru dilakukan oleh wakil dari pihak Nagari Lubuk Kilangan.

Pemko Padang tidak akan pernah bisa membuktikan bahwa jual beli yang telah dilakukan oleh Pemko Padang bersama perusahaan adalah transaksi yang sah secara hukum. untuk itu diminta agar pedagang menuntut bersama sama para pelaku

Karena terkait dengan tanah harus dilakukan oleh pemilik hak atas tanah tersebut. Sedangkan terkait masalah ini, alas hak atas tanah pasar Banda Buek masih berada ditangan kami sebagai pemilik hak.

MKW, Kaum, Tim Pengelola Pasar Banda Buek (TPPBB) serta Kerapatan Adat Nagari Lubuk Kilangan telah membentuk Aliansi Anak Nagari dan LSM KOAD untuk menyelesaikan masalah yang telah terjadi dipasar Banda Buek mulai dai 2006 s/d 2023.

Kami menyesalkan, selama ini Pemko Padang tidak pernah mengindahkan surat dari pihak Nagari kami.

Pemko Padang seakan bersembunyi dari transaksi ilegal ini, mereka selalu mengelak, diduga kuat kuat telah terjadi mall administrasi ditubuh Pemko Padang pada saat menerbitkan kartu kuning dan kartu penunjukan petak meja batu. itu tidak bisa dipungkiri. berdasarkan bukti yang kami dapat dipastikan tidak terbantahkan.

kembali kata zen, ” Walau bagaimanapun kami sebagai anak nagari berterimakasih kepada pihak Pemko Padang karena macet di jalan Padang-Indarung telah teratasi. Namun kita jangan lupa bahwa dalam melakukan pembangunan pasar ternyata bukan uang Pemko Padang dan uang PT SMA, dibalik semua itu ternyata ada beberapa orang yang tidak bisa mendapatkan uangnya kembali”, kata Darmaizen.

selanjutnya ketua LSM KOAD, ” Dengan naiknya pedagang ke lantai dua, maka berakhirlah macet jalan Padang–Solok. Sehingga masayarakat pemakai jalan bisa bernafas lega karena jalan mereka sudah lancar. Demikian juga pihak Pemko Padang. Tanpa mengeluarkan modal APBD kota Padang, Pihak Pemko  bisa memetik keuntungan sampai saat ini. Menyelesaikan kesepakatan dengan pihak Nagari adalah kewajiban dari Pemko Padang kepada pihak Nagari, Kaum pemilik hak ulayat serta beberapa pihak pemodal “, kata ketua LSM KOAD.

Jika pihak Pemko Padang tidak berniat menyelesaikan, tentunya gugat ke pengadilan yang harus kita tempuh. yang perlu kita pertimbangkan adalah Pedagang pasar akan rugi karena tidak bisa berjualan di lokasi yang sudah mereka beli, tambahnya.

lanjutnya, ” ini baru masalah besar “, kata ketua LSM KOAD.

Pihak Pemko Padang harus menyadari, ketika hal itu dilakukan, pedagang yang sudah berjualan di lantai dua akan kembali turun ke Parkiran atau bisa saja kembali sampai ke jalan raya, bisa dibayangkan bahwa jalan raya Padang-Solok akan kembali macet.

Untuk itu, seharusnya pihak Pemko Padang sebagai  pihak pemerintah, harus berterimakasih kepada pihak-pihak yang uangnya telah dipakai untuk pelaksanaan pembangunan pasar Banda Buek selama ini.

Toh masyarakat beranggapan bahwa uang APBD kota Padang telah banyak masuk ke pasar, untuk itulah perlu kita selesaikan bersama-sama. Jika pejabat pemko padang mengerti akan kejadian ini, tentunya akn dilakukan langkah langkah antisipasi, kata ketua LSM KOAD mengakhiri ulasannya.

(tim LSM KOAD dan KaeabDaerah)