Alat Berat Bukti Tambang Ilegal, Tidak Bolehkah Dilepas??

BERITA UTAMA808 Dilihat

KabarDaerah.com – Tahun 2024 lalu, Kepolisian Resor Kota Padang, Sumatra Barat telah mengamankan empat unit alat berat yang diduga terlibat aktivitas tambang ilegal jenis galian C di kawasan Gunung Sarik, Kuranji.

Hal ini perlu diawasi bersama, jelas ketua DPW FRN Sumbar, begitu juga yang terjadi didaerah Lubuak Alung, dan Solok Selatan, Pasaman Barat dan Pasaman timur serta Darmas raya.

” Ternyata alat yang ditahan Polresta Padang sudah di proses dan sekarang sedah masuk tahap dua”, kata Robby salah seorang pewarta Kabardaerah.

“Jika seluruh komponen mengawasi secara bersama, tentu oknum APH sulit untuk bermain”, sebut ketua DPW FRN Sumbar.

“Alat berat ini diamankan oleh jajaran Polresta Padang sejak beberapa bulan lalu”, sebut Robby lagi.

Saat ditahan, 4 unit alat berat yang diamankan, dua diantaranya merupakan jenis ekskavator, sedangkan dua lainnya jenis breaker.

Saat ini empat unit alat berat tersebut ditempatkan di depan kantor Polresta Padang yang berada di Jalan M Yamin.

Lebih lanjut di katakan salah seorang masyarakat sebut namanya Ilyas, ” telah diamankannya empat unit alat berat itu berawal ketika jajaran Polresta melakukan penegakkan hukum terhadap tambang illegal di kawasan Sungai Sarik, Kecamatan Kuranji pada 3 Desember 2024″.

Para pekerja di lapangan tidak bisa menunjukkan surat izin (IUP) sebagaimana yang disyaratkan oleh Undang-undang.

“Karena tidak memiliki surat izin, maka kami menduga aktivitas tambang di lokasi tersebut adalah ilegal, sehingga alat berat yang beroperasi diamankan petugas,” jelas Ilyas.

Perlu pengawasan ketat dari berbagai pihak

Sangat disayangkan jika oknum Polisi daerah tidak sejalan dengan pimpinan tertinggi Polri.

“Alat berat sebagai bukti tambang ilegal tidak bisa dilepas sebelum diputus oleh Kepengadilan”, sebut ketua DPW FRN Sumbar.

Dijelaskan lebih lanjut,”untuk proses hukum kita butuh bukti kuat, alat berat yang ditahan merupakan bukti”, tambahnya lagi.

Bagaimana jika bukti hilang atau dilepas kembali karena berbagai alasan, bukannya makin sulit, bahkan perkara sulit diungkap, jelas ketua DPW FRN Sumbar.

Dikabarkan oleh pemburu berita Kabardaerah bahwa telah terjadi pemakaian material alam berupa batu tanpa izin resmi. Material dipakai untuk proyek normalisasi sungai di Padang Pariaman.

Ketua DPW FRN Sumbar meminta Polri menurunkan tim untuk menyelidiki.

“Jangan sampai alat yang ditahan dilepas kembali. Kami mengingatkan”, jelas ketua DPW FRN.

Tambang Ilegal Lubuk alung, bagitu dahsyatnya tambang ilegal Lubuk Alung Padang Pariaman, setiap harinya puluhan eskavator mengeruk isi bumi untuk mengeluarkan pasir dan batuan pada aliran sungai Batang Anai, tepatnya di Nagari Lubuk Aluang dan Nagari Balah Hilia.

Perubahan bentang alam sudah semakin parah akibat aktivitas ini. Sungai dan sempadan hancur berantakan.

Sungai Batang Anai telah lama menjadi sumber air bagi masyarakat dan ekosistem di sekitarnya.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sungai ini terancam oleh aktivitas tambang sirtukil ilegal yang marak terjadi.

Meskipun kerusakan alam telah nyata terjadi, namun aktifitas tambang ilegal seakan tak tersentuh hukum. Karena sampai saat ini masih saja terjadi aktivitas penambangan diberbagai lokasi.

Pertambangan illegal yang masif memiliki kecenderungan menimbulkan dampak kerusakan alam yang serius, karena tidak ada mekanisme reklamasi dan pengelolaan limbah juga pemanfaatan bahan-bahan galian tambang tidak berada di bawah penguasaan negara.

Selain itu tambang illegal juga menyebabkan persoalan lingkungan lainnya seperti erosi tanah di tepi sungai yang semakin parah, penurunan kualitas air (sungai menjadi keruh dan tercemar).
Hal ini berakibat pada penurunan kualitas air dan rusaknya ekosistem sungai seperti hilangnya habitat ikan, meningkatkan risiko terjadinya banjir dan longsor yang terjadi di Nagari Lubuk Alung pada tahun 2024 dan pada musim hujan, bekas kerukan tanah Sirtukil hanyut dibawa arus air hujan dan masuk ke sawah milik warga.

Masyarakat dan Pemerintah Nagari tak hanya diam melihat persoalan ini. Beberapa kali warga dan pemerintah Nagari melaporkan dan berkirim surat secara resmi kepada pemerintah namun hasilnya nihil.

Pada Tanggal 13 November 2023 Wali Nagari Balah Hilia Bersurat ke Gubernur Sumatera Barat tentang Aktivitas Penambangan Tanpa Izin, kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah Provinsi Sumatera Barat.

Pada Tanggal 4 Desember 2023 Pemprov Sumbar melakukan Rapat Bersama ESDM dan SEKDA, dengan hasil dilaksanakan penertiban secara terpadu pada Tanggal 5 Desember 2024 dengan melibatkan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, Lantamal TNI AL II Padang Lanud TNI AD Direskrimsus Polda Sumatera Barat, Dinas ESDM Prov Sumatera Barat, Koordinator Inspektur Tambang Kemen ESDM Penempatan Prov.Sumatera Barat, Kepala Kesbangpol Prov.Sumatera Barat, Kepala Satpol PP dan Damkar Provinsi Sumatera Barat, Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat.

Namun karena sanksi hanya berupa pemasangan plank larangan, tanpa adanya monitoring oleh pemerintah, kegiatan tambang masih tetap berlangsung.
Akhirnya Masyarakat memutuskan untuk melaporkan kepada Presiden pada bulan April 2024, diwakili oleh Masyarakat Pemerhati Lingkungan (LSM AMUAK).
Dari pengumpulan data lapangan bahwa kegiatan penambangan diduga melibatkan oknum militer dan Kepolisian sebagai pembackup, dan diperkirakan lebih dari 10 Penambang Ilegal dengan 10-15 Alat Berat.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Barat bersama perwakilan tokoh adat di Nagari Lubuk Aluang dan Eksekutif Nasional Walhi, melaporkan aktivitas tambang ilegal yang diduga dilindungi pejabat kepolisian kepada Komisi Kepolisian Nasional pada Rabu (18/12).

Laporan kepada Kompolnas itu berangkat dari kasus polisi tembak polisi yang terjadi di Solok Selatan, Sumatera Barat, serta aktivitas pertambangan pasir dan batu ilegal yang masih dan sistematis di Nagari Lubuk Alung dan Balah Hilia, Kabupaten Padang Pariaman.

Kecamatan Lubuk Alung dan Kecamatan Batang Anai yang terletak di kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat, dikenal memiliki potensi kekayaan hasil tambang.

Dari hasil tambang di kedua kecamatan ini, perputaran uang dari bisnis tersebut mencapai ratusan juta rupiah per hari.

Namun, penambangan galian C di daerah ini harus mematuhi peraturan perundang-undangan, serta memperhatikan kelestarian lingkungan.

Banyak yang mengingatkan bahwa sumber daya alam adalah anugerah Tuhan melalui Alam, mudah berubah menjadi bencana, jika tidak dikelola dengan baik.

Kekayaan alam yang dikelola secara sembarangan dan melanggar hukum hanya akan menguntungkan segelintir orang dan membawa malapetaka bagi banyak orang.

Eksploitasi tambang pasir, batu, dan tanah bukit di kedua daerah ini menjadi contoh yang membahayakan kelangsungan hidup masyarakat setempat.

Lokasi galian C, seperti material pasir halus, kerikil, dan batu, saat ini dikelola oleh penambang yang diduga belum memiliki izin lengkap. Artinya, penambangan galian C di kedua daerah tersebut diduga tidak berizin.

Komentar Direktur Walhi Sumatera Barat, Wengki Purwanto mengatakan,

Dari sidang etik tersangka penembak Kasat Reskrim Polres Solok Selatan Ryanto Ulil Anshar, yakni Kabag Ops Polres Solok Selatan Dadang Iskandar pada 26 November 2024.

Terungkap Kapolres Solok Selatan diduga menerima aliran dana dari aktivitas pertambangan ilegal di Kabupaten Solok Selatan.

Wengki menilai, kasus polisi membekingi aktivitas tambang ilegal ibarat “ kentut”, semua orang tahu siapa yang berbuat. Namun, tak ada yang berani mengungkapkan, apalagi mengusutnya.

Oleh karena itu, untuk membuktikannya, Wengki mendorong Kapolri membentuk tim khusus untuk mengusut indikasi pejabat utama Polri di Polda Sumatera Barat menerima aliran dana dari tambang ilegal.

“Proses bisa dimulai dari Kapolres Solok Selatan,” kata Wengki kepada Alinea.id, Rabu.

Dia mengungkapkan, dugaan mengarah ke jajaran oknum di Polda Sumatera Barat karena pada Oktober 2022 Kapolda sempat menerbitkan telegram yang meminta seluruh Polres mendata tambang legal dan ilegal.

“Artinya, Kapolda Sumbar sejak awal sudah kantongi informasi dan data soal tambang ilegal,” ujar Wengki.

Realita yang terjadi, sepanjang 2023-2024 tambang ilegal menjamur di Sumatera Barat. Dampaknya, lingkungan semakin hancur, korban jiwa berjatuhan, bencana terjadi, akhirnya polisi menembak rekannya sendiri.

Wengki menjelaskan, tambang emas ilegal sudah membuat lahan sepanjang daerah aliran Sungai Batanghari, mencapai 7.662 hektare, rusak. Area lahan tanaman pangan juga rusak karena tercemar bahan kimia merkuri.

“Kerugian dari bencana banjir dan longsor, termasuk kerugian dari suplai BBM untuk alat berat, analisis dan hitungan tim kami diperkirakan kurang lebih 90.000 liter BBM per hari dipasok untuk mendukung operasi alat berat di satu kabupaten saja,” tutur Wengki.

Perilaku oknum Polisi di Sumatera Barat yang melindungi aktivitas tambang ilegal, menurut Wengki, karena lemahnya pengawasan. Akibatnya terjadi kongkalikong antara aparat dan mafia tambang.

“Relasi politik-ekonomi di lingkar Polri-eksekutif-legislatif ini yang bahaya,” ujar Wengki.

“Intinya, negara dalam kendali pelaku kejahatan lingkungan.”

Sementara itu, pengamat kepolisian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andy Ahmad Zaelany menilai, oknum aparat yang menjadi beking aktivitas tambang ilegal di Sumatera Barat yang terbongkar usai kasus polisi tembak polisi menandakan tugas pokok dan fungsi pengawasan sumber daya mineral dan batu bara harus diberikan hingga level pemerintah kabupaten.

“Sekarang ini tupoksi (tugas pokok dan fungsi) pengawasan minerba (mineral dan batu bara) adanya di pusat, kabupaten hanya mengelola galian C (seperti pasir dan batu),” ujar Andy, Kamis (26/12).

“Ini perlu dikoreksi memang. Seyogyanya tupoksi izin tambang dari pusat, pengawasan dari provinsi, dan monev (monitoring dan evaluasi) dari kabupaten/kota.”

Selain itu, kata dia, Polda Sumbar harus serius menertibkan bawahannya dan memberi sanksi berat bila ada yang main mata dengan mafia tambang ilegal.

“Dengan pembagian tupoksi seperti sekarang, ada celah untuk berkembangnya tambang ilegal yang penertibannya bukan dari kabupaten, tapi dari pusat, yang jauh letaknya,” ucap Andy.

“Hal ini menjadi celah bagi pihak oknum polisi yang tergiur rente.” Sejak lama, Andy memantau daerah yang memiliki sumber daya alam berlimpah. Namun, pejabat dan aparatnya korup.  Oleh karena itu, dia menyarankan, manajemen pengawasan di daerah yang kaya sumber daya alam harus diperketat.

“Di suatu lokasi (kaya) sumber daya alam di Indonesia, hampir selalu ada dorongan lahirnya korupsi, apalagi bila tidak termanajemen dengan baik, yang bisa dari sisi regulasi, ketidakmampuan maupun perilaku SDM, dan kelemahan pengawasan,” ujar Andy.

Andy menekankan, oknum polisi yang belakangan melakukan penyimpangan tugas menjadi pemburu rente, harus menjadi perhatian Kompolnas, Komisi III DPR, dan Polri. “Kompolnas dan polisi seyogyanya mengusut masalah ini secara transparan dan menindaknya,” tutur Andy.

“Tapi juga harus mengusulkan tindakan mitigasi atau pencegahan agar di masa depan tidak terulang lagi, dengan mengusulkan perbaikan sistem dan kelembagaannya, termasuk regulasinya.”

Sementara, Ernawati seorang warga masih ingat ketika ia menghabiskan waktu mudanya di rumah yang katanya dahulu punya pemandangan indah. Ada sungai jernih dan hamparan sawah di belakang rumahnya.

Rumah itu, kini tinggal puing-puing akibat tergerus Sungai Batang Anai, di Jorong Lasuang Batu, Nagari Sungai Buluh Timur Kecamatan Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Sampai pada 2015 rumahnya hancur. Sejak itu satu per satu rumah di sekitar rumah Ernawati hancur. Total terdapat 14 rumah yang habis tergerus arus sungai di daerah itu.

“Terakhir 2022 itu rumah orang tua saya ini, pada 2015 rumah saya yang hancur,” katanya, Jumat (13/12/2024).

Tak hanya rumah, lahan pertanian di lokasi itu, kata Ernawati juga turut habis tergerus air sungai. Sekitar 15 tahun yang lalu, katanya, panen padi masyarakat bisa mencapai tiga ton dibanding hari ini tersisa sekitar satu ton saja.

Tambang ilegal Pasaman Barat dikutip dari TBNews

Dalam operasi yang digelar oleh tim Subdit 4 Tipiter Ditreskrimsus Polda Sumbar ini berhasil mengamankan delapan orang pelaku beserta sejumlah barang bukti yang digunakan dalam aktivitas tambang ilegal tersebut.

Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Kombes Pol Dwi Sulistyawan, dalam keterangannya mengungkapkan bahwa pengungkapan kasus ini merupakan bagian dari upaya kepolisian dalam menindak aktivitas pertambangan ilegal yang merusak lingkungan dan berpotensi menimbulkan dampak sosial serta ekonomi bagi masyarakat sekitar.

“Kami telah mengamankan beberapa orang yang diduga terlibat dalam kegiatan PETI ini, beserta alat-alat yang digunakan dalam proses penambangan. Aktivitas ilegal ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berdampak buruk pada lingkungan, seperti pencemaran sungai dan kerusakan hutan,” kata Kombes Pol Dwi di ruangannya, pada Jumat (14/2).

Dari lokasi kejadian, petugas berhasil menyita sejumlah peralatan tambang, termasuk 2 unit alat berat masing-masing-merk KOBELCO SK 200 XD warna biru dan SANY SY 215 warna kuning, 5 buah dulang terbuat dari kayu, serta 5 lembar karpet.

Dalam operasi yang digelar oleh tim Subdit 4 Tipiter Ditreskrimsus Polda Sumbar ini berhasil mengamankan delapan orang pelaku beserta sejumlah barang bukti yang digunakan dalam aktivitas tambang ilegal tersebut.

Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Kombes Pol Dwi Sulistyawan, dalam keterangannya mengungkapkan bahwa pengungkapan kasus ini merupakan bagian dari upaya kepolisian dalam menindak aktivitas pertambangan ilegal yang merusak lingkungan dan berpotensi menimbulkan dampak sosial serta ekonomi bagi masyarakat sekitar.

“Kami telah mengamankan beberapa orang yang diduga terlibat dalam kegiatan PETI ini, beserta alat-alat yang digunakan dalam proses penambangan. Aktivitas ilegal ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berdampak buruk pada lingkungan, seperti pencemaran sungai dan kerusakan hutan,” kata Kombes Pol Dwi di ruangannya, pada Jumat (14/2).

Dari lokasi kejadian, petugas berhasil menyita sejumlah peralatan tambang, termasuk 2 unit alat berat masing-masing-merk KOBELCO SK 200 XD warna biru dan SANY SY 215 warna kuning, 5 buah dulang terbuat dari kayu, serta 5 lembar karpet.

(Sumber : TB News, Antara, Walhi Sumbar dan Tim investigasi KabarDaerah)