JAKARTA, KABARDAERAH.COM-Forum Komunikasi dan Advokasi Komunitas Flobamora (FKKF) Jakarta kembali menegaskan bahwa kehadiran proyek dengan basis Sumber Daya Alam seperti panas bumi (geothermal) di Flores, dampaknya selalu bersentuhan erat dengan masyarakat lokal.
Ketua Umum FKKF Jakarta, Marsellinus Ado Wawo, S.H, dalam keterangan resmi FKKF kepada media ini, Kamis (10/4/2025), mengatakan bahwa pembangunan geothermal hanya memperkaya pengusaha dan penguasa.
“Sebaliknya, rakyat hanya jadi objek pembangunan dan dampaknya adalah penderitaan jangka panjang,” kata Marsell.
Menurut Marsell, selain seruan kenabian yang datang dari sikap para Uskup Provinsi Gerejawi Ende, soal penolakan proyek geothermal tidak perlu ahli.
“Lihat fakta di lapangan, kita sudah mengambil kesimpulan bahwa proyek geothermal selalu dilematis; antara berkat atau kutukan,” kata Marsell.
Marsell menerangan bahwa memang pada dasarnya semua orang butuh listrik. Namun, sumber listrik bukan semata hanya dari panas bumi (geothermal).
Menurutnya, Negara bisa mengusahakannya dari sumber lain; seperti angin, sinar matahari, udara, arus laut, bahkan biomassa.
“Kalau soal kebutuham pangan, tentu tidak bisa tergantikan selain bumi atau tanah. Tidak mungkin alternatifnya tanam di bulan atau mars. Pangan juga menjadi sumber penghasilan. Warga masyarakat bisa jual hasil pangan apa saja,” ujarnya.
Marsell menyinggung, dengan kondisi geografis dan topografis, Flores terdiri dari sebagian besar gunung dan bukit atau berada ada cincin gunung api (ring of fire), sehingga lahan pertaniannya sedikit (sempit).
“Kita harus memilih mana yang paling penting; bangun geothermal yang mengorbankan banyak lahan dan berdampak bagi rusaknya lingkungan atau justru terpesona dengan referensi beberapa proyek panas bumi yang berhasil. Tapi banyak proyek geothermal yang berdampak buruk bagi wilayah setempat, yaitu memicu terjadinya gempa tektonik,” timpalnya.
Marsell menyebut sebuah tulisan dari Romo Stefanus Wolo yang bertugas di Swiss, bahwa di sana (Eropa, red) ada beberapa proyek yang ditutup.
Menurutnya, banyak proyek yang berbasis SDA menimbulkan kemalangan bagi masyarakat di sekitarnya; kerusakan lingkungan, pencemaran air minum, sungai, lahan pertanian, perumahan dan pemukiman, tanah terbelah, dan berbagai dampak negatif lainnya hingga korban nyawa.
Kelangsungan Hidup dan Dampak Jangka Panjang
Marsell beralasan, ke depan, manusia terus bertambah sehingga butuh rumah, sekolah, tempat ibadat, lahan pertanian, pemukiman, dan lain-lain.
“Semuanya butuh tanah. Karena masyarakat sangat membutuhkan tanah untuk keberlanjutan kehidupan mereka secara turun-temurun. Tanah adalah segala-galanya bagi masyarakat,” katanya.
Apalagi, kata dia, geothermal dibangun di radius nol kilometer.
“Artinya, kampung adat dengan struktur bangunan adat untuk ritual, ikut jadi korban. Selama ini kita sdh salah arah dalam pembangunan. Kapan negara menerapkan pasal 33 UUD 1945 secara konsekwen. Semua sumber daya alam hanya memperkaya pengusaha dan penguasa,” kritiknya.
Marsell bahkan menyentil bahwa Bupati, DPR hingga ASN memiliki penghasilan lewat gaji dan tunjangan. Sedangkan rakyat yang sudah kehilangan lahannya, juga akan kehilangan penghasilan dari bumi yang menjadi sandaran hidupnya.
Menurutnya, sangat beralasan jika para tokoh agama dan kaum awam memperjuangkan penolakan proyek geothermal karena berangkat dari konteks dan kenyataan konkrit masyarakat lokal yang mengalaminya.
“Jika dibiarkan terus terjadi, maka masyarakat Flores akan kehilangan otoritas dalam pilihan politik. Sebab, jika sudah ketiadaan lahan-lahan pertanian, kita akan tergantung pada Bansos dan BLT. Kedua jenis materi ini rentan disalurkan lewat Pemilu karena masyarakat disandera hak pilihnya,” singgungnya.
“Dalam kondisi dilematis dan cenderung oportunis, sebagian besar masyarakat sudah kehilangan otoritas dalam berpendapat. Ini penting karena menyangkut kepentingan jangka panjang dan harus diperjuangkan dari sekarang,” pungkasnya.