Ketua FRN DPW Sumbar Minta Kapolri, Jangan Biarkan Anggota Polri Merendahkan Citra Institusi Polri

KabarDaerah.com– Setelah 7 bulan Ketua DPW FRN DPW Sumbar kembali surati Kapolri.  DPW FRN Sumbar merasa, bahwa disposisi Kapolri tidak dilaksanakan oleh bawahannya sampai ke Polresta Padang. Kasat reskrim masih berusaha bermain main dengan perkara ini, jelan ketua FRN DPW Sumbar.

Dengan membiarkan anggota Polri, tidak dihukum ketika oknum bersalah, malahan diberikan kenaikan pangkat, dimutasi kejabatan yang lebih baik, merupakan pembiaran, terjadinya kesalahan berkelanjutan. makanya anggota pengganti masih saja beralasan prosedur yang seharusnya ditempuh.

Pada hal, menghentikan proses perkara dalam status penyelidikan, pada hal alat bukti yang berpotensi di kumpulan adalah 4 alat bukti. Surat sebagai bukti ada, saksi juga ada, petunjuk tidak dilakukan TKP dibiarkan tidak aman, sehingga TKP hilang, bukti petunjuk semua hilang atau sengaja dihilangkan. Tersangka (calon terdakwa) dibiarkan melarikan diri.

Bisa dibaca bahwa Polri melalaikan tugasnya, dengan cara menghalangi melapor, menghalangi proses hukum, menghentikan perkara dalam keadaan belum diselidiki sesuai prosedur dan disidik sesuai dengan Perkapolri, serta KUHAP. Padahal 4 alat bukti sudah diberikan ke Polda Sumbar.

Justru untuk menghentikan kasus ini, Kapolsek Kuranji dan Kasat Reskrim Polresta Padang, tidak segan segan untuk berbohong, bahkan berganti alasan tiap dibantah oleh pelapor.

Meri kita lihat Tugas penyidik menurut UU Polri Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, adalah dasar hukum utama yang mengatur fungsi, tugas, dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Tugas seorang penyidik Polri adalah melakukan penyidikan tindak pidana dengan melakukan pengumpulan bukti, pemeriksaan saksi, dan tersangka, serta melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk mengungkap kebenaran suatu tindak pidana sesuai dengan undang-undang yang berlaku. diterangnya lebih lanjut, bahwa Penyidik Polri adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan. Penyidik Polri memiliki tugas pokok sebagai berikut:

  1. Menyelesaikan penyidikan tindak pidana: Penyidik melakukan penyelidikan untuk mengungkap kebenaran suatu tindak pidana, mengumpulkan bukti, memeriksa saksi, dan tersangka, serta mengambil tindakan lain yang diperlukan untuk menyelesaikan penyidikan.
  2. Memperhatikan hak-hak tersangka: Penyidik harus memperhatikan hak-hak tersangka selama pemeriksaan, seperti hak untuk tidak ditekan dalam pemeriksaan dan hak untuk mendapatkan bantuan hukum.
  3. Melaksanakan pemeriksaan dalam persidangan: Penyidik juga dapat melaksanakan pemeriksaan dalam persidangan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri atau pelanggaran lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
  4. Menerima laporan atau pengaduan: Penyidik wajib menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
  5. Melakukan tindakan pertama di TKP: Penyidik melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara (TKP) untuk melestarikan bukti dan mencegah perubahan kondisi TKP.
  6. Menyuruh berhenti tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri: Penyidik berwenang untuk menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.
  7. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan: Penyidik dapat melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan sesuai dengan ketentuan hukum.
  8. Meminta bantuan ahli: Penyidik dapat meminta bantuan ahli untuk membantu dalam pemeriksaan perkara.
    Selain tugas-tugas tersebut, penyidik Polri juga memiliki tugas lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, seperti melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh atasan dan menjaga keamanan dan ketertiban

Jadi tugas penyidik Polri adalah mengumpulkan bukti serta membuat terang perkara pidana. Ketika oknum penyidik Polri menyimpang dari tugas tersebut. Tentunya, perlu dipertanyakan.

Berikut, jika menghalangi proses hukum dilakukan secara bersama sama, perkapolri nomor 7 tahun 2022 sudah mengatur sedemikian rupa, tinggal propam yang melaksanakan, kata ketua FRN DPW Sumbar.

Inilah yang diminta ketua Fast Respon Counter Polri DPW Sumbar, sehingga sejalan dengan Presisi yang menjadi program Jendral Pol Drs Listyo Sigit Prabvowo SIK.

Dengan dilaksanakannya, proses hukum oleh Polri, nama Polri akan tercatat dalam sejarah, bahwa Kapolri memang seriur melakukan transformasi menjadi Polri Presisi.

Kami dari Persatuan Wartawan Fast Respon Nusantara setia kepada institusi Polri. Untuk itulah kami rela membuat berita berita yang membuat citra Polri kembali membaik. nilai tersebut dapat diperoleh dengan melakukan penegakan dengan benar. Polri kembali dipercaya oleh masyarakat Indonesia.

Jika hal kecil ini saja, Polri tetap mempertahankan pendapatnya yang jelas telah merugikan masyarakat, tentunya berita ini akan berfungsi sebaliknya.

Mari kita merujuk ke pada UU Polri bahwa pada Pasal 8

  1. Ayat (1) Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah Presiden.
  2. Ayat (2) Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Kapolri yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Artinya, jika Kapolri tidak sanggup menegakkan hukum terkait dengan Bypass Teknik ini, tinggal kita lapor ke negara melalui Presiden RI. berikutnya surati Komisi III DPR RI minta agar Kapolri menjelaskan prihal bypass teknik ini. kenapa perkara bypass teknik dihalangi berproses hukum. apa alasan Polri terkait hal ini, kata ketua FRN DPW Sumbar.

Hal ini dapat dipastikan perkara ini akan menjadi issued besar, walau perkaranya kecil, karena akan membuka alasan kenapa Polda Sumbar, membiarkan perkara ini sampai 4 tahun lebih.

berikutnya, Pasal 10, ayat (1) Pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian secara hierarki. Ayat (2) Ketentuan mengenai tanggung jawab secara hierarki sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri. dalam hal ini adalah Perkapolri nomor 7 tahun 2022 tentang pelanggaran KEPP. hal inilah yang tidak dilaksanakan Divisi propam Polri. Divisi propam Polri seakan menghindar melaksanakan Perkapolri nomor 7 tahun 2022.

Dari UU Polri tersebut jelas Kapolri adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap perkara yang tidak di proses anggotanya.

Perkara ini bisa membuat Kapolri di cap oleh masyarakat sebagai pimpinan yang mampu memipin Polri kearah yang lebih baik, tidak mampu memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh anggota Polri di Polres Padang dan Polda Sumbar.

Begitu juga dengan Kepala divisi Propam Polri sebagai bawahan Kapolri, tidak sanggup memikul beban penegakkan Perkapolri nomor 7 tahun 2022. Ketika ketahuan laporan hasil penyelidikan kabidpropam salah dengan tidak menemukan pelanggaran KEPP, atas laporan ke Divpropam Polri tanggal 4 juni 2022. Kadiv propam seakan akan tidak mengetahui, walau pelapor sudah menjelaskan tanggal 12 Januari 2025 saat dipanggil ke Divpropam mabes Polri, jelas ketua FRN DPW Sumbar.

Begini isi surat ke Kapolri yang dibocorkan ke redaksi KabarDaerah.com

 

Kepada Yth: Bapak Kapolri di Jakarta

Assalamualaikum warahmatulahi Wabarakatuh.

Permasalahan yang terjadi di Polresta Padang telah dilaporkan ke Divisi Propam Mabes Polri.

Tiga pengaduan sebelumnya (STTP, 284, 303, 636), telah dilakukan. Kami datang dan melaporkan bulan September 2021. Polri justru tidak menerima. Yang diterima adalah pengaduan, terlihat bukti surat tertulis STTP tersebut.

Pada hal kami yakin perbuatan pelaku adalah tindak pidana. Hal tersebut terlihat dengan disitanya mesin pompa air merk Kipor dan dua buah gembok bekas pengunci toko bypass teknik.

Dengan disitanya bukti petunjuk bahwa status perkara dalam proses penyidikan. Terkait pengaduan tersebut, ketika Rusdi belum meninggal dunia, perbuatan pelaku adalah pencurian, dan barang titipan yang sudah dijual, tidak bisa dikembalikan oleh Faisal (anak Rusdi) tentunya merupakan penggelapan barang. Ini jelas jelas perbuatan pidana.

Telah diatur dalam UU, KUHPerdata bahwa pihak lain tidak berhak, dan tidak boleh mengambil manfaat, seperti tersebut dalam pasal 1340, Perjanjian yang dibuat Rusdi dan Indrawan, hanya berlaku bagi pembuatnya. Inilah kata kunci.

Sehingga Divpropam Polri, jangan salah. Dasar hukum Bidpropam bekerja adalah Perkapolri nomor 7 tahun 2022 tentang KEPP. Menghilangkan barang bukti meruapakan pidana dan perkapolri nomr 7 tahun 2022. perkara ini sudah dilaporkan ke Bidpropam Polda Sumbar, sebayak dua kali, ke Divipropam mabes Polri tiga kali.

Jadi para pelaku penyimpangan, adalah menghalangi proses hukum, seharusnya diadili dengan perkapolri nomor 7 tahun 2022. bukan disembunyikan dari kesalahaan mereka. Pihak yang mengahalangi perkara ini, seharusnya diperiksa, menurut pasal pasal tersebut, karena terindikasi mengahalangi proses hukum.

Ketika, pengaduan tersebut telah SPPLID, seharusnya tidak di proses dengan melakukan gelar perkara. Dalam hal ini, klarifikasi sudah dilakukan 7 kali, ternyata tidak membuat perkara terungkap, banyak penyimpangan yang terjadi. banyak kebohongan yang terjadi. kok malah di diamkan. Sehingga 12 Desember 2024 melalui WA dilaporkan ke Kaplori.

Laporan ke mabes Polri sebenarnya sudah lengkap, pertama ke Kapolri, kedua Karo Wassidik, ketiga ke Divpropam Polri. Ketiganya tidak berjalan sesuai aturan, sampai tanggal 12 Desember 2024, setelah melapor melalui WA ke Kapolri, sampai saat ini masih saja dihalangi. Yang sangat mengherankan, setiap anggota yang diperintahkan melakukan pekerjaannya, sulit dihubungi.

Enam bulan setelah dari mabes Polri, menghadap Kadipropam Polri, sampai saat ini, perkara ini belum berproses, begitu juga para pelaku hanya dimutasi yang biasa dilakukan.

Bahkan ada yang dinaikkan pangkatnya serta mendapat propmosi sekolah. Melihat kejadian ini, bahwa tidak dilakukan proses hukum sesuai aturan Perkapolri nomo 7 tahun 2022, membuat hukum tidak tegak di Kepolisian. Akibatnya, masyarakat terus dipermainkan, bahkan sampai 4 tahun lebih.

Terkait bukti, jangankan bukti bukti, TKP pun sudah hilang dari tempat semula. Sehingga semakin lama penyidik Polri mempermainkan laporan ini, semakin sulitlah pekerjaan yang harus dilakukan penyidik Polri.

Langkah yang seharusnya ditempuh.

Karena barang bukti telah disita Polri, seharusnya dilakukan tangkap tangan, melalui surat telegram tanggal 6 tahun 2023 Kapolda Sumbar telah memerintahkan untuk dilakukan peyidikan berdasarkan Perkapolri nomor 6 tahun 2019. 

  1. Melaksanakan penyelidikan dan penyidikan secara profesional, proporsional, objektif, transparan, dan akuntabel serta melakukan pengawasan terhadap penanganan perkara yang dimaksud dengan mempedomani Peraturan Kepala kepolisian Negara Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
  2. Optimalkan dan berdayakan peran Kepala Bagian Operasional (KBO) Satreskrim Polresta Padang, untuk melakukan pengawasan atas penyelidikan/penyidikan yang telah dilakukan.
  3. Segera lakukan mediasi dengan menghadirkan para pihak berperkara untuk dilakukan musyawarah dan fokus pada jumlah modal yang disetor oleh Pelapor kepada Rusdi.
  4. Segera kirimkan laporan kemajuan dengan melampirkan bukti kepada Kapolda Sumbar.

Surat Telegram Kapolda Sumbar tidak dipatuhi Polresta Padang, hal ini jelas jelas pelanggaran KEPP. ini bukti lagi, bahwa Perkapolri tidak dilaksanakan oleh Divpropam Polri dan Bidpropam Polda Sumbar. Bidpropam Polda Sumbar, sepertinya belum melakukan proses hukum terkait hal tersebut. Para pihak memang telah dimutasi, tapi belum diadili menurut Perkapolri nomor 7 tahun 2022.

ITWASUM Polri juga sudah menjawab surat kami, ITWASUM Polri menerangkan bahwa perkara belum dilaporkan, baru merupakan pengaduan. Tentunya kita tahu bahwa menghambat masyarakat melapor adalah pelanggaran kode etik profesi menurut Perkapolri nomor 7 tahun 2022.

Ketika Bagwasisdik Polda Sumbar masih saja melakukan klarifikasi untuk membuka perkara. Tentunya hal itu juga merupakan suatu penyimpangan yang dilakukan terang terangan atas Perkapolri tersebut.

Jelas jelas sudah diperintahkan Kapolda Sumbar sebelumnya Irjen (Pol) Suharyono, untuk dilakukan penyelidikan atau penyidikan berdasarkakn perkapolri nomor 6 tahun 2019.

Polda Sumbar bersikukuh mempergunakan Perkaba Reskrim 2018. inilah penyebab, sehingga perkara ini, melanggar perkapolri nomor 7 tahun 2022.

Merujuk pada Perkapolri nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan ini mengatur prosedur penyidikan, termasuk perencanaan, penyelidikan, dan penyidikan tindak pidana.

Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2019, Ini adalah peraturan yang menjadi pedoman bagi Satreskrim(Satuan Reserse Kriminal)dalam melaksanakan tugasnya, khususnya dalam penyidikan tindak pidana.

Tujuan Peraturan ini adalah untuk menjamin efektivitas dan efisiensi penyidikan tindak pidana, serta untuk memastikan bahwa penyidikan dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku, bukan untuk menghalangi proses hukum.

Tugas Satreskrim menyelidiki dan menangani kasus kriminal seperti pencurian, penipuan, dan kejahatan lainnya. Mereka juga bertanggung jawab atas fungsi identifikasi dan laboratorium forensik lapangan, serta pembinaan dan pengawasan petugas penegak hukum lainnya.  Sedangkan Penyidikan Tindak Pidana meliputi penyelidikan, penyidikan, dan pengawasan penyidikan tindak pidana. Penyidik kepolisian memiliki kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan, seperti penggeledahan, penyitaan, dan penangkapan, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. pada dasarnya Prinsip Penyidikan adalah agar Penyidikan tindak pidana harus dilakukan dengan prinsip-prinsip seperti Akuntabilitas, Profesionalitas, Responsifitas, Transparansi, Efisiensi, Kesamaan, dan revisi. Ketika ada laporan, dilakukan klarifikasi, semata untuk memperjelas informasi yang dilaporkan pelapor, tentunya dengan mengundang para pihak pelapor dan terlapor.

Untuk melanjutkan perkara yang dilaporkan, jelas bukan dengan mengadakan klarifikasi, terlihat setelah 6 kali dilakukan gelar perkara oleh bagwassidik Polda Sumbar. Perkara Bypass Teknik, membuat penyidik semakin pusing tujuh keliling.

Pengaduan pertama, tidak layak dihentikan, karena barang bukti telah disita Polsek kuranji, tentunya perkara dalam status penyidikan. Untuk menghentikannya harus dengan SPPP, sedangkan Polsek dan Polresta menghentikan dengan SPPLID. tentunya tidak sesuai prosedur.

Pengaduan kedua, barang butki gembok telah disita Polsek Kuranji. Tentunya harus dilakukan tangkap tangan, karena perkara dilaporkan saat pelaku beraksi. Hal itu diabaikan oleh Polsek Kuranji. Pengaduan Ketiga, calon tersangka belum diminta keterangannya, perkara sudah dihentikan.

ITWASUM mengatakan bahwa Polda Sumbar masih melakukan penyelidikan dan penyidikan serta melengkapi alat bukti.

Kapolda Sumbar mengeluarkan surat Telegram tanggal 6 Januari 2023, tetapi Polresta tidak melaksanakannya.

Tentunya Bapak mengetahui, apa sangsi bagi mereka yang tidak mematuhi perintah atasan, menurut Perkapolri nomor 7 tahun 2022. Apalagi perintah Kapolda Sumbar sudah jelas agar disidik dengan dasar perkapolri nomor 6 tahun 2019.

Mari kita kita lihat kebelakang…

Sekitar tanggal 12 Desember 2024 melalui pesan WA kembali dilaporkan langsung Ke Kapolri. Kapolri tanggapi dengan memerintahkan Kadivpropam Polri dan Kapolda Sumbar.

Kapolda Sumbar langsung tanggapi dengan mengundang terlapor dan membuat video untuk dilaporkan ke Kapolri bahwa perkara telah selesai.

Sedangkan, Divisi Propam Polri, melakukan tindakan kembali melimpahkan ke Propam Polda Sumbar. Propam Polda Sumbar mengatakan akan mengawasi laporan bypass teknik ini.

Agar pekerjaan penyidik Polda Sumbar menjadi mudah.

Laporan ditarik seluruhnya dari Polresta Padang, Polsek Kuranji, Polres Limapuluh kota ke Polda Sumbar. Hal Ini yang seharunya dilakukan Polda Sumbar, jika memang Polri sedang bertransformasi (Presisi Polri).

Jika, hal ini dilakukan sebagai mana mestinya, maka berita berita yang kami buat akan membuat citra Polri kembali baik, ratting Polri jelas akan naik. tapi, karena perkara ini dipermainkan dari awal sampai sekarang, maka Kabar Daerah.com kembali memuat surat DPW FRN ke Kapolri.

Itwasum mengatakan bahwa Polda Sumbar masih melakukan penyelidikan dan penyidikan serta melengkapi alat bukti. Kapolda Sumbar mengeluarkan surat Telegram tanggal 6 Januari 2023, tapi Polresta tidak melaksanakannya. Bidpropam Polda Sumbar diam.

Tentunya Bapak mengetahui, apa sangsi bagi mereka yang tidak mematuhi perintah atasan, menurut Perkapolri nomor 7 tahun 2022. apalagi perintah Kapolda Sumbar.

Sekilas kita lihat kebelakang…

Bulan 12 Desember 2024 melalui pesan WA kembali dilaporkan langsung Ke Kapolri, Kapolri tanggapi dengan memerintahkan ke Kadivpropam Polri dan Kapolda Sumbar.

Kapolda Sumbar langsung tanggapi dengan mengundang terlapor dan membuat video untuk dilaporkan ke Kapolri bahwa perkara telah selesai. Kapolda yakin bahwa perkara ini tidak sulit. Sedangkan, Divisi Propam Polri, melakukan tindakan kembali melimpahkan ke Propam Polda Sumbar.

Tanggal 27 Mei 2025 kembali diadakan gelar perkara khusus, untuk membuka perkara bypass teknik, namun hasil gelar perkara dapat di duga, akan kembali gagal. Sebab masih ada pihak pihak yang membuat perkara ini tidak akan berproses.

Bagaimana akan berhasil, tujuan penyidik Polri bukan untuk melakukan proses hukum. Tapi bagaimana mengagalkan tugas mereka sendiri. Bukankah itu sangat lucu, Polri sendiri yang sengaja menhancurkan tujuan mereka untuk membuat terang perkara pidana. Contoh, dalam menemukan bukti baru(novum). Mustahil dilakukan karena bukti yang sudah ada saja dihilangkan. Bukti yang telah disita Polsek Kuranji sengaja dihilangkan, oknum yang melakukan perbuatan tersebut tidak diberikan hukuman. bukankah ini bentuk Bidpropam melindungi Oknum pelaku pelanggaran KEPP??.

Seperti yang terjadi di Bidpropam Polda Sumbar. Subbidwarprof menghilangkan foto bukti dari barang bukti hasil sitaan Polsek Kuranji juga dihilangkan.

Laporan ke mabes Polri, tentang pelanggaran KEPP yang dilakukan Bidpropam Polda Sumbar, tidak diusut. Hal ini menunjukkan, bahwa Polda Sumbar belum sejalan dengan program Kapolri untuk menjadikan Polri Presisi. pada hal perkara ini sudah menjadi atensi khusus, untuk di perhatikan Kadivrpopam Polri dan Kapolda Sumbar.

Saat dilakukan gelar perkara Tanggal 27 Mei 2025, beberapa anggota yang bersinggungan langsung dengan penyelidikan dan penyidikan masih berusaha untuk menjegal agar laporan bypass teknik tidak berproses.

Contoh permintaan untuk membuka kembali peyelidikan yang telah dihentikan, Perkara STTP/284, STTP/303 dan STTP/636, justru yang digelar adalah STTL/B/28. bukankah itu bentuk penyimpangan??

Tentunya kesiapan saksi tidak sejalan, saksi tidak siap memberikan keterangan sesuai LP/B/28. Hal ini menunjukkan, bahwa Kasat Reskrim Polresta Padang juga berusaha untuk menghalangi.

Novum baru untuk membuka perkara STTP/284, STTP/303 dan STTP/636 adalah SAKSI yang belum dimintai keterangan(Suradal dan Mulyadi).

Saat Suradal bisa dihadirkan. Terlihat dari bahasa tubuh Kasat Reskrim Polresta Padang, beliau berusaha membuat saksi grogi, sehingga saksi lupa, sehingga pertanyaan penyidik dijawab dengan terbata bata. pda hal novum baru tersebut merupakan saksi yang belum dimintai keterangan pada pengaduan 284, 303.

Perkara STTL/B/28 adalah Pencurian, merupakan delik pidana murni(delik biasa), tentunya penyidik Polri lah yang punya kewajiban mengungkap perkara menjadi terang benderang. Bukan pelapor justru yang diminta untuk membuktikan. Perkara tersebut diduga pencurian, sebab Rusdi masih hidup. Kalau delik biasa atau pidana murni Polri yang ditugas negara untuk mengumpulkan bukti dan membuat terang perkara pidana, bukan pelapor.

Ketika penyidik, ada yang menghalangi perkara ini, sebenarnya penyidik sedang menggagalkan tugasnya sendiri. Sayangnya mereka tidak menyadari.

Ketika dihalangi, tugas penyidik tidak akan membuahkan hasil, sesuai dengan tujuan diadakannya Polri oleh Negara, Tribarata dan Catur Prasetya jelas jelas diabaikan.

Karena tugas penyidik adalah mengumpulkan bukti dan membuat terang perkara pidana, telah disiapkan oleh Pelapor bukti. Tentu penyidik bisa terbantu, tapi disini lain lagi, penyidik inginkan perkara ini tidak terungkap.

Perbuatan tidak wajar, yang dilakukan Direskrimum dan Kasat reskrim Polresta Padang, dari dulu, sampai sekarang, membuat perkara ini terhalang, tidak berproses.

Dari awal gelar perkara, Penyidik selalu berusaha menafikan Bukti(Surat, Saksi, Petunjuk, calon tersangka/calon terdakwa). Penyidik selalu berusaha mengagalkan, oleh sebab itu, bahkan sampai empat tahun enam bulan, perkara ini di Polda Sumbar. tidak menghasilkan apa apa.

Ketika proses perkara ini di baca oleh masyarakat, Institusi Polri lah menanggung akibat, Instirusi Polri tidak dipercaya.

Dalalm perkara ini, jelas barang bukti sudah disita Polsek Kuranji, calon tersangka belum diminta keterangan. Saksi yang mengantar mesin kipor belum dipanggil, perkara sudah dihentikan, tapi dengan SPPLID.

Apakah hal seperti ini, sesuatu yang sesuai aturan hukum.??

Ketika Polsek, Polrests bahkan polda Sumbarpun, tidak layak untuk diikuti, keputusan bagwassidikpun diakali dengan membuat laporan hasil gelar, sebagaimana yang sebenarnya.

Kita ambil contoh, perkara yang saya laporkan tahun  2021, diterima sebagai pengaduan dengan STTP 284, 636, 303. Diprsulit dengan mengatakan, bahwa bukti surat yang saya ajukan bukan bukti asli. Pada hal bukti tersebut dikirim melalui WA, sedangkan bukti yang dikirim melalui WA adalah bukti hukum sesuai UU ITE.

Kedua barang bukti gembok dan mesin dihilangkan oleh Polsek, tapi tidak diproses hukum, pelanggaran atas Perkapolri nomor 7 tahun 2022.berikutnya 11 alasan penghentian perkara sudah terbantahkan, mereka masih berusaha untuk ketika 27 Mei 2025 yang diminta kasus kembali di proses. Kasat lakukan gelar perkara, malah yang digelar LP/B/28, sehingga saksi sebagai novum yang dihadirkan, tidak singkron dengan pengaduan STTP/284,303,636.

Tolong Bapak, kalau bapak mampu. jangan permainkan masyarakat yang meminta haknya yang telah diberikan UU. jangan biarkan anggota bapak di daerah meruntuhkan nama baik Polri. jangan biarkan Kasat Reskrim juga ikut ikutan mempermainkan. Kembali lakukan proses hukum terhadap perkara yang kami laporkan tanggal 7 dan 8 Desember 2021, serta laporan LP/B/28 tanggal 10 Februari 2023 dan 21 Maret 2023 laporan pemalsuan surat memakai surat palsu dan memalsukan nama toko di Lima Puluh kota.

Sekian Bapak Kapolri

Padang, 7 Juni 2025

TTD

Indrawan

Demikian bocoran surat ketua FRN DPW Sumbar tersebut, semoga dengan di prosesnya perkara ini, bisa mengakhiri polemik yang antara Polri dangan pelapor. Polri tidak lagi membuat kebohongan kebohongan untuk menutup kesalahan sebelumnya.

Kata ketua DPW FRN Sumbar mengakhiri suratnya, “sudahlah Bapak Kaplri, jangan biarkan nama Institusi Polri hancur berkeping karena melalai perkara yang dilaporkan masyarakat. Tegakkan hukum sesuai aturan hukum(UU, Perkapolri), ingat Bapak TKP sudah lenyap, bukti bukti yang seharusnya terkumpul malah dibiarkan hilang atau sengaja di hilangkan “, katanya.