KabarDaerah.com- Kabidpropam Polda Sumbar sikapi dengan memanggil kasat Rekrim Polresta Padang dan pelapor. Bekisar jam 14.00 lebih, Kabidpropam siapkan waktu lakukan diskusi. Hal itu dilakukan disela kesibukan rutin kabidpropam polda sumbar.
Kabidpropam pertanyakan apa yang menjadi masalah bagi pelapor terkait bypas teknik hingga sampai berlarut larut dan TKP sudah lenyap.
Tidak banyak yang diminta pelapor. Pelapor hanya minta agar Polda sumbar melaksanakan penegakkan hukum, melaksanakan proses hukum yang telah berjalan, kesalahan sebelumnya jangan ditutup, pelapor dipersulit dengan melakukan berbagai hal, seperti yang terjadi sebelumnya.
Sebelumnya pelapor sudah surati Kabidpropam Polda sumbar, menjelaskan bahwa pelapor telah melapor ke Polda Sumbar dengan beberapa pengaduan, tapi dihentikan SPPLID dan satu Laporan Polisi seharusnya sedang berjalan. alasan Profesor DR Ismansyah SH MH, sebaik dicabut kembali, kalau memang alasan beliau, dijadikan untuk menghentikan perkara bypass teknik.
Berdasarkan laporan yang telah dilakukan,
- Pengaduan STTP/284
- Pengaduan STTP/303
- Pengaduan STTP/636
- Laporan Polisi Nomor STTL/P/B/28
- Pengaduan masyarakat tentang Surat Palsu
- Pengaduan masyarakat memakai surat palsu
- Pengaduan masyarakat mengganti nama toko Bypass teknik di Lima puluh kota.
Dikatakan Kombes Pol Dwi Agung Setyono S.I.K, M.H Kabidpropam Polda Sumbar melalui WA bahwa, “Bidpropam Polda Sumbar berkomitmen menindaklanjuti setiap pengaduan masyarakat dan menekankan seluruh anggota agar bekerja dengan profesional dan sesuai SOP yang berlaku”, kata Kabidpropam Polda Sumbar.
Diulas oleh pelapor yang juga ketua FRN DPW Sumbar, bahwa pada prisipnya seluruh laporan pengaduan (STTP 284,303,636) diatas layak ditindak lanjuti. Tinggal pilih mana yang paling mudah, yang jelas bukti buktinya tersedia.
jika alasan LP/B/28 dihentikan karena Saksi Ahli berpendapat bahwa penyerahan barang dilakukan kepada Rusdi, sehingga pihak lain tidak bisa diminta pertanggung jawaban hukum, ini adalah alasan kasat reskrim Polresta Padang dalam menghentiikan perkara STTP 636.
berbeda dengan ketua FRN DPW Sumbar bahwa , Pendapat ahli tersebut seharusnya jangan diputus demikian, tapi dilanjutkan dengan, ‘bahwa pihak ketiga atau pihak lain tidak boleh mengambil manfaat dari objek yang diperjanjikan, sesuai pasal 1340 KUHPerdata.
Kata ketua FRN DPW Sumbar lagi, “seharusnya sebuah perkara pidana dihentikan dengan SPPP, bukan SPPLID. Bukan perbuatan pidana, karena tidak terpenuhi unsur pidana, itu baru benar, katanya.
Sementara kasat Reskrim Polresta Padang beralasan, belum ada alat bukti. jika ini alasan Kasat reskrim berarti penyidik belum bekerja sesuai aturan hukum, karena tugas penyidik polri diantaranya adalah mengumpulkan bukti dan membuat terang perkara pidana”, sebut ketua FRN DPW Sumbar.
“Melanggar UU adalah satu unsur yang dipersyaratkan bahwa suatu perbuatan disebut perbuatan pidana”, sebut ketua FRN DPW Sumbar.
Berikutnya di jelaskan ketua DPW FRN Sumbar bahwa unsur-unsur tindak pidana meliputi, perbuatan manusia, sifat melawan hukum atu PMH, unsur kesalahan, ancaman pidana dan pertanggung jawaban pidana.
Sifat melawan hukum, melanggar UU adalah satu unsur yang dipersyaratkan, secara jelas disebutkan bahwa unsur perbauatn pidana sebagai berikut:
- Adanya subjek
- Adanya unsur kesalahan
- Perbuatan bersifat melawan hukum
- Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/perundang-undangan dan terhadap yang melanggarnya diancam pidana
- Dalam suatu waktu, tempat, dan keadaan tertentu.
Penyidik tidak boleh membuat alasan pribadi atau karena hal lain yang dicari cari. perbuatan demikian jelas akan terbantahkan.
Seperti alasan Kapolsek Kuranji Akp Nasirwan, bukan perkara pidana karena tidak terpenuhi unsur pidana, pelapor tidak bisa membuktikan bukti surat asli. Hal itu jelas mengada ada dan dan dicari cari sehingga gampang terpatahkan, jelas pelapor.
Tidak mungkin pesan yang dikirim melalui WA tidak bisa dijadikan bukti perkara pidana. Pesan WA adalah pesan elektronik dan terkait UU ITE.
Berikut dijelaskannya, “Pesan yang dikirim melalui WA adalah bukti elektronik memiliki kekuatan hukum sebagai informasi elektronik.
Kemudian, dijelaskannya lagi, “ketika barang bukti gembok dan mesin pompa air merk kipor sudah disita Polsek kuranji, sehingga, ketika Polsek Kuranji menghentikan perkara SPPLID, jelas jelas menyimpang dari dari ketentuan aturan hukum Perkapolri no6 tahun 2019 sebagaimana surat telegram kapolda sumbar.
Tidak bisa terbantahkan, bahwa perkara telah ditahap penyidikan, apa lagi mengingat waktu yang habis sudah 4 tahun 7 bulan. hari ini seluruh bukti bukti telah dihilangkan oleh pelaku.
Perkara bypass teknik tidak layak dihentikan. Seharusnya perkara bypass teknik sudah dalam penyidikan (gembok dan mesin pompa air merk kipor).
Seharusnya perkara ini harus dilakukan tangkap tangan(karena kunci gembok dan mesin pompa air kipor telah disita Polsek Kuranji.
Sehingga langkah yang diambil Polsek Kuranji dan Polresta Padang, mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentikan Penyelidikan(SPPLID), tidak benar, karena Polsek Kuranji terpaksa menghilangkan bukti yang telah disita untuk menghentikan perkara, bahwa perkara masih dalam penyelidikan.
Kemudian Kabidpropam mempertanyakan atas kesanggupan Kasat reskrim Polresta Padang.
Kasat reskrim Polresta Padang mengatakan, “Siap… bisa komandan”.
Ketua FRN DPW Sumbar mengatakan Lebih lanjut bahwa, sebenarnya perkara bypass teknik ini tidak tergolong perkara sulit, hanya dibutuhkan iktikad baik dari penyidik, untuk mengungkap perkara pidana bypass teknik bisa terungkap menjadi terang menjadi terang.
Di jelaskan ketua FRN DPW Sumbar, bahwa terkait dengan novum atau bukti baru, seharusnya pelapor dan Penyidik Polri tau sama tau.
Artinya kesalahan kesalahan yang dibuat diwaktu yang lalu, tidak perlu dipermasalahkan, karena peristiwa yang terjadi adalah pencurian, pengaduan masyarakat yang dibuat pelapor, adalah pintu masuk untuk mengungkap perkara ini. karena pencurian adalah pidana murni(delik biasa).
Tidak perlu mebuktikan kepemilikan, terkait pasal 362 yang disangkakan berbunyi ” Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak enam puluh rupiah
Tiga pengaduan STTP 284, 636 dan 303 jika benar masih ditahap penyelidikan, tentunya melanjutkan dengan membuat LP, seperti kata IRWASUM Polri, dilanjutkan dengan melaksanakan surat Telegram Kapolda Sumbar ke Polresta Padang tanggal 6 Januari 2023 ke Kapolresta Padang.
Berikut isi surat telegram Kapolda Sumbar tersebut untuk:
- Melaksanakan penyelidikan dan penyidikan secara profesional, proporsional, objektif, transparan, dan akuntabel serta melakukan pengawasan terhadap penanganan perkara dimaksud dengan mempedomani Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
- Optimalkan dan berdayakan peran Kepala Bagian Operasional (KBO) Satreskrim Polresta Padang untuk melakukan pengawasan atas penyelidikan/penyidikan yang telah dilakukan.
- Segera lakukan mediasi dengan menghadirkan para pihak berperkara untuk dilakukan musyawarah dan fokus pada jumlah modal yang disetor oleh Pelapor kepada Rusdi.
- Segera kirimkan laporan kemajuan dengan melampirkan bukti kepada Kapolda Sumbar.
ST kapolda sumbar ini belum dilaksanakan polresta padang, maka tidak sesuai etik profesi Polri, jika pelaporlah yang diminta membuktikan. pencurian tersebut adalah Pidana murni (delik biasa), tidak perlu pengaduan untuk melakukan proses hukum terhadap perkara tersebut.
Kita ambil contoh perkara yang sudah di hentikan oleh Polsek Kuranji dan Polresta Padang dengan SPPLID.
Ketiga pengaduan, ada bukti kunci gembok diputus atau di gerinda, menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukan terkait dengan pencurian dengan kekerasan pasal 362 KUHP.
Berikutnya saksi Suradal calon tersangka Mulyadi belum diminta keterangannya, tinggal dilanjutkan, bukan dengan meminta pelapor mempersiapkan bukti baru atau novum.
Kecuali belum ada bukti gembok dan mesin pompa air kipor yang ditahan oleh penyidik Polri.
Jika pelapor harus menyiapkan bukti baru atau novum, bagaimana dengan bukti gembok dan mesin kipor yang dihilangkan oleh Polsek Kuranji..?, apalagi calon tersangka belum dimintai keterangannya, bukankah itu sebuah pelanggaran KEPP.
Bahkan pelapor, sebelumnya tidak diterima membuat laporan dan selalu diarahkan ke Pengaduan masyarakat.
Ditambah lagi, perkara STTP/303 bahwa terlapor terkunci dalam bangunan toko tanggal 31 Desember 2021, artinya pelaku tertangkap tangan, tinggal dilanjutkan, disidik dengan dasar perkapolri no 6 tahun 2019, sebagaimana perintah Kapolda Sumbar.
Lanjut ketua FRN DPW Sumbar lagi, bahwa jika penyidikan yang dilakukan benar dan sesuai prosedur, penyidik Polri harusnya menindak lanjuti dengan tangkap tangan, sebutnya.
Bukan seperti yang dilakukan oleh Polsek Kuranji dan Polresta Padang. Hal itulah yang perlu diawasi oleh Bagwassidik Polda Sumbar.
Bahwa penghentian perkara saat sedang dilakukan penyelidikan, jelas jelas menyalahi prosedur. dimana, surat telegram Kapolda Sumbar memerintahkan melakukan penyidikan sesuai dengan Perkapolri nomor 6 tahun 2019, dan Irwasum mengatakan perkara saudara belum Laporan Polisi/LP, baru pengaduan masyarakat. Irwasum mengatakan bahwa Polda Sumbar dan Polresta Padang masih mengumpulkan bukti dan melakukan penyeldikan lanjutan.
Akibat dari penyidik Polresta Padang tidak melakukan penyidikan sesuai dengan perintah Kapolda Sumbar, sekarang, TKP dan semua bukti bukti hilang dari TKP diawal. lalu siap yang disalahkan atas keadaan ini.
Dulu semua bukti tersedia di dalam toko bypass teknik, tinggal penyidik menghitung dan pisahkan mana barang objek kerjasama dan mana barang titipan.
Tentunya hal itu dilakukan sesuai dengan surat telegram kapolda Sumbar ke Polresta Padang, tanggal 6 Januari 2023 agar Polresta Padang melaksanakan Perkapolri nomor 6 tahun 2019.
Kata ketua FRN DPW Sumbar, ” Tidak taat kepada perintah Kapolda Sumbar tanggal 6 Januari 2023 agar penyelidikan dan penyidikan dilakukan sesuai dengan Perkapolri 6 tahun 2019, jelas tidak bisa terbantahkan, bahwa Polsek Kuranji dan Polresta Padang telah melakukan pelanggaran atas Perkapolri No 7 tahun 2022. telah melakukan pelanggaran kode etika profesi (Perkapolri nomor 7 tahun 2022).
Kenapa hal demikian dibiarkakn.. ??
Dijelaskan ketua FRN DPW Sumbar, ” karena Polri bisa melakukan berbagai hal yang diatur oleh Perkapolri 6 tahun 2019, hanya setelah masuk tahap penyidikan. Tahap penyidikan bisa dilakukan setelah laporan berbentuk LP, baru kemudian keluar SPPDP tanda dimulainya penyidikan, tentunya dengan melakukan pemberitahuan kepada Jaksa.
Dengan kata lain, Penyidikan dapat dilakukan setelah perkara dilaporkan, dan berikutnya pelapor menerima surat STTL, bukan pengaduan masyarakat (STTP).
Tidak mungkin semua itu bisa dilakukan, ketika perkara masih berstatus pengaduan masyarakat, bersatus penyelidikan.
Lalu kenapa tidak dilakukan…,?
ketua FRN DPW Sumbar kembali menjelaskan, “itulah yang perlu kita perbaiki”.
“Kita tidak boleh mengatakan bahwa hal tersebut adalah tugas pendahulu sebelumnya. UU telah mengatur bahwa masyarakat melaporkan tindakan pidana adalah kepada Polri. Sekarang mau atau tidak, Polri melaksanakan amanah UU tersebut”, ulas ketua FRN DPW Sumbar.
Jika Polri tidak melaksanakan, jelas merupakan pelanggaran Kode Etika Profesi Proporsional (KEPP), sebut ketua FRN DPW Sumbar.
Ketua FRN DPW Sumbar melanjutkan, “bukan novum yang harus ditemukan, tapi laksanakan proses hukum sesuai surat Surat Telegram Kapolda Sumbar tanggal 6 januari 2023.
Secara tegas, ketua FRN mengatakan bahwa penyidik Polri harus melakukan penyidikan sesuai perintah kapolda Sumbar. tidak dengan melakukan gelar perkara, tidak dengan meminta pelapor memberikan novum, tapi dengan melakukan tangkap tangan.
Berikutnya jelas ketua FRN DPW Sumbar, potensi alat bukti yang akan didapat, jika perkapolri 6 tahun 2019 dilaksanakan adalah 4 alat bukti. Tentunya dengan melengkapi prosedur administrasi yang ditetapkan Perkapolri No 6 tahun 2019.
Bahwa selama ini belum pernah terjadi, Saya diterima dengan baik oleh Polda Sumbar, hanya saat Kapolda Sumbar dijabat Bapak Irjen (Pol) Gatot Tri Suryanta SIK dan Bapak Kombes (Pol) Dwi Agung Setyono SIK, MH Kabidpropam Polda Sumbar. Sikap Polda Sumbar jelas berbeda dengan yang sebelumnya, dari hal yang demikian,
Ketua FRN DPW Sumbar mengatakan, “Irjen (Pol) Suharyono SIK pada awalnya berusaha melakukan tugasnya dengan benar, makin lama makin terlihat bahwa beliau tidak cukup kuat melawan penyimpangan yang dilakukan bawahannya”.
Ketua FRN DPW Sumbar mengucapkan terimakasih dan selamat menjalankan tugas, kepada Kapolda Sumbar dan Kabidpropam yang baru, semoga ditangan beliau perkara ini bisa diselesaikan penyidik Polri, katanya lagi. (Tim)