Laporan Polisi Macet, Oknum Pejabat Polda Sumbar Sengaja Mediamkan, Bahkan Dari Tahun 2011

KabarDaerah.com – Perlu kami jelaskan agar pembaca sama memahami masalah sebenarnya yang sedang terjadi di pasar Banda Buek. diharapkan dengan melihat serta memperhatikan rangkaian laporan tentang pelanggaran pidana yang telah terjadi terkait Proyek Pasar Banda Buek tersebut. Dengan mempertimbangkan berbagai aspek dalam mengambil keputusan, selayakya tidak lupa mempertimbangkan hal sangat mendasar dalam hal penegakan hukum.

Mendapatkan informasi dari Ketua FRN DPW  Sumbar, redaksi kembali menulis berita laporan yang macet di Polda Sumbar, berikut diterangkan oleh ketua DPW Fast Respon Nuasantara DPW Sumbar.

Seharusnya Keadilan dan Kebenaran tetap menjadi komitmen utama yang harus kita pegang teguh.

Dari SPPHP yang kami terima berisikan harus menghentian, akan menghentikan Penyidikan atas laporan kami terkait dugaan pelanggaran Pidana, Perampasan dan Perusakan, yang terlapor direktur Bank Nagari sepertinya kurang tepat, kata ketua FRN DPW Sumbar.

Alasannya adalah sebagai berikut:

Setelah dilakukan penyidikan ditemukan fakta berikut :

  1. Bank Nagari telah memiliki Perjanjian Pengikatan Jual-Beli dengan H.Cindar Hari Prabowo melalui Notaris Hendri Final,SH. Terkait hal ini, PPJB dengan penjual H Cindar Hari Prabowo tersebut adalah PPJB yang dilakukan diluar ketentuan UU, dimana pemilik hak atas tanah pasar Banda Buek tersebut bukanlah Pemko Padang, apalagi PT Syafindo Mutiara Andalas, Cindar Hari Prabowo hanya kuasa dari Perusahaan. yang aneh lagi adalah sebagai kuasa H Cindar Hari Prabowo diduga telah melakukan perbuatan melawan kukum atas PPJB tersebut. dikatakan ketua FRN DPW Sumbar.
  2. Bank Nagari tidak memiliki Akta Jual Beli, belum dilakukan penyerahan artinya Bank Nagari belum bisa disebut membeli sesuai hukum yang berlaku. dimana PPJB dan AJB yang dilakukan harus memenuhi syarat sah, begitu juga perihal AJB juga mempunya syarat sah. hal ini bisa terjadi karena Bank Nagari dalam hal ini, memiliki kepentingan khusus. diduga Satker hukum tidak berfungsi. bahkan ikut tenggelam kedalam masalah, kata ketua FRN DPW Sumbar
  3. Lokasi kios yang diperjual belikan tersebut sampai sekarang masih dikuasai oleh Bank Nagari.
  4. Bank Nagari telah memiliki sebuah surat Kartu Kuning, berdasarkan point ini seharusnya PIHAK PENYIDIK melakukan Investigasi sampai akhirnya akan didapat temuan baru atas kejadian yang sebenarnya seperti keterangan Palsu, terbitnya Surat Palsu. ini tidak dilakukan bahkan laporan pemalsuan kami dibaiakan oleh penyidik.
  5. Akta Palsu adalah suatu perbuatan Tindak Pidana Murni, apalagi surat tersebut dipakai sebagai jaminan hutang di Bank Nagari sampai tahun 2014 oleh debitur H Cindar Hari Prabowo. Jika terus ditelusuri akan ditemukan beberapa pelanggaran UU ,TPPU, TIPI Bank, dan pelagaran UU TIPIKOR.
  6. Isi kartu kuning tersebut hanya “Perjanjian sewa menyewa tempat berjualan” dengan nomor F2/1 yang luasnya 355 m2, dijadikan dalam PPJB yang dibuat Hendri Final tersebut satu unit F.2/1 yang dimiliki Bank Nagari. Surat ini diterbitkan oleh Kepala Dinas Pasar saat itu yaitu bapak Ir. Asnel, disinyalir kartu kuning tersebut keluarkan dan ditanda tangani oleh yang bersangkutan tidak sesuai dengan prosedur hukum. ketika diklarifikasi kepada salah seorang penjabat Pemko Padang dikatakannya, ” Kan lai basamo samo “. kata pejabat tersebut.
  7. Dalam Penyidikan didapatkan, bahwa ada sejumlah uang yang ditransfer dari rekening Bank Nagari ke Rekening PT Langgeng Giri Bumi, namun dalam beberapa saat ditransfer lagi ke rekening Bank Nagari. dengan ditemukannya bukti ini, jika benar terjadi jual beli antara pemilik dengan Bank Nagari, maka sangat tidak tepat uang pembayaran toko tersebut di transfer ke PT Langgeng Giri Bumi. pasalnya sampai saat ini, hanya ada satu alas hak pasar yang terdiri dari Pernyataan Kaum, Sepakat kaum dan Sporadik.

Belakangan diketahui dari seseorang bahwa Pemko Padang tidak punya kewenangan di pasar Banda Buek tersebut. Jika memang demikian, tentunya Kartu Kuning kios Pasar Banda Buek tentu tidak berlaku. Begitu juga denga kartu Kuning Bank Nagari, Ketika kartu kuning diterbitkan tentunya ada yang salah, kata ketua LSM KOAD.

LSM KOAD juga telah menemui dinas perdagangan, bahkan mulai dari Andre Algamar sampai kepada Suhendri Barkah, mereka tidak berani mengamil kebijakan.

Tambahnya lagi, Seharusnya, Andre dan Hendri  harus menyelesaikan, jangan curang, gilirian restribusi dipungut, bahkan beberapa kali dilakukan oleh orang suruhan Pemko Padang.

Setelah diinvestigasi oleh LSM KOAD, H Endrizal SE kepala Dinas Perdagangan, Endrizal telah memerintahkan memungut  Rp 5000.000,00 permeja batu. belakangan disebutkan oleh seseorang yang tidak mau disebut namanya, pengutan tersebut dilanjutkan Syafruudin Arifin SH dengan memakai tangan Afrinal dan Hedrizal. surat edaran bernomor 007.II.801.III/09.2020 yang ditanda tangi langsung oleh H Endrizal SE, MSi tanggal 30 Maret 2020 sebagai kepala Dinas Perdagangan kota Padang.

Mana mungkin PT Syafindo Mutiara Andalas yang hanya memberikan kuasa kepada H Cindar Hari Prabowo, bisa mempunyai kewenangan lebih.

Bahkan H Cindar Hari Prabowo ternyata langsung menjadikan Kartu penunjukkan petak meja batu atas nama pribadi. Bukankah itu perbuatan melawan hukum yang dilakukan sabagai penerima kuasa PT Syafindo Mutiara Andalas ??

Hal tersebut diatas merupakan bukti bahwa Jual-Beli yang diawali dengan PPJB hanya merupakan modus untuk memindahkan hak.

Sebenarnya, berdasarkan hasil Investigasi dan peyelidikan kami dengan TIM LSM, bahwa perbuatan tersebut terkait dengan hutang kredit yang cukup besar di Bank Nagari, terjadinya jauh sebelum hal terjadi. nilainya diatas Rp.8 Milyar. Belakangan diketahui melalui informasi dari surat nomor 408/F.2/Fd.1/02/2014 tanggal 25 Pebruari 2014 H Cindar pernah dipanggil untuk dimitai keterangan oleh Kajagung-RI. Cindar dipanggil untuk dimitai keterangan atas pemberian kredit oleh Bank Nagari cabang Jakarta Capem Kramat Jati kepada PT Langgeng Giri Bumi. dalam pembangunan pasar Banda Buek. surat tersebut ditanda tangani oleh Direktur penyidikan selaku penyelidik Syafrudin, SH. H Cindar Hari Prabowo juga pernah dilaporkan ke Polda Sumbar melalui laporan Polisi dengan nomor  LP/14/I/SPKT Polda Sumbar.

Laporan Polisi terkait pidana pasar Banda Buek cukup banyak, diantaranya LP/232/VII/2015/SPKT, LP/81/III/2016/SPKT Polda Sumbar, surat LSM KOAD 03/LP.Pol/DPP/KOAD/X/2020. surat laporan tersebut tentang 45% hasil pembangunan dari hak KAN Lubuk Kilangan, dalam surat tersebut telah disposisi oleh Kapolda Sumbar, tanggal 23 Oktober 2022 agar menidaklanjuti, teliti, Proses sesuai aturan. Hanya saja sampai ditangan Kombes (Pol) Imam Kabut Direskrimum Polda Sumbar perintah Kapolda tersebut berubah menjadi, pelajari dan klarifikasi.

Setelah dilakukan Klarifikasi laporan yang sudah berbentuk LP tersebut menghilang, sepertinya ditiup angin dari Bank Nagari.

Dari Informasi yang kami dapat, dari Akbp Erlis SE Kasubdit yang melakukan proses hukum terhadap perkara LP/232/VI/2015/SPKT Polda Sumbar mengatakan bukan tindak pidana.

Melalui surat pemeriksaan Khusus Bank Nagari juga telah diperiksa oleh OJK melalui surat panggilan SR-/KO.52/2016, Direksi BPD Sumbar, poin pertama OJK meminta agar Tim SKI Bank Nagari memprentasikan hasil investigasi terkait pemberian kredit PT Langgeng Giri Bumi kepada tim pemeriksa OJK, hari selasa tanggal 15 Maret 2016. Setelah itu pada poin dua memmnggil tanggal 15 Maret 2016, para petinggi Bank Nagari seperti:

  1. Handryanto pimpinan seksi kredit KCP Melawai Jakarta, tahun 2007
  2. Budi Kurnia pimpinan seksi kredit KCP Melawai, tahun 2009
  3. Sania Putra, pimpinan Cabang Pembantu KCP Melawai 2005 – 2010
  4. Haris Munadar Pimpinan Cabang tahun 2008 -2009
  5. Manar Fuadi Pimpinan Cabang Jakarta tahun 2009-2010

Akibatnya TIPU-TIPU tingkat tinggi, Investor, Pemilik tanah, sub kontraktor menjadi dirugikan, bahkan sampai saat ini belum menerima hak mereka. Untuk itulah kami membuat laporan ke Polda Sumbar agar seluruh tidak Pidana di pasar Banda Buek dapat carikan solusi, bukannya didiamkan, Kata ketua FRN DPW Sumbar lagi.

Sementara di Polda Sumbar, kata ketua FRN DPW Sumbar, menerangkan Akbp Erlis, SE dalam suratnya menyatakan kasus ini tidak dapat dilanjutkan, karena bukan tindak Pidana. Hanya saja surat SPPP tersebut tidak pernah diterima pelapor, kata ketua FRN DPW Sumbar.

Surat tersebut bahasanya adalah “akan dihentikan, dan harus dihentikan” . bukan telah dihentikan,seprti baik Kombes (Pol) Erdi Mulan Chaniago SIK, maupun Akbp Erlis, SE terlihat kompak,  mereka sama sama tidak memberikan SPPP laporan tersebut.

” Kami beberapa kali berkirim surat ke Kapolda Sumbar minta SPPHP tersebut ditinjau ulang, agar Kepastian Hukum bisa dapatkan pelapor. Atau setidaknya dicarikan solusi diluar pengadilan agar permasalahan ini tidak keluar dari koridor kerahasiaannya. Hanya saja oknum XX dalam perkara ini lebih suka mengambil kebijakan yang menguntungkan sendiri. sementara Bagwassidik Polda Sumbar sengaja mendiamkan persoalan ini “, kata ketua FRN DPW Sumbar.

Dua Laporan kami ke Polda Sumbar sebenarnya saling terkait satu sama lain, jika baru setelah 4 tahun kedua laporan tersebut diambil keputusan untuk melakukan SPPP dan Penetapan tersangka besar kemungkinan akan menuai masalah. katakanlah ketika pelapor tidak bisa menerima kecurangan terjadi.

Seharusnya dengan telah dilakukan proses penyidikan maka, selayaknya kita mengetahui bahwa SPDP telah dikirim ke Pihak terkait(Kejaksaan), namun setelah saya tanyakan ke pihak kejaksaan, ternyata mereka belum menerima. sekarang tiba-tiba saya menerima SPPHP yang berisikan bahwa kasus yang kami laporkan tidak bisa dilanjutkan karena “Bukan Tindak Pidana“.

Kami telah lakukan diskusi dengan Akbp Erlis SE. Akbp Erlis, SE menjawab pertanyaan kami, “Bank Nagari telah melakukan jual-beli, sehingga pihak Bank Nagari tidak dapat di jadikan sebagai pihak yang dilaporkan. Oleh sebab itu penyidikan atas kasus ini dihentikan” kata bapak AKBP Erlis.

Sementara, ketua FRN DPW Sumbar menerangkan bahwa, setelah dilakukan investigasi dan penyidikan yang dilakukan oleh subdid IV Ditreskrimum Polda Sumbar, bahwa PPJB benar ada, tetapi AJB Bank Nagari tidak punya, bukankah AJB adalah jual beli dengan kata lain bentuk penyerahan nyata yang dilakukan pemilik kios.

Melalui keterangan bapak Akbp Erlis, SE, menduga bahwa terjadi kong kang kaling kong antara yang pihak berkepentingan. Ketika Kami minta kejelasan perihal keabsahan jual beli tersebut, Akbp Erlis tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan. sedangkan kami butuh kepastian hukum, sebut ketua FRN DPW Sumbar.

Untuk lebih jelas terkait dengan Jual Beli yang merupakan peristiwa Perdata, dapat kita pahami terkait dengan Pelepasan hak, kita mengenal dua jenis penyerahan yaitu:

  • Penyerahan secara nyata (Feitelijke Levering) yaitu perbuatan berupa penyerahan kekuasaan belaka atau penyerahan secara fisik atas benda yang dialihkan yang biasanya dilakukan dari tangan ke tangan, kecuali barang yang akan diserahkan itu berada dalam suatu gudang, maka penyerahannya cukup dilakukan dengan menyerahkan kunci dari gudang tersebut.
  • Penyerahan secara hukum (Yuridische levering) yaitu perbuatan hukum memindahkan  hak milik atas suatu benda dari seseorang kepada orang lain, perbuatan hukum tersebut dilakukan dengan membuat surat atau akta penyerahan yang disebut “akta van transport” dan diikuti pendaftaran di lembaga pendaftaran yang diperuntukkan untuk itu.

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa dalam sistim KUHPerdata, beralihnya hak milik dari seorang kepada orang lain adalah pada saat dilakukannya penyerahan (LEVERING) atas benda tersebut, bukan pada saat dibuatnya perjanjian yang menjadi alas hak (titel). dengan kata lain, hak milik atas suatu benda belum berpindah saat dibuatnya perjanjian jual-beli, melainkan hak milik atas benda tersebut baru  berpindah setelah dilakukan penyerahan atau levering. Oleh karenanya penyerahan (levering) adalah merupakan perbuatan hukum untuk mengalihkan hak milik atas suatu benda.

Berikut ini kita lihat pendapat seorang ahli hukum yang bernama R.Subekti, menurut R sukbekti perkataan penyerahan mempunyai dua arti.

  1. Perbuatan yang merupakan penyerahan kekuasaan belaka (feitelijke levering).
  2. Perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain, dimana hak milik atas benda tidak bergerak diserahkan atau berpindah dengan dilakukannya pencatatan akta dalam  register  umum  dengan apa yang disebut akta transport.

Sementara menurut Pasal 584 KUHPerdata yang menyatakan:

“Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluwarsa, karena pewarisan, baik  menurut undang-undang, maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu”, apabila dilakukan oleh orang yang bukan pemilik (tidak berhak atas kebendaan tersebut, jual beli tersebut tidak sah/batal).

Hal ini menguatkan pendapat saya, bahwa jangankan menjual, membuat perjanjian atas hak milik orang lain telah terjadi perbuatan melawan hukum, kata ketua FRN DPW Sumbar.

Dari ketentuan di atas jelas disebutkan bahwa penyerahan itu merupakan salah satu cara memperoleh hak milik. Bahkan dari berbagai cara memperoleh hak milik yang disebut dalam Pasal 584 KUHPerdata tersebut di atas, sesungguhnya cara penyerahan ini merupakan cara yang paling sering terjadi dalam lalu-lintas hukum di tengah-tengah masyarakat. Oleh karenanya penyerahan itu adalah perbuatan hukum pemindahan hak milik atas kekuasaan yang nyata atas sesuatu benda dari pemilik semula ke tangan orang lain.

Jadi Keputusan yang diambil oleh Ditreskrimum Polda Sumbar untuk mengeluarkan SPPP terhadap laporan Polisi Kami, menyangkut Perampasan Hak dan Perusakan atas terlapor Direktur Utama Bank Nagari membuat tanda tanya besar, apalagi laporan terhadap kasus lain yang kami laporkan ke Polda Sumbar seperti jalan ditempat, berikut saya paparkan beberapa laporan yang dihentikan tanpa SPPP di Polda Sumbar:

  1. Tahun 2011 sebuah Laporan terhadap H Cindar Hari Prabowo juga di SP3 kan oleh Polda Sumbar dengan alasan bahwa yang melaporkan tidak tepat karena bukti yang diajukan belum merupakan hak milik pelapor Syafruddin Arifin,SH.
  2. Tahun 2014 ada satu Laporan terhadap Kasus Penipuan dan Penggelapan, Pelapor Indrawan, terlapor H Cindar Hari Prabowo yang sekarang dijadikan tersangka oleh Polda Sumbar.
  3. Tahun 2014 ada satu Laporan terhadap Kasus Penipuan dan Penggelapan, Pelapor H Syafrudin Arifin SH, terlapor adalah H.Cindar Hari Prabowo, laporan tersebut dinyatakan tidak dapat ditindak lanjuti karena pelapornya belum sah memiliki kios tersebut, yang sudah ditetapkan tersangkanya. Laporan ini di ulas agar pembaca mengetahui bahwa Polda Sumbar dalam meghentikan perkara tidak sesuai aturan hukum. Walau pengaduan dicabut, laporan polisi tetap berproses. Itulah beda dari pidana murni dengan delik aduan. Jika penyidik bekerja benar, sesuai aturan hukum, laporan Polisi ini tidak akan berhenti walau terjadi perdamaian.
  4. Tahun 2015 laporan Prampasan dan Perusakan 1 petak kios yang dilaporkan oleh Indrawan, terlapor Direktur Utam Bank Nagari, yang sekarang penyidikannya tdk dapat dilanjutkan.
  5. Tahun 2015 laporan Penggelapan terhadap uang hasil penjualan 65 petak kios yang dilaporkan oleh H Syafruddin Arifin SH, kerugian yang diderita PT Syafindo Mutiara Andalas akibat hal ini cukup besar. Terlapor Berri Bur dan H Cindar Hari Prabowo. Sekarang kasus ini belum ada yang dipanggil untuk dimintai keterangan Polda Sumbar mendiamkan hal tersebut.
  6. Tanggal 14 September 2019, Laporan Pengaduan Masyarakat tekait Rekayasa Jual beli terhadap kios Blok G No 27 yang berlokasi lantai dasar pasar Banda buek, diduga dalam hal ini telah terjadi pelanggaran hukum, pelanggaran pasal 584 KUHAPerdata terkait hak, pemalsuan akta perjanjian hak guna pakai/kartu kuning. Pengaduan ini jelas jelas tidak diproses oleh penyidik Polda Sumbar. Bagwassidik sebagai pengawas penyidikan justru pura pura tidak mengetahui.
  7. Laporan SPK rekayasa yang dilaporkan Syafruddin Arifin SH. Ketika dilakukan penyidikan oleh Polda Sumbar, selayaknya banyak temuan yang didapatkan. Yang paling penting adalah laporan ini terkait dengan pegawai negeri ASN. Seharusnya laporan Syafruddin Arifin ini juga tergolong Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Syarat untuk di golongkan tindak Pidana Korupsi harus juga diteliti oleh Polda Sumbar. Akp Anton Luther sebagai penyidik harus melanjutkan penyidikan tersebut, bukannya mendiamkan.

Berdasarkan hasil penyidikan, berdasarkan 7 point laporan diatas, dapat kita simpulkan bahwa keputusan yang diambil oleh Direktorat Reskrimum Polda Sumbar untuk tidak melanjutkan penyidikan terhadap laporan Polisi (LP) tersebut adalah kurang tepat sehingga menciderai rasa keadilan masyarakat.

Jika hal ini terjadi di Polda Sumbar bahkan berkali kali, Kapolri seharusnya menurunkan tim agar perkara ini bisa di proses kembali.

Ketua Fast Respon Nusantara DPW Sumbar meminta kepada mabes Polri untuk menurunkan Tim dari Mabes Polri guna melakukan penyeldikan. Jika dibiarkan semena mena, maka masyarakat makin lama hilang rasa percaya ke pada Polri.

LP/14 tanggal Januari 2014 pada prinsipnya, perjanjian Jual beli antara H.Cindar Hari Prabowo dengan Bank Nagari atas kios F 2/8 adalah Perbuatan Melawan Hukum, sehingga alasan Bapak Akbp Erlis, SE sebagai Kasubdit saat itu, mengatakan bahwa bank nagari telah melakukan jual beli dengan H.Cindar Hari Prabowo, tentunya hal tersebut adalah kurang tepat. Karena dalam pennyidikan LP/14 nyata nyata H Cindar HP akan ditersangkakan bulan September 2016.

Kita telah belajar tentang urutan perundang-undangan dinegara Indonesia, sehingga aneh dan tidak masuk akal keputusan yang diambil oleh Bapak Akpb Erlis, SE.

Jual-beli dilindungi oleh UU, sedangkan Kartu kuning dibuat berdasarkan Perda jauh berada di bawah UU, sehingga tidak relevan apabila kekuatan Undang-Undang Negara bisa dikalahkan oleh peraturan setingkat Perda.

Kartu kuning yang diterbitkan oleh kepala Dinas Pasar Pemko Padang”, dalam permasalahan ini diduga terdapat unsur keterangan palsu, sehingga terbitlah kartu kuning dengan data-data palsu, kartu kuning tersebut dipakai oleh H Cindar Hari Prabowo untuk menjadi agunan tambahan guna urusan kredit di Bank Nagari.

Saya berharap polda berkenan mempertimbangkan permohonan, sehingga perlu kiranya dilakukan pembahasan yang akurat dan lebih teliti lagi. jika hal ini dibiarkan akan merusak citra Instansi kepolisian dikemundian hari.

Alat bukti da;am Perkara Pidana

Pasal 184 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa alat bukti yang sah dalam perkara pidana adalah

  1. Keterangan saksi
  2. Keterangan ahli
  3. Surat
  4. Petunjuk
  5. Keterangan terdakwa.

Informasi yang disimpan secara elektronik, termasuk rekaman, tidak dapat diajukan sebagai alat bukti berdasarkan KUHAP. KUHAP juga tidak mengatur bagaimana legalitas print out (hasil cetak) sebagai alat bukti atau tata cara perolehan dan pengajuan informasi elektronik sebagai alat bukti.

Informasi atau dokumen elektronik baru diakui sebagai alat bukti

Setelah diundangkannya UU No. 20 Tahun 2001, Tentang:

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 20/2001). Pasal 26 A UU No. 20/2001 menyebutkan bahwa alat bukti yang di simpan secara elektronik juga dapat dijadikan alat bukti yang sah dalam kasus tindak pidana korupsi.

Selain dalam UU No. 20/2001, informasi elektronik sebagai alat bukti juga disebutkan di dalam pasal 38 huruf b UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No.15/2002), serta 27 huruf b UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU No. 15/2003).

Walaupun UU No. 20/2001, UU No. 15/2002 dan UU No. 15/2003 telah mengakui legalitas informasi elektronik sebagai alat bukti, akan tetapi keberlakuannya masih terbatas pada tindak pidana dalam lingkup korupsi, pencucian uang dan terorisme saja.

Di dalam UU No. 20/2001, UU No. 15/2002 dan UU No. 15/2003 juga belum ada kejelasan mengenai legalitas print out sebagai alat bukti. Juga belum diatur tata cara yang dapat menjadi acuan dalam hal perolehan dan pengajuan informasi/dokumen eleltronik sebagai alat bukti ke pengadilan.

(Sumber berita 14 Oktober 2020, Indrawan ketua LSM KOAD dan  Ketua DPW FRN Sumbar)