Ketua FRN DPW Sumbar Surati Kapolri, Bahwa Penyidikan Perkara Bypass Teknik Sengaja Dipermainkan, Kapolda Sumbar Sebagai Pimpinan Tertinggi Dipertanyakan

KabarDaerah.com –  Semua peluang sudah tertutup, Kapolda Sumbar sulit ditemui, Kapolresta juga demikian halnya, Bidpropam Polda Sumbar jawab surat pelopar dengan Ne Bis In Idem. pada hal pelapor hanya minta kapolda melakukan proses hukum. Sepertinya Bidpropam tidak paham apa arti Ne Bis In Idem dalam dunia hukum.

Ketua Fast Respon Counter Polri sempat mendatangi Irwasda Polda Sumbar, ternyata Irwasda Polda Sumbar juga sangat cemas terlibat dengan perkara Bypass Teknik ini. sehingga dalam surat laporan hasil penyelidikan, dilakukan klarifikasi sebagai penjawab pertanyaan. surat tersebut ditanda tangani oleh wakil Iwasda Polda Sumbar. begitu takutnya para PJU Polda Sumbar terlibat dalam perkara ini.

Saat Polda Sumbar menerima surat dari pelapor, Kapolda melimpahkan ke Bidpropam, Bidpropam menolak terima surat untuk melakukan proses KEPP, Kabidpropam malah menjawab dengan Ne Bis In Idem.

Terlihat kepiawaian Irjend Pol Suharyono SH, beliau limpahkan ke Bidpropam Polda Sumbar, minta Bidpropam proses KEPP yang terjadi. sayangnya Bidpropam kurang berpengalaman, kata ketua FRN DPW Sumbar.

Mulai dari melapor sudah dihalangi, bahkan berlapis lapis, kapan kami akan mendapatkan kepastian hukum, jika Polda Sumbar dan Polresta Padang bukan memposisikan diri sevagai menegakkan hukum. Kapan laporan ini akan disidang di Pengadilan, ketika Polda dan Polres Padang menghalangi proses hukum.

Polda Sumbar seharusnya menyadari bahwa penegakkan hukum dilakukan oleh Polri, Jaksa, Pengacara, Hakim dan dilakukan di pengadilan.

Apapun alasan yang dibuat oleh penyidik, semua akan terbantahkan, seperti sepuluh alasan yang dikemukan berbagai pihak di Polsek Polresta dan Polda Sumbar, semua sudah terbantahkan, terkahir alasan Profesor Dr Ismansyah SH MH, yang membuat kita sedih.

Ditunjukkan oleh sikap Kapolresta Padang dan Kappolda Sumbar yang sulit ditemui, semua itu membuat ketua FRN DPW Sumbar pesimis perkara ini akan diproses dengan benar.

Perkara ini dapat dijadikan contoh, bahwa Polri dalam hal ini Polda Sumbar tidak melaksanakan aturan perundang undangan apalagi presisi yang digagas Kapolri.

Lanjut ketua FRN lagi, Bidpropam Polda Sumbar seharusnya tidak ikut permainan, Bidpropam Polda Sumbar adalah Polisinya Polisi. Karena tidak paham tentang Ne Bis In Idem, Bidpropam Polda Sumbar jadikan Ne Bis In Idem sebagai alasan menolak laporan masyarakat, sebenarnya ini tidak tepat, kata ketua FRN lagi.

Sekarang hanya tinggal Kapolri Jendral (Pol) Drs Listyo Sigit Prabowo M.Si yang harus menilai dan mengambil kebijakan terhadap kelanjutan perkara ini. Pelapor sudah diterangkan melalui surat semuanya, baik perdata atau pidana, harus dihentikan atau diproses.

Sebab, sampai sampai Kapolda Sumbar sendiri, setelah beberapa kali disurati Kompolnas RI, berusaha untuk menghindar dengan memberikan jawaban yang tidak benar. Walaupun dijawab oleh Itwasda Polda Sumbar.

Namun Kompolnas Ri tetap meminta dilakukan proses hukum dalam waktu tidak terlalu lama.

Jika Kapolda Sumbar dan jajaranya tetap melindungi anggotanya yang bersalah, Perkara ini tidak berproses sama saja Polri telah membiarkan kejahatan terjadi.

Oknum Polri yang berbuat melanggar kode etik profesi seperti dilindungi dan tidak diproses, presisi yang digagas Kapolri hanya akan menjadi wacana.

Perlu diketahui Kapolri, bahwa tiga tahun lalu pimpinan Polda Sumbar Irjend Teddy Minahasa dan Brigjend Edi Maryanto. Disaat mereka menjabatlah perkara ini dibuat sangat sulit, sampai sampai brigjen Edi Maryanto, turunkan Spripim untuk menghalangi pelapor bertemu Kapolda Irjen Pol Suharyono SH.

Selayaknya, jika telah dilakukan Laporan Polisi (LP), alasan yang wajar tentunya adalah bukan perbuatan pidana atau tidak cukup bukti, itupun bisa dijawab dengan alat bukti yang telah diserahkan sebanyak 28 buah copy bukti, bahkan pelapor membantu mengetik, menjumlahkan laporan harian penjualan Bypass Teknik. sebagai bukti perbuatan pelaku.

Sementara, bukti gembok dan mesin pompa Kipor yang dihilangkan oleh Subbid Warprof dari Berita Acara Penyidikan. Hal ini merupakan indikasi bahwa perkara ini dihalangi berproses, kata ketua FRN DPW Sumbar.

“Melalui pemberitaan ini kami yakin, Kapolri tidak akan mengkhianati Presisi yang telah digagasnya, dua belas surat yang telah dikirim hanya meminta agar perkara ini dilakukan proses hukum dengan benar, sesuai aturan hukum berlaku”,

“Ketika alasan yang dipergunakan untuk menghentikan perkara adalah belum ditemukan peristiwa pidana, artinya, penyidik tentunya belum bekerja dengan benar.

Lantas, apapun alasan penyidik, yang pasti Bypass Teknik adalah perbuatan pidana, tentunya banyak alasan yang mendukung hal itu, jika ada yang pihak Polri yang bersedia adu argumentasi, kami akan layani dengan senag hati “, kata Ketua FRN DPW Sumbar.

Lanjut kata Ketua FRN DPW Sumbar, 4 alat bukti seharusnya sudah didapat, jika semua saksi dimintai keterangan, petunjuk akan didapat ketika penyidik melakukan penyidikan dengan benar, pengakuan terdakwa akan didapat ketika, telapor dipanggil dan dimintai keterangan semua.

Lantas setidaknya tiga calon tersangka tidak dipanggil oleh penyidik. Melalui Surat Telegram Kapolda Sumbar tanggal 6 Januari 2023 ke Polresta Padang dan surat disposisi Bidpropam tanggal 5 Agustus 2022 ke Kapolda Sumbar. Perkara ini seharusnya sudah berproses.

Bukan hanya itu, Surat Kompolnas RI tidak dilaksanakan oleh Polda Sumbar. Irwasda Polda Sumbar menjawab dengan jawaban yang yang tidak patut, diberikan sebagai pengawas di Polda Sumbar.

Jika kita lihat BAP pemeriksaan penyidik, siapa yang dipanggil dan siapa yang telah dimintai keterangan, kemana arah pertanyaan penyidikan, akan jelas semua, bahwa tujuan penyidikan untuk membuat terang perkara atau membuat gelap perkara.

Lanjut ketua FRN DPW Sumbar, bahwa Penyidik pernah sebut bahwa Penyidik bekerja tergantung pimpinan, apakah kata kata tersebut tidak berarti apa apa, sudah sangat banyak kebohongan yang dilakukan untuk menghalangi perkara ini.

Point utama perkara ini adalah mengambil barang sesuatu, seluruh atau sebagian kepunyaan orang lain, hal ini tidak akan bisa putar balik.

Jika alasan penyidik adalah ahli waris, laporan ini sudah dilakukan. melalui surat, mulai pertengahan September 2021, diaat itu Rusdi belum meninggal dunia. Jadi tidak ada alasan hak waris yang dipakai oleh penyidik.

Berikut pasal 1340 mengatakan bahwa Pihak ketiga/pihak ketiga (anak, adik, istri Rusdi)  tidak boleh mengambil manfaat dari objek perjajian kerjasama tersebut.

Harusnya penyidik jujur dalam melakukan proses hukum perkara ini, percuma menghalangi dengan berbagai alasan yang sulit diterima akal sehat kita “, sebut ketua FRN DPW Sumbar.

Menghentikan perkara setelah satu tahun, alasannya belum ditemukan peristiwa pidana, artinya penyidik hanya akan menjatuhkan kredibilitas penyidik Polri sendiri.

Setidaknya selama satu tahun perkara ini berproses, penyidik melakukan apa..??, kecuali menghalangi proses hukum..?

Ditambah lagi dengan surat dari Kompolnas RI meminta perkara diproses dalam waktu tidak terlalu lama.

Ketika surat tersebut diabaikan tentunya Polda Sumbar yang bertanggung jawab. Apalagi sebelum Kapolda Sumbar Suharyono SH dan Kasubdid Akbp Pol Rooy Noor S.I.K pernah mengatakan ada perbuatan pidana. Sekarang Kasat Reskrim katakan belum ditemukan peristiwa pidana, bukannya suatu yang berbeda

” Apakah hal itu menunjukkan bahwa Kasat Reskrim belum melakukan apa-apa. Terlalu sembrono, ketika mereka melakukan hal hal tersebut “, kata ketua Fast Respon Nusantara DPW Sumbar.

Kejanggalan lain adalah Kata penyidik status perkara diturunkan ke penelitian dokumen, bukan penyelidikan atau penyidikan. Tapi perkara ini dihentikan dengan gelar perkara dengan keluarnya surat SPPP. bukannya hal itu kejanggalan. Setelah dicek ke penyidik Dedi ternyata SPPP, ternyata perkara sedang penyelidikan.

Pertanyaan yang menggajal: inikah Polri presisi yang dimaksud Jendral Listyo Sigit Prabowo..??

Dimana ketika masyarakat melapor dihalang-halangi, lalu dialihkan kepengaduan, setelah dilakukan pengaduan, penyidik berusaha menghalagi dengan berbagai alasan.

Sebagai bukti, misalnya, penyidik dengan leluasa meminta berbagai hal terkait bukti, pada hal penyidik sendiri tidak sanggup membuat terang perkara ini. kata ketau FRN DPW Sumbar.

lanjutnya lagi, “Penyidik sibuk memutar balik keadaan, menghilangkan barang bukti, menyimpulkan hasil penyidikan dengan meminta kesaksian ahli. menurunkan status penyelidikan menjadi penelitian dokumen, banyak  yang janggal dari proses perkara ini”, kata ketua Fast Respon Nusantara DPW Sumbar.

Seperti yang kami alami, yang dilaporkan perbuatan. sedangkan konsentrasi penyelidikan/penyidikan, bukan pada unsur perkara. Penyidik berusaha bagaimana membatalkan surat surat yang dijadikan bukti melapor seperti SKU, surat kematian dan lain lainnya, mengatakan tandatangan Rusdi dipalsukan dan sebagainya. Hal itu menujukkan, apa sebenarnya tujuan penyidik. Wajar bila berapapun julah laporan yang dilakukan, tetap akan di halangi oleh Polda Sumbar.

Semoga Bapak Kapolri paham apa yang seharus dilakukan bagi pelanggar kode etika profesi. baik Polsek Kuranji, Polresta Padang dan Polda Sumbar.

Mereka para oknum tersebut hanya memakai baju Polri, mengatas namakan Polri, tapi sikap mereka jauh dari sikap Polri yang seharusnya.

Jika, hal ini Bapak biarkan, apapun program Polri untuk merubah Polri menjadi lebih baik kedepan, tidak akan terlaksana dengan baik.

 

Berikut surat ketua Persatuan Wartawan Fast Respon Nusantara DPW Sumbar ke Kapolri:

Padang,  5 Mei 2024

Nomor : 57/HUK/LAP/DPW Sumbar/FRN/V/2024

Lamp  : — berkas

Perihal : Laporan penghentian perkara LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar

 

Kepada Yth:

Bapak Kapolri Jendral (Pol) Drs Listyo Sigit Prabowo M.Si, di Jakarta

Dengan Hormat,

Do’a dan harapan kami, Bapak Kepala Polisi Republik Indonesia dalam keadaan sehat serta sukses dalam menjalankan tugas sehari-hari, hendaknya. Amiin.

Surat ini adalah surat ke Dua belas laporan kami ke Mabes Polri, setelah dua tahun lebih menjalani, dapat kami informasikan, bahwa sore ini jam 15.30 kami mendapatkan surat dari Polresta Padang dengan nomor B/1673/IV/2024/Reskrim tanggal 01 April 2024, yang ditandatangani  Kompol Dedy Adriansyah Putra S.I.K selaku penyidik. Surat tersebut lagi lagi terkait dengan penghentian penyidikan LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar.

Pada hal untuk melakukan LP sangat sulit, kami ditanya berbagai macam hal, mulai dari kronologis, bukti bukti, sampai unsur perkara, ketika LP sudah bisa dilakukan. justru dilimpahkan oleh Dirreskrimum Polda Sumbar.

Dalam kasus ini berbeda, perkara kami nomor LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar tersebut diturunkan dari penyelidikan ketahap penelitian dokumen (versi Kasat Reskrim Polresta Padang). Tertulis dalam SPPHP bahwa perkara tersebut ditahap penelitian dokumen.

Kami semakin heran dengan penyidik Polresta Padang, sangat banyak yang tidak sesuai dengan aturan hukum.

Jika Perkapolri nomor 7 tahun 2022 menyatakan bahwa penyidik Polri dilarang menerbitkan dokumen yang isinya tidak benar. Sepertinya semua dokumen berupa SPPHP yang diberitahukan kepada pelapor tentunya tidak benar. Resiko yang harus diterima oleh pembuat dokument tersebut adalah Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

Selanjutnya menurut kitap undang undang acara pidana, jika penyidik akan memulai penyidikan, harus memberi tahukan kepada JAKSA dengan mengirimkan SPDP.

Dalam hal ini apakah SPDP sudah diberitaukan kepada JAKSA penuntut umum…?? sepertinya belum.

Jika hal ini tidak dilkakukan, patut diduga laporan kami dihalangi berproses sesuai dengan aturan hukum.

Laporan Polisi tersebut dihentikan berdasarkan, laporan hasil gelar perkara tanggal 26 Maret 2024 dan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan nomor SPPP/81/III/2024/Reskrim, tanggal 28 Maret 2024. Dari SPPP diatas tentunya kita paham apa arti SPPP tersebut, bahwa jika perkara ini akan berproses harus digugat dulu ke pengadilan.

Pelapor yakin SPPP tersebut termasuk akal akalan penyidik. Ketika penyidik tidak melakukan penyelidikan terhadap nomor LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar sesuai aturan hukum, seperti pengaduan nomor STTP/303, STTP/284, STTP/636 walau sebenarnya sudah termaktup dalam LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar tersebut. Namun laporan pemalsuan surat, pemakaian surat palsu untuk mengeluarkan kredit Bank Nagari, serta pemalsuan nama toko bypass teknik menjadi Bypass teknik mandiri di TKP Limapuluh Kota.

Gelar perkara seharusnya dilakukan lengkap dengan JAKSA, sesuatu yang tidak sesuai aturan hukum, bahwa gelar perkara tanggal 26 Maret 2024 tersebut bisa dipertanggung jawabkan secara hukum, ketika yang hadir hanya penyidik POLRI. Sepertinya Kompol Dedy Adriansyah Putra S.I.K, dan Polresta Padang tidak mengamalkan polri Presisi yang Bapak Kapolri gaugkan selama ini. Bahwa salah satunya Polri harus transparan, gelar perkara harus transparan. Penyidikan harus dilakukan dengan transparan, SPPHP juga demikian, harus jelas siapa yang telah dimintai keterangan dan siapa yang belum.ilmu peyidikan bukan ilmu yang sulit, pelapor harusnya diberitahu selengkap lengkapnya sehubungan laporan pidana yang dilakukan.

Ketika SPPHP diberikan kepada pelapor, harus mendapatkan keterangan yang lengkap. Dalam Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan tersebut seharusnya, dalam penangganan perkara wajib dilakukan secara transparan, barulah bisa dimaklumi, apa yang dimaksud oleh penyidik. Dengan kata lain penyidik tidak terkontaminasi perintah yang salah. Seperti permintaan keterangan dari saksi, calon tersangka. Siapa saja yang sudah dipanggil untuk dimintai keterangan. Karena dalam hal ini Mulyadi, Yenita dan Ujang panik yang diduga adalah para pelaku belum dimintai keterangan sama sekali. Begitu juga saksi dengan Suradal, Amirjon belum dipanggil dan belum dimintai keterangan, selanjutnya apa pertanyaan penyidik kepada terduga pelaku.

Dari pertanyaan yang diajukan, akan terlihat tujuan dilakukan penyidikan ini, apakah untuk membuat terang perkara atau membuat perkara bertambah gelap. pada hal tiga pengaduan sebelumnya seperti STTP 284, STTP 303, STTP 636 sengaja dibuat gelap, terindikasi barang bukti gembok dan mesin Kipor dihilangkan.

Penyidik tidak bisa bermain-main dengan perkara ini, Perkapolri nomor 7 tahun 2022 jelas mengatur Polri, setiap langkah yang ditempuh memperlihatkan tujuan penyidikan. Termasuk sikap terlapor yang masa bodoh, tidak merasa takut dengan panggilan yang dilakukan penyidik, bukankah hal itu menunjukkan bahwa perkara Bypass Teknik terindikasi tidak berkeadilan.

Berikutnya, adalah terkait dengan Penyidikan perkara Bypass Teknik.

Perkara ini sudah pada tahap penyidikan, karena seharusnya penyidik telah harus mendapatkan 4 alat bukti. Sedangkan bukti-bukti yang kami punya telah kami serahkan kepenyidik. Bukti tersebut berupa surat surat laporan harian penjualan dari tanggal 3 Agustus 2021 s/d 8 November 2021 senilai lebih dari Rp 300.000.000,00. Penyidik bersikukuh untuk menghentikan perkara berdasarkan keterangan ahli, Keterangan ahli yang dilakukan baru didepan penyidik Polri, bukan didepan pengadilan.

Untuk diketahui, penegakkan hukum bukan hanya POLRI sendiri. Kekuasaan Yudikatif dilakukan oleh POLRI, JAKSA PENGACARA dan HAKIM. Sementara sebagai penyidik Polri telah memutus kekuasaan kehakiman sendiri, tanpa melibatkan Jaksa dan Pengacara, dan Hakim, ini jelas tidak bisa diterima oleh pelapor yang juga ketua PW FRN DPW Sumbar. Untuk dipahami, hanya pengadilanlah yang berhak menyatakan perkara ini atau pidana atau perdata, menyatakan seseorang dihukum atau dibebaskan. Dan itu diatur dengan Aturan dan UU.

Terduga pelaku adalah anak-anak Rusdi, adik Rusdi, dan Istri Rusdi serta Ujang panik. Bukankah surat surat, sama dengan yang dimaksud pasal 184 KUHAP.

Berarti sudah ada satu alat bukti. Selanjutnya, Muyadi, Yenita, Ujang Panik, belum dimintai keterangan, artinya penyelidikan atau penyidikan belum dilakukan dengan lengkap. Belum lagi terkait dengan penyidikan.

Penyidik belum melakukan langkah langkah yang diatur oleh aturan perundang-undangan, jika telah dilakukan olah TKP,  tentunya penyidik akan mendapatkan data berupa petujuk yang berkorelasi antara perbuatan pelaku dengan barang yang dijual. Disinilah poin utama yang menetukan, yaitu mengabil barang sesuatu, seluruh atau sebagian milik orang lain.

Apakah barang yang dijual pelaku adalah milik pelaku sendiri…??? Dalam pengaduan sebelumnya, barang bukti gembok dan mesin pompa air Kipor sengaja dihilangakan dari BAP. Tentunya hal ini merupakan petunjuk bahwa perkara ini memang sengaja dihalangi, bahkan dari awal melapor.

Melalui jawaban surat kami ke ITWASUM, dikatakan oleh ITWASUM Polri dalam suratnya ke pelapor bahwa Saudara belum melakukan laporan,  baru mengadu.

ITWASUM Polri dalam surat nomor B/6933 VIII/WAS.2.4./2023 tanggal 28 Agustus 2023, bahwa perkara masih masih berproses, penyidik Polri sedang mengumpulkan bukti-bukti, sedangkan dilapangan jelas jelas Polresta Padang dan Polsek Kuranji telah memberhentikan proses hukum yang sedang dan harus dilakukannya.

Bukankah hal ini menunjukkan bahwa Laporan kami dihalangi berproses, kami melapor melalui surat dari bulan September 2021, baru bisa dilakukan secara resmi tanggal 10 Februari 2023.

Setelah kami surati mabes Pori, Bulan Juni 2022 laporan kami dilimpahkan ke Bidpropam Polda Sumbar. Folowup Bidpdropam keluar surat tanggal 5 Agustus 2022, diikuti Surat Telegram tanggal 6 Januari 2022 dari Kapolda Sumbar. Surat ini sepertinya tidak laksanakan oleh Polresta Padang.

Berikutnya surat dari Kompolnas RI, sekitar bukal November 2023 telah memerintahkan LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar ini di proses dalam waktu tidak terlalu lama. Surat surat tersebut tidak ditindak lanjuti oleh Polda Sumbar dan Polresta Padang.

Satu tahun Enam Bulan tidak bisa melapor. Indikasi bahwa laporan kami dihalangi semakin jelas. Lantas, sekarang Minggu tanggal 5 April 2024 perkara dihentikan, bertambah bukti bagi kami bahwa Laporan kami dihalangi.

Seharusnya yang melakukan proses hukum terhadap laporan kami adalah Dirreskrimum Polda Sumbar bukan Polresta Padang. perkara dilaporkan ke Polda Sumbar, namun sangat disayangkan Dirreskrimum melimpahkan ke Polresta Padang.

Pada hal dalam laporan Bypass Teknik terdapat perkara yang harus diperoses di Polres Lima puluh kota, hal itu juga pertanda Laporan kami memang dihalangi. hal ini bentuk kesalahan lain yang dilakukan Dirreskrimum Polda Sumbar.

Kita kembali lagi ke alat bukti kejahatan menurut pasal 184 KUHAP, adalah berupa surat surat sudah didapat, namun saksi belum dimintai keterangan semua, keterangan terdakwa (calon tersangka) juga ada yang belum dipanggil, demikian juga dengan Petunjuk, petunjuk seharusnya sudah didapatkan saat melakukan penyelidikan penyedikan dengan melaksanakan setiap tahap penyidikan yang diatur oleh aturan dan Undang Undang.

Tidak pada tempatnya perkara kami dikatakan belum ditemukan peristiwa pidana, pada hal tahapan yang paling penting olah TKP belum dilakukan. Satu alat bukti adalah pengakuan terdakwa belum dilakukan permintaan keterangan.

Menurut Profesor Dr Ismansyah SH MH, bukan peristiwa pidana kerena penyerahan barang kepada Rusdi bukan kepada anak anak Rusdi. Hal ini membuat penyidik tambah berani menghetikan perkara kami. Tidak benar, jika perkara dihentikan, ketika lima orang yang diduga sebagai pelaku belum dimintai keterangan, bahkan salah satu pelaku telah melarikan diri.

Berikut redaksi sertakan jawaban Polresta Padang dalam SPPHP yang dikirim ke pelapor.

Jawaban Profesor DR Ismansyah SH MH tersebut adalah benar, bahwa anak anak, adik istri Rusdi tidak bisa dimintai pertanggungjawaban, anak anak, adik Istri, adik istri Rusdi merupakan pihak ketiga atau pihak lain, dalam pasal 1340 KUHAP hal itu jelas dilarang. Diminta pertanggungjawaban bukan pada mereka, tapi ada pada Rusdi, dan yang jelas, dalam perkara ini, bukan kerena mereka tidak menerima penyerahan barang.

Profesor Dr Ismansah SH MH, kurang jeli melihat perkara ini, besar kemungkinan Prof Dr Ismansyah SH MH salah dalam memahami duduk perkara ini.

Tidak bisa dimintai pertanggungjawaban, karena penyerahan barang, tapi dilarang oleh UU KUHAP pasal 1340, Penyidik Polri tentu tidak boleh tidak mengetahui, bahwa pasal yang diterapkan kepada pelaku, adalah Pencurian bukan Penggelapan, waktu terjadi perbuatan pidana saat Rusdi masih hidup  dan terduga Pelaku tindak pidana adalah pihak ketiga/pihak lain, kata ketua FRN DPW Sumbar.

Dalam pasal 1340 KUHAP dinyatakan demikian, berikutnya, laporan telah dilakukan dengan surat, mulai dari September 2021, artinya proses hukum telah dimulai dari tanggal tersebut. sehingga apapun alasannya. Penyidik Polri adalah pelaksana perintah UU. Dengan kejadian ini berarti, waktu yang dibutuhkan untuk menghalagi perkara berproses mencapai Dua tahun Sembilan bulan.

Berikutnya Polda Sumbar harus menyadari bahwa SOP yang diterapkan saat menerima laporan di SPKT bukan untuk menghalangi laporan dari masyarakat. SOP hanya untuk menangguhkan agar tidak banyak laporan yang menumpuk di Polda Sumbar.

Berikutnya adalah saksi-saksi, ada yang belum dimintai keterangan, saksi Suradal dan saksi Amirjon, jika kedua saksi dimintai keterangan akan didapat satu alat bukti lagi.

Petunjuk sebagai alat bukti ketiga akan didapat ketika penyidikan dilakukan dengan benar, tahap demi tahap penyidikan yang dilaksanakan dengan benar, bisa membangun korelasi subjek/pelaku dengan barang bukti,  sehingga seluruh syarat unsur akan terpenuhi, artinya tiga alat bukti sudah didapat, jika penyidik berkeingian untuk membuat terang perkara ini.

Tanda perkara ini dihalangi, ketika penyidik minta disediakan bukti lengkap diawal, pada hal, penyidik Polri sendiri setelah perkara berjalan tiga tahun, malah semakin gelap. Tugas penyidik membuat terang perkara sepertinya tidak akan didapat, anehnya semua bagian melibatkan diri untuk menghalangi hukum.

Tidak benar perkara ini dalam tahap penyelidikan, perkara ini sudah ditahap penyidikan. Pertama sudah berbentuk LP yang berpotensi mendapatkan setidaknya 4 alat bukti. Ketika penyidik ingin membuat terang perkara. Kecurigaan kami berikutnya adalah gelar perkara tidak dilakukan secara transparan, kami tidak diundang oleh Polresta Padang, tiba tiba perkara dihentikan. Kami menduga Polresta Padang bertujuan agar dalam menghentikan perkara kami, tidak ada hambatan. Jika saksi ahli tidak ngawur, besar kemungkinan perkara ini mempunyai Lima alat bukti.Sehingga Polresta Padang berani menghentikan perkara Bypass Teknik.

Kami menilai bahwa Polresta Padang telah menghentikan perkara ini diluar ketentuan. tugas Polri unutk melakukan pengakkan hukum tidak terlaksana, Dalam perkara ini justru Polri telah melindungi kejahatan.

Perkara ini adalah LP kami yang pertama, kami mohon dilakukan dengan pengawasan yang sangat ketat, Kami melakukan semua ini, justru Polri presisi yang digagasan Kapolri terlaksana dengan baik.

Polri jangan bermain main dengan perkara yang dilaporkan Masyarakat, Polri diminta melakukan dengan benar sesuai aturan hukum.

Kapolri harus memberikan perhatian khusus atas kejadian ini. Surat kami sudah dua belas kali ke Kapolri, namun perkara kami tetap tidak terungkap.

Demikian surat kami dalam menangapi surat SPPP Polresta Padang.

Padang, 5 Mei 2024, Hormat saya, Indrawan

Tembusan kepada Yth:

  • Ketua Kompolnas RI di Jakarta
  • Ketua Ombudsman Republik Indonesia, di Jakarta
  • Bapak Kapolri di Jakarta
  • Bapak Irwasum di Jakarta
  • Bapak Kapolda Sumatera Barat, di Padang
  • Bapak Irwasda Polda Sumbar, di Padang
  • Bapak Dirreskrimum Polda Sumatera Barat, di Padang
  • Bapak Kapolresta Padang di Padang
  • Arsip