Apa Kata Mereka Tentang Sekolah Favorit?

OPINI & ARTIKEL94 Dilihat

JATIM.KABARDAERAH.COM– Hiruk pikuk zonasi mengakibatkan banyak orang tua terlebih siswa menjadi baper tiada ketulungan. Terutama mereka yang merasa sangat layak masuk ke sekolah favorit namun karena terkendala lokasi rumah, tidak berada dalam radius yang disyaratkan, lalu gagal memasuki sekolah pilihan. Ini seperti yang terjadi di Surabaya kemarin Rabu 17 Juni 2019.

Dinas Pendidikan Kota Surabaya sampai harus menutup sementara proses PPDB tingkat SMA yang sedang berlangsung. Karena adanya demo warga ke Dinas pendidikan setempat. Menuntut dibatalkannya PPDB sistem Zonasi di Surabaya.

Gundah gulana, macam orang putus cinta, serasa dunia mau kiamat saja. Padahal loh tanpa masuk sekolah favorit dia masih bisa bersekolah sesuai jenjang yang seharusnya. Kalau yang diinginkan kompetisi dengan anak pinter okelah, tidak ada jaminan bahwa di sekolah yang masuk zona wajib peserta didiknya pandai semua. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa kompetisi justru akan terjadi di sekolah yang tak dianggap favorit ini. Lha kalau misalnya input siswa kebetulan pinter semua kan bisa berkompetisi to?

Kembali ke soal sekolah favorit. Sebetulnya parameternya apa sih sehingga disebut favorit?

Nasrudin Hilmi, praktisi pendidikan yang juga mengajar di SMPN 1 Mojoanyar Mojokerto sekaligus sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Mojokerto kepada penulis 19/6/2019 mengatakan, ” Salah satu parameternya adalah sekolah yang sudah lama berdiri. Yang tentu saja dari sisi fasilitas sudah lama dimanjakan dan diutamakan bahkan oleh pemerintah sendiri.”

Untuk hal tersebut dia meminta cek daerah masing-masing. Sedangkan menurut saya, kalaupun tidak demikian, setidaknya sekolah itu memang mempunyai fasilitas lebih baik, secara pungutan bisa jadi lebih mahal dari sekolah biasa. Mengingat peminat sekolah favorit rerata tidak keberatan membayar iuran mahal. Atas nama komite yang pengurusnya mayoritas orang berada atau berkuasa.

Lebih jauh tentang peserta didik di sekolah favorit yang kebanyakan diisi kalangan menengah ke atas ini teman saya, Tuan Ed, pejabat inspektorat tingkat propinsi, menuturkan hasil investigasinya.

Fakta di lapangan, ada gubernur pernah menyampaikan dalam pidato sambutan penganugerahan pengawas dan guru berprestasi bahwa, di SMA favorit itu banyak anak pejabat yang sesungguhnya tidak pintar banget tapi bisa masuk karena koneksi.

Ini diketahui setelah beliau sudah jadi gubernur, berdasarkan informasi dari stafnya. Untungnya pada masa lalu anak pak gubernur tidak mau masuk sekolah negeri. Malah minta masuk sekolah swasta, jika waktu itu anak pak gub juga masuk ke SMA favorit itu, bisa jadi dapat dituduh menitipkan anaknya. Tapi ini di luar Jawa lo, kalau di Jawa pasti lebih baik. Maksudnya lebih baik dan lebih canggih cara nitipkan anak pejabat. Hehe

Lalu bagaimana dengan prestasi?
Parameter favorit hari ini dihubungkan dengan prestasi nilai akhir yang tinggi.

Tentang hal ini Nasrudin menjelaskan, “Yang dipertanyakan inputnya. Jika input bagus pasti output bagus. Selama ini sekolah favorit selalu “berhasil” merekrut input yang bagus. Maka wajar jika output juga bagus.”
Oke, saya sepakat dengan pendapatnya. Pengalaman salah satu teman saya yang juga wakil direktur Pascasarjana PTN menuturkan pengalaman menyekolahkan anaknya di sekolah favorit. Mereka, para guru itu sebetulnya biasa saja dalam mengajar, tapi karena siswanya memang kompetitif, ingin selalu mempunyai nilai tinggi, maka hasil belajar mereka ketika ujian juga memuaskan.

Kembali ke masalah zonasi, Hariadi , Guru PAI SMAN 4 KEDIRI, Instruktur Kurikulum 2013 MAPEL PAI Tingkat Kab./Kota pada penulis kemarin 19/6/2019 mengatakan, “Zonasi baik bagi Guru yang mengajar di Sekolah Favorite, atau sekolah pinggiran masing-masing akan merasakan sensasinya sendiri.” Guru yang professional akan segera berbenah. Tak hanya berhasil mengajar anak favorit namun juga mampu menjadikan mereka yang terpinggirkan menjadi favorit. Sehingga diharapkan semua sekolah, semua siswa bisa menyandang gelar favorit. Inilah sebetulnya tantangan bagi tenaga pengajar dengan berlakunya sistem zonasi ini.

(Anis Hidayatie)