Polri Presisi Harusnya Membuat Polri Lebih Baik, Namun Ketika KEPP Tidak Ditegakkan, Yang Terjadi Sebaliknya, POLRI TURUN RATTING

KabarDaerah.com – Polri akan baik, jika anggota Polri menjaga marwah dan wibawa Polri, bahwa Polri bertugas dan berfungsi sebagaimana yang oleh ditetapkan aturan dan UU.

Lebih lanjut dijelaskan oleh ketua ketua PW Fast Respon DPW Sumbar, Tujuan dan fungsi Polri diadakan, menjaga keamanan dan ketertiban. penegakkan hukum melayani melindungi dan mengayomi masyarakat.

Ketika Polri dipakai oleh untuk tujuan lain, tentunya ratting Polri makin lama makin menurun. di tambah lagi Polri banyak melakukan berbagai perbuatan melanggar hukum.

Polri presisi harusnya membuat Polri makin baik, Sekarang coba kita perhatikan, kita lihat masalah pelaporan terdahulu.

Dalam hal melapor ke Polisi, harus didasari Pasal 108 KUHAP, kemudian Perkapolri, Kapolri menerbitkan perkap tetang penyelidikan dan penyidikan. Aturan inilah yang dipakai oleh penyidik sebagai acuan.

Polri kemudian membuat SOP, yang didasari oleh Perkabareskrim, dimana melapor diatur sedemikian rupa. Disini pelapor harus menjelaskan sejelas jelasnya kepada SPKT dan Piket Reskrim. dalam waktu singkat pelapor diminta untuk menyiapkan bukti bukti, kronologis.

Ketika telah dilaksanakan, seperti yang telah dilakukan ketua FRN DPW Sumbar, ternyata satus LP yang dilakukan dalam SPPHP ternyata turun ketahap penelitian dokumen. ini adalah suatu keanehan, dimana Kasat jelas menulis bahwa status perkara penelitian dokumen, sebut ketua FRN

Hal ini, menurut ketua Fast Respon Counter Polri, harusnya yang demikian tidak dilakukan. Pelapor yang datang ke kantor Polisi, laporannya diterima dahulu, kemudian SPKT membuatkan tanda terima laporan. Selesai sampai disitu. tinggal Polri melakukan penyelidikan/penyidikan. Yang terpenting adalah tujuan penyidik bekerja adalah membuat terang perkara pidana, dan mengumpulkan barang bukti. hal inilah yang terlupakan. jangan dibikin gelap perkara tersebut.

Dalam hal ini Polri bertugas melakukan penegakkan hukum, tentunya bersama Jaksa sebagai penuntut umum, Pengacara dan Hakim, Hakim di Pengadilalah yang bertugas mengadili perkara. jadi dalam hal ini jangan dibalik atau dibuat buat sendiri oleh Polri. Polri bekerja harus dengan aturan dan UU, kata ketua FRN

Jangan dilupakan Kapolsek, Kapolres, Kapolda dan Kapolri. Tanggung jawab pimpinan itu diukur dari terlaksananya tugas Pokok, dan tugas lainnya, bukan  yang lain.

Jangan sampai kemapuan Polri seakan akan, bahwa Polri dibuat tidak mampu, memahami, melaksanakan tugas dan fungsi Kepolisian sesuai aturan hukum.

Untuk itu, Polri dibiarkan melanggar berbagai aturan, bahkan jika ada laporan, petugas akan dilingungi bersama sama.

Sebagai ketua PW FRN, kami tidak menerima. Untuk itulah kami mengawal Presisi yang digagas Kapolri.

Kredibilitas Polri sebagai salah satu lembaga penegak hukum kembali diuji. Setelah kasus Ferdy Sambo, tragedi Kanjuruhan, dan dugaan penyalahgunaan narkoba oleh perwira tinggi, kini Polri kembali mendapat sorotan publik atas kasus kecelakaan lalu lintas yang merenggut nyawa Muhammad Hasya Atallah dan Selvi Amalia.

Pro-Kontra Posisi Polri dikutip  dari VOI.id

Perlu membentuk Kementerian Keamanan Dalam Negeri. Lembaga inilah yang nantinya menaungi institusi Polri. Sehingga, ada banyak hal yang bisa dikoordinasikan terkait keamanan dan ketertiban masyarakat seperti halnya TNI yang berada di bawah naungan Kementerian Pertahanan.

“Untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban perlu ada penegakan hukum, itu Polri. Seyogianya diletakkan di bawah salah satu kementerian, dan Polri seperti TNI, sebuah lembaga operasional. Operasional harus dirumuskan di tingkat menteri oleh lembaga bersifat politis, dari situ perumusan kebijakan dibuat, pertahanan oleh TNI, dan keamanan ketertiban oleh Polri,” paparnya dilansir dari Antara.

Namun, usul tersebut tidak mendapat respon positif dari sejumlah anggota DPR. Anggota Komisi III DPR Habiburokhman menilai meletakkan Polri di berada di bawah kementerian akan membuat birokrasi lebih rumit.

“Kalau kita lihat di bawah, tingkat direktur, kapolres, seperti raja-raja kecil di daerah, kadang-kadang kita telepon saja tidak diangkat, WA (whatsapp) tidak dibalas. Perilaku-perilaku seperti ini sudah mulai memperlihatkan bahwa perilakunya sudah luar biasa seperti raja di daerah,” ungkapnya.

Tentu, prosesnya bukan perkara mudah. Sulit mengubah watak dan budaya dalam sekejap. Butuh pengawasan secara terus-menerus agar reformasi kultural berjalan sesuai harapan. Jenderal Listyo Sigit, dalam instagramnya pada Oktober 2022 mengibaratkannya sebagai proses pemurnian emas.

 

“Polri saat ini sedang diayak dan disaring untuk menjadi emas murni berkadar 24 karat. Kita semua harus bisa menyesuaikan dengan kondisi yang ada sehingga duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi, mari kita semua bahu-membahu dalam menghadapi situasi bangsa khususnya dalam bidang Kamtibmas,” kata Kapolri menambahkan.

 

Kata ketua FRN DPW Sumbar, ” Hal ini, telah menjadi perhatian kami dari tahun 2011. ketika masyarakat dipersulit untuk melapor, Kami jadi sebagai LSM KOAD jadi pelopor, tidak ada pilihan kecuali tugas utama Polri terlaksana. Pilihan kita adalah melaksanakan Polri Presisi tersebut dengan sepenuh hati, Polri harus taat aturan hukum. harus taat KEPP “, kata ketua FRN.

Lanjutnya lagi, sehingga kedepan, tidak ada lagi mempersulit laporan, perkara perkara yang masuk ke Kepolisian di proses dengan benar.

Sebagai contoh dugaan penyimpangan penyimpangan di Polda Sumbar, sebagai berikut:

Perkara yang kami laporkan ke Polda Sumbar, Polresta Padang dan berbagai Polsek di daerah Sumatera Barat ternyata, semua perkara yang kami laporkan tidak sampai ke pengadilan.

  • Perkara penggelapan dalam perusahaan yang salah tetapkan pasal, akibatnya pengadilan tidak menjatuhkan hukuman kepada pelaku, perkara ini terjadi di Polresta Lima Puluh Kota, PPolsek Tanjung Pati.
  • Berbagai sebab yang menjadi alasan penyidik, adapun perkara yang sampai kepengadilan tapi tersangkanya sudah kabur, Polri tidak bisa menhadirkan tersangka yang kami laporkan.
  • Berikutnya laporan surat palsu, SPK Rekayasa, memakai surat palsu dan lain lainnya, Polri tidak mampu mengungkap.
  • Ada lagi perkara yang terkait dengan Bank, justru Bank mendapatkan SPPP, pelapornya justru tidak mendapatkan SPPP tersebut.
  • Perkara laporan Bypass Teknik 15 peristiwa pidana, tidak mampu diungkap Polda Sumbar, ketika pengaduan ke Polresta Padang juga tidak mampu diungkap. Setelah dilaporkan di Polda Sumbar justru melimpahkan kepada Polresta Padang, yang nyata telah gagal membuat terang perkara. laporan kaminomor STTP/636 tersebut.
  • Laporan pungli di Polsek Lubuk Kilangan, berkali kali memberitakan tentang pungli tersebut, Polsek Lubuk Kilangan, tidak melakuka penyelidikan terhadap laporan yang kami lakukan.
  • Berikutnya, tahun 2011 laporan surat Palsu di Pasar Banda Buek, tiba menghilang, gelar perkara dilakukan berkali kali untuk mengagalkan laporan tersebut.
  • Penggelapan uang perusahaan PT Syafindo Mutiara Andalas juga demikian, Laporan tersebut tidak pernaha di proses sama sekali.
  • Laporan pengeroyokan oleh Siswa SMA II Padang, Laporan tersebut di Peti es kan.
  • Penggelapan di pasar Banda Buek, yang dilaporkan tahun 2015 lalu, laporan tersebut didiamkan Reskrimum Polda Sumbar.
  • Laporan perusakan kios oleh Direktur Bank Nagari, di Peti ES kan oleh Polda Sumbar.
  • Laporan Polisi tahun 2011, Nomor LP/98/VII/2011/SPKT Sbr, pelapor H Syafruddin Arifin SH, terlapor H Cindar Hari Prabowo.
  • Berikutnya adalah laporan dengan Nomor LP/81/III/2016/SPKT Sbr, pelapor H.Syafruddin Arifin SH, terlapor Berri Bur dan H Cindar Hari Prabowo.
  • Laporan tahun 2021, Nomor STTL/82.a/III/YAN/2021/SPKT sbr, Pelapor H Syafruddin Arifin SH dan terlapor H Endrizal SE (Kadis perdagangan kota Padang).
  • Perusakan bangunan, laporan Nomor LP/232/VII/2015/SPKT Sbr, Pelapor Direktur Bank Nagari (Suryadi Asmi).
  • Surat Laporan LSM KOAD, tanggal 22 Oktober 2020 tentang penggelapan 45% hasil pembangunan terkait dengan kesepakatan Pemko Padang dengan Mamak Panghulu Nagari Lubuk Kilangan, Terlapor Asnel, Deno Indra Firmasyah.
  • Laporan penggelapan hasil pungutan petak meja batu tahun 2017 di Polsek Lbuk Kilangan, terlapornya dan Syafruddin Arifin SH, dan Endrizal SE.

Jika segini banyak perkara yang tidak selesai oleh Polri, baru dari 4 TKP , coba kita bayangkan dari tahun 2011 sampai 2024. namun kita lihat kasus viral yang menjadi perhatian publik, langsung diproses oleh Polri.

Masih ada beberapa lagi, yang tidak perlu kami tulis, kami saat itu adalah ketua LSM KOAD, terfikir oleh kami, bagaimana jika masyarakat awam yang tidak paham dengan hukum. Apa yang bisa diperbuat, untuk melakukan laporan. ditambah lagi, jika mereka tidak punya uang, perkara mereka juga tidak akan diproses.

Seperti salah seorang masyarakat Sutan Larangan namanya, beliau sempat dimintai uang Tujuh Puluh Lima Juta dan tiga Kavling tanah, untuk membuat membuat laporan, tidak asal bicara, tentunya Saya ada bukti berupa rekaman suara.

Menyedihkan, ketika kita tidak punya uang, tujuh laporan yang kami lakukan, Berjatuhan satu persatu. Walaupun sudah kami laporkan ke Mabes Polri bahkan sudah 8 kali laporan Dumas.

Justru sesampai di Polda Sumbar tetap ditangani, tapi dengan tujuan lain, bukan untuk mengungkap perkara, proses hukum yang dilakukan justru untuk melindungi yang kami terlapor.

Belakangan diketahui, para pelanggar hukum tersebut justru mendapatkan jatah sekolah. Artinya menghalangi proses hukum di Polda Sumbar mendapatkan kesempatan untuk sekolah.

Terang saja, yang diduga para pelaku yang menghalangi proses hukum, tidak terkecuali yang dilakukan petinggi Polda Sumbar, paling dimutasi.

Sangat menyedihkan Polri yang kita dambakan, justru menjadi pelidung kejahatan, sedangkan perkara yang dilaporkan masyarakat sulit untuk sampai di sedangkan.

Kami pesimis laporan kami akan diproses sesuai aturan, ketika tetap dipaksakan agar tetap berproses, banyak kebohongan terbongkar. Sekarang tinggal Bapak Kapolri yang kami minta untuk melakukan proses hukum, termasuk laporan pelanggaran KEPP.

Sekarang yang melakukan pelanggaran,harusnya bukan mendapat kesempatan sekolah, tapi harus mendapatkan sanksi sesuai kesalahan apa yang menjadi kesalahannya, demikian dikatakan ketua Fast Respon Nusantara, DPW Sumbar. kepada media ini.

Kami akan Bantu Kapolri untuk mengungkap pelanggaran KEPP tersebut, mana mungkin Polri yang ditugaskan negara, dijadikan sebagai mainan oleh oknum penegak hukum di Polda Sumbar.

Kami sengaja menulis agak jelas karena 3 tahun perkara Bypass Teknik dijalani, hasilnya nihil, pada hal seluruh alasan penyidik dapat dipatahkan, termasuk dua orang profesor yang digadang gadang bisa membantu, sebelumnya sudah menolak memberikan keterangan ahli, ketika kami minta.

Kami ketua Fast Respon Nusantara DPW Sumbar, untuk Bapak Kapolri, kami minta, karena Bapak sedang memperbaiki nama baik Polri. Dalam perkara Bypass Teknik, mohom teggakan aturan hukum, agar nama baik Polri kembali membaik. percuma kami PW FRN membuat berita yang baik tentang Palri jika dibawah, anggota Polri kerjaannya berbohong, mempersyaratkan SDU untuk perkara yang akan dijadikan LP.

Sewajarnya melalui perkara kami, tegakkan KEPP dengan sungguh sungguh, tidak pandang bulu, walaupun mereka yang bersalah adalah saudara atau teman satu letting.

Hal ini akan menaikkan Ratting Polri dimata Masyarakat. Nama baik Polri kembali akan membaik. Walau kami membuat berita Polri yang bagus, jika Polri tetap berbohong, tetap mempermainkan perkara, Masyarakat akan tetap tidak percaya.

Kami dari FRN berharap, Polri mematuhi presisi yang digagas Kapolri, itu dimulai dari Kapolri sendiri, masa 8 kali laporan ke mabes Polri tetap tidak dilakukan proses hukum dengan benar. (Red)