Kenapa, Kompolnas RI Tetap Minta Kapolda Sumbar Proses hukum Dalam Waktu Tidak Terlalu Lama

KabarDaerah.com – Setelah Kompolnas menyurati Kapolda Sumbar dengan surat B 2344A tanggal 6 November 2024, Dirreskrimum Polda Sumbar tidak langsung lakukan proses hukum. ITWASDA menjawab surat tersebut dengan jawaban terkesan membela. disinilah kesalahan yang dilakukan IRWASDA merupakan unsur pimpinan Polda Sumbar, begitu juga Kapolda Sumbar dan Waka Polda Sumbar.

Ketika Surat tersebut dijawab oleh Kapolda Sumbar melalui ITWASDA, Seharusnya membuat Kompolnas yakin, bahwa yang terjadi seperti apa yang diutarakan Kapolda Sumbar melalui surat yang dibuat ITWASDA polda Sumbar.

Namun Kompolnas tetap minta dilakukan proses hukum dalam wektu tidak terlalu lama, artinya menurut ketua FRN DPW Sumbar, bahwa perkara Bypass Teknik tidak sulit, sehingga dalam waktu singkat akan selesai disidik Oleh Polda Sumbar. (jika perkara ini dalam keadaan normal).

Begini isi surat tersebut, sengaja kami poskan di KabarDaerah,com.

Padang, 25 Januari 2024. Nomor : 07/LSM KOAD/I/2024. Perihal : Tanggapan pelapor atas surat B-2144D / Kompolnas / I / 2024, tanggal 15 Januari 2024

Kepada Yth: Kepala Ketua Komisi Kepolisian Nasional, Jalan Tirtayasa VII No 20 Kebayoran Baru jakarta Selatan 12160, Telpon 021 7392315, 7392352 Fax 021 7392317

Dengan Hormat.

Semoga Ibu dalam keadaan sehat walafiat. Kembali kami tulis surat tanggapan atas klarifikasi terhadap Polsek Kuranji, Polresta Padang, terhadap tiga perkara yang telah kami laporkan ke Kompolnas RI.

Kompolnas merupakan lembaga negara yang memiliki wewenang melakukan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik. diantara tugasnya adalah menerima dan memeriksa laporan masyarakat.

Sesuai tugasnya tersebut, Kami membalas surat Kompolnas RI, atas laporan dari kami LSM KOAD, mengenai tidak bisa melapor, penyelidikan tidak sesuai ketentuan, dan menghentikan perkara tidak sesuai aturan hukum yang berlaku oleh SPKT Penyidik/Penyidik Pembantu, Bagwassidik Polda Sumatera Barat, perihal dugaan tindak pidana yang terjadi di Toko Bypass Teknik.

Kami harap laporan kami ini bisa selesai dengan baik dan seadil-adilnya, tidak ada lagi pihak yang dirugikan, sehubungan dengan itu, kami coba memberikan penjelasan.

Kompolnas RI telah melakukan tindak lanjut dengan meminta penjelasan atau klarifikasi pertama secara langsung kepada Kapolda Sumbar tanggal 06 November 2023.

Berdasarkan pokok-pokok penjelasan dan dokumen tersebut, pada intinya terlapor menyampaikan bahwa:

Terhadap keberatan Pelapor terhadap Surat Tanda Terima Pemberitahuan  Nomor STTP/284 tanggal 7 Desember 2021, Kabidpropam Polda Sumbar melalui nota dinas tanggal 20 Juli 2022 merekomendasikan melalui surat 5 Agustus 2022 kepada Kapolda Sumbar untuk memerintahkan Direskrimum Polda Sumbar agar Kabagwassidik Derreskrimum Polda Sumatera Barat melakukan supervisi terhadap Nomor STTP/284 tahun 2021. Berikutnya Kepada Kapolresta Padang diminta agar Kasatreskrim Polresta Padang mengawasi laporan yang ditangani oleh Satreskrim.

Penjelasan pelapor

Surat Tanda Terima Pengaduan  Nomor STTP/284, tanggal 7 Desember 2021, adalah sebuah pelanggaran Etika profesi, dimana UU mengharuskan Polri menerima laporan, pada pasal 6, SPKT wajib memberikan STTL/P atau laporan Polisi, artinya, menurut UU(KUHAP) pasal 108 ayat 1 dan 6. Masyarakat diberikan hak oleh negara untuk melapor, Polri diwajibkan memberikan Surat Tanda terima Laporan(STTL) sedangkan pengaduan wajib dilakukan terkait dengan pasal yang merupakan DELIK ADUAN, dan pasal 6 Polri wajib menerima laporan tersebut dengan memberikan Surat Tanda Terima Laporan.

Ketika Polri tidak melakukan, hal Ini merupakan suatu pelanggaran berat, karena UU dilanggar. Pengaduan bisa dilakukan jika pasal yang disangkakan merupakan delik aduan seperti pasal perzinaan, pencemaran nama baik, pencurian dalam keluarga dan lain lainnya. Jika pasal yang diduga dilakukan, barulah dilengkapi dengan pengaduan, jika tidak, maka Polri hanya wajib menerima laporan.

Polri jangan salah, Pengaduan Masyarakat tidak sama Delik Aduan. Alasan dilakukannya pengaduan, karena banyak perkara yang tidak selesai oleh penyidik Polsek Polresta dan Polda Sumbar, oleh sebab itu keluarlah Perkaba Reskrim tentang SOP bagaimana proses melapor yang harus dilaksanakan oleh SPKT. Disuatu sisi hal ini ada benarnya, disisi lain, ketika SOP dimanfaatkan oleh oknum-oknum anggota Polri untuk mengambil keuntungan pribadi atau kelompok, akhirnya semua pasal dijadikan pengaduan, dalam hal ini telah terjadi suatu pelanggaran hukum (pelanggaran KEPP).

Terhadap keberatan yang disampaikan Pelapor melalui surat Nomor 07 Tahun 2022, tanggal 20 Juni 2022. Bagwassidik Polda Sumatera Barat telah melakukan permintaan klarifikasi pada tanggal 2 Agustus 2022 kepada Pelapor, Faisal  Ferdian, Istri Rusdi, Novelona (Notaris), Masrul (Lurah Sungai Sapih), Marlin (wartawan), penyidik Polsek Kuranji, dan penyidik Polda Sumbar dengan hasil:

Disarankan agar Pelapor mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Padang terkait penguasan aset, ganti kerugian tentang modal usaha berdasarkan perjanjian kerja sama tahun 2018 antara Rusdi dan Indrawan.

Penjelasan pelapor

Polri ada untuk menjaga keamanan dan ketertiban Masyarakat. Polri tidak pada posisi pemberi saran, kewajiban Polri adalah melakukan proses hukum sesuai dengan aturan hukum dan perundang undangan. itu yang kami minta kepada Polri. Dalam penegakkan hukum tersebut bukan Polri sendiri, ada jaksa, pengacara, dan hakim dipengadilan.

Terhadap laporan/pengaduan kami, khususnya STTP/284 dan STTP/303 tanggal 7 Desember 2021 dan 26 Desember 2021 seharusnya, dan STTP/636 di Polresta Padang tidak lebih baik, pengaduan tersebut, mendapatkan perlakukan yang sama. Menghalangi proses hukum tersebut dilakukan mulai dari Polsek, Polres, Pimpinan Polda saat iti Tedy Minahasa dan Edi Maryanto sudah memerintahkan bawahannya.

Bukti dihalangi, belum apa apa, perkara kami sudah dikatakan perdata. Kami tidak diterima/dilarang melaporkan tindak pidana. Bukti tidak diterima, tiga pengaduan pertama bukan laporan Poliisi (LP), pada hal delik perbuatan peristiwa tersebut bukan delik aduan.

Kami hanya berharap laporan kami diproses dengan benar sesuai aturan hukum, jangan keluar jalur, tanggal 10 Februari 2024, kami telah melapor dan diterima, seharusnya Polri melakukan penyelidikan. Jika syarat terpenuhi lanjutkan proses ke penyidikan. Hal itu tidak dilakukan oleh Polri. Justru Laporan Polisi kami dialihkan kepengaduan, Sementara kami diminta melengkapi bukti-bukti, penyidik Polri seharusnya lakukan penyelidikan dengan benar, Polri jangan mengada ada, jangan berbohong, Polri tidak tidak melakukan penyelidikan sesuai aturan UU, KUHAP,Perkapolri, KUHP, KUHPerdta sebagai pedoman).

Gugatan perdata kepengadilan memang harus dilakukan, untuk mendapatkan hak. Namun hal itu bukan terhadap pihak lain, hanya berlaku terhadap pihak yang berjanji (Pihak Rusdi atau Indrawan). Karena Rusdi telah meninggal dunia, maka pasal keperdataan yang harus dipedomani pasal 1646 KUHPerdata.

Polri tidak perlu mencari kelemahan kami, sebagai pelapor, surat surat kami semua tidak ada yang dipalsukan. Polri adalah penegak hukum, bukan lawan dari pelapor. Sekarang Polri memposisikan sebagai lawan pelapor. Polri seakan akan melindungi penjahat, menjual semua barang barang Bypass Teknik, Polri sengaja biarkan hal itu tejadi. Tidak tepat jika Polri melindungi penjahat

Jika saya akan melakukan gugatan, tentunya dengan pihak yang melakukan perjanjian kerjasama yaitu para pihak, dalam hal ini (Indrawan dan Rusdi). Sedangkan Pihak ke Tiga tidak masuk pihak yang dapat mengambil manfaat terkait perjanjian tersebut, ini yang harus dipahami oleh penyidik Polri. Sehingga ketika paham berbeda, maka langkah penyelesaiannyapun akan berbeda.

Contoh, ketika Tujuan oknum Polri menghalangi proses hukum suatu perkara, langkah yang akan dilakukan adalah:

  1. Menghalangi melapor resmi(hal itu terjadi dengan kami)kata ketua FRN DPW SUmbar,
  2. Berikutnya, yang kedua menggagalkan bukti bukti tindak pidana yang dimiliki pelapor. SKU kami dibatalkan oleh Lurah Sei Sapih. Perjanjian kerjasama juga diusahakan untuk dibatalkan. Dengan cara meminta Notaris memberikan keterangan saksi terkait surat perjanjian yang dimaksud. Pada hal dalam perkara hukum, yang membatalkan perjanjian tersebut sudah ditetapkan melalui UU. bahwa suatu perjanjian batal ketika syarat tidak terpenuhi. Berikutnya Ahli memberikan keterangan, bahwa tanda tangan Rusdi dapat diduga dipalsukan. Hal ini juga sangat bertentangan dengan ketentuan hukum, yang diperkarakan tindak pidana, sedangkan yang diproses segala hal terkait bukti bukti yang dimiliki pelapor.
  3. Membuat rekayasa cerita dari perkara, arahnya dialihkan ke tujuan lain. Polri tidak bekerja sebagaimana mestinya. Mengumpulkan barang bukti dan membuat terang perkara pidana. Karena tujuan sudah berbeda, maka oknum Polri menggarahkan ke sisi lain. Polri beusaha minta keterangan Ahli, jika penyidik Polri mengikuti Aturan Hukum, Perkapolri yang menjadi acuan peyelidikan dan penyidikan, maka penyidik Polri tidak memerlukan keterangan ahli saat dilakukan penyelidikan/penyidikan. Karena Keterangan Ahli hanya bernilai sebagai alat bukti ketika diberikan di depan sidang pengadilan.

Penguasaan aset usaha Bypass Teknik oleh Pihak ketiga merupakan perbuatan pidana, jika dilakukan oleh bukan pihak-pihak yang berjanji (Rusdi dan Indrawan), hanya kami (Rusdi dan Indrawan)yang memiliki hak dalam usaha Bypass Teknik (Sesuai aturan UU).

Laporan Tindak pidana yang kami lakukan, terjadi saat Rusdi masih hidup (bulan September 2021), sehingga tidak satu orangpun yang berwenang selain kedua belah pihak (Rusdi dan Indrawan).

Makanya ketika ditanya ke Kapolsek Kuranji dan Kapolresta Padang, Kasat Reskrim Polresta Padang, para pemangku jabatan, penyidik Polsek Kuranji dan Polresta Padang, jawaban mereka sering mengganti-ganti atau tidak konsisten, Ketika bohong mereka ketahuan, dengan kata lain para pemangku jabatan tersebut terpaksa berbohong lagi, untuk menutup kebohongan yang dilakukan sebelumnya.

Apalagi laporan perkara nomor STTP/284, dan STTP/303 tanggal 7 Desember 2021, 26 Desember 2021 adalah barang yang diservice di Bypass Teknik Lima Puluh kota, tidak tarkait dengan objek perjanjian kerjasama.

Untuk itu Polsek berdalih lagi dengan mengatakan bahwa bukti kepemilikan pelapor tidak bisa menunjukkan bukti asli, pada hal, bukti pembelian dikirim melalui Whastapp. Bukti yang dikirim melalui Whastapp adalah bukti hukum yang sah, jika tidak, maka UU ITE sulit untuk dibuktikan. Karena sudah ada ketentuannya. Jadi Polsek dan Polresta Padang perlu menabah wawasannya agar perkara yang dilaporkan masyarakat tidak berhenti ditengah jalan.

  1. Statemen Bagwasidik Polda Sumbar

Bagwassidik Polda Sumbar melakukan permintaan klarifikasi pada tanggal 2 Agustus 2023 kepada Pelapor, Faisal  Ferdian, Istri Rusdi, Novelona (Notaris), Masrul (Lurah Sungai Sapih), Marlin (wartawan), penyidik Polsek Kuranji, dan penyidik Polda Sumbar.

Statemen Bagwasidik Polda Sumbar tidak benar, klarifikasi hanya dihadiri oleh:

  • Polri 12 orang
  • Faisal Ferdian dan Ivan (tidak oleh yang lain)
  • Indrawan sebagai pelapor

Disini terjadi lagi kebohongan, Novelona Anggaraini, Masrul,  Istri Rusdi tidak hadir dalam gelar perkara tanggal 2 Agustus 2023 (dalam surat Obbudsman 2 Aguatus 2022).

  1. Terhadap 2 barang dilaporkan Pelapor tidak didukung bukti. Peristiwa yang dilaporkan tidak cukup bukti karena Pelapor tidak dapat membuktikan kepemilikan berupa kwitansi pembelian mesin pompa air.

Penjelasan pelapor

Tidak didukung cukup bukti kata Polsek Kuranji, sedangkan Pelapor telah menyerahkan bukti bukti ke Polsek Kuranji dan Polresta Padang. Jika penyidik mengatakan tidak cukup bukti, artinya penyidik belum bekerja, penyidik belum melaksanakan tugas, sesuai aturan hukum dan perundang undangan. Karena mengumpulkan bukti bukti adalah pekerjaan Polisi

  1. Laporan di Polsek Kuranji telah dilakukan penyelidikan dengan hasil bahwa: laporan bukan tindak pidana dan perkara telah dihentikan penyelidikannya. Apabila ada novum baru dapat diberikan kepada penyidik Polsek Kuranji/Polresta Padang.

Polsek Kuranji telah melakukan penyelidikan, tapi penyelidikan tersebut belum sesuai dengan aturan hukum dan perundang undangan. Penyidik Polsek Kuranji belum melakukan olah TKP, Polsek Kuranji belum memasang garis Polisi di TKP,  jika olah TKP sudah dilakukan, Polsek Kuranji akan mendapatkan data data, bukti petunjuk berupa sisa barang yang disetor milik pelapor di Bypass Teknik dan hal-hal lain yang diperlukan untuk mengungkap perkara ini.

Dalam hal ini, diduga Polsek Kuranji telah menghalangi pelapor untuk mendapakan haknya (melapor di tukar menjadi pengaduan). Hak untuk melapor dilindungi UU, Polri wajib menerima Laporan (diwajibkan oleh UU), jika Polsek Kuranji tidak melaksanakan, artiya telah terjadi pelanggaran KEPP. Apalagi dalam hal ini bukti mesin pompa air merk Kipor 4inc telah disita oleh Polsek Kuranji, artinya perkara ini telah(sedang) dalam penyidikan. Ketika dihentikan Polsek Kuranji hanya mengeluarkan SPPLID bukan SP3. disini terjadi lagi keanehan dari satu sisi penyidik katakan perkara sedang dalam penyelidikan kenyataan sudah dalam penyidikan (kebohongan berulang dilakukan Polsek Kuranji).

Bagwassidik Polda Sumbar menyampaikan hasil pelaksanaan klarifikasi tanggal 2 Agustus 2022 kepada Direskrimum Polda Sumbar, tanggal 1 September 2022.

Hal ini juga berbeda dengan apa yang telah  terjadi, gelar perkara diadakan 2 Agustus 2023 bukan 2 Agustus 2022.

  1. Terhadap keberatan Pelapor yang disampaikan melalui surat No: 07 Tahun 2022 tanggal 20 Juni 2022, Bagwassidik Polda Sumatera Barat kembali melakukan permintaan klarifikasi pada tanggal 13 September 2022 kepada pihak terkait dengan hasil:
    1. Penyelidikan dilanjutkan dengan bukti kepemilikan yang dimiliki oleh Pelapor dengan mencocokkan barang bukti kepemilikan, secara detail sehingga tergambar dugaan pidana penggelapan yang dilaporkan.
    2. Kedua kasus diperiksa kembali dengan alasan diduga ada pidana penggelapan.
    3. Kasus akan digelar kembali setelah pulbaket.
  2. Bagwassidik Polda Sumbar menyampaikan hasil pelaksanaan klarifikasi tanggal 13 September 2022, dilaporkan kepada Direskrimum Polda Sumbar pada tanggal 11 Oktober 2022. Diperintahkan untuk penyelidikan lanjutan dan kembali memanggil saksi saksi.
  3. Terhadap keberatan Pelapor tentang tidak adanya kepastian hukum terhadap STTP Nomor 284, STTP Nomor 303, STTP 636 dan surat Indrawan tanggal 16 Oktober 2022, Bagwassidik Polda Sumbar melakukan klarifikasi kepada para pihak tanggal 29 November 2022 dengan hasil, peristiwa yang dilaporkan bukan merupakan tindak pidana.

Penjelasan pelapor

Bagwassidik seperti kebingungan, disebutkan Bagwasidik 4 orang hadi sedangkan terlapor yang hadir hanya Faisal Rusdi. Kemudian dari hasil gelar perkara sebelumnya dinyatakan Penyelidikan lanjutan dan memanggil saksi saksi, sedangkan pada poin 6 diatas, kembali lagi dengan pendapat bukan Tindak Pidana. Hal ini membuat binggung Bagwasidik Polda Sumbar.

Penyidik mengatakan perkara kami bukan tindak pidana. Harus dengan dasar hukum yang kuat dan jelas, bukan tindak pidana berdasarkan keterangan DR Fitriati SH MH. sangat gampang dibantah.

Setelah dikonfirmasi kepada Dr Fitriati SH MH, beliau mengatakan bahwa Dia hanya mendapatkan keterangan terkait dengan perjanjian kerjasama Rusdi dan Indrawan, bukan terkait barang service atau barang titipan, bukan terkait pelaku bukan terkait waktu kejadian.

Keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti, masih ada 4 alat bukti lagi yang harus didapatkan, justru penyidik tidak melakukan pemanggilan saksi saksi lengkap. Alat bukti diantaranya adalah surat, keterangan saksi, Petunjuk dan keterangan terdakwa. dan keterangan ahli ketika diterangkan di Depan sidang Pengadilan. Hakim memutus perkara berdasarkan keyakinan hakim dan dua alat bukti yang cukup. Diawal pemeriksaan, belum diperlukan saksi ahli.

Laporan atau STTP/284 dan STTP/303, STTP/636 tidak bisa disamakan. Satu laporan perkara barang yang diservice di Bypass Teknik Lima Puluh Kota, dan satunya lagi berupa barang objek perjanjian kerjasama (Rusdi dan Indarwan). berikutnya STTP /636 merupakan perkara barang titipan.

Laporan STTP/303 dikatakan bukan tindak pidana, merupakan petunjuk bahwa Penyidik Polri kurang pengetahuan atau sengaja menyelewengkan. Sehingga mereka sepertinya kurang memahami kontruksi pidana perkara yang dilaporkan, hal itu merupakan kesalahan berat yang dilakukan penyidik Polsek Kuranji.

Ketika suatu perbuatan dikatakan bukan tindak pidana, menyebabkan terjadi kejahatan terus menerus. tentunya kebijakan tersebut kesalahan pimpinan Polda Sumbar. Perbuatan pidana atau tidak ditentukan oleh unsur pidana suatu perbuatan. sedangkan, Dalam hal kepemilikan, apakah terduga pelaku menjual barang milik sendiri atau milik pihak lain. Saat Restoratif Justice di Polsek Kuranji, dikatakan oleh terduga pelaku bahwa barang yang dijual bukan milik pelaku, tapi kepunyaan orang tua atau ayahnya(Rusdi). Dalam hal ini peritiwa pidana terjadi saat Rusdi masih hidub. Ketentuan ataran UU (KUHAP) terduga pelaku tidak punya hak untuk menjual barang tersebut pasal 1340 KUHAP.

Akibatnya, kejahatan dibiarkan terjadi setiap hari dan terus menerus, tentunya tugas dan fungsi Polri dipastikan tidak terlaksana.

Sementara Polri sibuk beradu argumentasi mempertahan pendapatnya atau keputusan sebelumnya. Sibuk melakukan surat menyurat dengan pelapor.

Tugas dan fungsi Polri adalah melakukan penegakkan hukum, melayani, mengayomi, hingga tercapai keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Disisi lain harta kekayaan masyarakat tidak terlindungi. Sebagaimana disebut dalam perkapolri nomor 7 tahun 2022.

Melapor tidak diterima, adalah pelanggaran atas UU, secara khusus berikut kembali dijelaskan oleh pelapor:

  1. Berdasarkan pasal 108 ayat 1 KUHAP, disebutkan bahwa Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis kepada penyidik Polri, pasal 108 ayat 6 setiap pelapor atau pengadu wajib diberikan Surat Tanda Penerimaan Laporan atau Pengaduan (STPL/P) oleh penyelidik atau penyidik. Sering dalam hal ini, Polisi bermain dengan Laporan atau Pengaduan. Sesungguhnya keduanya harus di daftarkan dalam administrasi kepolisian. Apalagi sekarang Polisi sudah bertransformasi menjadi Polri yang presisi.
  2. Sesungguhnya dalam suatu Perikatan atau Perjanjian, bisa saja terjadi peristiwa pidana. Memang Perikatannya adalah perkara perdata, tapi selama perbuatan yang dilakukan memenuhi unsur pidana pasal yang disangkakan, berikut waktu kejadian setelah sakit dan sebelum meniggal dunia, tentang kewenangan berlaku hukum persekutuan modal, tentunya yang berwenang adalah pemilik modal, calon tersangkanya adalah keluarga Rusdi (adik, anak, istri dan adik istri Rusdi) anak dan adik istri Rusdi tidak memiliki hak dalam usaha Bypass Teknik. Karean disebut dalam pasal perdata hanya para pihak yang berhak, pihak lain tidak memiliki hak tersebut.
  3. Terkait Perjajian, dengan disewanya Bangunan toko oleh pihak lain, sama saja dengan mengambil atau menguasai hak milik orang lain seluruh atau sebagian. Karena dengan menyewa bangunan, pada prinsipnya, dapat diartikan permbuatan menguasai barang barang yang dimaksud.
  4. Khusus untuk peristiwa pidana, sesuai dengan kronologis diatas, karena pihak lain yang dimaksud dalam pasal 1340, 1338, 1337 KUHPerdata, tidak dibenarkan oleh UU, karena bukan para pihak, karena bukan pemilik modal, pihak lain tidak boleh dirugikan dan tidak boleh mendapat manfaat karenanya. (sesuai dengan pasal 1315, 1338 KUHPerdata).
  5. Terlapor terindikasi ingin memiliki, dengan tidak mengakui hak dari pemilik modal. Dalam pasal sangkaan sudah jelas bahwa barang sesuatu, yang seluruh sebagian kepunyaan orang lain, artinya bukan kepunyaan pelaku/calon tersangka atau calon terdakwa.
  6. Pembuktiannya dapat dilakukan oleh pelaku sendiri bahwa barang yang dijual diambil tersebut bukan milik pelaku. Bukan orang lain yang harus membuktikan. Jika orang lain yang harus membuktikan, maka setiap orang seharusnya dijadikan saksi. Polisi dalam hal ini, seakan tidak paham akan unsur perkara,Polri menghuindar ketika bicara unsur perkara, seharusnya anggota Polri yang bertugas harus dibekali ilmu yang cukup wawasan yang luas sehingga tidak terkesan bahwa Polri berpihak kepada terlapor.
  7. Dugaan perstiwa pidana terjadi pada saat Rusdi sakit dan sebelum meninggal dunia, pelaku adik dan anak Rusdi dan objeknya barang milik Indrawan 40% dari keseluruhan objek Perjanjian kerjasama, yang terletak digudang dan toko Bypass Teknik. Sedangkan gudang tersebut dalam keadaan terkunci. tentunya yang memiliki kewenangan hanya pemilik modal (Indrawan dan Rusdi). Jika adik dan anak melakukan perbuatan hukum tentu harus ada surat kuasa dari pemilik modal.

Jawaban Kompolnas RI yang di sampaikan berdasarkan surat ITWASDA Polda Sumbar

Bagwassidik Polda Sumbar menyampaikan hasil pelaksanaan klarifikasi tanggal 29 November 2022 kepada Direskrimum Polda Sumbar pada tanggal 8 Desember 2022.

Terhadap keberatan pelapor, tentang tidak adanya kepastian hukum terhadap STTP Nomor 284, STTP Nomor 303, surat Indrawan nomor 12 Tahun 2022, tanggal 20 Desember 2022.

Kapollda Sumbar mengeluarkan Surat Telegram kepada Kapolresta Padang tanggal 6 Januari 2023 dengan isi:

  1. Melaksanakan penyelidikan dan penyidikan secara profesional, proporsional, objektif, transparans, dan akuntabel serta melakukan pengawasan terhadap penanganan perkara dimaksud dengan mempedomani Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
  2. Optimalkan dan berdayakan peran Kepala Bagian Operasional (KBO) Satreskrim Polresta Padang, untuk melakukan pengawasan atas penyelidikan/penyidikan yang telah dilakukan.
  3. Segera lakukan mediasi dengan menghadirkan para pihak berperkara untuk dilakukan musyawarah dan fokus pada jumlah modal yang disetor oleh Pelapor kepada Rusdi.
  4. Segera kirimkan laporan kemajuan dengan melampirkan bukti kepada Kapolda Sumbar.

Penjelasan pelapor

Pada tanggal 6 Januari 2023, belum terjadi Laporan Polisi, tentunya yang dimaksud adalah tiga pengaduan di Polsek Kuranji dan Polresta Padang sebelumnya. Jika Polresta Padang taat dan patuh kepada Kapolda Sumbar, tentunya Polresta Padang harus telah menerima laporan Polisi, bukan menerima pelimpahan laporan dari Polda Sumbar tanggal 10 Februari 2023.

Sesungguhnya, dari bukti bukti yang kami dapatkan selama kami melapor, Polresta pada posisi tidak ingin perkara Bypass Teknik ini berproses dengan benar.

Buktinya semua isi telegram Kapolda Sumbar diabaikan, bukankah perintah atasan  adalah merupakan larangan bagi anggota Polri (perkapolri nomor 7 tahun 2022) untuk tidak mematuhinya.

Oknum penjabat di Polresta Padang ketahuan berbohong, tapi masih mencari celah untuk pembelaan diri. Jika terlanjur salah, akui salah.

Ternyata Polri belum presisi di Daerah Sumbar. Akibat kebijakan salah dai pimpinan mereka, Institusi Polri seakan akan dijadikan temeng sebagai pelindung terjadinya kejahatan.

Hal ini bukan mengada ada, nyata kami alami. Laporan terkait dengan Pengaduan di Polresta Padang STTP/636 tidak disebut sebut sama sekali oleh Polda Sumbar.

Mari kita perhatikan Kutipan Perkapolri Nomor 7 tahun 2022 berikut:

Pada hal dalam Paragraf 2 tentang etika kelembagaan, Pasal 10 disebutkan sebagai berikutnya :

Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kelembagaan, dilarang:

  1. Melakukan perbuatan  yang  tidak  sesuai  dengan ketentuan  peraturan perundang-undangan, dan/atau standar operasional prosedur, meliputi: Penegakan hukum, Pengadaan barang dan jasa, Penerimaan anggotaPolri, Pendidikan pengembanga
  2. Penerbitan dokumen dan/atau produk Kepolisian terkait pelayanan masyarakat tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
  3. Menyampaikan dan menyebarluaskan informasi yang tidak dapat dipertangung jawabkan kebenarannya tentang  Polri  dan/atau  pribadi pegawai negeri pada Polr
  4. Menghindar dan/atau menolak Perintah Kedinasan dalam rangka Pemeriksaan internal yang dilakukan oleh fungsi pengawasan terkait dengan Laporan atau Pengaduan masyaraka
  5. Menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan;
  6. Melaksanakan tugas tanpa Perintah Kedinasan dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  7. Melakukan permufakatan  Pelanggaran  KEPP  atau disiplin atau tindak pidan

Larangan dalam penegakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a angka I, dapat berupa:

  1. Mengabaikan kepentingan  pelapor,  terlapor,  atau pihak lain yang terkait dalam perkara yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. Merekayasa  dan    memanipulasi    perkara    yang menjadi  tanggung  jawabnya  dalam  rangka penegakan hukum;
  3. Melakukan penyidikan  yang  bertentangan  dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena adanya campur tangan pihak lain;
  4. Menghambat kepentingan   pelapor,  terlapor,  dan pihak terkait lainnya yang sedang berperkara untuk memperoleh haknya dan/atau melaksanakan kewajibannya;
  5. Mengurangi, menambahkan, merusak, menghilangan dan/atau merekayasa barang bukti;
  6. Menghambat  dan   menunda   waktu   penyerahan barang bukti yang disita kepada pihak yang berhak/berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  7. Menghambat  dan   menunda   waktu   penyerahan tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum;
  8. Melakukan penghentian  atau  membuka  kembali penyidikan tindak pidana yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  9. Melakukan  hubungan    atau    pertemuan    secara langsung atau tidak langsung di luar kepentingan dinas dengan pihak-pihak terkait dengan perkara yang sedang ditangani dengan landasan itikad buruk;
  10. Melakukan keberpihakan dalam menangani perkar

Setelah surat Kapolri Nomor R/1298/VI/WAS.2.4./2023/ITWASUM tanggal 23 Juni 2023, permintaan klarifikasi berdasarkan surat pengaduan Indrawan dan surat Kapolda R/390/VII/WAS.2.4./Itwasda tanggal 25 Juli 2023.

Menurut ITWASUM Polri dalam surat nomor B/6933 VIII/WAS.2.4./2023, tanggal 28 Agutus 2023 masih berproses, Polda sumbar sedang mengumpulkan bukti(dengan ditemukan novum/bukti baru).

Untuk selesainya tiga pengaduan di Polsek Kuranji dan Polresta Padang, Kompolnas RI harus melanjutkan kepada tugas berikutnya, kami minta Polda Sumbar  tidak menutup perkara ini, Kami ingin tau, dimana letak kesalahan yang terjadi.

Kompolnas-RI minta agar proses hukum perkara ini digabungkan ke Laporan Polisi tanggal 10 februari 2023. Selanjutnya Kompolnas-RI minta agar lanjutkan proses hukum yang telah berjalan.

Demikian tanggapan pelapor terkait surat yang berisikan hasil klarifikasi Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Barat, meminta memberikan tanggapan atas penjelasan yang dimaksud dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya surat Kompolnas RI.

Demikian atas perhatian, kami ucapkan terima kasih.

Padang, 25 Januari 2024, LSM KOAD,  Indrawan,

Tembusan Yth Bapak :

  1. Ketua Kompolnas Republik Indonesia, di Jakarta
  2. pimpinan Ombudsman RI wilayah Sumbar
  3. Kepala Kepolisian Republik Indonesia
  4. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat, di Padang
  5. Irwasda Polda Sumbar, di Padang
  6. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Barat, di Padang
  7. Arsip