Ternyata, Surat Kompolnas RI Dibalas Diam Diam Oleh IRWASDA, Bukti Bahwa Polda Sumbar Tidak Menginginkan Perkara Bypass Teknik Berproses

KabarDerah.com –  Ketua Fast Respon Nusantara DPW Sumbar, Salut dengan Polda Sumbar. Sepertinya Polda Sumbar tidak akan pernah mengakui bahwa Bypass Teknik perkara tindak pidana. Walau belakangan semakin jelas, banyak bukti menunjukkan bahwa bypass Teknik adalah perbuatan pidana.

Perkara Bypass Teknik, terkait keterangan ahli Prof Ismansyah SH MH guru besar Unand mengatakan melalui SPPHP yang dikirim Polresta Padang, ” bahwa terlapor tidak bisa dimintai pertanggungjawaban, karena yang menerima barang adalah Rusdi”.

” Benar, kata prof Ismansyah SH MH, hanya saja, ketika waktu terjadinya tindak pidana bukan setelah Rusdi meninggal dunia. Pelaku TP bukan Rusdi, Para pelaku adalah pekerja di Bypass Teknik dan yang paling penting perbuatan itu digolongkan pencurian. ini sangat penting dipahami “, kata wakil ketua umum urusan Dumas.

Sebaiknya, Kapolresta sebagai pimpinan dan Kasat Polresta Padang, harus memahami kata kata Profesor Ismansyah SH MH.

Prof Ismasyah tidak boleh lupa bahwa laporan telah dilakukan bulan September 2021, Tindak pidana terjadi dari tanggal 3 Agustus 2021 sampai tanggal 8 November 2021, dan terlapornya pihak ketiga, bukan Rusdi, sebut Ketua Fast Respon Nusantara DPW Sumbar.

TKP nya ada dua, pertama kota Padang dan kedua, Lima Puluh Kota, oleeh sebab itu dilaporkan di Polda Sumbar sebut ketua FRN. Sehingga menjadi salah ketika Dirreskrimum melimpahkan hanya ke Polresta Padang.

Dari awal dilaporkan, tidak kurang sepuluh kali kebohongan telah dilakukan, sampai akhirnya Bidpropam Polda Sumbar menjadikan Ne Bis in Idem sebagai senjata pamungkas.

Mempertahankan keputusan yang salah dari pimpinan sebelumnya, jelas tidak benar, apalagi dalam mempertahankan pendapat tersebut, Polda Sumbar harus mengorbankan nama baik yang tidak bisa dinilai harganya, harus mengorbankan tugas dan fungsi Polri.

Apa salahnya diproses, toh Polisi memang tugasnya adalah penegakkan hukum, sesuai aturan hukum, kata ketua FRN.

” Oknum di Polda Sumbar mungkin lupa, bahwa kekuasaan Yudikatif/kehakiman (Mahakamah agung dan pengadilan dibawahnya), bukan hanya Polri.

Jaksa, Pengacara dan Hakim merupakan satu paket dengan Polri, agar perkara sampai disidangkan di pengadilan.

Mana mungkin Polri bekerja sendiri, Masyarkat telah diberikan hak melapor oleh negara. Sayang kerena berbagai alasan, tidak dipatuhi oleh Polri. Laporan dengan dalih SOP menjadi alasan. Keadilan dari negara tidak akan pernah didapat oleh masyarakat “, kata ketua FRN.

Singkatnya, Polri tentunya tidak boleh memutuskan sendiri, Jaksa juga punya tugas menuntut, Pengacara juga berfungsi yang tidak kalah penting dan Hakim yang mengadili.

Ketua Fast Respon mengingatkan agar Polri presisi yang digagas Kapolri merupakan program yang harus dilakukan semua Polri di Indonesia.

Setelah  Kompolnas RI menyurati Kapolda Sumbar sebanyak tiga kali melalui surat resmi yang ditandatangani Dr Benny Jozua Mamoto, S.H, M.Si. belaiu meminta agar Kapolda Sumbar agar menindak lanjuti dalam waktu tidak terlalu lama.

terkait bypass teknik, Polri sepertinya bukan melakukan penegakkan hukum, namun berusaha membela Polsek Kuranji dan Polresta Padang.

Polda Sumbar melalui Irwasda berusaha membalas surat kompolnas tersebut, setidaknya mengulur waktu sehingga daluarsa perkara habis, tambahnya.

Surat yang diberitakan hilang sepertinya memang tidak sampai ke Kapolda Sumbar, dalam surat balasan tertulis Irwasda Polda Sumbar.

Tenyata tambahan jawaban Irwasda adalah byass Teknik sudah diselidiki Bidpropam dan diawasi Bagwasidik.

” Irwasda sepertinya punya kewajiban menegakkan benang basah terhadap perkara Bypass Teknik”, kata ketua FRN DPW Sumbar.

” Walau dengan berbagai kebohongan yang dilakukan penyidik Polsek Kuranji dan Polresta Padang. Irwasda terlihat mati-matian membela Polsek Kuranji dan Polresta Padang”, sebut Ketua Fast Respon Nusantara DPW Sumbar.

Dikatakan kata ketua FRN DPW Sumbar lagi, ” Bagaimanapun cara, IRWASDA memberikan alasan, namun IRWASDA sepertinya tidak akan mampu.

Tambahnya lagi, ” Seharusnya Irwasda, menyadari, Karena dari proses yang telah dilalui, sebelum melapor sudah dihalangi, selama dilakukan proses hukum penyelidikan, menghentikan perkara, PW FRN sudah mengantongi data rekaman suara pelapor yang dimintai sesuatu oleh oknum di Polda Sumbar” sebutnya.

Ketua FRN DPW Sumbar,  ” Saya senang, berbalas surat dengan Jendral bintang satu irwasda Polda Sumbar ” katanya lagi.

Kata ketua FRN DPW Sumbar, ” Irwasda dalam suratnya, mencoba menerangkan bahwa Bagwassidik dan Bidpropam Polda Sumbar telah melakukan Investigasi dan Penyelidikan, hasilnya berupa LHP telah dikirim ke mabes Polri. Irwasda dalam suratnya seakan menjelaskan bahwa Polri telah menjalankan tugas penegakkan hukum dalam perkara Bypass Teknik, serta melayani masyarakat “, Katanya lagi.

Tambahnya, ” Irwasda tidak menyadari, jika perkara Bypass Teknik adalah bukan perkara perdata. Seperti yang disebut dalam SPPHP dari hasil klarifikasi. Artinya sebagian SPPHP yang dikeluarkan Polsek Kuranji dan Polresta Padang serta Polda Sumbar sendiri merupakan pelanggaran KEPP. Termasuk SPPHP yang dikeluarkan Itwasda dan Bidpropam Polda Sumbar “, kata ketua PW FRN Sumbar.

Hanya untuk berproses sesuai aturan hukum saja, Polda Sumbar keberatan. lebih baik Irwasda membalas surat Kompolnas dari melakukan proses hukum terhadap perkara ini. untuk itu LSM KOAD kembali membalas surat kompolnas tersebut.

 Berikut surat LSM KOAD ke Kompolnas RI, redaksi sengaja pos kan melalui KabarDaerah.com:

Padang, 10 Juni 2024

Nomor surat : 08/LP/LSM-KOAD/BT/VI/2024

Hal:     Tanggapan surat kompolnas nomor B/2144D/KOMPOLNAS/6/2024, tanggal 4 Juni  2024.

 

Kepada Yth :

Bapak ketua Kompolnas

a/n Dr Benny Jozua Mamoto, SH, M.Si

Jl. Tirtayasa VII No.20, RT.9/RW.4, Melawai, Kec. Kabayoran Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12160, [email protected], [email protected]
Telephone: 021-7392315, 7392352 serta Fax: 021-7392317, SMS Center: 0812 82 444 555

di Jakarta

Assalamualaikum warahmatullah hiwabarakatuh,

Dengan Hormat,

Pertama saya doakan agar Bapak selalu dalam keadaan sehat walafiat tak kurang suatu  apapun, seluruh keluarga Bapak selalu dalam lindungan (Allah)Tuhan yang Maha Kuasa.

Kami ulangi lagi, bahwa Kami melapor ke Kompolnas adalah terkait penegakkan hukum, dan pelayanan, serta Menghentikan perkara, sebagai berikut sebagai berikut:

  1. Pertama, kami melapor ke Kompolnas pada prinsipnya karena Kami tidak bisa melapor di Polsek Kuranji, Polresta Padang dan Polda Sumbar. Sedangkan melapor adalah amanat undang undang, sedangkan alasan SPKT Polda Sumbar adalah perkaba dan SOP Polda Sumbar produk Polri.
  2. Kedua penyelidikan yang dilakukan oleh Polsek Kuranji, Polresta Padang dan Polda Sumbar tidak sesuai aturan hukum yang berlaku dengan kata lain diselewengkan, sehingga mudah untuk diakal akali (Rekayasa),  mudah untuk dihentikan, walau dengan alasan yang tidak benar.
  3. Ketiga, mengehentikan proses hukum perkara yang kami laporkan, di Polsek Kuranji, Polresta Padang, Polda Sumbar, tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, aturan yang dimaksud adalah KUHAP, KUHPerdata, KUHP, KUHAP, UU Kepolsian, serta Perkapolri.

Berikut kembali kami jelaskan, sesuai dengan data dan informasi yang kami dapat, terakhir dari Bidropam Polda Sumbar.

Kami telah memberitahukan semua kejadian ke Kapolda Sumbar  tanggal 3 November 2022, tanggal 8 November 2022 saat pertemuan dengan kami, Kapolda mengatakan bahwa perkara Bypass Teknik ”ada peristiwa pidana, akan di peroses di Polda Sumbar, karena kejadian disini, Polisinya disini”. artinya Kapolda Sumbar telah mengetahui keadaan ini.

Namun, Dirreskrimum Polda Sumbar justru melimpahkan ke Polresta Padang. Sehingga kata kata Kapolda Sumbar tidak bisa terlaksana. Akibatnya Kapolda Sumbar berusaha menghindar dari kami, beberapa kali kami datang untuk menemui Kapolda, selalu dihalangi Spripim Kapolda Sumbar.

Kami kembali berkirim surat ke Kapolda Sumbar, mohon dilakukan proses hukum terhadap perkara kami.

Kapolda Sumbar kemudian disposisi kan surat kami ke Bidpropam Polda Sumbar. Dugaan kami, Kapolda memberikan surat tersebut ke Bidpropam, karena Pelanggaran kode etika profesi.

Ternyata kami salah duga, Bidpropam Polda Sumbar menjawab tidak bisa menerima laporan karena Ne bis in idem. Jika kami tidak paham, semua usaha yang bisa dilakukan tentunya telah berakhir.

Dengan didisposisi ke Bidpropam, sebaenarnya Kapolda Sumbar ingin bukti, apakah Bidpropam Polda Sumbar sebagai Polisi nya Polisi, mampu bekerja profesional atau tidak.

Surat Pelapor ke Kapolda Sumbar(yang dijawab Bidpropam) kembali kami balas, Kami terangkan, Apa itu Ne Bis In Idem. sedangkan Kapolda Sumbar tidak membalas surat kami.

Setelah itu, Bidpropam Polda Sumbar tidak bersedia kami temui. Kami diantar Aspri untuk ketemu dengan penyidik Subbidwarprof.

Berikutnya pembicaraan Kami sebagai pelapor dengan Penyidik Subbid warprof.

Pelapor:                 Dalam Investigasi dan penyelidikan tidak ditemukan pelanggaran KEPP yang dilakukan Polsek                                        Kuranji dan Polresta Padang, sebagaimana  surat yang dikirim kepada kami. Apakah bukti yang                                      kami berikan kepada Bapak tidask sampai ke tangan Bapak?

Subbidwarprof:   Penyidik Subbid warprof langsung menyela, dengan bertanya balik, Apakah bapak bisa buktikan, bahwa penyitaan barang bukti mesin Kipor tersebut telah sesuai prosedur. Langsung Kami jawab, Bapak kami bukan terlapor, Bapak seharus bertanya ke penyidik Polri. Kami adalah pelapor(masyarakat), Bapak penyidik Propam, seharusnya prosedur yang harus dilakukan oleh Polri adalah tanggungjawab Propam, terlaksana atau tidak.

Pelapor:                 Jika penyidik Polsek telah menyita barang bukti, Apakah status perkara sedang dalam                                        penyelidikan atau penyidikan ?

Penyidik Subbid Warprof Propam: terdiam dan balik  bertanya.

Subbidwarprof:   Propam Polri punya strandar operation prosedur (SOP), apakah Bapak mengetahui, bahwa                                                penyitaan tersebut, tidak ada surat penyitaannya, sedangkan penyitaan barang bukti harus melalui                                  izin dari pengadilan.

Pelapor:                 Kalau begitu, Perkapolri yang mengatur penyelidikan dan penyidikan telah dilanggar.

Pelapor:                 Lalu penyidik tidak temukan pelanggaran KEPP, kenapa bisa demikian, kata pelapor

Pelapor:                 Ketika, Gembok dihilangkan, setelah diserahkan ke penyidik Polsek Kuranji. Mesin pompa air                                          merk Kipor telah disita Polsek Kuranji, artinya status perkara ini sudah dalam penyidikan.

Pelapor:                 Kenapa ketika perkara dihentikan, tidak ditemukan pelanggaran KEPP. Jelas aturan sudah                                                dilanggar.

Pelapor:                 LHP yang dikirim kepada Divpropam Polri, dikatakan tidak ditemukan pelanggaran                                             KEPP. Kenapa bisa demikian?.

Penyidik terlihat pucat mendengar pertanyaan Ketua LSM KOAD. Kesimpulannya bahwa pelapor telah menyerahkan bukti berupa foto mesin Kipor dan Gembok telah disita Polsek Kuranji.

Pertanyaan :         Apakah foto bukti gembok yang dihilangkan Polsek Kuranji dan Mesin pompa air mer Kipor yang                                     telah disita Polsek Kuranji, apakah telah Bapak terima.. ?

Subbidwarprof:  “ Dengan siapa bapak serahkan.. ?”

Pelapor:                 Dengan Bidpropam diruang ini. Saya punya tanda terimanya.

Lalu Penyidik Subbid Warprof yang berpangkat AKP tersebut terdiam dan akhirnya menjawab :

Subbidwarprof : “Saya tidak pernah terima”, katanya

Penyidik Subbidwarprof tidak sadar, bahwa sudah dilakukan perdebatan begitu panjang, tentang penyitaan barang bukti sebelumnya.

Tentunya, dapat disimpulkan bahwa dalam BAP Polsek Kuranji dan Polresta Padang yang dilakukan Subbidwaprof Bidpropam Polda Sumbar, tidak terdapat keterangan tentang gembok yang dihilangkan dan mesin Kipor yang telah disita oleh Polsek Kuranji dan Polresta Padang.

Dari penggalan kejadian ini, Perkapolri nomor 7 tahun 2022 telah dilanggar oleh Polsek Kuranji dan Polresta Padang.

Seharusnya dalam LHP yang dikirim ke Divpropam Polri ditemukan pelanggaran KEPP. Nyatanya Bipropam Polda Sumbar mengatakan tidak ditemukan pelanggaran KEPP.

Kami berkesimpulan:

Agar ITWASDA tidak lagi membela Polsek Kuranji dan Polresta Padang, walaupun perintah atasan sebelumnya.

Membela kesalahan Polsek dan Polresta Padang hanya akan menjatuhkan kredibilitas dan nama baik ITWASDA Polda Sumbar.

Begitu juga dengan Bidpropam Polda Sumbar. Jika Bidpropam tetap membela Polsek Kuranji dan Polresta Padang, hanya akan mempertinggi tempat jatuh. Semakin dibela, Bibpropam tampak semakin ngawur. Karena setiap jawaban Bidpropam, bisa dipatahkan pelapor.

Bidpropam Polda Sumbar, tidak seharusnya menolak laporan, apalagi laporan tersebut telah berupa Laporan Polisi LP/B/28/II/Poloda Sumbar. Apalagi dengan alasan ne bis in idem.

Jelas jelas perkara ini belum pernah masuk ranah pengadilan, apalagi inkrah(berkekuatan hukum tetap). Sebagai mana dokumen SPPHP yang telah dikirimkan ke pelapor Nomor surat B/251/VII/HUK.12.10/2023/ Bidpropam, tanggal 12 Juli 2023.

Dalam Perkapolri nomor 7 tahun 2007 telah dilarang Polri menerbitkan dokumen yang isinya tidak benar. Bukankah Subbid warprof pun telah ikut melanggar aturan hukum itu sendiri.

Sangat banyak pelanggaran yang dilakukan mulai dari penyidik sampai ke propam sendiri, inilah yang harus dihindari. Polri harus patuh dan taat dengan aturan hukum, sehingga, Polri presisi sesuai dengan program Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo SIK segera menjadi jiwa setiap Polri.

Bagwassidik Ditreskrimum Polda Sumbar

Kami ingartkan bahwa surat tanggal 5 Agustus 2021, sepertinya tidak dilakukan oleh Bagwassidik Polda Sumbar, begitu juga Surat Telegram Kapolda Sumbar ke Polresta Padang. Untuk melakukan proses hukum dengan benar.

Bagwassidik juga demikian halnya, Bagwassidik memang telah melakukan klarifikasi, tapi klarifikasi yang dilakukan bertujuan untuk membela Polsek dan Polresta Padang.

Klarifilaksi yang dilakukan, hanya dihadiri oleh pelapor dan para anggota Polda Sumbar, Polsek Kuranji dan Polda Sumbar,  bahkan sampai 15 orang anggota Polri yang memberikan pertanyaan ke pelapor.

Sedangkan terlapor/pelaku tindak pidana tidak dihadirkan, lalu bagaimana mungkin, perkara kami akan berproses dengan benar, jika tujuan dilaksanakan penyelidikan dan penyidikan, bukan membuat terang perkara dan mengumpulkan barang bukti.

Kenyataannya, dua buah foto barang bukti dihilangkan dari BAP Subbid warprof Propam Polda Sumbar. Dua barang bukti dihilangkan dari BAP penyidik Polsek dan Polresta Padang. Lalu dijawab oleh propam tidak ditemukan peristiwa pidana, belum ada alat bukti. Bukankah hal itu adalah sesuatu yang bertentangaan dengan kenyataan dilapangan.

Mulai dari melapor telah dihalangi, tiga kali kami akan melapor yang diterima hanya pengaduan masyarakat, pada hal laporan ini bukan delik aduan, sehingga tidak diperlukan pengaduan baru bisa diproses hukum. Dan yang paling penting adalah Polri menerima laporan secara resmi sesuai UU KUHAP Pasal 108, dan memberikan surat tanda terima laporan.

Hal ini, setelah tiga kali melakukan pengaduan masyarakat, ketiganya telah 10 kali dillakukan kebohongan. Terkahir dengan alasan keterangan ahli DR Fitriati SH MH. Untuk ii kami punya rekaman suara DR Fitriati SH MH.

DR Fitriati SH MH mengatakan bahwa keterangan yang diberikan, berdasarkan surat perjanjian kerjasama, bukan berdarkan barang titipan, barang yang diservice di Bypass Teknik. Bukan pula berdasarkan pelaku kejahatan, bukan berdasarkan waktu kejadian tindak pidana. Jelas bahwa bahwa kejadian ini adalah tindak pidana, sehingga alasan penyidik dengan mengatakan bukan tindak pidana, adalah dicari cari.

Penyidik gagal membohongi kami, karena kami sebagai pelapor kukuh membuktikan bahwa perkara yang kami laporkan adalah tindak pidana.

  1. Kronologis jelas dan terinci sehingga mudah dipahami.
  2. Barang buktinya sangat lengkap.
  3. Terjadi sebelum ada hak waris (sebelum Rusdi meninggal dunia)
  4. Terkait persekutuan modal.
  5. Terkait perjanjian kerjasama dan terkait setoran modal.
  6. Para pelaku adalah pihak ketiga/pihak lain

Pihak ketiga / pihak lain tidak boleh mengambil manfaat artinya tidak punya hak dalam perjanjian kerjasama, tanggal 3 Austus 2021 sampai 8 November 2021 Rusdi masih hidup. Belum ada hak waris direntang tanggal tersebut.

Tinggal dilakukan penyelidikan dan penyidikan untuk mendapatkan petunjuk, dilakukan dengan benar, sesuai aturan hukum, sangat simple yang kami inginkan, perkara ini berproses sesuai aturan dan UU.

Tidak ada jawaban dari Kapolda Sumbar, terkait surat yang meminta dilakukannya proses hukum terhadap perkara bypass teknik.

Melalui surat kami yang diterima Kompolnas dengan nomor register 2344/3/RES/VIII/2023, bahwa kami tidak diterima melaporkan pidana oleh Polsek Kuranji, Polresta Padang, Secara lengkap kami telah melampirkan surat-surat ke Kapolda Sumbar dan Kapolri, hal itu kami lakukan agar Kompolnas memahaminya apa yang menjadi masalah sebenarnya.

Setelah Kompolnas menerima surat balasan dari Polda Sumbar nomor R/542/XI/WAS.2.4./ 2023/ITWASDA.

Kami menyimpulkan bahwa Polda Sumbar tidak menjawab dengan lengkap dan jujur surat permintaan klarifikasi dari Kompolnas. Polda Sumbar terkesan masih menyembunyikan sesuatu. Hal itu terlihat dari pola jawaban yang diberikan, baik kepada Kompolnas, Ombudsman RI, serta mabes Polri sekalipun.

Kami baru bisa melapor tanggal 10 Februari 2023, itupun dibantu oleh Kapolda Sumbar Irjen (Pol) Suharyono SIK SH dan Kasubdit III Akbp (Pol) Rooy Noor SIK, MH.

Setalah itu, barulah SPKT mau menerima laporan kami. Tapi, sangat disayangkan proses hukum tetap dihalang halangi oleh Polresta Padang.

Setelah satu bulan. Kami kembali kembali melaporkan surat palsu, memakai surat palsu, serta pemalsuan nama toko bypass Teknik di TKP Lima Puluh Kota.

Setelah tidak diterima melapor pemalsuan surat, kami melapor melalui surat tertulis tanggal 21 Maret 2023. Sampai saat ini surat itupun tidak diproses. Melapor dilakukan dengan dasar UU KUHAP, Pasal 108 KUHAP, bahwa melapor bisa dilakukan tertulis dan bisa datang langsung ke SPKT.

Balasan surat nomor B/2144D/KOMPOLNAS/1/2024, tanggal 15 Januari 2024 dari Kompolnas, yang merupakan klarifikasi dari Kapolda Sumbar, belum bisa membuat kami yakin bahwa perkara yang kami laporkan adalah perkara perdata. ITWASDA Polda Sumbar sebelumnya telah memberikan jawaban dengan mengatakan bahwa ITWASDA telah menerima pengaduan tanggal 8 November 2021. jawaban ITWASDA tidak memuaskan. ITWASDA seperti membenarkan jawaban Polsek Kuranji.

Hal itulah yang kami laporkan ke Kompolnas, bahwa melapor tidak diterima, kemudian laporan dialihkan kepengaduan masyarakat, lalu, dihentikan dengan berbagai alasan bohong.

Dari ITWASUM Mabes Polri, LSM KOAD mendapat jawaban yang sebenarnya, bahwa kami belum melapor, yang kami lakukan baru melakukan pengaduan masyarakat. Dalam hal ini mabes Polri benar.

Sebenarnya, Pengaduan masyarakat tidak sama dengan Laporan, laporan bisa merupakan delik Aduan dan bisa delik biasa, pidana murni. Sedangkan Pencurian yang kami laporkan adalah pidana biasa atau pidana murni.  Pengaduan masyarakat adalah pengaduan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap objek (oknum Polri atau ASN Polri).

Delik Aduan merupakan Delik yang dapat diperoses ketika di lakukan pengaduan oleh pihak yang dirugikan.

Mari kita perhatikan: Fungsi Polri bersama Jaksa, pengacara dan hakim adalah sebagai pemegang kekuasan Yudikatif. Polri tidak bisa menghentikan perkara yang dilaporkan masyarakat ditangan Polri sendiri. Itu adalah akal akalan Polri dalam menghambat proses hukum.

Sehingga pola yang diberlakukan kepada kami adalah tidak tepat. Seharusya Polri (Polda, Polresta, Polsek) menerima laporan kami, memberikan surat tanda terima laporan/pengaduan, kemudian lakukan penyelidikan dengan benar. Bukannya pidana murni dijadikan delik aduan. Itu merupakan akal akalan.

Sehingga tidak ada alasan Polsek Kuranji dan Polresta Padang bahkan Polda Sumbar untuk tidak menerima laporan kami. Tidak menerima laporan sama dengan melanggar UU pasal 108 KUHAP. Menerbitkan dokumen yang isinya tidak benar juga merupakan pelanggaran Perkapolri nomor 7 tahun 2022. Apalagi dilakukan bersama se Polda Sumbar, semua bagian melibat diri.

Bukankah Polri bertugas melakukan penegakkan hukum, melayani, melindungi mengayomi. Polri tidak ditugaskan untuk melindungi penjahat pelaku tindak pidana.

Tugas Polri mengumpulkan bukti, tidak ada dalam aturan Polri, bahwa Polri ditugaskan menghilangkan bukti kejahatan. Tugas Polri Membuat terang perkara pidana.

Bukankah Polsek Kuranji dan Polresta Padang telah melanggar aturan  UU, KUHAP, kemudian Bidpropam mengatakn tidak ditemukan pelanggaran KEPP. Jika Bidpropam ingin membela, jangan lakukan kebohongan dengan menyembuyikan bukti. 

Jika laporan tidak diterima, jelas undang undang telah dilanggar baik oleh Polsek Kuranji dan Polresta Padang maupun Polda Sumbar sendiri.

Indikasi pelaggaran telah terjadi, dapat kita buktikan melalui surat-surat yang kami terima.

Sehingga ITWASDA, dan Bidpropam Polda Sumbar berusaha membela Polsek Kuranji dan Polresta Padang.

Dengan mengatakan tidak ditemukan pelanggaran KEPP. Pada hal bukti-bukti yang kami serahkan ke Bidpropam dihilangkan dari BAP Subbidwarprof Bidpropam Polda Sumbar.

Demikian balasan surat kami berikan, hanya dua poin tambahan yang disampaikan, bahwa Bagwassidik telah melakukan tugasnya. Bidpropam juga telah melakukan Investigasi dan penyelidikan. Polri telah melakukan penegaggkan hukum, melayani melindungi dan mengayomi.

Investigasi ini, Kami lakukan untuk membuktikan bahwa di Polsek Kuranji, Polresta Padang, SPKT Polda Sumbar Tidak bisa Melapor.

Jika akan melapor (secara resmi) harus menyediakan sejumlah uang (membayar). Hal tersebut benar adanya, bukti yang kami peroleh adalah tiga STTP/284, STTP/303, STTP/636. Kami punya bukti rekaman suara. Ketika Kompolnas turun ke lapangan kelak. Bukti lain adalah perkara pengelapan Scafolding yang kami laporkan sebelumnya, Polsek Kuranji telah menerima sejumlah uang dari pelapor. Namun sayang perkara tidak selesai.

Kemudian, Ketika perkara akan ditutup SPPP/SP2LID, penyidik akan berusaha menurunkan status perkara, bagiamanapun cara, akan disusahakan untuk ditempuh, contoh mengatakan perkara perkara perdata, sehingga harus gugat dulu ke pengadilan. Diperjelas mana barang para pihak harus dipisahkan.

Sedangkan, kalau penyidik Polri mau belajar, bahwa kunci perkara ada ditangan Polri. Polri harus memahami. Mana perkara penggelapan mana pencurian, pencurian dengan pemberatan.

Penyidik harus paham dengan kata kata yang dikandung pasal seperti:

Mengambil barang sesuatu, seluruh atau sebahagian kepunyaan orang lain”. Dalam pasal tersebut tidak disebutkan jumlah, Pasal tersebut tidak mengharuskan, barang barang para pihak harus dipisah terlebih dahulu, Setelah itu baru dilakukan proses pidana. Perbuatan Pidana ditentukan oleh terpenhi unsur tindak Pidana.

Padang, 10 Juni 2024, LSM KOAD, Hormat saya,

TTD

INDRAWAN

Tembusan kepada Yth:

  1. Bapak Menko Polhukam dan Presiden Republik Indonesia di Jakarta
  2. Bapak ketua komisi III DPR-RI di Senayan Jakarta
  3. Bapak Kapolri di Jakarta.
  4. Bapak Kapolda Sumbar di Padang.
  5. Bapak/ibu Ketua Ombusman RI di Jakarta.
  6. Bapak Ketua Umum PW FRN di Jakarta.

KabarDaerah.com merupakan media Online Nasional yang terdapat di 24 provinsi, mengucapka terimakasih kepada seluruh pembaca, kami sengaja membuat cerita kasus yang terpingirkan dari pelayanan Polri. Bypass Teknik merupakan contoh perkara yang tidak diizikan berproses oleh oknum oknum di Polda Sumbar. Kelompok oknum tersebut sangat kuat pengaruhnya, sampai sampai institusi Polda Sumbar tak berdaya. Mabes Polri hampir luluh menghadapi perkara bypass teknik ini. (Red)

(Ketua Fast Respon Nusantara DPW Sumbar, Wakil ketua umum pengaduan DUMAS Polisi Se Indonesia.)