Riba Versus Sedekah

OPINI & ARTIKEL113 Dilihat

Oleh: Prof Emeraldy Chatra

Mengapa Allah mengatakan dalam Surat Al Baqarah ayat 276 yamhaqullahurriba wa yurbi sadoqaati (Allah menghancurkan riba dan menyuburkan sedekah)? Mengapa riba dihancurkan dan mengapa sedekah disuburkan? Apa kaitannya dengan kapitalisme yang sekarang mencengkram dunia dan menyengsarakan jutaan manusia? Sudah cukup banyak tulisan yang saya baca untuk menjawab pertanyaan ini, tapi belum sepenuhnya dapat memberikan jawaban yang memuaskan saya. Terutama ketika riba dan sedekah itu ‘ditempelkan’ ke dalam ritme kehidupan manusia saat ini.

Tulisan ini semata-mata hasil kontemplasi, perenungan. Boleh jadi sesuai dengan maksud Allah, tapi boleh jadi sebaliknya. Meskipun demikian paling tidak saya sudah berusaha mendekati maksud yang sebenarnya. Tentu saja yang paling tahu adalah Allah sendiri.

Memahami Riba

Riba bila dimaknai secara sederhana adalah kelebihan pembayaran dari jumlah yang seharusnya dibayarkan. Kata seharusnya mengacu kepada kewajiban yang sah, sedang kelebihan pembayaran adalah tambahan beban dari kewajiban tersebut. Misalnya, saya berhutang Rp 1 juta maka kewajiban saya membayar hutang tidak lebih dari Rp 1 juta pula. Bila saya harus membayar Rp 1.200 ribu berarti Rp 200 ribu adalah kelebihan pembayaran, dan itu adalah riba, sebuah kewajiban yang tidak sah atau haram.

Kelebihan pembayaran itu bisa dirasionalisasi dengan kata ‘bunga’, ‘uang administrasi’, ‘denda’, dll. yang membuat orang menganggapnya wajar dan masuk akal. Tapi rupanya kelebihan itu bisa beranak pinak sehingga jumlahnya melebihi kewajiban. Urang Rp 1 juta bisa berkembang menjadi Rp 5 juta, Rp 10 juta dst. Ada seorang pengusaha kuliner di Batam yang meminjam Rp 100 juta ke sebuah perusahaan jasa keuangan (rentenir berizin) ternyata kemudian menanggung hutang hampir Rp 1 M karena kelebihan pembayaran yang terus beranak pinak. Itu hanya sekedar contoh. Sebenarnya ada ribuan orang yang mengalami nasib serupa.

Orang yang sudah terjerat dan tercekik oleh riba akan mengalami masalah psikis yang lama kelamaan akan merambat kepada fisiknya. Mereka mengalami depresi yang ditandai oleh susah tidur, mudah tersinggung dan sering marah, curiga berlebihan kepada orang lain dan merasa hidupnya tidak aman. Apalagi kalau penagih hutang sudah mendesak sepanjang hari. Mereka jauh dari rasa bahagia walaupun tinggal di rumah mewah dan memiliki mobil mewah karena berhutang. Kegelisahan yang terus menerus akhirnya menimbulkan penyakit degeneratif seperti sakit jantung, darah tinggi, dll.

Riba ternyata tidak hanya menyebabkan kesengsaraan bagi individu, tapi juga instrumen untuk menaklukan negara dan bangsa. Kapitalisme global yang dikuasai kaum Yahudi menggunakan riba untuk memperkuat supremasinya di muka bumi.

Dalam kitabnya orang Yahudi, Deutronomi terdapat ayat-ayat yang melarang orang Yahudi memakan riba dari pinjam-meminjam antara sesama Yahudi. Namun orang Yahudi boleh memungut riba dari pinjaman mereka kepada orang lain.

Dalam kitab Deuteronomy (23:21), salah satu bagian dari Taurat dikatakan,
Unto a foreigner thou mayest lend upon interest; but unto thy brother thou shalt not lend upon interest; that the LORD thy God may bless thee in all that thou puttest thy hand unto, in the land whither thou goest in to possess it. (kepada orang asing yang kamu boleh mengambil bunga; tetapi kepada saudaramu janganlah kamu meminjamkan dengan bunga; bahwa Tuhanmu dapat memberkati engkau dalam segala hal yang engkau taruh di tanganmu, di negeri mana engkau masuk untuk memilikinya.)

Di kitab yang sama (15:6) dikatakan juga bahwa riba itu menjadi alat untuk memerintah banyak bangsa, dan orang yang meminjam tidak akan mampu menaklukan orang Yahudi.

For the LORD thy God blesseth thee, as he promised thee: and thou shalt lend unto many nations, but thou shalt not borrow; and thou shalt reign over many nations, but they shall not reign over thee . (Sebab Tuhanmu memberkati engkau, seperti yang dijanjikan kepadamu; dan engkau akan meminjamkan kepada banyak bangsa, tetapi engkau tidak boleh meminjam; dan engkau akan memerintah atas banyak bangsa, tetapi mereka tidak akan memerintah atasmu). ”

Kita tidak tahu apakah ayat-ayat di kitab Deutoronomy itu benar-benar datang dari Allah atau hanya karangan para rabi Yahudi. Namun kenyataannya memang selama lebih dari 3.500 tahun orang Yahudi menggunakan riba sebagai instrumen untuk menaklukan bangsa-bangsa di dunia.

Orang yang mengerti sistem keuangan dunia pasti sudah tidak merasa asing lagi dengan nama Rothschild. Orang Yahudi ini beserta keluarganya sampai sekarang menjadi penguasa keuangan dunia, menguasai 165 bank sentral dan menyebarkan sistem ekonomi riba ke seluruh penjuru. Bank-bank sentral yang dikuasainya itu termasuk Bank of England (Inggris) dan Federal Reserve, Federal Reserve Bank of New York (AS), The People’s Bank of China (China) dan Central Bank of Russia (http://humansarefree.com/2013/11/complete-list-of-banks-ownedcontrolled.html)

Tahun 2017 hanya empat bank sentral di dunia yang tidak dikuasai keluarga Rothschild, yaitu Kuba, Korea Utara, Iran, dan Suriah (http://www.univverse.org/politics/only-4-countries-left-without-a-rothschild-central-bank/ ). Penolakan negara-negara tersebut terhadap kontrol keluarga Rothschild melahirkan dugaan bahwa merekalah yang berada di belakang perang mematikan di Suriah serta tekanan internasional terhadap Iran dan Korea Utara.

Dari uraian di atas dapat dibuat simpulan bahwa riba bukan sekedar alat tapi adalah ruh dari kapitalisme global. Tanpa riba kapitalisme global akan mati. Mereka tidak akan mampu mengendalikan kesadaran orang, tidak akan dapat membujuk orang agar terus berhutang dan rela membayar bunga.

Bujukan mereka sering mengena karena mengeksploitasi kecenderungan manusia pada kehidupan mewah. Tidak ada orang yang tidak suka rumah bagus, mobil bagus, berjalan-jalan ke luar negeri, punya usaha besar, atau terkenal. Semua kecenderungan itu seringkali mengalahkan akal sehat dan mengabaikan soal halal dan haram. Pada saat itulah racun propaganda yang disuntikan melalui berbagai media masuk ke pembuluh darah umat Islam.

Sekarang dapat kita pahami mengapa kita sulit sekali melepaskan diri dari riba. Umat Islam sudah terperangkap ke dalam sistem yang sangat dibenci oleh Allah. Orang Yahudi membuat riba sebagai alat penggoda iman yang luar biasa daya tariknya. Mereka membuat skema kredit atau leasing yang sudah pasti mengandung riba, dan umat Islam di Indonesia ini sebagian besar adalah korbannya. ***

“Bagian I dari 2 tulisan, Bersambung”

(Penulis adalah Akademisi Universitas Andalas)