Pribumi siap siap di gantikan China

Dosen Universitas Pertahanan, Jakarta,   ini kemudian mengupas masalah kerusuhan massa dan berbagai kasus 1946, Malari 1974, Mei 1998.  Mengapa ECI menjadi sasaran kekecewaan masyarakat?

Pertama, wacana ECI adalah pendatang, bukan bagian etnis yang ada di Indonesia.

Kedua,  wacana ECI cenderung menutup diri dan bergaya eksklusif. Sifat eksklusifisme ECI ini masih ada. Studi kasus Kalbar menunjukkan sangat sulit terjadi hubungan ECI-Melayu-Dayak, mulai dari permukiman sesama  ECI, di sekolah mayoritas sesama ECI, di luar pelajaran mereka menggunakan bahasa Cina. Interaksi hanya terjadi saat jual beli barang dagangan di toko atau pasar. ECI merasa diri superior, pribumi inferior. Tidak terdapat tekanan budaya bagi ECI untuk berbaur dengan pribumi. Mereka dapat memenuhi sendiri semua keperluan budaya.

Ketiga,  wacana ECI bidang ekonomi, berada dalam lapisan atas dalam struktur ekonomi karena kedekatan dengan kekuasaan dan menguasai perdagangan di Indonesia. Berkembang citra kekayaan negeri ini berada ditangan ECI, menyebabkan kesenjangan sosial ekonomi kian melebar.

La Ode juga membahas tujuan politik ECI,  yakni menguasai pemerintahan dalam rangka mengamankan aset ECI. Jika selama ini  ECI “mengeluarkan biaya khusus” dihitung dalam biaya produksi, kemudian ditanggung konsumen melalui pembelian produk warga  ECI untuk para aparatur pemerintahan.

Sejak awal reformasi “biaya khusus” itu diganti dengan  ECI menjadi aparatur pemerintahan.

Penjajahan berlangsung kembali, seperti awal dijajah oleh Belanda, Jepang, kini ECI dan Cina komunis sebagai penjajah baru.

Di dalam BAB V, La Ode membahas: (1)  hubungan ekonomi Eci-Pribumi dalam politik nasional; (2) Indikator ECI sukses bidang politik dan ekonomi; dan, (3) Motivasi ECI masuk dunia politik.  Apa motivasi ECI (Etnis Cina Indonesia) masuk dunia politik?  Menurut La Ode:  (1) Kesetaraan sesama warganagera Indonesia;  (2) Perbedaan dan Kerusuhan Mei 1998; (3) Berpolitik untuk  keadilan;  (4) Berpolitik untuk demokratisasi;  (5)  ECI ingin menghapus diskriminasi; (6) Pola Pendekatan  ECI kepada Pribumi.

Di dalam Bab VI La Ode baru membahas “Trilogi Pribumisme”  sebagai metode resolusi konflik.  Prinsip pertama  pribumi pendiri NKRI. Asumsi dasar ECI sama sekali bukan pribumi. ECI di Indonesia antara lain Tio Ciu, Khek, Hokkien, Hok Cia, Kanton, dan Hainan sebagai keturunan imigran dari Cina Daratan. ECI bukan pribumi, karena garis sejarah nenek moyang mereka di Cina Daratan. Sedangkan nenek moyang pribumi semuanya di Nusantara.

Bagi La Ode, status sosial politik etnisitas  ECI di Indonesia dewasa  ini terbagi tiga bagian utama. Yakni (1) ECI total hidupnya eksklusivisme serta penampaknnya  superioritas atas  Pribumi; (2)  ECI guyub dengan lingkungan penghunian pribumi; (3)  ECI peranakan Indonesia karena telah melalui proses  kawin dengan pria atau wanita pribumi.

Prinsip kedua pribumi pemilik NKRI. Prinsip ini dikokohkuatkan dengan Sumpah Palapa 1334 M dan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 M. Secara de jure mendapat pengakuan 192 negara di dunia menjadi anggota resmi PBB. Status sosial  ECI tetap sebagai WNI keturunan  imigran Cina komunis. Tidak ada sama sekali kaitan sosial politik etnisitas antara pribumi dan ECI. La Ode lalu menegaskan ECI berniat mengambil alih kepemilikan dan kekuasaan NKRI dari pribumi.

Prinsip ketiga pribumi penguasa NKRI. Prinsip ini bagian logika kausalitas, dimulai karena “pribumi pendiri NKRI” mengakibatkan “pribumi pemilik NKRI”. Karena NKRI dididirikan pribumi, maka NKRI milik pribumi. Pribumi sebagai penguasa NKRI menjadi hak dasar pribumi sebagai pemegang kedaulatan NKRI. Tidak boleh dicabut dan dibagikan kepada bangsa lain. Trilogi pribumisme menjadi tuntutan terbaru pribumi dan non pribumi.

Harapan rakyat pribumi

Pribumi Nuasantara, seharusnya kembali kepada sejarah awal negeri ini.

Pribumi adalah rakyat kerajaan yang ada di Nusantara. selayaknya, sebagai pemilik negeri ini menyadari, bahwa satu satunya cara mengalahkan berbagai bentuk penjajahan adalah dengan kembali beriman kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Pelajari sejarah, di awal negara ini berdiri, raja raja Nusantara bersepakat menyerahkan negeri Nusantara ini dalam suatu bentuk negara kesatuan yang bernama Republik Indonesia atau NKRI.

Waktu 70 tahun yang menjadi kesepakatan dengan pemerintah Indonesia telah habis, ketika pemerintah belum bisa membuat rakyat adil dan makmur, maka selayaknya kita sebagai rakyat, mempertanyakan kepada pemerintah.

(sumber Muchtar Effendi Harahap, Ketua Tim Studi Network for South East Asian Studies (NSEAS)