Pemilu 2024: Momentum Politik Perwujudan Demokrasi Konstitusional Memperkokoh Integrasi Nasional

INDONESIA adalah negara yang menganut Demokrasi Konstitusional dengan landasan filosofis-ideologisnya adalah Pancasla dan landasan konstitusionalnya adalah UUD Tahun 1945.

Konstitusi Republik Indonesia mengatur dan mengamanatkan bahwa salah satu wahana demokrasi adalah pemilihan umum (Pemilu) yang diselenggarakan secara periodik lima (5) tahun sekali. Demi terbentuknya pemerintahan baru lima tahun selanjutnya, dengan Visi,Misi , dan amanat: mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia: masyarakat adil, makmur, sejahtera, maju, aman dan damai.

Dalam rangka itu, maka pemilu 2024 bukanlah sekadar repetisi ritual politik lima tahunan. Melainkan harus dijadikan sebagai momentum strategis bagi perwujudan demokrasi konstitusional demi memperkokoh persatuan dan kesatauan atau integrasi nasional, untuk merealissikan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 yang tahun ini kita peringati usianya yang ke-78 tahun. Nah, sukses tidaknya pemilu 2024 tergantung pada tiga kondisi utama berikut ini, di samping kondisi-kondisi lainnya, tentu saja.

Kontestasi Politik Bermartabat

Disebut kontestasi politik bermartabat karena menyangkut “manusia pemangku kepentingan” atau stake holder politik pemilu. Yaitu: Penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan BAWASLU (Badan Pengawas Pemilu). Pemerintah para kontestan pemilu yakni partai-partai politik,dan terpenting adalah rakyat ‘sang pemilik kedaulatan dan kekuasaan’. Para pemangku kepentingan pemilu 2024 sama-sama bertangung jawab atas terselenggaranya pemilu yang berkualitas dan bermartabat dengan prinisp LUBERJURDIL (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil).

Dari sisi rakyat pemilih, penting dicatat bahwa justru pemilu 2024 merupakan momentum perealisasian hak atas kedaulatan dan kekuasaan rakyat secara nyata, penuh, personal, tidak diwakilkan dalam hal pemberian suara, lima tahun sekali dalam bilik suara atau “kedaulatan bilik suara”.

Pemilu 2024 adalah momentum kejayaan kedaulatan rakyat untuk menentukan perjalanan nasibnya lima tahun selanjutnya, yang akan direlisasikan oleh lemabaga-lembaga representasi kedaulatan rakyat, yang akan dipilih dalam pemilu: DPR, DPD, MPR, dan Presiden.

Dari sisi penyelenggara pemilu, kualitas dan martabat kontestasi politik pemilu 2024 akan ditentukan oleh citra dan kinerja yang profesional dan produktif dari KPU dan Bawaslu berasaskan prinsip Luberjurdil. Penyelenggara pemilu harus bebas dari pengaruh dan tekanan kepentingan baik dari pihak elite kekuasaan ataupun elite politik maupun pihak nonkekuasaan dan nonpolitik, yaitu kepentingan golongan tertentu dalam masyarakat, yang mempunyai agenda tersendiri.

Dari sisi pemerintah, juga lebih berlaku komitmen dan tanggung jawab atas kualtas dan martabat kontestasi politik pemilu 2024. Lagi-lagi, prinsip Luberjurdil harus dipegang teguh oleh aparatur pemerintah dan netralits TNI dan Polri dari pusat hinga daerah. Setiap bentuk dan manifestasi pelanggaran prinsip Luberjurdil akan menciderai kualitas dan martabat konstestasi politik pemilu. Campur tangan langsung ataupun tidak langsun dari oknum aparatur pemerintah ataupun oknum TNI/Polri atas jalannya proses pemilu harus diwaspadai.

Dari sisi partai-partai politik sebagai kontestan pemilu, justru martabat, citra, dan kualitas performa diri dan rekam jejak adalah hal terpenting, yang akan menjadi pertimbangan dan penilaian untuk dipilih atau tidak. Terutama martabat, citra, dan performa diri Capres/Cawapres yang diusung koalisi partai maupun caleg yang yang ditampilkan oleh setiap partai politik. Begitu pula dengan citra, martabat, dan performa diri calon anggota DPD. Semuanya itu akan menentukan apakah mereka dipilih oleh rakyat atau tidak.

Kampanye Programatis

Kampanya adalah salah satu aspek dan tahap penting dalam seluruh proses pemilu, yang akan menentukan apakah partai politik peserta pemilu bersama Capres/Cawapres dan Caleg mereka dipilih atau tidak dipilih. Untuk itu ada dua hal penting yang harus diperhatikan oleh para kontstan pemilu.

 Pertama, adalah hindari kampanye ideologis, terutama ideologi primordialistik, yang hanya akan kontraproduktif dan berpotensi memecah bela persatuan dan kesatuan nasional dan menimbulkan disharmoni sosial.

Kedua, utamakan kampanye programatis. Parpol dan Capres/Cawapres serta para caleg mereka dan para juru kampanye atau jurkam harus mampu menyajikan program-program kerja yang berkualitas, konkrit, dan dapat dilaksanakan, program kerja yang kompetitif dan dapat dibedakan atara konstestan yang satu dengan konsten yang lain yang mempermudah rakyat menjatuhkan pilihan. Tertuama program yang menyetuh hajat hidup rakyat setiap hari. Hindari janji kampanye yang muluk-muluk karena akan menjadi bahan tertawaan para pemilih.

Adab Budaya Politik

Adab budaya poitik merupakan hal terpenting lainnya yang harus menjadi perhatian partai politik peserta pemilu, Capres/Cawapres, dan Caleg serta para Jurkam. Adab budaya politik dalam pemilu perlu ditegakkan dengan cara: Hilangkan dominasi emosi politik atas logika politik yang berlandaskan etika dan moral.

Kontestan dan Jurkam yang memiliki adab budaya politik yang tinggi akan dicintai dan dipilih oleh rakyat pemilih. Sebaliknya kontestan dan Jurkam yang hanya mampu mengumbar emosi politik, baik kampanya negatif maupun kampanye hitam, jelas akan ditolak oleh rakyat pemilih yang rasional dan punya hati nurani.

Rakyat telah belajar dan mengetahui bahwa hari-hari belakangan ini ruang publik sudah mulai dicemari oleh para oknum pemuja akal sehat atau rasionalitas, tetapi sekaligus juga membunuh akal sehat mereka sendiri dengan perilaku yang rasional, niretika, dan tuntutan moral. Mudah-mudahan hal seperti ini tidak menular sampai ke arena kampanye pemilu 2024.

Adab budaya politik kampanye pemilu harus dijunjung tinggi dengan ttidak melakukan politisasi identitas SARA demi kemenangan dalam pemilu. Pengalaman negatif dan pahit dalam Pikada DKI Jakarta 2017 hendaknya jangan terulang di tingkat pemilu nasional 2024. Kampanye yang sifatnya memperdungu dan menghina pihak lain harus dibuang jauh-jauh demi pemilu yang berkualits dan bermartabat.

Akhirul Kalam

Pemilu merupan salah satu bentuk wahana dan manifestasi kedaulatan rakyat dalam proses kehidupan berdemokrasi, berbangsa, dan bernegara. Sesuai dengan yang diamanatkan oleh Konstitusi UUD Tahun 1945 dan dasar negara kita yakni Pancasila.

Oleh karena itu, pemilu 2024 tidak hanya sekedar repetisi ritual politik lima tahunan yang menelan biaya yang sangat besar. Tetapi pemilu 2024 harus dijadikan momentum strategis, yang harus dimanfaatkan secara produktif dengan menjunjung tinggi kontestasi politik bermartabat, mengutamakan kampanye programatis dan bukan kampanyae ideologis, serta ditopang oleh adab budaya politik yang tinggi.

Hal tersebut tidak hanya demi memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional, tetapi demi legitimasi demokratis terbentuknya pemerintahan periodik baru lima tahun selanjutnya. Pemerintahan baru yang mempersiapkan dan menjalankan strategi-strategi pembangunan nasional yang berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045.**

*) Penulis adalah wartawan kabardaerah.com,anggota KWP (Koordinatoriat Wartawan Parlemen).