Banua Bukan Marga Papua

Oleh : Ismail Asso

DALAM GRUP WA  tersebar pendaftaran Calon Bupati Jayawijaya, beberapa nama sudah ambil formulir pendaftaran melalui Partai Politik, terlihat calon Bupati Jayawijaya Roni Elokpere, Paskalis Kosai, Marthen Yogowi dan John Ricard Banua.

Calon nama terakhir, Incumbent, sebutan populer para pendukungnya dengan jargon JRB Jilid II, selalu disosialisasikan diberbagai media sosial terutama WAG.

Pertanyaannya apakah MRP bisa karena itu boleh meloloskan beliau dengan marga Banua, sedangkan Marga Banua bukan marga berasal dari salah satu Suku-suku di Papua?

Marga Banua sejatinya bukan berasal dari Adat Budaya Papua melainkan marga dari luar Papua, marga ini entah berasal darimana, apakah ada di Toraja atau Menado atau Nias Sumatera sepenuhnya asing dan bukan marga salah satu suku Papua.

Apakah MRP PP tetap bisa meloloskan yang bersangkutan layak dan dianggap berhak mendaftarkan diri sebagai kandidat Bupati Jayawijaya? Ketika tulisan ini dibuat MRP PP belum mengambil sikap terkait pencalonan JRB Jilid II.

Secara Yuridis

Sesuai regulasi secara yuridis yang bersangkutan bisa diterima apalagi secara filosofis pada hakekatnya semua manusia sama dan kerabat satu sama lain betatapun perbedaan geografis, etnis, agama dan hal -hal primordial secara alamiah. Tapi secara umum perbedaan sifatnya pembawaan namun sejatinya manusia satu sama lain sama dan saling membutuhkan.

Sebelumnya John Banua pernah jadi Bupati selama 15 Tahun, memakai marga Asso, diberi mandat oleh Kepala Suku Assotipo, dengan kekuatan uang Beliau bisa jadi Wakil Bupati Jayawijaya selama 10 tahun + 5 Rahun lawan kotak kosong karena seluruh rekomendasi Parpol, diborong semua yang bersangkutan menyisakan kotak kosong bagi compatitornya tanp dukungan Parpol manapun.

Artinya secara yuridis (secara hukum, bisa dibayar dengan uang), celah aturan hukum UU bisa diinterpretasi bahkan bisa diamandement perubahan membolehkan yang bukan Asli Papua masuk jadi Calon Bupati Wali Kota dan Calon Gubernur lima Propinsi DOB Papua.

Secara Filosofis, kandidat Bupati siapapun selama seseorang manusia tanpa memandang atribut primordialisme, semua manusia sama apapun atribut primordialisme seseorang kita punya hak sama, dan semua manusia wajib dihormati karena semua kita sama punya hak asasi manusia paling asasi (dasar) yang sama boleh bahkan berhak menjadi pemimpin dimanapun. Negara -negara demokrasi maju menganut sistem ini. Seperti di Inggris Walikota keturunan India Muslim dan demikian juga di Prancis dan Amerika sudah biasa.

Secara Antropologis

Myhtogi asal usul kejadian manusia di Lembah Baliem Selatan (salah satu lokasi, masing -masing suku klaim Goa sekitarnya) mengajarkan bahwa semua suku bangsa manusia (seluruh umat manusia) Papua keluar dari satu lobang Goa disekitar Seinma kata yang lain, atau Maina atau sekitar itu.

Mythologi ini mengajarkan bahwa asal usul manusia muncul dari satu lobang Goa. Mythologi ini apakah metafora bahwa yang dimaksud lobang Goa adalah rahim seorang Ibu atau lobang dalam arti sebenranya, soal Goa mana dan lokasi mana masing-masing klen mengakui Wilayah Adatnya.

Secara antropologi mytologi ini pernah membunuh manusia raksasa bernama “NARUEKUL” atau “Narue Kut”. “Narue Kut” dilambangkan dengan burung, “kut”, artinya burung putih, burung Yakop atau Sue kut. “Ap WAREK” sebagai lambang, pembunuhan manusia asal bernama Narue Kut, atau dalam pelafalan umum Naruekul, dibagi rata. Semua Honai Kaneke menyimpan dan memiliki potongan manusia beda warna kulit putih itu sebagai miliknya.

Secara berturut -turut kemunculan manusia awal diiikuti oleh manusia berbeda warna kulit, disusul berbagai hewan yang beragam warna, bentuk dan bulu yang menakutkan pintu Goa lobang ditutup.

Kepercayaan manusia Papua Pegunungan berasal dari satu lobang terlepas gambaran bahasa metafora manusia Asli Papua Pegunungan hingga Papua Tengah Wilayah Adat Meepago mengakui berasal usul dari suatu tempat Goa, lalu tersebar memenuhi tempat diseluruh Papua Pegunungan hingga Pesisir Papua.

Mythologi asal usul kejadian manusia ini masih dihayati dan cerita dari mulut ke mulut dari satu Moety ke Moety, dari satu Fam ke Fam dari satu klen ke kelen secaa turun – temurun ratusan tahun bahkan ribuan tahun dari satu generasi ke genrasi lagi menjaga cerita ini bagi masyarakat Papua Pegunungan dengan berbagai variasinya tapi intinya sama.

Ketika untuk pertama kalinya muncul orang Barat membawa “kabar gembira”, Injil sebagai tonggak baru peradaban modern dari peradaban primitif, zaman batu, Orang Asli Papua salah menduga bahwa orang kulit dianggap arwah orang mati. Belakangan ternyata dugaan itu salah, bahwa Orang Kulit ternyata manusia juga.

Sejak awal ajaran Injil ditolak habis-habisan oleh masyarakat Lembah Balim. (Benny Giay, 1997), belakangan mereka datang mencari Ukumearik Asso untuk meminta perlindungan di Hitigima guna menyebarkan Agama Kristen di Seluruh Papua Pegunungan dari Hitigima sebagai pusat penyiaran Injil.

Kepala Suku besar Ukumearik Asso, menerima tamu terdiri dari orang-orang para penginjil dari Amerika, kehadiran bangsa Jepang, kehadiran berbagai bangsa asing terakhir kehadiran Soekarno diterima dengan layak. Kehadiran Injil dan Islam semua diterima dengan layak oleh Ukumearik Asso di Hitigima.

Ada sahabat sesama Kepala Suku Ukumearik Asso, mengusulkan agar para tamu Utusan Injil itu dibunuh karena asing dan membahayakan. Ketika itu dijawab oleh Ukumherarik Asso, dengan ungkapan terkenal NAYALI. Artinya artinya semacam penolong atau semacam hiasan, atau tamu yang dapat membantu menjaga Lembah Balim.

Apa yang dipaparkan mau menyampaikan bahwa sejatinya kehadiran para tamu sebagai awal mula tonggak perubahan dari zaman primitive dalam abad ke 20 pada tahun 1957, pertama kali CAMA menginjakkan kaki pertama di atas air Minimo, diterima dengan layak demikian kehadiran Sekarno dengan penempatan Trmasmigrasi di Sinata (Megapura Tahun 1965, lalu dipindah ke Nabire), awal mula Islam hadir di Lembah Balim.

Ini artinya Orang Asli Papua Pegunungan di Lembah Balim menerima tamu dengan layak, dan memberi makan dan memberi tempat. Secara mythologi ada anggapan semua manusia berasal dari satu lobang Goa tersebar diseluruh pelosok Tanah dan Lokasi Papua. Ada insiden “Nerue Kut” atau “Naruekul” dibunuh dan potongan-potongan seluruh tubuhnya disimpan di masing-masing Honai Kaneke, sebagai barang milik pribadi.

Seluruh tempat dilewati dan lokasi membawa potongan tubuh Naruekut dianggap sebagai tempat keramat klen suku tersebut, disinilah Tanah, Sungai atau Kali, Gunung dianggap sacral, suci, keramat, milik klen suku atau pernah melewati, singgah, melakukan sesuatu tindakan sacral dihormati sebagai pemilik suku atau klen sesuai dengan Fam atau marga, secara turun-temurun dipersembahkan, disimbolkan dengan Wam Esako Kagalek” (telingga babi dibelah sebagai tanda persembahan) tanda pengingat, ditandai dengan simbol telingga babi dibelah sebagai persembahan, pengingat, simbol penghormatan bagi alam semesta.

Pandangan ini tidak memungkinkan seseorang yang bukan seorang Putra Asli Jayawijaya Lembah Balim Jayawijaya tidak mungkin memerintah rakyat dan seluruh alam serta manusia Jayawijaya, sebagai Pemimpin, sebagai Bupati, sebagai pejabat. Secara antropologis Marga Banua bukan berasal dari salah satu Suku Suku Asli Papua.

Pandangan Secara Theologis.

Secara theologis misalnya didalam Al Qur’an menyebut: “ Wahai Manusia, kami Ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar saling kenal-mengenal, sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Tuhan adalah orang yang paling taqwa (takut). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al AQur’an Surat Al-Hujurat Ayat 13).

Ayat ini menegaskan bahwa semua manusia berasal usul dari laki -laki dan perempuan dan kesamaan derajat kecuali yang paling mulia adalah orang yang takut Tuhan atau yang paling taat pada ajaran ke-Tuhan-an dengan segala konsekwensinya sebagai pemimpin dimuka bumi karena akan dimintakan pertanggungjawaban kelak mati diakherat.

Ajaran agama Islam tentu sama dengan ajaran Kristen dan Yahudi karena ketiga agama ini sumbernya sama yakni Nabi Ibrahim As, atau ahli sosial Barat biasa menyebut dengan Abramic Religion.

Secara Politis

Sesuai semangat UU Otsus bahwa landasan filosofi munculnya UU Otsus bagi Papua dan Aceh didalam NKRI, adanya keunikan dan perbedaan sejarah, Adat Budaya, subsistem soal, agama dan keinginan rakyat mau memisahkan diri dari NKRI sebagai negara kesatuan.

Hal ini negara perlu menjawab dan memberlakukan UU Otonomi Khusus, agar rakyat Papua dan Aceh melasanakan pemerintahan sendiri sesuai karakter sosial budaya sebagai minoritas didalam Negara Kasatuan Republik Indonesia dengan UU NO 21 Tahun 2021 dan diubah (disempurnakan) dalam Amandemen tahun 2022, selain perimbangan Keuangan No 25 UU Otsus Tahun 2021.

Sekalipun ada perubahan amandement kelanjutan UU Otsus tahun 2022 tapi semangat dan essensi UU Otsus Papua sejatinya sama. Bahwa yang menjadi pemimpin sebagai Bupati, Walikota dan Gubernur harus melalui pertimbangan Majelis Rakyat Papua (MRP).

Otonomi Khusus sejatinya bukanlah satu-satunya hanya ada di Indonesia melainkan negara-negara lain didunia, memiliki Wilayah khas sama seperti Aceh dan Papua seperti Cina atas Taiwan dan Tanzania atas Pulau Comoro, Prancis atas Kaledonia Baru, Amerika atas Kepulauan Hawai dll.

Maka MRP sebagai lembaga kultural bagi Papua wajib memproteksi, menjaga dan melindungi hak-hak politik, sosial, adat budaya, ekonomi, Orang Asli Papua. Karena itu refresentasi (keterwakilan) Anggota MRP terdiri dari Tiga unsur yakni unsur Perwakilan Adat, Unsur Perwqkilan Agama, Unsur Perwakilan Perempuan.

Tujuan dibentuknya lembaga negara bersifat lokal bernama Majelis Rakyat Papua sepenuhnya agar menjaga hak-hak perlindungan Politik ( Calon Gubernur, Calon Bupati dan Walikota) seluruh Tanah Papua sesuai UU Otsus No 21 tahun 2021.

Banua bukan Marga Papua

Mengingat semua alasan baik secara antropologis theologis dan politis dikemukakan diatas. Mengingat negara membuat UU Otsus untuk melindungi keunikan atau kekhasan rakyat Paoua didalam mayoritas rakyat Indonesia berjumlah 250 Juta Jiwa. Maka tidak bisa tidak bahwa secara politik hak-hak politik rakyat Papua wajib dilindungi.

Maka secara politis Marga Banua dapat dianulir masuk kandidat Calon Bupati Jayawijaya karena Marga Banua bukan berasal dari salah satu suku-suku yang ada di Tanah Papua lebih khusus bukan berasal dari Papua Pegunungan. Maka pencalonan kali kedua atau JRB Jilid II dengan sendirinya tak dapat diloloskan oleh MRP PP.

Sekalipun secara theologis diterima, secara filosofis terima karena manusia sejatinya bebas memilih dan dipilih, tanpa melihat latar belakang, apalagi secara antropologis JRB orang Papua secara Adat Budaya namun secara politis bagi perlindungan hak-hal konstitusional orang Asli Papua dengan adanya proteksi politik oleh negara melalui UU Otsus maka, pencalonan JRB Jilid II dapat ditolak oleh MRP PP.

*) Penulis adalah Anggota MRP Pokja Agama Unsur Agama Islam.