Jokowi Biarkan Impor Beras Saat Panen Raya, Rahman Sabon : Kenapa Impor Beras Bukan oleh Bulog?

BERITA UTAMA, TERBARU166 Dilihat

DKI.KABARDAERAH.COM – Rahman Sabon Nama, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Dan Tani Tanaman Pangan Dan Hortikultura Indonesia (APT2PHI), yang juga Dewan Pakar HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) dimintai tanggapannya terkait impor beras 500.000 MT diawal tahun 2018 oleh Pemerintah.

Ia kaget mendengar pernyataan yang kurang cerdas justru dilontarkan oleh Menteri Perdagangan Enggar Lukito dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman kemarin siang bahwa impor beras ini tidak dijual ke pasar umum.

“Jadi untuk kebutuhan dan untuk kepentingan siapa peruntukan beras impor itu, kalau tidak untuk kepentingan pengamanan stok nasional yang juga nanti akan dijual ke pasar untuk stabilkan harga beras,” tuturnya kepada kabardaerah.com, melalui telepon seluler di Jakarta, Senin (15/1).

Rahman Sabon melanjutkan, bahwa impor beras bukan hal baru buat Indonesia. Apalagi Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan bahwa produksi beras tahun 2017 dalam negeri menurutnya melimpah di atas target mampu memenuhi kebutuhan nasional. Tetapi kenapa stok cadangan nasional Bulog kosong. Menjadi pertanyaan apakah Bulog tidak mampu menyerap pembelian hasil panen petani sehingga harus melakukan impor.

“Justru impor yang dilakukan Pemerintah saat ini bersamaan ketika musim panen raya sedang berlangsung yaitu Januari-April, kalau mengikuti pola panen yang dibuat Badan Pusat Statistik (BPS). Oleh karena itu, petani harusnya dilindungi Pemerintah sebab impor ketika panen raya berlangsung, jelas petani akan mengalami kerugian besar, harga gabah (GKP) dan beras ditingkat produsen petani padi akan anjlok,” jelasnya.

Menurut dia, sekarang Pemerintah melalui Menteri Perdagangan atas rekomendasi Menteri Pertanian telah menunjuk PT. Perusahan Perdagangan Indonesia (PPI) bukan oleh Bulog untuk mengimpor 500.000 ton beras asal Vietnam dan Thailand. Diperkirakan akhir Januari beras impor ini sudah masuk di pelabuhan bongkar Indonesia. Tentu beras impor ini akan membanjiri pasar untuk mengisi kantong-kantong konsumsi di kota besar.

“Sehingga jelas akan menekan harga gabah di tingkat petani produsen, karena beras dari daerah produsen Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan tersumbat tidak bisa mengalir ke wilayah konsumen di kota. Sehingga harga gabah dan beras ditingkat petani produsen akan merosot tajam di musim panen raya ini,” tegas Dewan Pakar HKTI ini.

Masih menurut Rahman, yang patut dipertanyakan kenapa Presiden Joko Widodo mendiamkan ketika Menteri Perdagangan Enggar Lukito mengebiri peranan Bulog, perannya diambil alih oleh PT. PPI ada apa? Seharusnya beras itu diimpor oleh Bulog, tetapi kenapa impor dilakukan oleh PT. Perusahan Perdagangan Indonesia (PPI). Kebijakan ini jangan dianggap remeh.

“Ini dilema besar, amburadol tumpang tindih tanggung jawab terkait penanganan pangan di era Pemerintah Jokowi. Bulog sebagai salah satu lembaga Pemerintah yang seharusnya memiliki peran begitu sentral dalam mengelola pangan nasional. Dalam Usaha Pengendalian Harga Pangan Bulog diharuskan dalam kebijakannya membela kepentingan konsumen dan juga tidak merugikan kepentingan petani produsen, makanya seharusnya Bulog punya persediaan stok yang cukup,” tegas Rahman.

Ia menambahkan, sekarang harga beras melonjak tinggi yang sulit dijangkau oleh konsumen dari kalangan rakyat menengah ke bawah. Kalau memang stok nasional dalam jumlah yang cukup dari catatannya stok Bulog sekitar 2,9 juta ton ditambah produksi melimpah menurut Mentan Amran, kenapa tidak digelontorkan ke pasar untuk stabilisasi harga melalui operasi pasar.

“Jadi aneh kok harga beras dibiarkan melambung hingga Rp.10.500/kg kenaikan hampir 30 % sekarang. Jadi menurut saya sebaiknya Pemerintah segera kembalikan peran Bulog tidak hanya sebagai operator tetapi juga sebagai regulator pasar,” pungkasnya.

(Raf/Ais)