Mulailah Melatih Diri Bersedekah

OPINI & ARTIKEL97 Dilihat

Oleh: Emeraldy Chatra

Umumnya bagi kaum muslimin kegiatan ibadah dilaksanakan berkat sosialisasi intensif sejak usia dini. Setelah dewasa tidak sulit bagi mereka melaksanakannya karena telah terbiasa.

Shalat dan puasa paling ditekankan di rumah maupun di sekolah, sehingga keduanya sangat melekat kepada identitas kaum muslimin. Mereka yang meninggalkan shalat dan tidak puasa di bulan Ramadhan akan dapat penilaian negatif dari teman atau kerabat sesama muslim.

Berzakat, sekalipun termasuk ke dalam salah satu rukun Islam, mendapat porsi minimal dalam sosialisasi primer di rumah tangga. Anak-anak diberi pengetahuan tentang zakat tapi mereka tidak dapat mempraktekan sebagaimana shalat dan puasa. Mereka belum punya harta untuk dizakatkan.

Kewajiban membayar zakat baru muncul setelah mereka punya harta sendiri. Itu pun kalau sampai nisab-nya. Tidak heran bila banyak yang merasa berat berzakat karena luput dari pembiasaan. Sedang shalat dan puasa yang sudah diajarkan dan disosialisasikan sejak kecil pun kadang-kadang masih tidak optimal dipraktekan, apalagi zakat yang ketika kecil sampai dewasa dan belum berpenghasilan hanya sekedar jadi pengetahuan. Pengetahuan dengan minim, bahkan tanpa praktek.

Hakekat duniawi dari zakat adalah memberi kepada sesama manusia. Hakekat ukhrawi-nya memberi pinjaman yang baik kepada Allah. Kata memberi punya makna yang sangat dalam. Ia sering diabaikan, padahal kata itu salah satu kata kunci yang paling penting dalam ajaran Islam.

Kata memberi dapat diartikan sebagai perbuatan melawan ego manusia yang cenderung ingin mendapat. Bahkan, kata Allah, manusia itu bersifat takut miskin, karena itu mereka tamak dan kikir (QS, Al-Israa:100). Orang tamak dan kikir berpantang memberikan sebagian hartanya kepada orang lain.

Kecendrungan manusia untuk tidak memberi meliputi berbagai perbuatan, bukan hanya dalam hal memberikan sebagian harta kepada orang lain. Kecenderungan itu dapat meluas kepada keengganan memberikan pertolongan kepada sesama manusia dalam bentuk perbuatan karena merasa rugi waktu atau tenaga.

Di jalan raya sering terlihat orang enggan memberikan jalan bagi pengendara lain, padahal perbuatan itu sama sekali tidak sulit. Hanya dengan sedikit menginjak rem, dalam hitungan detik. Orang pun enggan bertindak ketika melihat seorang perempuan tua terbungkuk-bungkuk membawa beban karena merasa bukan urusannya. Banyak lagi contoh lain untuk menjelaskan sifat manusia yang cenderung ingin diberi tapi tindak ingin memberi.

Tanpa kemauan memberi umat Islam tidak akan menjadi komunitas yang kuat. Masing-masing sibuk dengan ego dan nafsunya. Untuk kepuasan pribadi tidak jarang orang lain dijadikan korban. Tanpa rasa bersalah. Keserakahan dan kekikiran memecah ukhuwah muslim, sedang sedekah dan infak sebaliknya.

Seperti shalat dan puasa, memberi itu perlu latihan. Tanpa latihan, akan terasa sangat berat. Masalahnya, tindakan itu melawan ego. Melawan diri sendiri.

Anak-anak perlu dibiasakan memberikan sesuatu kepada orang lain. Sebagian sekolah dan tempat belajar mengaji cukup intensif membiasakan anak-anak berinfak. Alangkah baiknya kalau semua rumah tangga muslim, sekolah dan tempat belajar mengaji menjadikannya kewajiban yang setara dengan ibadah lain.

Kelak, ketika anak-anak sudah terbiasa bersedekah dan berinfak, kemudian mengerti apa hakekat memberi yang sebenarnya, akan mudah bagi mereka membayar zakat. Berzakat, bersedekah dan berinfak akan menjadi terasa nikmat dan mereka akan merasa bersalah bila tidak melakukannya. **

(Penulis Adalah Akademisi Universitas Andalas)