Kita Memasuki Masa Kelam Sejarah Pemilu Pasca Reformasi

OPINI & ARTIKEL68 Dilihat

Oleh : Tanzil Sa Sejahtera

Tidak usah membandingkan apa yang dialami rakyat sesudah melaksanakan hak demokrasinya memilih Presiden, dengan masa penjajahan dulu.

Kemerdekaan bisa tercapai karena bangsa Indonesia ketika itu sepakat berjuang hidup atau mati demi tegaknya Negara kesatuan di bumi pertiwi Indonesia.

Pada saat perjuangan itu yang mampu merekatkan persatuan salah satu adalah kejujuran segenap pemimpin kepada rakyat.

Oleh karena adanya kejujuran itulah para tokoh bangsa, para pahlawan, tentara rakyat, pejuang serta segenap rakyat bersatu padu membulatkan tekad berteriak allahuakbar kemudian pekik merdeka atau mati shahid.

Apapun yang disampaikan pemimpin benar-benar dipercaya sepenuhnya oleh rakyat. Bahkan rakyat setiap detik menunggu informasi apalagi yang harus diketahui dari pemimpinnya yang jujur dan tak berkianat itu.

Ketika pemilihan presiden secara langsung pertama kali tahun 2004, segenap rakyat Indonesia bersukaria menyambut pesta demokrasi terbesar dalam sejarah pasca runtuhnya rezim orde baru Presiden Shoeharto.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara waktu itu mendapat apresiasi baik dari lima pasangan Capres, sejumlah Negara asing maupun rakyat Indonesia.

Ucapan simpati maupun apresiasi itu muncul tentu bukan secara tiba-tiba saja, melainkan karena KPU mampu menjaga netralitas, kejujuran hingga menciptakan rasa berkeadilan dimata semua peserta.

Berakhirnya masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dua periode 2004-2014. Pada Pilpres tahun 2014 muncul dua pasang capres, Jokowi-Jusuf Kalla dan Prabowo- Hatta Rajasa.

KPU yang diketuai alm. Husni Kamil Manik ketika itu pun mampu menjaga netralitasnya atas ke dua pasangan Capres. Meskipun ada indikasi tak sedap menimpa komisioner KPU ber inisial HNG. Dia terciduk satu meja dengan mantan aspri Megawati, BG, direstoran SS kawasan Senayan. Kabar itu diklarifikasi beberapa saat menjelang hari H Pilpres.

Memang setelah penghitungan suara diumumkan KPU, mencuat masalah kecurangan di sejumlah titik. Seperti di Papua dan lainnya.

Gugatan yang dilakukan Prabowo-Hatta ke MK waktu itu dimenangkan Capres 02, pasangan Jokowi-Jusuf Kalla. Empat setengah tahun memerintah rakyat menilai kepemimpinan Jokowi tidak bisa dilanjutkan lagi!

Banyak program kerja yang mestinya berpihak kepada rakyat tidak bisa dia jalankan. sebagaimana mestinya. Ekonomi merosot, lapangan kerja sempit mengakibatkan membengkaknya pengangguran. Harga sembako, Listrik, BBM naik. Petani, pengrajin garam menjerit karena barang import banjir dipasaran.

Hal inilah yang membuat rakyat secara konstitusi ingin melakukan perubahan kepemimpinan dengan jalan memilih Presiden baru. Melihat konstelasi Politik sebelum, apalagi setelah Pilpres 17 April lalu, segala bentuk kecurangan, kelicikan dan menghalalkan segala cara masih saja berlanjut. sepertinya, Jokowi TIDAK mau melepaskan kedudukan apapun resikonya.

KPU, Bawaslu, aparat kepolisian, media massa, ASN, lembaga survei, akademisi, intelektual semua dikerahkan untuk kemenangannya. Indikasi Pemilu rekayasa dengan segala kecurangan itu sebenarnya sudah mulai terendus gelagatnya jauh hari. Bahkan sejak dua-tiga tahun kebelakang.

Diberbagai tempat masyarakat menemukan KTP-Elektronik tercecer atau dibuang. Ada pula yang berserakan di tengah jalan karena jatuh dari kendaraan. Lalu ditemukannya DPT bermasalah berkisar 30 juta. Kian hari menyusut menjadi lebih dari 17 juta. Meski diprotes, tapi KPU bersikukuh bahwa itu ada orangnya. Walaupun ketika diverifikasi ke alamat tidak ditemukan ujud orangnya.

Yang paling mengagetkan dan spektakuler adalah temuan puluhan kantong plastik kertas suara tercoblos di Selangor, Malaysia. Sempat menjadi saling tuduh antara dua kubu, setelah menemukan titik terang, KPU mengatakan” Lupakan dan anggap sampah saja.”

Sekarang, setelah pencoblosan usai yang menjadi silang sengketa adalah perhitungan hasil suara berdasarkan form C1 plano dari berbagai TPS. Hal ini diawali hitung cepat lembaga survei yang memberi klaim kemenangan bagi Jokowi- Mak’ruf Amin. Padahal hari pertama perhitungan TPS sejumlah data otentik yang masuk ke kubu 02 menyebutkan hasil kebalikannya.

Anehnya, hingga hari ke enam, Selasa, 23 April KPU baru mengumpulkan data belum sepertiga dari jumlah TPS yakni 813 ribu lebih. Data yang ada di tangan partai maupun saksi di TPS jumlah suara dengan input website KPU berbeda jauh dan menjadi olok-olok masyarakat.

Selain itu, form C1 sekarang menjadi rebutan ke dua pasangan Capres akan semakin rumit lagi, karena memang sejak awal adanya dugaan disembunyikan, bahkan ada yang dibuang karena kemenangan bagi salah satu pasangan. seperti kejadian di Batam.

Sedangkan, bagi daerah tertentu yang dianggap kurang menguntungkan, karena alasan sepele, Bawaslu dan KPU sepakat melakukan pemilihan ulang.Begitupun pada saat penghitungan manual di kecamatan, sejumlah saksi tidak diperkenankan masuk oleh sejumlah oknum kepolisian.

Dibeberapa tempat tampak dalam video menggunakan kekerasan karena tidak mengindahkan permintaannya. Bahkan ada pula emak-emak tidak boleh masuk karena sekelompok orang, termasuk aparat Polisi tadi menahan pintu kaca agar tak saksi yang berseberangan bisa melihat!

Melihat runutnya kejadian kecurangan yang menghebohkan sejarah Pilpres tahun ini. Sebagian besar tokoh agama, para intelektual, tokoh organisasi, para mahasiswa tidak merasa terpanggil menyuarakan kebenaran. KPU sebagai penyelenggara asik saja meneruskan cara kemenangan yang di “paksakan” itu. Begitu pula kubu 02 hanya jadi penonton saja akrobatik mereka hari ke hari tanpa membuat stetmen apa-apa yang merubah perilaku beruk tersebut.

Hingga hari ini, Selasa, 23 April di Website KPU perhitungan suara untuk Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur setelah saya cermati belum dimasukan datanya. Padahal masih satu kota dengan KPU pusat.

Apakah ada rencana lain lagi? Karena sehari sebelumnya sudah terciduk sebuah mobil KPU parkir di sebuah ruko di kawasan Condet, kec. Kramat Jati. Ngapain dia di situ pagi-pagi buta???

(Penulis adalah wartawan senior, mantan tim sukses Jokowi)