Akibat Kebijakan Baru WhatsApp, Pengguna Ramai-ramai Beralih ke BiP Aplikasi Milik Turki Turkcell

BERITA UTAMA57 Dilihat

DKI.KABARDAERAH.COM- Menyusul kebijakan WhatsApp yang mewajibkan penggunanya di seluruh dunia untuk menyetujui aturan privasi baru.

Para penggunanya dari Turki mulai menghindar dari kewajiban itu dengan beralih ke aplikasi pesan instan lokal.

BiP, sebuah aplikasi milik perusahaan jaringan seluler Turki Turkcell, memperoleh lebih dari 1,12 juta pengguna baru hanya dalam waktu 24 jam, dan memiliki lebih dari 53 juta pengguna di seluruh dunia sejak didirikan pada 2013, menurut data yang dibagikan oleh Turkcell, pada Minggu.

Sebagai aplikasi yang menawarkan layanan pesan, panggilan suara, dan video HD, BiP terus menjadi pilihan konsumen di 192 negara.

Di antara fitur-fiturnya yang khas adalah opsi pesan yang dapat hilang sehingga memungkinkan pengguna untuk mengirim pesan dengan aman karena pesan tersebut dapat dihilangkan di sisi penerima dalam waktu yang ditentukan oleh pengirim.

Selain itu dengan tombol daruratnya, BiP memungkinkan pengguna untuk berbagi lokasi dan situasi dengan 10 orang yang telah ditentukan sebelumnya, baik melalui pesan BiP maupun SMS. Layanan ini dibutuhkan jika terjadi bencana alam.

Fitur darurat tersebut memungkinkan akses ke telepon darurat – seperti ambulans, pemadam kebakaran, polisi.

Fitur lainnya, yakni fitur terjemahan, memungkinkan para pengguna mengobrol dalam 106 bahasa berbeda selama pengguna mengirim pesan instan.

Tagar #DeletingWhatsApp

Menyusul pembaruan paksa oleh WhatsApp dalam kebijakan privasinya pada minggu ini, para pengguna di Turki mulai menolaknya di Twitter dengan tagar #DeletingWhatsapp (#HapusWhatsapp).

Lebih dari 100.000 unggahan di Twitter dibagikan dalam sehari di Turki dan menggiring para pengguna beralih ke aplikasi pesan instan lokal.

Turki menyebut penguasaan bisnis teknologi digital oleh perusahaan China dan Amerika Serikat (AS) dan peran mereka yang semakin penting dari hari ke hari bagi pengguna di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir, sebagai bentuk “kolonialisme digital”.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan beberapa waktu lalu menyatakan dia berharap ketidakadilan dan marginalisasi baru tidak muncul melalui tren digitalisasi saat ini.

Bloomberg.com pada Minggu melaporkan kantor kepresidenan Turki akan menutup grup WhatsApp yang diikuti para jurnalis pada Senin hari ini dan menghimbau jurnalis untuk pindah ke aplikasi baru, yakni BiP.

Bloomberg.com menyebutkan BiP dimiliki oleh Turkcell, perusahaan telekomunikasi terbesar di Turki.

Pada 2020, sebagian besar saham Turkcell dimiliki lembaga investasi pemerintah Turki, yakni Turkey Wealth Fund.

Keputusan Erdogan untuk tidak lagi menggunakan WhatsApp adalah langkah terbaru pemimpin Turki itu untuk melawan raksasa media sosial global.

Baru-baru ini WhatsApp didenda oleh Turki karena tidak memiliki perusahaan lokal sebagai perwakilan sebagaimana diwajibkan oleh undang-undang baru di Turki.

TikTok milik China, yang pernah didenda bersama Facebook, pekan lalu setuju untuk menunjuk perwakilan lokal, tulis Bloomberg.com.

Perusahaan pertahanan Turki

Tidak berhenti di situ, perusahaan pertahanan terkemuka Turki, Havelsan, ikut mengembangkan perangkat lunak perpesanan lokal yang aman, yang disebut ileti.

ileti, yang dirancang untuk komunikasi korporat, adalah aplikasi pertama yang dikembangkan dengan Kriptografi Kotak Putih atau Whitebox Cryptography, tweet Havelsan pada hari Minggu.

“Dengan WBC, ileti melindungi data pribadi dalam perangkat lunak dan mencegahnya diambil oleh orang lain,” menurut situs web Havelsan.

“Dengan fitur ini, ileti selangkah lebih maju dari aplikasi pesan instan lainnya dalam hal keamanan.”

Aplikasi tersebut memastikan keamanan informasi dalam komunikasi perusahaan dan melindungi data dari gangguan pihak ketiga, katanya juga.
Eropa dikecualikan

Dari banyak aplikasi pesan, BiP, Dedi, Signal, dan Telegram adalah di antara yang paling banyak diunduh.

Layanan pesan Signal – yang diluncurkan pada tahun 2014 dengan slogan memperhatikan privasi, cukup menonjol sebagai salah satu platform yang lebih disukai pengguna daripada WhatsApp.

Aplikasi yang mulai disukai oleh lebih banyak pengguna sejak 2019 itu dikembangkan oleh organisasi nirlaba di AS, The Signal Foundation dan Signal Messenger.

Aplikasi lain yang menarik perhatian adalah Telegram. Aplikasi yang berkantor pusat di London ini didirikan pada 2013 oleh dua bersaudara Rusia programmer komputer, yakni Pavel Durov dan Nikolai Durov.

Whatsapp melakukan perubahan kebijakan privasi pengguna dengan meminta secara paksa para penggunanya berbagi data pribadi, seperti informasi akun, pesan, dan informasi lokasi dengan perusahaan Facebook.

Dikatakan bahwa aplikasi pesan itu tidak dapat digunakan kecuali persyaratannya tidak diterima.

Setelah mendapat reaksi keras, WhatsApp mengumumkan bahwa pengguna di “Wilayah Eropa” tidak akan terpengaruh oleh pembaruan tersebut, karena data mereka tidak akan dibagikan dengan perusahaan Facebook.

Namun menuru keterangan mereka di website aplikasi itu, wilayah yang dipermasalahkan hanya mencakup negara-negara Uni Eropa, sehingga WhatsApp masih secara efektif memaksa para pengguna di Turki untuk menyetujui ketentuan berbagi data dengan Facebook agar pengguna dapat terus menggunakan aplikasi.

Beberapa orang mengecam standar ganda manajemen WhatsApp dengan mengatakan WhatsApp takut dengan hukuman dari negara-negara Uni Eropa. **

(An/im)