Komisi X DPR RI Minta Kemendikbud Tidak Menghapus “Tunjangan Guru”,Ini Alasannya

BERITA UTAMA720 Dilihat

JAKARTA,KABARDAERAH.COM-Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda menyatakan bahwa, pihaknya belum menerima draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dari pemerintah. Ia menegaskan, Kemendikbud tidak menghapus tunjangan guru sebagaimana isu yang berkembangan belakangan terkait RUU Sisdiknas yang akan dibahas di DPR nantinya.

Sebaliknya,kata Huda, tunjangan itu harus dilanjutkan dalam RUU Sisdiknas demi perbaikan kesejahteraan guru. Apalagi, draft RUU Sisdiknas itu belum dikirim ke DPR RI, sehingga apakah masuk dalam Prolegnas 2023 atau Prolegnas 2024.

“DPR belum terima draft revisi RUU Sisdiknas yang baru. Komisi X DPR hanya mengetahui polemik di masyarakat terkait tunjangan guru. Jadi, apakah RUU Sisdiknas itu masuk dalam Prolegnas tahun 2023 atau tahun 2024, kita belum tahu,” tegasnya saat menjadi pembicara dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema RUU Sisdiknas dan Peta Jalan Pendidikan Nasional, yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI, Selasa (6/9/2022) di Media Center MPR/DPR/DPD RI, Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen,Senayan, Jakarta.

Untuk itu Syaiful Huda minta Kemenikbud melibatkan publik seluas-luasnya dalam pembahasan RUU Sisdiknas tersebut.

“Jangan hanya membuka website untuk RUU Sisdiknas itu, lalu dianggap sudah melibatkan publik. Saya harap terjadi diskusi, perdebatan dan gagasan dalam satu forum. Utamanya stackholder pendisikan sehingga pelibatan partisipasi publik itu maksimal.”

Selain itu, RUU Sisdiknas didahului dengan roadmap, peta jalan pendidikan nasional. Padahal, sebelumnya kalau peta jalan itu diteruskan oleh Kemendikbud RI, maka semua masalah yang menjadi polemik saat ini pasti dibahas.
“Tidak terkaget-kaget seperti sekarang ini, karena pasti akan ada perdebatan atau prakondisi terkait pasal-pasal tersebut. Inilah yang belum dilakukan, tutur Syaiful Huda.”

Sementara itu, Kapala Departemen Litbang Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sumardiansyah mengatakan seharusnya RUU Sisdiknas itu mewujudkan impian bagi pendidikan yang ideal ke depan, dan mempersatukan bukannya memecah-belah guru.

“Saya melihat ada tahapan yang tidak benar yang dilakukan Kemendikbud dalam pembahasan RUU Sisdiknas ini.”
Ia juga meminta keterlibatakan stockholder pendidikan tidak hanya formalitas, tapi perlu bertemu dan diskusi terkait pasal-pasal yang menjadi polemik tersebut.

“Masak tunjangan itu (dalam aturan peralihan) hanya berlaku selama dua tahun. Baik untuk guru maupun dosen. Nah, bagaimana setelah dua tahun, tak ada payung hukumnya, ya berarti dihapus,” pungkasnya.

Jadi, kami di PGRI melihat sistem pendidikan nasional berisikan mimpi, cita-cita, gagasan ide tentang bagaimana kita menciptakan sebuah desain pendidikan yang ideal.

Adapun, kata dia, sistem pendidikan nasional sebagai sebuah produk konstitusi seharusnya mampu mempersatukan kita, bukan memamnsakan dan mempecahbelah kita, hal ini kaitannya dengan komunikasi dari kemendikbud ristek yang memang selama ini bermasalah, sehingga gaduh itu yang pertama.

Kedua, secara instrumen saya sepakat dengan sudah disampaikan ada tahapan-tahapan yang memang tidak dilalui dengan dengan benar oleh kemendikristek, ketika pertama kali ide mengenai pembuatan rancangan undang-undang sistem pendidikan nasional digagas.

“Kami dari PGRI menyambut baik sebetulnya, karena kami juga terbuka terhadap ide perubahan, namun menjadi sebuah problematika ketika tahapan-tahapan perubahan itu tidak dilalui. Bahwa apakah sudah dilakukan studi perbandingan atau belum? Apakah sudah ada evaluasi terhadap undang-undang kita yang lama, dalam hal ini undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003, undang-undang 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dan undang-undang nomor 12 tahun 2012 tentang perguruan tinggi,” tutur Sumardiansyah bertanya-tanya.

Sedangkan Pengamat Pendidikan Asep Sapaat memberikan beberapa catatan penting apabila pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan yang akan membahas tentang RUU Sisdiknas dan segala macam kebijakan yang bakal berdampak bagi para guru.

“Pertama catatan saya, kita bisa luar biasa kalau Mas menteri banyak ruang untuk cerita dengan semua elemen tentang why. Karena saya pikir ruang penjelasan tentang WHY ini yang belum clear, sehingga kemudian ada ruang-ruang, persepsi tafsir-tafsir yang kemudian yaitu menjadi gaduh,” ujar Asep.

Kedua, kita harus memastikan bahwa kalau memang ini mau direvisi maka kemudian kita perlu jaminan. Nah, jaminan bahwa undang-undang ini harusnya lebih pro pada masyarakat. Terutama mereka yang kurang mampu.

“Menurut pemahaman saya, simpul terkuat pendidikan Indonesia itu terletak pada simpul terlemahnya apa simpul terlemah di pendidikan Indonesia, keberpihakan pada pendidikan marginal bagi masyarakat miskin, yang kedua guru,” urainya.

“Sehingga, kalau dua aspek ini bisa dikelola, dirawat, dikembangkan terus-menerus maka akan muncul kekuatan pendidikan Indonesia. Dan, jika itu belum bisa dikelola, dengan sangat baik, dengan kebijakan yang sistematis, efektif berkelanjutan dari hulu sampai hilir, ya, tidak akan pernah jadi kekuatan. Jadi, kita masih akan berada pada posisi ini,” tukasnya. ** Domi Lewuk.