Jalan Panjang Proses Hukum Perkara Usaha Toko Bypass Teknik

KabarDaerah– ketua LSM KOAD mengatakan kepada redaksi, bahwa pada awalnya sebelum dilaporkan ke SPKT sudah dikatakan bukan tindak pidana. Penyidik terlalu cepat menyimpulkan, pada hal yang disebut kesimpulan, tentunya setelah dilalui proses sesuai aturan, mulai dari penerimaan laporan yang terintegrasi sebagai Laporan Polisi, dilanjutkan dengan proses penyelidikan sesuai aturan hukum sampai kepada naiknya perkara ke tahap penyidikan. Bagaimana mungkin, Perkara bisa naik ke penyidikan jika LP belum diterima. Pada hal ketika telah dilakukan laporan Polisi atau informasi yang tercatat sebagai LP ditambah satu alat bukti yang sah, barulah proses hukum dapat dilanjutkan ke tahap penyidikan.
Dikutip dari Jurnal Hukum Online,
Pasal 17 KUHAP diatur bahwa perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Dalam penjelasan Pasal 17 KUHAP disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “bukti permulaan yang cukup” ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 angka 14 KUHAP. Adapun Pasal 1 angka 14 KUHAP menjelaskan mengenai definisi tersangka sebagai seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Dijelaskannya lebih lanjut

Dikutip  dari Hukum Online:

Dalam Pasal 17 KUHAP diatur bahwa perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Dalam penjelasan Pasal 17 KUHAP disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “bukti permulaan yang cukup” ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 angka 14 KUHAP. Adapun Pasal 1 angka 14 KUHAP menjelaskan mengenai definisi tersangka sebagai seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Membaca pasal-pasal terkait di atas, dapat disimpulkan bahwa KUHAP tidak mengatur mengenai definisi bukti permulaan yang cukup dalam tahap penangkapan.

Namun, hal ini telah diatur dalam Keputusan Bersama Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Kejaksaan Agung, dan Kapolri No. 08/KMA/1984, No. M.02-KP.10.06 Tahun 1984, No. KEP-076/J.A/3/1984, No. Pol KEP/04/III/1984 tentang Peningkatan Koordinasi dalam Penanganan Perkara Pidana (MAHKEJAPOL) dan pada Peraturan Kapolri No. Pol. Skep/1205/IX/2000 tentang Pedoman Administrasi Penyidikan Tindak Pidana di mana diatur bahwa bukti permulaan yang cukup merupakan alat bukti untuk menduga adanya suatu tindak pidana dengan mensyaratkan minimal satu laporan polisi ditambah dengan satu alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.

Pasal 184 KUHAP mengatur mengenai alat bukti yang sah. Sebelumnya, di dalam Pasal 183 KUHAP dinyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 184 KUHAP yang seringkali dikenal sebagai alat bukti yang sah dalam penjatuhan putusan oleh hakim, antara lain: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Membaca pasal-pasal terkait di atas, dapat disimpulkan bahwa KUHAP tidak mengatur mengenai definisi bukti permulaan yang cukup dalam tahap penangkapan.
Ketua LSM KOAD mengatakan bahwa ketimpangan terkait tindak pidana yang terjadi di TKP Toko Bypass Teknik diduga kuat telah menyalahi proses hukum sesuai aturan, penyidik yang tidak melakukan proses demikian, jelas tidak mendukung Polri presisi.
Berikut ini mari kita pahami apa yang dimaskud penyelidikan dan penyidikan

Penyelidikan,

Dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP disebutkan Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.”

 

 

Penyelidikan dilakukan berdasarkan :

  1. Informasi atau laporan yang diterima maupun diketahui langsung oleh penyelidik/penyidik;
  2. Laporan polisi
  3. Berita Acara pemeriksaan di TKP

 

Penyelidikan pada dasarnya bukanlah suatu tindakan yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, penyelidikan dapat dikatakan sebagai bagian dari fungsi penyidikan.

 

 

Penyidikan

Pasal 1 angka 2 KUHAP disebutkan  Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”

 

 

Pada dasarnya penyidikan adalah tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan.

 

Pada tahap penyelidikan, penekanannya diletakkan kepada tindakan “mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana.

 

Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti”. Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana yang ditemukan dan juga menentukan pelakunya.

Terkait perkara Toko Bypass Teknik seharusnya, disaat masih dalam proses penyelidikan, alasan menghentikan penyelidikan dengan alasan TIDAK DITEMUKAN PERISTIWA PIDANA.
Sebagaimana alasan Kasat Reskrim Polresta Padang bahwa belum ada alat bukti, dan bukan juga karena tidak terpenuhi unsur pengelapan dan terkait perjanjian kerjasama seperti alasan Kapolsek kuranji, kata pelapor perkara yang juga ketua LSM KOAD.
Lanjutnya lagi, “proses hukum perkara yang dilaporkan, harus dilakukan berkeadilan seperti ketikas dilakukan klarifikasi dan gelar perkara, contohnya terlapor dan pelapor diadirkan tinggal penyidik menyaksikan bukti bukti yang dikeluarkan masing masing pihak yang bersengketa”, sebut pelapor.
“Apalagi terkait dengan hak orang sudah meninggal dunia, dan yang paling penting, tentunya terkait dengan penegakkan hukum yang menjadi tugas polri. Sehingga tidak sepantasnya diulur, Apalagi lagi dugaan laporan pidana ke Polsek Kuranji dan Polres Padang terkait barang titipan”, kata pelapor yang juga ketua LSM KOAD itu.
Selayaknya Polsek dan Polresta bekerja sesuai dengan aturan dan perundang undangan serta Perkapolri, setelah menerima laporan, penyidik Polsek Kuranji dan Polresta Padang, seharusnya  segera melakukan penyelidikan sesuai aturan, melakukan olah TKP, dan mengamankan barang bukti.
dalam perkara ini, Polresta dan Polsek baru melakukan permintaan saksi saksi, justru tidak banyak yang mengetahui. Seharusnya Polresta Padang lakukan permintaan keterangan kepada MULYADI (calon tersangka), Ketika permintaan keterangan kepada Mulyadi diabaikan, penyelidikan akan menjadi sulit, tujuan penyelidikan sulit didapatkan, karena keterangan terdakwa adalah salah satu alat bukti yang sah.
Sesuai dengan SPPHP tanggal 28 Februari 2022. penyidik baru meminta keterangan dari Indawan, Rini Eka Gustia, Muhammad Zaki Arasy, Faisal Ferdian, Bayu Andeska, Ario Fernanda, dan Nalyadi.
Laporan baru dalam tahap penyelidikan, sedangkan hasil akhir Penyelidikan seharunya adalah dengan ditemukan peristiwa pidana atau tidak ditemukan peristiwa pidana.
Sedangkan ditahap penyidikan, pekerjaan penyidik adalah mengumpulakan bukti bukti dan petunjuk, membuat kesimpulan hasil penyidikan, melakukan gelar perkara yang dihadiri Jaksa penuntut umum, guna menetapkan bahwa perkara yang dilaporkan merupakan tindak pidana atau bukan tindak pidana. ketika gelar perkara dilakukan tanpa mengiktuti prosedur maka, sering terjadi penyimpangan-pinyimpangan yang membuat sebuah keputusan tidak berkeadilan.
Dalam hal ini Polresta Padang belum menerima Laporan Polisi dari pelapor, lalu penghentian perkara dilakukan dengan dasar laporan informasi, artinya Polresta Padang belum melakukan tugasnya sesuai aturan hukum yang diatur oleh UU, KUHAP dan Perkapolri, ulas Ketua LSM KOAD.
Lanjutnya lagi, “Dugaan penyimpangan yang dilakukan oknum dalam pelanggar aturan dalam perkara Bypass Teknik adalah:
  1. Tidak menerima laporan, tidak memberikan STTL
  2. Mempersulit masyarakat melaporkan pidana
  3. Mengalihkan laporan ke pengaduan masyarakat
  4. Tidak melakukan proses penyelidikan sesuai aturan perundang-undangan
  5. Menghentikan perkara tanpa melewati prosedur yang ditetapkan UU KUHAP dan Perkapolri.
  6. Menghalang-halangi proses hukum
  7. Menghilangkan barang bukti
Berdasarkan UU KUHAP, Polisi wajib menerima laporan terjadinya tindak pidana, dan wajib memberikan STTL bagi pelapor.
Setelah dijalani tahap demi tahap, ternyata sama, mulai dari Polsek, Polresta sampai ke Polda Sumbar, berlaku hal yang demikian, walau ada beberapa laporan Polisi yang bisa langsung diterima oleh Polresta Padang.
Seharusnya hal ini akan menjadi pembanding, kenapa laporan dari pelapor terkait perkara Bypass Teknik tidak diterima. Ketua LSM KOAD sempat meragukan laporan tersebut, karena, pada pemerikasaan awal sampai pemeriksaan kedua, nama terlapor masih belum diketahui dengan jelas, ungkap ketua LSM KOAD tersebut.
Lanjutnya lagi, “yang membuat kami tidak habis fikir, jika diamati LP yang diterbitkan tersebut juga belum banyak alat buktinya, sebagai contohnya, nama terlapor masih salah, tetapi sudah dibuatkan LP nya oleh penyidik Polresta Padang. jika dibandingkan dengan laporan pengaduan kami”, kata ketua LSM KOAD itu.
Yang membuat kita miris, adalah, semua unsur Pidana terpenuhi, bukti awal sudah ada, tapi, mulai dari Polsek Kuranji, Polresta Padang bahkan sampai setingkat Polda pun enggan melakukan proses hukum sesuai dengan aturan yang berlaku.
hal ini terbukti, ketika dilaporkan ke SPKT Polda Sumbar, mulai Mei 2022, sampai akhirnya menyurati Kapolda Sumbar bahkan sampai 30 September 2022, dan surat terakhir tanggal 20 Oktober 2022, seharusnya Direskrimum, telah merekomensasikan untuk melakukan penyelidikan sesuai dengan aturan.
Ada apa dengan perkara TOKO BYPASS TEKNIK ???
Kenapa Polri, mulai dari Polsek, Polres, sampai ke Polda Sumbar, seakan sengaja mempermainkan waktu, jelas jelas perkara ini buktinya banyak, bahkan ketika yang dilaporkan barang titipan pun, pelapor dibuat kesulitan. inikah yang disebut presisi (prediktif, transparansi, Resposif dan berkeadilan)?.
kata pelapor bahwa dia selalu diarahkan untuk melakukan pengaduan, bukan laporan polisi atau LP, kita mengetahui bahwa jelas ketua LSM KOAD.
Yang sangat lucu dan sulit diterima akal sehat kita. Saya adalah pelapor, tetapi diminta mencari siapa yang membeli, dan mendapatkan kwitansi dari pembeli tersebut.
Dalam hal ini Penyidik, diduga kuat telah keluar dari aturan penegakkan hukum yang seharusnya dilakukan. Polisi bekerja harus sesuai dengan aturan dan perundang undangan.
Ketua LSM KOAD menduga, diduga telah terjadi pelanggaran ETIKA PROFESI dalam menghalangi proses hukum, dimulai dari melapor ke Polsek Kuranji sampai ke Polresta Padang.
Bahkan laporan pengaduan masyarakat yang sudah dilakukan ke Propam mabes Polripun masih saja di abaikan.
Penyidik kepolisian juga seharusnya prediktif, responsif, transparan dan berkeadilan seperti slogan yang selalu didengungkan kapolri.
Pertanyaan saya adalah, Bukankah Polisi yang bertugas mengungkap kejahatan???,
Polisi ditugaskan oleh negara untuk pekerjaan tersebut, untuk itulah Polisi dilengkapi dengan berbagai aturan yang harus mereka patuhi. Hari ini, nilai-nilai tersebut sepertinya bukan lagi yang harus dipatuhi. sepertinya para pelanggar aturan perundang-undangan, sepertinya sudah bersepakat agar pengaduan yang dilakukan ke mabes Polri pun di lakukan tarik ulur, kata Indrawan ketua LSM KOAD.
Lanjutnya lagi, “dilihat dari kejadian yang saya alami, diduga terjadi menghalang halangi proses hukum, selama proses yang dilakukan di kepolisian khususnya Polsek Kuranji, Polresta Padang bahkan sampai ke Polda Sumbar sekalipun”, ungkapnya
“Sepertinya penegak hukum mulai dari Polsek Kuranji, Polresta Padang bahkan Polda Sumbar tidak serius menanggapi pelimpahan perkara pengaduan masyarakat dari Divisi Propam mabes Polri”, dijelaskan pelapor yang juga ketua LSM KOAD itu.
Sebagai pelapor tiga perkara, satu di Polresta Padang dan dua di Polsek Kuranji, Ketua LSM KOAD sangat tertarik dengan komitmen Jenderal Sigit ini. bahwa Jenderal Sigit akan mencopot anggota yang melanggar aturan.
“Saya sebagai ketua LSM, saya sudah capek dengan kejadian di Polsek Kuranji, Polresta Padang bahkan sampai ke Polda Sumbar sekalipun. dimana untuk melaporkan perkara pidana memakan waktu sebelas bulan. katanya
Bagaimana tidak??,
Tidak wajar jika, untuk melapor pidana saja tidak diterima, setelah satu bulan berusaha untuk melapor, akhirnya, saya diminta untuk menulis surat pengaduan masyarakat kepada Kapolda Sumbar, tambahnya.
Kemudian, setelah 6 surat saya layangkan, ternyata masih tidak kunjung dilakukan proses hukum sesuai aturan.
Saya diminta melengkapi bukti bukti, setelah bukti diserahkan ke anggota Wassidik Polda, saya masih diminta untuk menulis surat lagi ke Kapolda Sumbar, sehingga sampai hari ini tidak kurang 11 surat sudah kami layangkan ke Polda Sumbar, sampai sampai koosprim Kapolda keberatan menerima surat pelapor, ulasnya.
Lanjutnya lagi, “ Hari ini, Polisi sudah tidak peduli dengan Tribrata dan Catur Prasetya Polri, KUHAP, Perkapolri, kata ketua LSM KOAD ini.
“ Sehingga sangat gampang untuk menghentikan perkara yang di kadukan masyarakat ”, ucap ketua LSM KOAD lagi.
Saya berharap Bapak Kapolda Sumbar membaca berita di media KabarDaerah ini.
Jelas ketua LSM KOAD bahwa, Jenderal (Pol)Teddy Minahasa Putra memiliki potensi besar untuk menjadi Kapolri dimasa yang akan datang.
Sehingga sangat disayangkan, jika nama beliau cacat, karena laporan masyarakat yang tidak puas dengan penanganan perkara di daerah hukum Polda Sumbar dilaporkan ke Kapolri, Kabareskrim dan divisi propam mabes Polri.
Enam surat laporan pidana ketua LSM KOAD sampai saat ini sepertinya belum diproses sesuai aturan oleh penyidik, kata Indrawan ketua LSM KOAD itu.

Berikut Dijelaskan Tentang Unsur pidana Pasal 362 Pasal Pencurian

Barang siapa, yang mengambil barang sesuatu, atau yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.
Penyidik seharusnya paham bahwa pasal sangkaan adalah pencurian atau pasal 362, pasal tersebut merupakan delik biasa. Delik Biasa artinya tidak perlu pengaduan untuk dilakukan proses hukum oleh penyidik, jaksa sampai ke pengadilan. Atas dasar apa Polisi selalu mengarahkan pelapor tindak pidana, untuk melakukan pengaduan….???
Ketika penyidik telah menerima laporan atau pemberitahuan atas terjadinya kejahatan, seharusnya Penyidik langsung melakukan proses hukum, yang diawali dengan melakukan penyelidikan sampai ditemukan peristiwa atau tidak ditemukan peristiwa pidana, jika ditemukan peristiwa pidana dilajutkan tahap penyidikan, mengumplkan barang bukti dan menetapka tersangka, kata Ketua LSM KOAD.
Sebagai pelapor, Kami sudah menyediakan bukti-bukti surat, foto sebagai petunjuk, dan saksi-saksi bahkan kami sudah mecoba untuk memberikan masukan bahwa terkait perkara yang dilaporkan tidak tergantung keputusan pengadilan setidak-tidaknya bagi pelapor, karena aturan menjelaskan yang memerlukan keputusan pengadilan adalah pihak telapor yang merupakan Ahli waris Rusdi (alm).
Sedangkan yang menjadi kewenangan Penyidik, hanya pemenuhan unsur perbuatan pidananya saja. terkait hal ini tentunya, penyidik konsentrasi dengan perbuatan MENGAMBIL yang dilakukan pelaku, siapa pemilik barang yang diambil, mana bukti kepemilikannya, jika barang yang diambil adalah sebagaian milik orang lain, maka akan terpenuhilah unsur mengambil tersebut. sebut indrawan ketua LSM KOAD.
Perbuatan menghalangi proses hukum merupakan perbuatan pidana, akibat menghalangi proses hukum bukan hanya pelaku tap[i institusi Polri juga ikut menaggung akibat buruk.
Mari kita jadikan perisetiwa ini sebagai pengalaman, sulitnya melaporkan pidana mulai dari Polsek, Polresta bahkan sampai ke Polda Sumbar, mari kita rubah, jika Polisi sengaja mempersulit masyarakat melapor, bagaimana mungkin keamanan dan ketertiban yang menjadi isi tribrata dan catur prasetya polri akan tercapai. semua terpulang kepada Polri sendiri mau atau tidak berubah.
Akhir akhir ini Jendral Sigit mengatakan bahwa, ‘jika tidak patuhi aturan silakan keluar dari gerbong’. kata jendral Sigit.
Menyaksikan fenomena ini, Seharusnya Polri ditingkat daerah segera berubah, jelas ketua LSM KOAD.
Saya mengalami sendiri kejadian ini, sampai-sampai perwira setingkat AKBP pun tidak bersedia menandatangani surat serah terima bukti yang diminta utusan pelapor (Rini Eka Gustia), kata Indrawan
Saya sudah menduga, bahwa hal ini dilakukan agar perkara yang saya adukan bisa dimentahkan kembali.
Dengan diadakannya acara Klarifikasi yang dikemas seperti Gelar Perkara, semata mata hanya untuk mengambil keputusan bersama.
“Saya tidak yakin, hal ini merupakan perintah resmi pimpnan Polda Sumbar, Plrtesta Padang maupun Polsek Kuranji, hanya saja, ketika Penyidik tidak melakukan proses hukum sesuai aturan hal itulah yang dirubah, bagi saya sebagai pelapor tentunya berharap penyidik melakukan tugasnya”, kata ketua LSM KOAD ini.
Ketua LSM KOAD mengatakan bahwa, seandainya tiga perkara yang ditangani Divisi Propam Subbid Paminal melalui pelimpahan perkara nomor RND-1276-b/VI/WAS.2.4./2022/Bagyanduan tanggal 9 Juni 2022, kembali berproses dan sesuai aturan hukum yang berlaku, cukup membuat terlapor harus berfikir ulang, melanjutkan perampokan yang telah dilakukan selama ini. Sikap Polisi seharusnya Prediktif artinya antisipasi penyidik agar dapat menghentikan perampokan secara terbuka di TKP, disinilah letak fungsi kepolisian polsek, polres ataupun Polda Sumbar, katanya lagi
Lanjut pelapor yang juga ketua LSM KAOD itu, masalah saya bukan masalah besar, namun ketika terlapor menguasai sepihak persekutun modal bersama indrawan dan Rusdi, barang barang saya dikuasai bahkan sudah banyak yang dijual terlapor, jelas mereka harus pertanggungjawabkan karena bertentangan dengan Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
Yang membuat miris, setelah dilaporkan ke Polsek, Polresta dan Polda Sumbar, Polisi sepertinya membiarkan kejahatan terus terjadi di TKP.
Logika apa yang bisa membuat aparat penegak hukum berfikir bahwa harus diperdatakan terlebih dahulu.  jelas-jelas hanya strategi yang salah dilakukan oleh Penegak hukum, katanya
Oleh sebab itu, Saya jadi kukuh dan berkeinginan untuk memperjuangkan hak saya, walau sampai ke mabes Polri sekalipun, kata indrawan kepada media ini.
”Kita tunggu apa yang akan terjadi jika laporan Etika Profesi yang telah dilakukan pelapor ke Divisi Propam mabes Polri benar benar ditindak lanjuti sesuai aturan “, kata ketua LSM KOAD.
” Sebagai ketua LSM KOAD saya berharap Polda Sumbar berubah seperti yang diperintahkan Kapolri, bahwa beliau akan mencopot setiap ada laporan tentang pelanggaran anggota kepolisian ke Mabes Polri, kata Kapolri,
Seharusnya menjadikan Polres Polsek bahkan Polda Sumbar harusnya berhati hati dalam melakukan penyimpangan dari aturan”, ungkapnya (Tim)