Sumbar.KabaeDaerah.com-Melaporkan tindak pidana ke SPKT Polda Sumbar ternyata tidak mudah. Pelapor dipaksa bolak balik ke lantai 3 dan 4, dapat di bayangkan jika yang melapor orang yang sudah tua, dan kesehatan kurang baik, pada hal menurut aturan, melapor ke kantor Polisi cukup datang ke SPKT.
Polda Sumbar justru merubah tempat melapor, seakan akan Polda tidak memfungsikan SKPT yang telah disediakan Polri, pelapor harus mondar mandir menemui piket reskrimum.
Tugas dan fungsi SPKT untuk menerima laporan masyarakat sepertinya sudah berubah, SPKT yang katanya tempat melapor tidak berfungsi sebagai mana mestinya.
SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) bahkan dibuat mandul alias tidak berfungsi.
SPKT adalah tempat melapor bagi masyarakat, di Polda Sumbar SPKT hanya hanya berfungsi sebagai tempat mengisi buku tamu dan sekedar tempat diskusi tanpa keputusan, setelah itu pelapor akan diserahkan ke piket Reskrim.
SPKT yang disediakan Polri sebagai tempat melapor bagi masyarakat, peelapor justru diminta menghadap piket Reskrim.
Disinilah letak kesalahan yang terjadi, yang akan melakukan proses adalah reskrim, tentunya sesuka hati piket reskrim untuk menerima laporan, akibatnya, masyarakat kesulitan untuk melapor, hal itu kami rasakan sendiri, kata ketua LSM KOAD.
Menurut undang undang terkait melporkan pidana:
Namun, hal ini diatur dalam Keputusan Bersama Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Kejaksaan Agung, dan Kapolri No. 08/KMA/1984, No. M.02-KP.10.06 Tahun 1984, No. KEP-076/J.A/3/1984, No. Pol KEP/04/III/1984 tentang Peningkatan Koordinasi dalam Penanganan Perkara Pidana (Mahkejapol) dan pada Peraturan Kapolri No. Pol. Skep/1205/IX/2000 tentang Pedoman Administrasi Penyidikan Tindak Pidana di mana diatur bahwa bukti permulaan yang cukup merupakan alat bukti untuk menduga adanya suatu tindak pidana dengan mensyaratkan minimal satu laporan polisi ditambah dengan satu alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.
Pasal 184 KUHAP mengatur mengenai alat bukti yang sah. Sebelumnya, di dalam Pasal 183 KUHAP dinyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 184 KUHAP yang seringkali dikenal sebagai alat bukti yang sah dalam penjatuhan putusan oleh hakim, antara lain: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Pasal 108 (1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa
yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada
penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.
Pasal 108 (2) Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana
terhadap ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib
seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik.
Pasal 108 (3) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang
terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada
penyelidik atau penyidik.
Pasal 108 (4) Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor
atau pengadu.
Pasal 108 (5) Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan
ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik.
Pasal 108 (6) Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan
surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.
Pada proses lidik, kita hanya mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga tindak pidana.
Pada tahap ini kita belum bercerita tentang alat bukti. baru pada tahap berikutnya bukti bulti dikumpulkan dalam proses penyidikan.
dengan berpedoman kepada aturan perundang undangan, semoga petugas Polisi segera menyadari bahwa tugas Polri adalah melakukan proses pidana, bukan berdalih menolak laporan masyarakat, kata ketua LSM KOAD
Proses Penyelidikan yang perlu dipahami oleh masyarakat…
Karen ternyata masih banyak yang belum mampu membedakan antara perbedaan penyelidikan dan penyidikan dalam ranah hukum. Sehingga masih sering canggung ketika hendak memberikan kontribusi.
Secara singkat keduanya dapat dibedakan dari tindakan pengumpulan barang bukti utama. Penyidik mencari bukti utama sedangkan penyelidik bergerak atas bukti utama dan bisa menemukan bukti tambahan.
Proses Penyelidikan Berdasarkan Peraturan Negara
Dalam tahap penyelidikan tentu harus memiliki landasan berupa peraturan perundangan, tujuannya agar tidak terjadi pelanggaran dan penyalahgunaan kewenangan dalam melakukan penegakan hukum.
Oleh karena itu penyidik tetap berada dalam koridor penegakan aturan. hal ini perrlu dipahami agar tidak terjadi berbagai pelanggaran.
Dasar hukum penyelidikan sudah tertuang dalam kitab perundangan (KUHAP) dan menjadi landasan dasar dari petugas dalam bekerja. Pihak berwenang akan menjadikannya sebagai tolak ukur penindakan pelanggaran hukum, jadi proses pertama pada saat melakukan penyelidikan merupakan :
- Menanggapi laporan
- Mendapatkan indikasi
- Memperoleh perintah
Ketiga hal tersebut menjadi acuan utama petugas dalam menjalankan tugasnya, Jadi proses ini tidak boleh berjalan tanpa adanya ketiga acuan dasar.
Fleksibilitas penting namun ketika volumenya terlalu tinggi justru meningkatkan potensi adanya penyalahgunaan. Jadi harus ada laporan, indikasi, dan perintah penyidik sebelum penyelidik bisa bergerak.
Setelah laporan diterima misalnya baru kemudian berita acara terhadap penanganan sebuah kasus dapat berjalan. Namun sebelum masuk dalam berita acara masih ada pertimbangan apakah kasus tersebut akan masuk pidana atau tidak.
Karena ada perbedaan antara laporan dan pengaduan dimana keduanya memiliki urgensi berbeda. Laporan adalah sebuah hal yang perlu dilakukan masyarakat ketika terjadi kejahatan umum.
Sedangkan pengaduan adalah hal yang belum tentu kejahatan umum sehingga pihak kepolisian dapat mengambil tindakan. Contoh delik pengaduan misalnya terkait kasus pencemaran nama baik dan asusila.
Tujuan dari investigasi ini adalah untuk memperjelas apakah terjadi pelanggaran hukum atau tidak. Selain itu kegiatan investigasi juga berfungsi untuk mencari keterangan dan barang bukti pendukung.
Proses lanjutan setelah Berita Acara, ketika berita acara sudah selesai dibuat, artinya pihak kepolisian akan mengambil tindakan atas laporan atau pengaduan tersebut, disini pihak penyidik akan mulai proses penyelidikan dengan cara mencari barang bukti dan keterangan saksi.
Pada proses tersebut tentu saja akan terdapat batas waktu berlaku menurut aturan undang undang, karena ketika tidak ada batas waktu adalah antisipasi penyelewengan kewewenangan.
Sasaran kegiatan investigasi lanjutan adalah terduga pelaku tindak pidana, wilayah lokasi kejahatan, dan barang bukti lain. Semua itu harus dilakukan secara terstruktur dan sistematis agar bisa sempurna.
Proses penyelidikan menurut KUHAP, harus dipatuhi oleh setiap penegak hukum. Semua itu dilakukan agar proses hukum dalam mengungkap kebenaran terjadi secara sempurna tanpa cacat.
Pihak berwajib dapat melakukan investigasi baik secara terbuka maupun terbatas. Mengapa investigasi dapat dilakukan secara terbatas, tujuannya adalah meminimalisir gangguan dari pihak ketiga, apabila terjadi gangguan dan mempengaruhi penyelidikan, tentunya hasil keputusan kurang valid.
Setelah investigasi dilakukan maka analisis akan dikeluarkan oleh pihak penegak hukum. Analisis tersebut nantinya akan dijadikan acuan untuk menjerat terduga menjadi tersangka atau membebaskannya.
Bisa saja setelah melakukan investigasi lanjutan ternyata terduga tidak bersalah, oleh karena itu harus ada batas waktu agar nantinya terduga tidak menjalani masa kurungan terlalu lama karena sebuah kasus.
Proses tersebut akan terus dilakukan untuk mengungkap kebenaran dan memitigasi tindakan kriminal, Jadi proses penyelidikan memang sangat kompleks dan harus didukung oleh berbagai pihak.
Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum.
- Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana
- Mencari keterangan dan barang bukti
- Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri
- Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab
Selain itu, atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:
- Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan;
- Pemeriksaan dan penyitaan surat;
- Mengambil sidik jari dan memotret seorang;
- Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.
- Daerah hukum Kepolisian meliputi : Daerah hukum kepolisian Markas Besar (Mabes) Polri untuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Daerah hukum kepolisian Daerah (Polda) untuk wilayah provinsi; Daerah hukum kepolisian Resort (Polres) untuk wilayah kabupaten/kota; Daerah hukum kepolisian Sektor (Polsek) untuk wilayah kecamatan.
- Wilayah administrasi Kepolisian, daerah hukumnya dibagi berdasarkan pemerintahan daerah dan perangkat sistem peradilan pidana terpadu. Misalnya jika kamu melihat ada tindak pidana di suatu kecamatan, maka kamu bisa lapor ke POLSEK terdekat di mana tindak pidana terjadi. Tapi, kamu juga boleh melapor ke wilayah administrasi yang ada di atasnya seperti POLRES, POLDA atau MABES POLRI.
- Silakan langsung menuju ke bagian Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (“SPKT”) yaitu unsur pelaksana tugas pokok di bidang pelayanan kepolisian yang bertugas memberi pelayanan terhadap laporan/pengaduan masyarakat, memberi bantuan dan pertolongan, dan pelayanan informasi.
- Atas laporan yang diterima oleh SPKT (Penyidik/Penyidik Pembantu), akan dilakukan kajian awal guna menilai layak/tidaknya dibuatkan laporan polisi.
- Laporan polisi tersebut kemudian diberi penomoran sebagai Registrasi Administrasi Penyidikan yaitu pencatatan kegiatan proses penyidikan secara manual dan/atau melalui aplikasi e-manajemen penyidikan.
- Setelah itu, berdasarkan Laporan Polisi dan Surat Perintah Penyidikan, dilakukan proses penyidikan.
- Setelah Surat Perintah Penyidikan diterbitkan, dibuat Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (“SPDP”).
- SPDP dikirimkan ke penuntut umum, pelapor/korban, dan terlapor dalam waktu maksimal 7 hari setelah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan.
- Jika Tersangka ditetapkan setelah lebih dari 7 hari diterbitkan Surat Perintah Penyidikan, dikirimkan surat pemberitahuan penetapan tersangka dengan dilampirkan SPDP sebelumnya.
- Apabila Penyidik belum menyerahkan berkas perkara dalam waktu 30 hari kepada Jaksa Penuntut Umum, Penyidik wajib memberitahukan perkembangan perkara dengan melampirkan SPDP.
- Sebelum melakukan penyidikan, Penyidik wajib membuat rencana penyidikan yang diajukan kepada atasan Penyidik secara berjenjang.
- Rakyat sebagai pengadu dirugikan. keadilan tidak bisa mereka dapatkan.
- Sedangkan yang diuntungkan adalah Polisi sebagai penyidik. mereka tidak perlu repot dan capek capek mengumpulkan barang bukti, cukup dengan menunggu dikantor. bahkan perkara yang dilaporkan tidak jarang menjadi barang mainan.
- Keuntungan berikut, Polisi sebagai penyidik agak leluasa, mau dibawa kemana arah pengaduan, yang paling meresahkan bagi mereka yang tidak paham dengan alur pelaporan dan prosedur penyidikan, mereka terpaksa diam.
- Akibat pelapor dipaksa melakukan pengaduan, pelapor harus menyiapkan seluruh bukti bukti. sehingga ketika bukti tidak tersedia Polisi dengan tanpa rasa bersalah akank menghentikan penyelidikan/penyidikan.
- Dalam hal perkara BYPASS TEKNIK ini, Terlapor leluasa tetap melakukan kejahatan, dengan lamanya proses dikepolisian, seakan akan atau setidaknya terlapor bisa bersiasat, bisa mengatur strategi untuk memindahkan barang bukti yang seharusnya diamankan oleh penyidik.
Menyaksikan proses yang terjadi di Polda Sumbar, Bapak Kapolda Sumbar sudah seharusnya melakukan evaluasi terhadap sistem pelaporan yang diberlakukan oleh Polda.
Dimana tata cara yang berlaku di Polda Sumbar tidak sejalan dengan undang undang dan Perkapolri serta konsep “PRESISI” kepolisian masa depan yang digagas Kapolri.
Sangat tidak mungkin ketika Polda memberlakukan SOP yang katanya sesuai dengan perkabareskrim akan mempercepat Polri bertransformasi presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi, Berkeadilan). Kapolda harus melakukan evaluasi sesegranya sehingga bisa membuat pelayanan lebih terintegrasi, modern, mudah, dan cepat.
Agar tidak ada lagi alasan Penyidik untuk menghentikan perkara ini, Pelapor telah menyerahkan bukti-bukti sebagai berikut, Ketika bagwassidik mengatakan bukti tidak cukup, ketua LSM KOAD menyebutkan bahwa bukti yang dimilikinya sebagai berikut:
Berikut bukti bukti dugaan perbuatan pidana di TKP usaha TOKO BYPASS TEKNIK, jl Bypass KM 13 Sei Sapih Kota Padang:
- Surat Perjanjian Kerjasama (Rusdi dengan Indrawan)
- Surat Keterangan Usaha dari Lurah Sei Sapih Kecamatan Kuranji tanggal 19/11/2021
- Surat Keterangan Usaha dari Lurah Sei Sapih Kecamatan Kuranji tanggal 9/12/2021
- Pengesahan Badan Usaha toko Bypass Teknik oleh Kemenkumham
- Akta Notaris Pendirian Perusahaan PT Toko Bypass Teknik
- Nomor NPWP PT Toko Bypass Teknik : 098.837.2.201.000
- Nomor Induk Berusaha(NIB) 2207220015773 KBLI 46900
- Bukti penyerahan modal usaha, melalui tanda terima persekutuan modal tanggal 17/3/2018.
- Catatan penjualan toko Bypass Teknik (mesin Vibrator)
- Pernyataan kesaksian dari Mashendri
- Pernyataan kesaksian dari Marlin
- Pernyataan kesaksian dari Firmansyah, 2 lembar
- Pernyataan kesaksian dari Suradal 2 lembar
- Tanda terima penitipan barang yang ditandatangani Rusdi, Bayu, Zainal, Alam.
- Surat keterangan Rusdi telah meninggal dunia
- Catatan harian penjualan toko Bypass Teknik tanggal 31 Agustus 2021 terkait scafolding/stager.
- Foto terlapor sedang terkunci dalam TKP pada tanggal 31 Desember 2022.
- Foto terlapor sedang menjual Tabung Stylish di TKP
- Bukti Komunikasi WA dengan Rusdi
- Bukti transfer uang dari Rusdi kepada Indrawan Rp.5.000.000,- sebagai pembayaran uang honor bulanan
- Bukti catatan harian pengeluaran uang, atas perintah Rusdi kepada Mulyadi untuk Indrawan Rp.5.000.000,- sebagai pembayaran uang honor bulanan.
- Foto mobil Daihatsu Granmax pembeli sedang memuat Tabung Stylish di TKP
- Foto dokumentasi barang-barang Bypass Teknik (dikirim ke WA penyidik).
- Bukti foto transfer uang dari Rusdi ke rekening anak saya Aziza Azahra.
- Surat serah terima barang barang dari PT Yatchs Baroka
- Berita acara pembayaran PT Yatchs Baroka dengan inddarawan
- Foto-foto Anak Rusdi menerima surat somasi/peringatan.
- Foto barang bekas Bypass Teknik
- Foto gembok yang terpasang di toko Bypass Teknik
- Gembok yang sudah dirusak oleh anak Rusdi (alm)
- Foto terlapor yang telah merusak dan berada dalam TKP
- Foto scafolding dilokasi rumah Pelapor
Bukti bukti tersebut diterima oleh anggota Bagian Wassidik Reskrimum tanggal 29/08/2022, yang diserahkan pelapor.
Kami sebagai pelapor telah mendatangi SPKT untuk yang kesepuluh kalinya, mulai dari kedatangan pertama laporan sekitar bulan mei 2022, sampai melapor Tanggal 13 Desember 2022, kami selalu gagal untuk melapor.
Bahkan tanggal 13 Desember 2022, setelah kami diminta menghadap piket salah satu subdit Reskrim Polda Sumbar. tapi sesampai di lantai 3 kami dibiarkan menunggu begitu lama. Karena sudah terlalu lama akhirnya kami mohon pamit kepada salah seorang piket subdit, akhirnya melaporpun gagal dilakukan.
Yang kami alami sama dengan yang sebelumnya, saat kami menghadap piket Reskrim, kami diminta menceritakan kronologis, dengan sedikit melakukan debat, setelah itu, piket mempertanyakan bukti awal sebagai dasar membuat laporan.
Yang selalu kami perhatikan, bahwa sebelum laporan diterima, piket reskrim selalu melakukan hubungan telpon dengan seseorang, paling untung diizikan membuat pengaduan, jika pengaduanpun belum bisa diterima, akhirnya pelapor diminta menghadap wassidik, wassidik akhirnya meminta pelapor membuat surat laporan pengaduan masyarakat. Demikianlah yang biasa terjadi setiap kita akan melapor ke Polda Sumbar.
Pada hal sebelum melapor ke SPKT Polda Sumbar, kami telah minta izin dari bagwassidik Polda sumbar Akbp Hendri Yahya. Kami minta izin, karena kami memang dibuat letih dengan proses berbelit. Kami telah mendatangi ke SPKT Polda Sumbar sepuluh kali. Sedangkan melapor secara resmi selalu gagal alias ditolak.
Penolakan dilakukan, telah dimulai oleh piket SPKT, pada hal piket SPKT tidak bisa memutuskan diterima atau ditolak. Kemudian pelaor akan diserahkan kepada piket Reskrim Polda Sumbar, jika piket Reskrim kewalahan, maka akan diserahkan ke kanit, jika masih sulit diatasi pelapor akan diserahkan kepada kasubdit reskrimum.
Demikian ketatnya melaporkan pidana di Polda Sumbar, sepertinya petugas memang enggan melakukan proses hukum bagi masyarakat yang tidak memilki SDU, sebut ketua LSM KOAD.
Masyarakat dipaksa melewati proses berbelit untuk melaporkan pidana, pada hal jika petugas mau menyadari, tugas mereka sebenarnya sudah terbantu ketika seseorang datang untuk melapor. Ketika pelapor memiliki pengetahuan hukum dalam menjawab berbagai pertanyaan piket, menjalani proses berbelit yang melelahkan, kemudian memasuki sesi akhir dari melapor yaitu mengatasnamakan SOP.
SOP sering dijadikan kambing hitam ketika masyarakat yang memahami proses hukum dalam hal melapor.
Senjata terakhir bahwa Polda terikat dengan SOP yang berlaku masih bisa di jawab dengan mengikuti UU, KUHAP dan Perkapolri.
Seharusnya perkabareskrim tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk menolak, apalagi perkaba tersebut nyata nyata telah disalah artikan.
Sebagai LSM kami merasa terpanggil melakukan penelusuran terkait dengan tata cara melapor di Polda Sumbar.
Setelah tanggal 3 November 2022 mulai menjadi attensi Kapolda Sumbar Irjen Suharyono, S.iK, SH. bagaimana tidak jika proses yang harus dilakukan, surat kami sudah 26 pucuk yang kami kirimkan ke kapolda Sumbar.
Melalui 5 kali pertemuan dengan kapolda sumbar, mulai dari menyerahkan bundelan perkara Toko Bypass Teknik, sampai meyerahkan surat laporan perkembangan selama dilakukan proses oleh Dirreskrimum dan Bagwassidik Polda Sumbar.
Kapolda tidak memerlukan waktu lama, beliau menyimpulkan bahwa perkara Toko Bypass Teknik terkait dengan pencurian.
Ketika dilakukan dengan merusak gembok, dilakukan bersama-sama, lebih dari dua orang, dan perrnah tertangkap tangan pada tanggal 31 Desember 2021.
Lalu Kapolda bertanya,”hak pak indrawan 40% yang dituntut”.
Dijawab ketua LSM KOAD, “iya pak”
lalu Bapak kapolda dengan simpelnya menyimpulkan, peristiwa tersebut adalah pencurian dengan pemberatan, sebenarnya, sudah tidak ada masalah lagi, karena Direskrim telah mengeluarkan surat perintah untuk melanjutkan penyelidikan.
Hanya saja Polresta Padang dan Polsek Kuranji masih takut memanggil terlapor, sehingga perkara belum kembali berproses. tentu kita sebagai orang yang paham akan keadaan, sebenarnya sudah menjadi rahasia umum.
Pada Hal kata ketua LSM KOAD, “sepertinya Polsek Kuranji, Polresta Padang dan Polda Sumbar lebih suka berwacana dari pada melaksanakan tugas sebagai penegak hukum, kata ketua LSM KOAD.
Jika saja, Polsek, Polresta dan Polda Sumbar, menyadari bahwa proses hukum adalah tugas negara sehingga timbul keinginan melanjutkan laporan kami, tentunya tidak sulit karena hari demi hari kejahatan selalu terjadi tidap hari, barang bukti sudah banyak yang hilang, bisa dilakukan tangkap tangan.
Namun karena Polsek Kuranji dan Polresta Padang tidak lagi melakukan proses hukum, untuk itulah kami kembali melapor ke Polda Sumbar.
Setelah gagal melapor, kami kembali melakukan komunikasi dengan akbp Hendri Yahya Bagwassidik Polda Sumbar.
Pada awalnya kami hanya sekedar memberi informasi bahwa kami masih gagal untuk melaporkan pidana di Polda Sumbar.
“Bagwassidik kooperatif melayani komunikasi via WA”, kata ketua LSM KOAD.
Hanya saja ketika Akbp Henri Yahya menjawab bahwa syarat melapor adalah data lengkap, sepertinya kurang pas jika hal itu yang dipersyaratkan, karena syarat melapor menurut UU adalah datang ke SPKT dan menyerahkan bukti permulaan yang cukup.
Sedangkan bukti tersebut adalah satu laporan polisi dan satu alat bukti yang sah, hanya itu syarat yang dibutuhkan untuk menaikkan perkara ketahap penyidikan, kata ketua LSM KOAD.
Saat pertemuan dengan bapak kapolda Sumbar, kami telah menginformasikan bahwa sampai saat ini kami belum bisa melapor secara resmi. Hanya karena kata-kata kapolda menyejukkan, kami berusaha untuk bersabar, kata ketua LSM KOAD.
Sebenarnya, dengan tidak dilakukan proses hukum oleh Polsek Polresta Padang dan Polda Sumbar, tentu akan menjadi tanda tanya besar. Atau memang seperti yang kami alalami ini pengertian presisi yang dimaskud jajaran Polda Sumbar.
Kesimpulan yang kami dapat, jika SOP melanggar UU, hal itu adalah sebuah pelanggaran yang seharusnya direvisi, bukannya dilanjutkan, berbeda dengan pemahaman yang salah tentang SOP, pemahamanlah yang harus dirubah.
Dengan salah memahami tentang SOP, menyebabkan masyarakat terhalang melaporkan pidana tentunya SOP tidak bisa dijadikan alasan.
Pada hal, jika kita simpulkan kata kata bagwassidik Akbp Hendri Yahya, bahwa kami perlu koordinasi dengan penyidik.
Dijawab ketua LSM KOAD, ” Makan saja sulit pak, tidak mungkin PH yang akan kami bayar” katanya.
Lalu setelah bagwassidik Akbp Hendri Yahya, dikirimi WA yang berisikan perintah Direksrimum untuk melanjutkan penyelidikan, barulah beliau minta kami lanjutkan koordiasi ke Polresta Padang dan Polsek Kuranji.
“Itupun setelah dikatankkan bahwa kami telah hubungi berkali kali”, kata ketua LSM KOAD.
(Tim liputan khusus)