Kapolda Irjen Suharyono S.iK sudah Perintahkan diproses, Dirreskrimum Kombes Pol Sugeng Haryadi S.iK Tunda Sampai 2 Bulan

Sumbar.KabarDaerah.com- Dulu perkara pencurian dan perampokan dan perkara kecil lainya selesai ditingkat Polsek.

Sekarang setelah diserahkan langsung oleh kapolda Sumbar ke Dirreskrimpun, bahkan setelah 40 hari laporan pidana tidak berproses sama sekali, disela waktu tersebut perkara berjalan tetapi mundur.

Hal ini sepertinya terjadi sehubungan dengan laporan pelanggaran etika dan profesi ke Divisipropam mabes Polri, Melalui surat tanggal 18 Oktober 2022 Dirreskrimum perintahkan kembali diproses dan dilakukan penyelidikan lanjutan serta pemangggilan saksi-saksi. Layaknya, ketika perkara sudah dihentikan, dapat dipastikan bahwa laporan perkara kami bukanlah peristiwa pidana.

Namun hal itu bisa dianggap benar, jika Polsek Kuranji dan Polresta Padang dapat mempertahankan alasan penghentian penyelidikan yang terlanjur dilakukan.

Sulit untuk dipercaya, karena alasan kapolsek dan kasat sering berubah-ubah, sehingga pelapor merasa dipersulit dan dihalangi-halangi, pada hal laporan kami sudah langsung perintah kapolda.

Sulitnya melapor di Polda Sumbar,bukan omong kosong, berikut diterangkan oleh ketua LSM KOAD:

  1. Ketika masyarakat akan melapor seharussnya cukup dengan datang ke SPKT Polda Sumbar. tapi di Polda Sumbar harus mondar mandir ke lantai 1,2,3,4 untuk digagalkan oleh piket Ditreskrim Polda Sumbar.
  2. Setelah dilakukan berulang-ulang, pelapor akhirnya, diarahkan untuk menulis surat ke Kapolda, ternyata surat kami hanya sampai ditangan koorspripim kapolda sumbar. surat yang dikirim akan diamankan spripim. sehingga tidak sampai ke alamat yang dituju Kapolda Sumbar.
  3. Jika terdesak dengan berbagai hal, atau jika diketahui Kapolda atau dimuat dalam pemeberitaan maka bagwassidik akan menjadwalkan gelar perkara. Dalam gelar perkara, pelapor akan dicecar dengan berbagai pertanyaan yang membuat nyali ciut, bahkan ada yang sampai kepada ancaman pidana pemalsuan segala.
  4. Pengalaman kami sebagai LSM KOAD sebagai pelapor bahkan setelah satu tahun, laporan kami masih diakali, terkesan bahwa laporan kami bukanlah peristiwa pidana.
  5. Untuk itu pelapor diminta memakai penasehat hukum atau pengacara dan diminta mengadakan saksi ahli pidana.
  6. Laporan kami yang sudah menjadi attensi Kapoldapun masih berusaha dihalang halangi.
  7. Perkara yang kami laporkan di Polsek Kuranji, gembok sebagai barang bukti yang telah diserahkan ke kanit Polsek Kuranji, ternyata telah hilang.
  8. Disaat perkara dihentikan Polsek dan Polresta, masih dilakukan pembelaan oleh oknum oknum di Polda Sumbar. sebagai contoh ketika dilaporkan kepada Itwasda, bidpropam, Ditreskrimum, perkara yang kami laporkan masih di diamkan, bahkan untuk membuat laporan baru kami selalu dihalangi.

Jika disadari hal ini termasuk menghalangi proses hukum atau obtrusction of justice, sehingga Polri presisi yang menjadi slogan kapolri sampai saat ini hanya isapan jempol, sebut ketua LSM KOAD kepada media ini.

Keterangan diatas diperkuat lagi dengan ucapan pengacara pelapor pelapor Afrizal SH yang mengatakan bahwa perkara yang kami laporkan terindikasi berhenti atas perintah atasan, sebut ketua LSM KOAD.

Perkara Bypass Teknik telah dilaporkan sejak satu tahun lalu. seharusnya laporan kami menjadi attensi baik Kapolsek Kuranji maupun Polresta Padang. setelah dilaporkan ke divpropam polsek dan polresta masih sibuk mencari alasan penghentian penyelidikan yang terlanjur dilakukan.

Lanjut kata ketua LSM KOAD, ” Selayaknya, ketika perintah berasal dari seorang Direskrimum Polda Sumbar, tidak digubris Kapolsek Kuranji dan Kapolresta Padang, tentunya akan menjadi tandatanya besar”, tambahnya lagi.

Setelah Kapolda menerima surat laporan tertulis tanggal 3 November 2022. Tanggal 8 November 2022 Kapolda serahkan perkara ini kepada Dirreskrimum. Berikutnya Dirreskrim serahkan kepada wassidik, wassidik lakukan gelar perkara, entah sadar atau tidak, kewenangannya bagwassidik adalah mengawasi penyidikan.

Ketika Ditreskrimum Polda Sumbar belum menerima laporan, belum melakukan penyelidikan, lalu dipaksakan dengan gelar perkara. Disini letak kesalahan yang terjadi. Seharusnya subdit lakukan penyelidikan terlebih dahulu, kemudian dilakukan gelar perkara, kata ketua LSM KOAD

Sebagai pelapor kata ketua LSM KOAD , “kami telah lakukan diskusi dengan bagwassidik Akbp Hendri Yahya. bagwassidik bersikukuh melakukan gelar perkara yang dibungkus acara klarifikasi. bagwassidik beranggapan laporan kami adalah pengaduan masyarakat. Pada hal dari perihal, surat kami adalah laporan pidana, kata ketua LSM KOAD.

Kami meyakini gelar perkara adalah salah satu cara, usaha untuk mengamankan Pelanggaran aturan dari sanksi pelanggaran etika profesi, serta mengamankan oknum oknum yang menghalangi proses hukum, dengan menggiring bahwa laporan kami terkait keperdataan”, kata ketua LSM KOAD

akibatnya, ketika, Pelapor dihalangi mempergunakan haknya untuk melapor, justru oknum Polda Sumbar telah melanggar undang-undang negara, sepertinya hal ini sengaja diabaikan oleh oknum tersebut, kata ketua LSM KOAD.

Selanjutnya kata ketua LSM KOAD, “Setelah Kapolda serahkan perkara ke Dirreskrimum, seharusnya Ditreskrimum terbitkan surat perintah tugas ke salah satu  subdit, kemudian terbitkan surat perintah penyelidikan. Berdasarkan dua surat tersebut, subdit turunkan anggota untuk melakukan peyelidikan sesuai aturan (Perkapolri dan KUHAP)”. kata ketua LSM KOAD.

Setelah proses penyelidikan selesai dibuat kesimpulan hasil penyelidikan, lalu dilakukan gelar perkara sesuai aturan hukum (Perkapolri), kata pelapor yang juga ketua LSM KOAD.

Berikut mari kita simak dasar pelaksanaaan hukum di Indonesia

Pasal 1 ayat ke 3 bab I amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

Artinya, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechtstaat), bukan berdasar atas kekuasaan(Machtstaat), dan pemerintahan berdasar sistem konstitusi (hukum dasar) dan bukan absolutism (kekuasaan yang tidak terbatas).

Sebagai Konsekuensi dari Pasal 1 ayat (3) Amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945, tiga prinsip dasar harus dilaksanakan yaitu supremasi hukum,

  1. Kesetaraan dihadapan hukum
  2. Penegakan hukum
  3. Dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum.

Polri sebagai ujung tombak dari penegakan hukum perlu memelihara integritasnya selaku penyidik oleh karenanya penyidikan tindak pidana sebagai salah satu tahap dari penegakan hukum .

Masyarakat dengan pengetahuan hukum yang semakin tinggi sering mengkritisi langkah-langkah dan tindakan polisi dalam menangani suatu perkara tindak pidana, bahkan ada yang mengajukan gugatan praperadilan, maupun komentar melalui media cetak dan elektronik.

Dalam melakukan penyelidikan, sebelum ditingkatkan ke penyidikan, penyidik polri terkadang mengalami hambatan dalam menentukan perkara yang ditanganinya termasuk pidana atau bukan. Hambatan pemenuhan unsur pasal yang dipersangkakan. Begitu juga dalam menentukan saksi, penetapan tersangka dan barang bukti. Adanya perbedaan-perbedaan penafsiran hukum antara penyidik dan penasehat hukum maupun penuntut umum.

Selain itu, dalam rangka pengawasan internal kepolisian, untuk meminimalisir tindakan yang bertentangan dengan hukum, serta penyalahgunaan kewenangan (abuse of power) oleh penyidik serta untuk memecahkan masalah atau hambatan penyidikan, yang dilandasi motivasi/landasan filosofi untuk meningkatkan kemampuan teknis professional dalam sistem penyidikan tindak pidana. untuk itu Polri mengambil langkah positif dengan membuat terobosan Peraturan Kepolisian tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana serta standar operasional pelaksanaan penyidikan tindak pidana sampai kepada gelar perkara.

Kegiatan penyidikan dilaksanakan secara bertahap meliputi :

  1. Penyelidikan
  2. Pengiriman SPDP;
  3. Upaya paksa;
  4. Pemeriksaan;
  5. Gelar perkara;
  6. Penyelesaian berkas perkara ke penuntut umum;
  7. Penyerahan tersangka dan barang bukti;
  8. Penghentian penyidikan.

Berbeda dengan Polda Sumbar dan Polresta Padang.

Jika melapor belum diterima, pihak yang dihadirkan bagwassidik dalam gelar perkara hanyalah pelapor dan 15 orang undangan. Demikian masifnya usaha menggagalkan laporan yang terlanjur dihentikan.

Tujuan dilakukannya gelar perkara adalah mengarahan laporan perkara ke ranah perdata. oleh sebab itu, ketika ditangani wassidik Polda Sumbar justru laporan kami berjalan tapi mundur.

Kami menyimpulkan bahwa akibat perlakukan oknum menyebabkan Polda Sumbar akan terindikasi tidak mampu mengungkap perkara.

Biasanya perkara pencurian selesai ditingkat Polsek. Sekarang setelah ditangani Dirreskrimum perkara perkara yang kami laporkan berjalan mundur, kata ketua LSLM KOAD.

“Apapun alasannya, terbukti kejahatan sekelas pencurian dan perampokan, belum mampu diungkap Ditreskrimum Polda Sumbar setelah melibatkan wassidik Polda Sumbar”, kata ketua LSM KOAD.

Wassidik Polda Sumbar minta agar pelapor kembali koordinasi dengan Penasehat Hukum dan Ahli hukum. Setelah itu minta pelapor koordinasi dengan Polsek Kuranji dan Polresta Padang.

Setelah saran wassidik dilakukan, bahkan sebelum menerima laporan Polsek Kuranji persyaratkan pelapor minta pendapat ahli terlebih dahulu.

Ketua LSM KOAD melakukan berusaha menemui Prof DR ISMANSYAH SH, MH guna dilakukan diskusi terkait dengan perkara yang kami hadapi.

Setelah Polsek Kuranji kewalahan berargumen dengan ketua LSM KOAD, akhirnya pihak Polsek meminta bantuan DR FITRIATI SH, MH.

Melalui Surat Bagwassidik Polda Sumbar, DR FITRIATI SH, MH. sebagai ahli hukum dengan mudahnya mengatakan bahwa perkara Toko Bypass Teknik adalah perkara perdata.

Sepertinya DR FITRIATI SH, MH sebagai ahli hukum tidak mendapatkan data lengkap dari Polsek Kuranji. Seorang Ahli hukum seharusnya seperti Prof Dr Ismansyah SH MH, beliau tidak menafikan pidana yang terjadi dalam perkara Bypass Teknik. Tapi beliau memberikan pertimbangan yang layak dijadikan rujukan, kata ketua LSM KOAD.

Seharunsya seorang Ahli Hukum yang bergelar Doktor dibidang hukum, selayak menjaga nama besar dan gelar Doktor yang disandangnya, apalagi hal ini terkait perbuatan seseorang yang telah melakukan kejahatan.

Seorang Doktor hukum tidak mungkin tidak mengetahui, ketika sesorang meninggal dunia, Ahli waris terlebih dahulu harus mendapatkan surat ketetapan pengadilan tentang penetapan hak waris. ketika anak anak Rusdi tidak memiliki surat tersebut tentunya perbuatan mereka dalam usaha Rusdi dan Indrawan layak dipertanyakan.

Seorang Doktor Hukum tentunya paham dengan aturan tersebut. apalagi ynag dipermaslahakan pelapor adalah ketika Rusdi sakit dan sebelum meninggal dunia, setahu kami adik dan anak merupakan keluarga dari Rusdi, jika Rusdi yang melapor adalah delik aduan, berbeda dengan Indrawan yang melaporkan merupakan delik biasa.

Sebelum Kronologis dan data-data serta bukti-bukti diperoleh oleh Ahli hukum sepertinya sulit bagi seorang ahli hukum memberikan pendapat hukumnya.

Ahli hukum dalam memberikan pendapat setelah dilakukan telaah yang mendalam, dan yang paling penting, tentunya tidak menyimpang dari tujuan penegakkan hukum yang adil. jika pendapat seorang Ahli hukum maka gelar Doktor yang disandang seorang ahli tidak akan berarti apa-apa, kata ketua LSM KOAD.

Ketua LSM KOAD menyayangkan tanggapan seorang ahli hukum yang diakui oleh negara. seharusnya ahli hukum tersebut berfikir 1000 kali untuk memberikan pendapatnya, karena hal ini terkait dengan perbuatan pidana yang terjadi setiap hari, kata ketua LSM KOAD

 

Berkikut pendapat Prof DR ISMANSYAH SH, MH sebagai seorang Profesor dan guru besar, beliau sangat hati hati dalam memberikan pendapat hukum.

Melalui disikusi dengan profesor ahli pidana ini, dikatakannya bahwa perkara yang kami mintakan rekomendasi tentunya setelah kami berikan kronologis kejadian.

Prof Dr Ismansyah SH, SH. bertanya kenapa gugatan perdata pengadilan diabaikan, jika digugat perdata maka hak kita akan kembali dan yang jelas ketika pengadilan memutuskakan, tidak satupun instansi bisa menghalanginya. sehingga barang yang merupakan hasil kerjasama akan aman, karena dilakukan sita jamin oleh pengadilan, sebut Prof Dr Ismansyah SH MH.

“Dan yang perlu diingat”, Kata Prof Dr Ismansyah SH MH,

“Setelah digugat, yang disebut dalam petitum akan dilakukan sita jamin. Hal ini dilakukan atas perintah pengadilan, sehingga barang akan aman”, kata Prof Dr Ismansyah SH, MH.

Namun terkait perkara pidana yang terjadi Prof Dr Ismansyah SH, MH mengatakan, “jika pidananya yang dikejar terlebih dulu, hak kita bisa-bisa tidak kita dapatkakn. Katakanlah mereka pasang badan, hadapi tuntutan untuk dipenjara, kata Profesor Ismansyah. “Dengan demikian hak pelapor, akan sulit dikembalikan dan bisa saja disita oleh negara”, sebutnya lagi.

Namun secara Implisit Prof Dr Ismansyah SH, MH tidak menafikan usaha pelapor, untuk melaporkan pidana terlebih dulu.

Selanjutnya kata Prof Dr Ismansyah SH MH, yang perlu diingat adalah jika perdata dan pidana sama berproses maka, perkara pidana ditunda sampai perkara perdata selesai, jelasnya.

Tambahnya lagi, “jika kita mau melakukan gugatan perdata, semua hak anda akan kembali, bahkan hak akan kembali atas perintah pengadilan, kita tinggal tuntut seluruhnya”, sebutnya.

Pelapor yang juga ketua LSM KOAD, menghormati dan salut atas keterangan prof Dr Ismansyah SH, MH.

Bahwa sebagai seorang ahli hukum pidana serta sebagai guru besar Unand, jelas-jelas beliau mengetahui dan punya kewenangan menyatakan bahwa suatu perkara adalah perbuatan pidana atau tidak. walau dari konfirmasi dengan prof Dr Ismansyah SH MH, jelas terlihat beliau adalah seorang guru besar yang mumpuni. Yang bisa kita cermati dari kata beliau sebagai seorang Profesor, beliau memang tidak mengatakan secara jelas bahwa perkara yang kami laporkan adalah perkara perdata,

Karena memang, dalam kronologis disebutkan seluruh pasal yang akan disangkakan dan semuanya delik biasa/pidana murni, tentunya beliau paham dengan pasal sangkaan tersebut merupakan delik pidana bisa dan terjadi secara berulang.

Lalu bagaimana mungkin Polsek, Polresta dan Polda Sumbar, yang hanya punya kewenangan penyelidikan dan penyidikan, berani mengambil alih kewenangan pengadilan.

Seharusnya oknum penegak hukum jangan mengada-ada terkait proses laporan hukum di Polda Sumbar, karena akan berakibat terhadap nama baik Polri secara keseluruhan.

Tambah ketua LSM KOAD, “jangan permainkan nasib orang, Polisi sebagai penegak hukum tetunya harus taat dengan aturan hukum, bukannya melakukan pelanggaran atas hukum tersebut. Polri silakan proses laporan sesuai aturan hukum, jangan ambil alih tugas pengadilan”, sebutnya lagi.

Dan yang terpenting, kata ketua LSM KOAD, ” Bapak Irjen (Pol) Suharyono S.iK adalah Polri yang memahami presisi, sepertinya beliau sangat paham,  apa yang sedang terjadi, Kapolda tentu mengetahui kebijakan apa yang akan ditempuh. tambahnya lagi.
Kami sebagai LSM meyakini, bahwa beliau adalah pimpinan yang bijaksana dan amanah, kami menyakini Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono S.iK adalah pribadi yang tegas.
Sehingga tidak ada salahnya jika kita saling mengingatkan, bahwa sejak tanggal 3 November 2022 perkara Bypass Teknik telah menjadi attensi Bapak kapolda”, kata ketua LSM KOAD mengakhiri komentarnya.
(sumber: Tim liputan khusus KabarDaerah dan LSM KOAD)