Gubernur Lukas Enembe Tidak Mendapat Pelayanan Kesehatan Selama Ditahan, Keluarga Mengadukan KPK ke Komnas HAM

BERITA UTAMA750 Dilihat

JAKARTA,KABARDAERAH.COM – Keluarga Gubernur Papua Lukas Enembe, mendatangi Kantor Komnas HAM RI di Jakarta, pada Kamis siang (19/1/2023. Adapun, keluarga yang datang langsung dari Jayapura, Papua tersebut, untuk mengadu karena Gubernur Lukas Enembe, tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, karena saat ini Gubernur masih dalam kondisi sakit.

Keluarga yang datang ke Komnas HAM, ada enam orang, mereka adalah Elius Enembe, Ronald Kelnea, Samuel Tabuni, Dinard Kelnea, Riyanti Enembe, dan Robeka Enembe.

Pihak keluarga Gubernur Lukas Enembe mengadukan Ketua dan Komisioner KPK, Komjen Pol. Firly Bahuri, Alexander Marwata, Brigjend Pol Asep Guntur Rahayu (Direktur Penyidikan KPK), Ali Fikri (Juru Bicara KPK), dan 15 penyidik KPK, atas dugaan pelanggaran HAM terhadap Bapak Lukas Enembe. KPK dinilai mengabaikan hak Gubernur Papua untuk mendapatkan hak kesehatan.

Pengaduan diterima oleh Koordinator Bidang Pengaduan Komnas HAM, Endang Maulani di Gedung Komnas HAM. Pihak keluarga didampingi tim hukumk, di antaranya Dr. S. Roy Rening, S.H., M.H., Petrus Bala Pattyona, S.H., M.H., Antonius Eko Nugroho, S.H., Emanuel Herdyanto, S.H., M.H., Abdul Aziz Saleh, SH., M.H.

Menurut Anggota Tim Hukum & Advokasi Gubernur Papua (THAGP), Petrus Bala Pattyona, kedatangan THAGP ke Komnas HAM untuk mendampingi pihak keluarga. “Yang melaporkan pihak keluarga, kami hanya mendampingi saja,” ujar Petrus.

Ditambahkannya, dari masukan yang didapat dari Elius Enembe (salah satu keluarga Lukas Enembe), didapat informasi bahwa Gubernur Papua, selama berada dalam tahanan KPK, tidak pernah mendapatkan kunjungan dokter, tidak pernah diperiksa kesehatannya, baik pemeriksaan jantung, atau tekanan darahnya secara rutin, maupun hanya sekedar dirawat perawat.

“Kami dapat masukan dari keluarganya (Elius Enembe), untuk mandi saja, Bapak Lukas Enembe, dibantu oleh sesama tahanan, karena jangankan untuk mandi, untuk berjalan saja, Bapak Lukas Enembe harus dipapah oleh sesama tahanan,” tegas Bala Pattyona.

Lukas Enembe Diberi Obat Tanpa Sepengetahuan Dokter Pribadi ?

Pihak keluarga juga menyayangkan pemberian obat-obatan, kepada Gubernur, tanpa sepengetahuan dokter pribadi Lukas Enembe dan keluarga, pada awal ditahan. “Karena yang mengetahui jenis-jenis obat itu, hanya dokter pribadinya saja, tidak ada yang tahu, selain dokter pribadinya. Selama ini Bapak Lukas Enembe memang rutin mengkonsumsi obat, tetapi apakah obat yang diberikan, sama dengan yang selama ini dikonsumsi Bapak Lukas Enembe?,” ujar Petrus.

Saat ditemui Elius Enembe, Lukas Enembe sempat berkata lirih. “Saya ini sakit, kenapa ditahan di sini? Saya seperti tahanan politik, bukan tahanan kasus korupsi,” kata Petrus menirukan ucapan Elius Enembe.

Dugaan Pelanggaran HAM Karena Lukas Enembe Tidak Diberikan Layanan Kesehatan Yang Diperlukan

Ditemui di Komnas HAM, Elius Enembe menjelaskan, penyakit yang diderita Lukas Enembe itu, sudah diderita sejak lama, jauh sebelum ditetapkan sebagai tersangka. “Bapak Lukas Enembe sudah sakit komplikasi stroke, jantung, hipertensi, gagal ginjal kronis, diabetes melitus, dan menurut tim dokter pribadinya serta dokter dari Singapura, harus menjalani perawatan intensif,” ujar Elius Enembe.

Bahkan, lanjut Elius Enembe, Lukas Enembe, seharusnya segera dibawa ke rumah sakit Singapura, berdasarkan Surat Permintaan Evakuasi Medis Segera dari RS Royal Healtcare Singapore, yang dikirim pada 14 Desember 2022 lalu. Selama sakit, Lukas Enembe selalu diperiksa dan diawasi oleh dokter pribadinya, Dr. Anton Mote.

Koordinator Bidang Pengaduan Komnas HAM, Endang Maulani di Gedung Komnas HAM. saat menerima Laporan Pengaduan dari Pihak Keluarga Gubernur Papua,Lukas Enemmbe (Foto: Tim Hukum Lukas Enembe)

“Jadi saat ditangkap dan dibawa ke Jakarta, kondisi Bapak Lukas Enembe dalam keadaan sakit,” ujar Elius Enembe. Kondisi sakit tersebut, diperkuat dengan keluarnya surat keterangan tentang kondisi kesehatan Lukas Enembe, oleh dokter RSPAD Gatot Subroto, pada 11 Januari 2023. Berdasarkan Surat Keterangan Rawat yang dikeluarkan dokter RSPAD, Dr. Tanof F Siregar, SPS, dinyatakan, Bapak Lukas Enembe menderita penyakit SNH Lama (stroke), CKD (gagal ginjal kronis), DM Type 2 (diabetes melitus), HHC 2 (hipertensi),” katanya dalam keterangan pers tertulis diterima wartawan di Jakarta,Kamis (19/1/2023).

“Rekomendasi dari dokter Tanof, Bapak Lukas Enembe perlu dilakukan pembantaran dan perlu perawatan sampai sembuh,” ujar Elius Enembe.

Ketika dilakukan pembantaran, keluarga dan dokter pribadi Bapak Lukas Enembe, sudah mencoba untuk menghubungi dan menemui Bapak Lukas Enembe. “Namun tidak diberikan akses dan seolah dipersulit dengan hal-hal administratif yang sepatutnya dapat dipertimbangkan kemudian. Keluarga melihat adanya dugaan pelanggaran Pasal 58 KUHAP, yang menyatakan, adalah hak tersangka menerima dan menghubungi dokter pribadinya,” tukas Elius Enembe.

Namun, baru sehari Lukas dibantarkan, kata Elius Enembe, KPK mencabut pembantaran berdasarkan Surat Perintah Pencabutan Pembantaran Penahanan Nomor Sprin.C.Bantar/01/DIK.01.03/23/01/2023 Tertanggal 12 Januari 2023.

“Berdasarkan surat pencabutan itu, Bapak Lukas Enembe sekarang berada di Rutan KPK, yang sama sekali tidak tersedia fasilitas medis, yang dapat menjamin pelayanan kesehatan terhadap orang sakit. Dokter pribadi Bapak Lukas Enembe, sudah memberitahu keluarga, bahwa secara medis, Bapak Lukas Enembe dalam risiko kesehatan yang tinggi, apabila tidak memperoleh tindakan medis yang spesifik dan fasilitas medis yang memadai,” ujar Elius Enembe.

Karena itu, keluarga ingin mendapatkan hasil resume medis RSPAD, yang menyatakan Bapak Lukas Enembe sudah sehat, tidak perlu dibantarkan, dan jadi rujukan KPK, untuk membawa dan menahan Bapak Lukas Enembe di Rutan KPK.

“Kami dari pihak keluarga, mendapat masukan, bahwa berdasarkan Pasal 9 Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No: M.04- UM.01.06 TAHUN 1983, merumuskan bahwa, perawatan kesehatan bagi tahanan yang sakit keras, dapat dilakukan di rumah sakit di luar Rumah Tahanan Negara (Rutan), setelah memperoleh izin dari instansi yang menahan sesuai dengan tingkat pemeriksaan dan atas nasehat dokter Rutan.

“Jadi, Bapak Lukas Enembe dapat dirawat di rumah sakit, dan bukan ditahan di Rutan. Karena itu, keluarga melihat ada pengabaian hak asasi Bapak Lukas Enembe, untuk mendapatkan hak atas kesehatannya, selama ditahan KPK, berdasarkan Pasal 58 KUHAP,” tukas Elius Enembe.

Dari masukan yang diterima pihak keluarga, saat diperiksa penyidik KPK, pada 3 November 2022 dan 12 Januari 2023, Bapak Lukas Enembe tidak dapat menjawab apa-apa, karena dalam keadaan komplikasi sakit stroke. “Jadi kalau KPK menyatakan, Bapak Lukas Enembe dalam keadaan “Fit To Trial”, dasarnya apa? karena pada kenyataannya, Bapak Lukas Enembe masih dalam kondisi sakit komplikasi sakit stroke & sakit ginjal kronis, berdasarkan pemeriksaan dokter,” katanya.

Dari keterangan dokter pula, keluarga mendapat masukan, bahwa sakit stroke yang diderita Bapak Lukas Enembe, dapat menyebabkan kematian, dan sakit ginjal kronis, menyebabkan kerusakan jaringan ginjal dan berpotensi membuat Bapak Lukas Enembe menjalani proses cuci darah. “Kalau diperhatikan, Bapak Lukas Enembe kesulitan berjalan, sulit berkomunikasi normal, bahkan untuk mengganti baju dan popok pun sulit, itu semua akibat dari gangguan fungsi otaknya,” ujar Elius Enembe.

Saat Dibantar, Hanya Tidur-Tiduran Saja, Tidak Diperiksa Kesehatannya

Ditemui di Komnas HAM, Elius Enembe mengatakan, saat dibantarkan ke RSPAD pertama kali, Lukas Enembe mengatakan, tidak pernah diperiksa jantung, syaraf dan darahnya secara mendalam. “Hanya tidur-tiduran saja di dalam kamar, tidak ada pemeriksaan rontgen atau CT-scan. Hanya tidur-tiduran saja. Jadi darimana KPK tahu waktu itu, kalau Bapak Lukas sudah sehat dan siap diperiksa?,” ujar Elius Enembe.

Ditambahkannya, seharusnya dokter yang memeriksa Lukas Enembe, saat pembantaran, bersikap transparan, dengan memberikan hasil pemeriksaan Lukas Enembe. “Berikan ke kami itu hasil pemeriksaan, kalau memang dokter menyebut kalau Bapak Lukas Enembe, sudah sehat, tidak dibantarkan lagi dan dibawa untuk diperiksa,” tukas Elius Enembe. Karena itu, keluarga memohon agar dibuka secara transparan, metode assemen medis apa yang dijalankan Tim Medis IDI.

“Secara logika, apakah assessmen yang hanya dijalankan 1-2 hari, dapat secara komprehensif menemukan, menentukan, dan menyimpulkan kelayakan kesehatan Bapak Lukas?, sementara telah bertahun-tahun Bapak Lukas berada dalam pengawasan medis dengan sakit berat,” tukas Elius Enembe.

Minta Ketua Komnas HAM, Datang Lihat Kondisi Lukas Enembe

Di tempat yang sama, Ketua Tim Non Litigasi THAGP, Emanuel Herdyanto, mengatakan, pihak keluarga Lukas Enembe, mengharapkan Ketua Komnas HAM, datang langsung ke Rutan KPK, untuk melihat kondisi Lukas Enembe.

“Pihak keluarga meminta agar Bapak Lukas Enembe diberikan perawatan kesehatan yang seharusnya didapatkannya, karena memang pada dasarnya Bapak Lukas Enembe sedang sakit,” tukas Emanuel.

Permohonan kedua, kata Emanuel, keluarga mohon Ketua Komnas HAM menggunakan kewenangannya untuk melakukan kajian dan penyelidikan serta merekomendasikan kepada Teradu (KPK), untuk menyebut bahwa demi kemanusiaan, kondisi Bapak Lukas Enembe adalah dalam kondisi Unfit To Stand Trial (tidak sehat untuk mengikuti proses pemeriksaan).

Ditambahkannya, pihak keluarga juga mengharapkan agar Bapak Lukas Enembe, mendapat kunjungan dokter pribadinya secara rutin, seperti yang didapatkan selama dirawat di rumahnya di Papua.

“Karena itu, pihak keluarga mengharapkan Ketua Komnas HAM datang langsung dan melihat kondisi langsung Bapak Lukas Enembe,” ujarnya.

Pihaknya juga mendapat masukan dari keluarga Lukas Enembe, kalau Bapak Lukas Enembe membutuhkan pampers, dalam jumlah banyak, karena sering buang air kecil.

“Kasihan kalau tidak pakai pempers, harus dipapah pelan-pelan, untuk menuju ke kamar kecil,” ujarnya.

Sebelum ke Komnas HAM, Senin sebelumnya, Lukas Enembe, mendapat kunjungan dari Elius Enembe, yang merupakan keluarga dekatnya. **

Penulis : Tim Hukum & Advokasi Gubernur Papua,Lukas Enembe/SP.