Perkara Pasar Banda Buek Tahun 2006 dan SPK Rekayasa Tahun 2017 Harus Diselesaikan Segera

BERITA UTAMA, TERBARU2305 Dilihat

Sumbar.KabarDaerah.com – Masyarakat Lubuk kilangan berharap Walikota bersedia menyelesaikan carut marut yang ditinggalkan Bapak Walikota Fauzi Bahar. Pasar Banda Buek memang sudah rapi, jalan sudah lancar, tapi masalah hukum yang ditinggalkan Walikota yang sebelumnya masih bergulir. Banyak yang menjadi korban saat pemko padang membangun pasar tersebut.

Sepertinya mereka tidak menyadari bahwa masalah hukum yang terjadi saat pemerintah saat itu akan dipandang sebagai perbuatan oknum.

Jika terdapat kerugian negara maka silahkan tenggungjawab pidana harus dipikul secara pribadi, untuk itulah harus diselesaikan, sebaiknya seluruh yang terlibat bersama sama menyelesaikan, kata Syafrizal.

Salah seorang anak nagari Lubuk kilangan, Herman Disin sebagai MKW kaum suku Tanjung mengatakan,” tidak mungkin akan selesai, jika yang bermasalah justru lari dari keadaan, secara keperdataan masalah ini tidak ada batas waktu penyelesaiannya. Keperdataan terkait dengan Hak Kepemilikan, pemerintah harus mengakui dulu hak kaum tersebut, kata Herman disin.

Sebelumnya H. Endrizal,SE,MSi (Kadis Perdagangan kota Padang) sudah mencoba lakukan langkah penyelesaian, namun pengetahuan dan kemampuannya belum mendukung.

Bukannya masalah yang selesai, justru H Endrizal SE terjebak SPK Rekayasa yang digunakan untuk mengeluarkan kredit Bank. Dimana, ketika pinjaman Bank dikeluarkan berdasarkan SPK rekayasa tersebut, maka telah terjadi pelanggaran atas undang undang ”, kata Herman.

” Masalah pasar Banda Buek adalah masalah sulit, demikian yang di katakan dalam Notulen rapat Pemko tanggal 30 Mei 2011. sekarang terbukti memang H. Endrizal, SE,MSi tak sanggup menyelesaikan dengan baik”, kata Indrawan.

Perikatan yang dilakukan Pemko Padang dengan mamak panghulu dan 4 jinih nagari Lubuk Kilangan. Baru merupakan kesepakatan kedua belah pihak. Seharusnya MoU tersebut ditingkatkan kepada Perjanjian kerjasama antara MKW kaum Melayu, Tanjung, Jambak yang disetujui oleh Panghulu masing masing disetujui oleh pucuak adat dengan Perusahaan dan Pemko Padang yang berfungsi sebagai fasilitator dan pelaksana regulasi. Hal ini belum terjadi sehingga Perjanjian berikutnya cacat hukum.

Jika terjadi perbuatan hukum dalam hal ini, maka seluruh bisa berujung ke masalah pidana, karena walikota adalah pemerintah maka semua pelanggaran hukum yang dilakukan merupakan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Umum.

Kesepakatan Pemko Padang dengan mamak panghulu Nomor. 17/KB-PMK/V/2006 telah beberapa kali diadakan rapat, dalam notulen rapat tanggal 30 Mei 2011 disimpulkan bahwa:

“Poin 1-6. UKL, UPL, IMB belum final sehingga pembangunan yang dilakukan PT.Syafindo Mutiara Andalas sulit dipertanggungjawabkan.

  • Perjanjian antara PT Syafindo Mutiara Andalas harus kembali dievaluasi. sedangkan pembangunan pisik yang telah terlaksana harus dihitung oleh tim Teknis dan tim aprisal untuk mengetahui progress.
  • Berkaitan dengan kesepakatan Pemko Padang dengan mamak panghulu (KAN) Lubuk kilangan, mengenai tanah lokasi pembangunan kita upayakan terus diurus HPL nya ke BPN kota Padang, walaupun seandainya bukan  PT.Syafindo Mutiara Andalas yang akan melanjutkan, demikian dikatakan Herman Disin.
  • Disarankan kepada pimpinan untuk tidak melanjutkan kerjasama dengan PT Syafindo Mutiara Andalas, sehingga pada tanggal 26 Januari 2012 diberitahukan kepada Direktur PT.Syafindo Mutiara Andalas bahwa perjanjian kerjasama telah berakhir dan PT.Syafindo Mutiara Andalas agar menghentikan pembangunan”.
  • “Banyak pengusaha padang, enggan masuk menanamkan investasinya ke Pasar Banda Buek, sepertinya mereka takut terperosok. Kita mencoba untuk paham, itulah peninggalan walikota terdahulu” kata Herman.
Dijelaskan oleh Jun dari suku Tanjung bahwa masalah yang terjadi sebenarnya tidak sulit, hanya saja ketika ada yang ingin menyelesaikan, justru banyak pihak yang menghalangi.

Tentu saja mereka-mereka yang selama ini mendapatkan keuntungan dari keadaan yang terjadi, sepertinya mereka ingin masalah yang terjadi di pasar Band Buek tetap gelap selamanya.

Dikatakan oleh Herman Togan salah seorang kaum dari suku Tanjung (calon penghulu suku Tanjung) mengatakan,

“selama ini, masalah pasar Banda Buek memang sudah menjadi momok menakutkan bagi pengusaha. Investor begitu alergi dengan seluruh kejadian yang terjadi dipasar Band Buek”,

Itulah alasan kenapa kami serahkan kepada LSM KOAD, LSM KOAD bisa mencari pengacara untuk menangani masalah hukumnya.

Dikabarkan dari sumber lain, “ Saat Bank Nagari berdiri di tengah pasar Banda Buek, Kios kios yang terdapat dilantai dua pada awalnya direncanakan untuk tempat berjualan.

Walikota saat itu Fauzi Bahar melalui Kadis Pasar saat itu Ir Asnel keluarkan surat kartu kuning untuk Bank Nagari.

Dari informasi yang didapat dari salah seorang pemangku adat, ada sejumlah uang yang dititip ke Pemko Padang, sekarang uang tersebut sepertinya sudah raib.

Mereka yang mendapatkan bagian, tentunya akan berusaha mendiamkan dan membirakan status quo terjadi terus menerus “, kata salah seorang pemangku adat Lubuk Kilangan.

Tanggal 20 Desember 2020 Herman Disin menyurati Pemko Padang, bertindak sebagai mamak kepala kaum suku Tanjung, Herman mengingatkan pihak pemko Padang agar jangan gegabah, Pemko tidak dibenarkan oleh UU untuk menggadaikan petak meja batu ke pihak Bank.

” Harus jelas dulu alas haknya, baru bisa digadaikan, dan yang terpenting, harus dilakukan oleh yang orang berhak atau kuasanya”, kata Herman Disin.

“Sekarang kita menyaksikan, setelah tiga belas tahun, masalah Banda Buek mencuat kepermukaan, para pelaku, tentunya sudah pada pensiun dan berhenti, walau bagaimanapun mereka akan stress”, tambah Herman Disin.

Melalui surat yang saya kirim ke Walikota, herman berpesan,” selaku Mamak Kepala Waris kembali mengingatkan agar walikota jangan asal menepatkan orang, tempatkalah orang sesuai dengan kemampuannya”, kata Herman Disin.

” Pemko Padang silakan selesaikan pembayaran kepada Syafruddin Arifin terkait SPK rekayasa, tapi jangan usik hak atas petak meja batu sebelum pemko Padang menyelesaikan hak nagari kami “, kata Herman Disin. (Red)