Ketua LSM KOAD minta Kapolri untuk adu Argumentasi Terkait perkara Bypass Teknik secara terbuka

KabarDaerah.com – Ketua LSM KOAD minta agar Jendral (Pol) Listyo Sigit Prabowo bersedia membuktikan secara terbuka. bahwa perkara Bypass Teknik adalah perkara perdata (menurut Polri khususnya Polsek Polresta dan Polda Sumbar).

Untuk itu ketua LSM KOAD akan surati Jedral Listyo Sigit Prabowo untuk adu argumentasi secara terbuka. karena di Polda Sumbar sudah tidak ada yang mampu. kapolda sulit ditemui bawahannnya seperti Direskrim tidak bersedia menerima tamu. apasalahnya kami menghadap Kapolri, kata ketua LSM KOAD.

“kami sudah laksanakan semua langkah yang bisa ditempuh terkahir Kompolnas RI dan Ombudsman RI, masa tidak satu pun petugas Polda Sumbar yang bersedia”, kata ketua LSM KOAD kepada media ini.

Seharusnya, masyarakat hanya melapor bukan mengadu. Melapor adalah amanat UU negara. Polisi maupun Masyarakat harus mengetahui. dan melaksanakannya.

Laporan Polisi

Pasal 1 angka 24 KUHAP menyebutkan laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.

Pasal 108 ayat (1) dan ayat (6) KUHAP :

(1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tulisan;

(6) Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.

Dari pengertian tersebut, peristiwa yang dilaporkan belum tentu perbuatan pidana, sehingga perlu dilakukan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang terlebih dahulu, untuk menentukan perbuatan itu merupakan tindak pidana atau bukan. Kita sebagai orang yang melihat suatu tindak kejahatan memiliki kewajiban untuk melaporkan tindakan tersebut.

Lalu, siapa saja yang berhak melaporkan tindak pidana ke kepolisian?

Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan/atau jadi korban tindak pidana berhak mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan/atau penyidik baik lisan maupun tertulis.

Cara Melapor Tindak Pidana ke Polisi

  1. Datang ke kantor polisi terdekat dari lokasi tindak pidana. Sebelumnya, kamu perlu tahu daerah hukum dan wilayah administrasi kepolisian sebagai berikut:
    1. Daerah hukum kepolisian meliputi:
      1. Daerah hukum kepolisian markas besar (Mabes Polri) untuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
      2. Daerah hukum kepolisian daerah (Polda) untuk wilayah provinsi;
      3. Daerah hukum kepolisian resort (Polres) untuk wilayah kabupaten/kota;
      4. Daerah hukum kepolisian sektor (Polsek) untuk wilayah kecamatan.
  2. Wilayah administrasi kepolisian, daerah hukumnya dibagi berdasarkan pemerintahan daerah dan perangkat sistem peradilan pidana terpadu.

Misalnya jika kamu melihat ada tindak pidana di suatu kecamatan, maka kamu bisa lapor ke Polsek terdekat di mana tindak pidana terjadi. Tapi, kamu juga boleh melapor ke wilayah administrasi yang ada di atasnya seperti Polres, Polda atau Mabes Polri.

  1. Melapor baik secara tertulis, lisan maupun dengan media elektronik ke bagian Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (“SPKT”) yaitu unsur pelaksana tugas pokok yang memimpin dan mengendalikan pelayanan kepolisian secara terpadu terhadap laporan masyarakat dan menyajikan informasi berkaitan dengan tugas kepolisian.
  2. Atas laporan yang diterima oleh SPKT (penyidik/penyidik pembantu), akan dilakukan kajian awal guna menilai layak/tidaknya dibuatkan laporan polisi.
  3. Laporan polisi tersebut kemudian diberi penomoran sebagai Registrasi Administrasi Penyidikan yaitu pencatatan kegiatan proses penyidikan secara manual dan/atau melalui aplikasi e-manajemen penyidikan.
  4. Setelah dibuat laporan polisi, penyidik/penyidik pembantu melakukan pemeriksaan terhadap pelapor dalam bentuk berita acara wawancara saksi pelapor.
  5. Setelah itu, berdasarkan laporan dan surat perintah penyelidikan, dilakukan proses penyelidikan.
  6. Jika peristiwa yang dilaporkan merupakan tindak pidana, maka berdasarkan laporan polisi dan surat perintah penyidikan, dilakukan proses penyidikan.
  7. Prosedur Penyidikan
  8. Menurut Perkapolri 6/2019, mekanisme penyidikan dilangsungkan sebagai berikut:
  9. Setelah surat perintah penyidikan diterbitkan, dibuat Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (“SPDP”);
  10. SPDP dikirimkan ke penuntut umum, pelapor/korban, dan terlapor dalam waktu maksimal 7 hari setelah diterbitkan surat perintah penyidikan;
  11. Jika tersangka ditetapkan setelah lebih dari 7 hari diterbitkan surat perintah penyidikan, dikirimkan surat pemberitahuan penetapan tersangka dengan dilampirkan SPDP sebelumnya;
  12. Apabila penyidik belum menyerahkan berkas perkara dalam waktu 30 hari kepada jaksa penuntut umum, penyidik wajib memberitahukan perkembangan perkara dengan melampirkan SPDP;
  13. Sebelum melakukan penyidikan, penyidik wajib membuat rencana penyidikan yang diajukan kepada atasan penyidik secara berjenjang.

Dengan telah melaporkannya tindak pidana ke kepolisian, sebenarnya kita telah membantu meringankan tugas polisi dalam menjaga kondisi lingkungan agar tetap dalam keadaan tertib dan aman.

Sementara, Menurut ketua LSM KOAD, dari tahun 2011 kami telah melapor ke Polri, dalam hal ini Polisi Daerah Sumbar sebanyak 45 perkara.

Namun tidak satupun laporan tersebut yang diproses dengan benar(sesuai aturan perundang undangan).

Untuk itulah melalui berita KabarDaerah ini pelapor minta Kapolri Jendral (Pol) Listyo Sigit untuk membuktikan bahwa argumentasi polri didaerah secara terbuka, jangan seperti anggota Polri di Polda Sumbar, 1 orang pelapor berhadapan dengan 15 orang Polisi saat perkara digelar.

Pada hal sebenarnya tidak perlu ada gelar perkarakarena perkara (laporan/pengaduan) telah dihentikan bulan April 2021.

Karena tidak satupun anggota Polri yang bisa mengungkap perkara Bypass Teknik ini, maka tidak salah jika ketua LSM KOAD mengatakan Polda Sumbar tidak mampu mengungkap kejahatan ini.

Polresta Padang juga demikian, setelah menerima pelimpahan perkara (laporan LP pertama) dari Polda Sumbar, karena ketidak mampuannya, malah membuat perkara bypass teknik ini menjadi bahan untuk difikirkan.

Kenapa semuanya tidak mampu melaksanakan tugas yang diberikan negara tersebut pada hal 90 Trilyun lebih sudah digelontorkan agar Polri bisa bekerja.

Setelah dilaporkan ke Polda Sumbar, Dirreskrimum mengulur selama beberapa minggu, kemudian dibiarkan berbulan bulan tidak diproses, entah sengaja atau tidak untuk diulur.

Ketika bukti bukti telah diberikan, penyidik minta saksi ahli dihadirkan. pada hal hakim saja dalam meutus perkara nutuh minimal dua alat Bukti yang cukup.

Bypass Teknik agak sedikit berbeda,

Dimana, surat surat sebagai alat bukti kami punya, saksi saksi ada, petunjuk tentunya setelah dilakukan penyelidikan dengan benar sesuai aturan UU, keterangan tersangka dipengadilan akan menjadi keterangan terdakwa, saksi ahli adalah poin terkahir sebagai alat bukti, Eeee eee malah surat bukti kami yang dikatakan palsu.

SPPHP Penyelidikan diganti dengan SPPH Penelitian, pada hal laporan pemalsuan SKU dan nama toko di batas Lima Puluh KotaPayakumbuh = sengaja tidak diproses Polda Sumbar. setelah diminta mengadu oleh Polda Sumbar.

Tidak ada pilihan selain harus melakukan penangkapan(suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.(Red)

(sebagian besar isi berita ini adalah dari LSM KOAD )